BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KEHIDUPAN GEISHA DAN
3.2 Analisis Kehidupan Geisha dalan Novel “The Demon in The Tea
3.2.4. Berhubungan dengan Sosial Budaya
1. Cuplikan ( hal. 65)
“Geisha pada dasarnya, hanyalah penghibur. mereka belajar menyenangkan
dan memuaskan pelanggan”.
Analisis
“Geisha pada dasarnya, hanyalah penghibur” kalimat ini mengindeksikalkan
bahwa Geisha seperti yang dikenal muncul beberapa ratus tahun yang lalu. Namun demikian wanita ”bertipe” geisha – wanita yang menghibur dan kemudian menawarkan tubuhnya kepada pria – kembali pada masa awal di Jepang. Tergantung pada tingkat seninya, sensitifitasnya dan kepandaianya, wanita-wanita ini, yang kemudian hari menjadi seperti geisha, bisa menjadi terkenal dan bahkan berkuasa.
2. Cuplikan ( hal. 127)
“Satu – satunya cara menjadi geisha adalah membiarkan seorang
mengangkat kita jadi adik perempuan. karena Umae adalah geisha yang paling
dihormati. Nui yang merupakan adik perempuan Umae yang baru saja dipilih pasti akan menjadi terkenal dan tentu saja Oba koko akan mendapat bagian.”
Analisis
Satu – satunya cara menjadi geisha adalah membiarkan seorang mengangkat kita jadi adik perempuan. Indeksikal diatas menunjukkan bahwa dengan mempunyai
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy & Thomas Hoobler, 2010.
sehingga dia bisa belajar melalui minarai (observasi) agar terbiasa dan mahir dalam melayani para pelanggan. Banyak yang mengatakan bahwa pekerjaan menjadi geisha itu adalah masih dianggap jelek bagi budaya barat, namun tidak di Jepang melainkan geisha ini merupakan simbul Jepang kepada dunia luas. Geisha sendiri telah mendokasi pakaianya untuk mengenalkan Jepang sejak poster traveller Jepang pertama kali dicetak
3. Cuplikan ( hal. 128)
“Para geisha harus menghibur laki – laki, itulah yang mereka semua
lakukan. Meski mereka tidak bersama laki – laki, mereka tetap harus mempercantik
diri atau meningkatkan kemampuan menyanyi dan menari.
Analisis
“Para geisha harus menghibur laki – laki”, kalimat diatas menerangkan
bahwa fakta sosial yang sangat penting adalah gesiha bukanlah istri. Mereka hidup dalam komunitas wanita yang terorganisir secara profesional. Mereka mempunya affair dengan pria yang sudah menikah, dan dapat memberikan layanan lain atas kebijakan mereka sendiri. Hidup mereka berasal dari menyanyi, menari dan berbicara dengan para pria di tempat-tempat perjamuan. mereka tetap harus mempercantik diri
atau meningkatkan kemampuan menyanyi dan menari, kalimat ini mengideksikalkan
bahwa Mereka adalah penegak tradisi, mengenakan kimono setiap hari seperti yang dilakukan oleh hanya sedikit wanita Jepang. Sehingga hal ini membuktikan bahwa dalam pakaian dan kesempurnaan geisha merupakan indikasi kesadaran mereka. Geisha masih menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk penampilanya, berhutang untuk membeli obi dan kimono yang mewah dan model terbaru. Jika dia
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy & Thomas Hoobler, 2010.
bisa menampilkan karya yang paling artistik pembuat komono, maka reputasinya semakin baik. Kebanggaan seorang geisha tergantung paga gei atau seninya. Gei merupakan hal penting bagi geisha sejak profesi ini mulai ada, ketika geisha disewa karena kemampuan menari dan menyanyinya. Sekarangpun tetap sama, ketika seorang wanita muda menjadi geisha sebagian besar adalah karena kecintaan mereka terhadap musik dan tari tradisional. Sebagai seorang geisha mereka dapat tampil sebagai profesional, bukan sebagai amatir. meningkatkan kemampuan menyanyi dan
menari merupakan hal terpenting dalam kehidupan mereka.
4. Cuplikan ( hal. 129)
“Tak ada yang benar – benar bebas,” aku Tsune, namun kecantikan itu tak
ada yang abadi. Suatu hari, bahkan saat Umae harus pensiun, meski dengