• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja Remaja merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan Remaja merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Determinan HIV/AIDS

2.3 HIV dan Remaja

2.3.1 Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja Remaja merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan Remaja merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan

HIV/AIDS karena perilaku remaja yang cenderung mengarah ke perilaku berisiko seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, merokok ataupun mengkonsumsi alkohol (Lestari, 2011). Maka dari itu, sangat diperlukan upaya pencegahan HIV/AIDS pada remaja dengan melihat faktor-faktor yang yang berpengaruh didalamnya seperti :

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo dalam Rahmadhan (2013) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang yang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu di lingkungannya. Pengetahuan juga merupakan domain yang penting terhadap terbentuknya sikap seseorang karena pengetahuan dapat menjadi acuan bagi seseorang untuk bersikap terhadap sesuatu (Notoatmodjo dalam Yuliantini, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putrie pada siswa kelas XI IPS di SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen tahun 2012 menunjukkan bahwa 63,85% responden dengan pengetahuan yang baik dan sebanyak 7,22% responden dengan pengetahuan cukup tentang HIV/AIDS. Penelitian lain yang dilakukan oleh Salawati pada siswa SMU Negeri 2 Kota Dumai tahun 2011 menunjukkan bahwa 56,1% responden

19

dengan pengetahuan yang baik dan sebanyak 61,79% responden dengan pengetahuan cukup tentang HIV/AIDS. Penerimaan atau adopsi perilaku baru melalui proses yang didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut akan bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo dalam Anggraeni, 2015).

2. Sikap

Sikap merupakan suatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek atau rangsangan. Pada dasarnya sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu (a) Afect atau perasaan yang timbul baik itu senang atau tidak senang, (b) Behaviour atau perilaku yang mengikuti perasaan itu baik itu menjauh ataupun mendekat, (c) Cognition atau penelitian terhadap objek sikap baik itu positif atau negatif (Sarwono, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Yuandari pada remaja menunjukkan bahwa 51,8% responden memiliki perilaku positif dan 48,2% memiliki perilaku negatif terhadap pencegahan HIV/AIDS. Hal ini berarti remaja yang menjadi responden memiliki perilaku yang baik terhadap pencegahan HIV/AIDS.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Rizyana pada siswa SMA N 8 Padang tahun 2012 menunjukkan bahwa 24,2% responden bersikap positif dan 60,7% responden bersikap negatif. Hal ini berarti siswa di SMA N 8 Padang memiliki sikap pencegahan terhadap HIV/AIDS yang kurang. Sikap seseorang terhadap sesuatu dapat terbentuk oleh beberapa faktor seperti pengalaman pribadi, hubungan orang lain, hubungan kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta hubungan emosional (Azwar, 2003).

20

3. Lingkungan

Menurut Sarwono (2012), sifat manusia termasuk kecerdasan dan kepribadian lainnya sepenuhnya dipengruhi oleh lingkungan. Hal ini di dasari oleh pendapat John Locke (dalam Sarwono, 2012) yang mengatakan bahwa seseorang kelak akan terbentuk dari pengalaman dan faktor lingkungan yang berada di sekitarnya. Lingkungan merupakan faktor ekstrinsik yang berupa lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial ekonomi yang mempengaruhi seseorang. Lingkungan fisik dalam hal ini adalah geografis dan keadaan musim. Lingkungan biologi berkaitan dengan makluk hidup disekitar manusia, sedangkan lingkungan sosial ekonomi berupa pekerjaan, keluarga, pergaulan atau teman sebaya, dll.

a. Keluarga

Keluarga khususnya orang tua memiliki peran penting dalam kepribadian dan perilaku seseorang melalui berbagai macam hal yang dilakukan atau tidak dilakukan mencerminkan pola asuh orang tua (Latipah, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan orang tua memiliki peranan dalam tindakan pencegahan HIV/AIDS seperti penelitian pada Rizyana pada siswa SMA N 8 Padang yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lingkungan keluarga dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja. Menurut Subakti (2009) pola asuh orang tua terdiri dari tiga tipe yaitu:

- Otoriter

Orang tua dengan tipe pola asuh ini berupaya membentuk, mengendalikan dan mengevaluasi sikap serta perilaku anak berdasarkan nilai-nilai kepatuhan, tradisi serta tidak saling memberi dan menerima dalam komunikasi verbal. Sehingga

21

orang tua dengan tipe ini lebih suka memberi hukuman, kaku/keras dan terkadang menolak anak.

- Demokratis

Orang tua dengan pola asuh demokratis ini cenderung mengarahkan anaknya secara rasional, berorientas pada permasalahan yang dihadapi, menghargai komunikasi, saling memberi dan menerima, keputusan orang tua selalu dipertimbangkan terlebih dahulu oleh anak-anaknya. Orang tua tetap memiliki kuasa penuh dalam setiap pengambilan keputusan.

- Pemissif

Pola asuh ini lebih berperilaku menerima dan berpikir positif terhadap perilaku anaknya jarang memberikan hukuman, memberikan sedikit tanggung jawab rumah tangga, anak memiliki kuasa untuk mengatur aktivitasnya sendiri dan tidak dikontrol, anak diberikan kelonggaran yang luas dalam melakukan segala aktivitas yang dikehendaki.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sabrita pada siswa SMA N 5 Surakarta menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh orang tua siswa adalah pola asuh demokratis dengan presentase sebesar 63,3%, dan 66,7% memilki perilaku yang baik dalam pencegahan HIV/AIDS. Sedangkan penelitian lainnya yang pernah dilakukan oleh Anggraeni pada remaja anggota sekaa teruna teruni di desa Blahkiuh menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh otoriter dengan presentase 94,4% memiliki perilaku yang baik dalam mencegah HIV/AIDS. Pada umumnya anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak bahagia dimana orang tua tidak memberikan pola asuh yang benar cenderung anak tersebut memilki perilaku yang tidak baik begitu

22

pula sebaliknya. Jika seorang remaja berasal dari keluarga yan baik maka perilaku yang tercipta akan baik pula (Baer dan Corado dalam Nasution, 2007) .

b. Teman Sebaya

Pengaruh teman sebaya memiliki peran penting dalam perkembangan pribadi remaja dimana hubungan pertemanan menjadi medan pembelajaran dan pelatihan berbagai keterampilan sosial remaja. Selain itu teman sebaya juga memberikan dukungan sosial dan emosional yang sangat dibutuhkan oleh remaja. Teman sebaya juga berperan terhadap perkembangan pribadi dan sosial dalam hal ini menjadi agen sosialisasi yang membantu perilaku dan keyakinan remaja (Latipah, 2012). Dalam beberapa penelitian menunjukkan teman sebaya mempengaruhi perilaku remaja diantaranya pada penelitian yang dilakukan oleh Yuandari yang menunjukkan adanya hubungan bermakna teman sebaya terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS, dan pada penelitian di SMA N 8 Padang yang menunjukkan adanya bermakna teman sebaya terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS (Rizyana, 2012).

4. Sumber Informasi

Perilaku pencegahan HIV/AIDS pada remaja juga dipengaruhi oleh sumber informasi yang diterima oleh remaja. Informasi ini dapat diperoleh melalui media elektronik, media cetak, internet, pada fasilitas kesehatan, teman, guru maupun keluarga. Menurut Flora dan Cassady (dalam Notoatmodjo, 2011), informasi yang didapat dari berbagai media masa dan lainnya baik itu negatif maupun positif dapat mempengaruhi gaya hidup dan perilaku seseorang. Terbatasnya bekal informasi tentang HIV/AIDS dikalangan remaja menjadikan remaja masih perlu mendapatkan

23

perhatian dan pengarahan mengenai dampak dari perilaku berisiko (Rahman & Yuandari, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mentari pada siswa di SMP Muhamadiyah 7 Surakarta tahun 2011 94% responden pernah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS memiliki perilaku pencegahan HIV/AIDS baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Anggraeni pada remaja anggota sekaa teruna teruni di desa Blahkiuh tahun 2015 sebanyak 97,42 responden pernah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS memiliki perilaku pencegahan HIV/AIDS baik. Menurut Flora dan Cassady (dalam Notoatmodjo 2011) informasi yang didapat dari media masa baik itu cetak maupun elektronik dapat mengubah perilaku kesehatan kearah yang baik atau sebaliknya.

Dokumen terkait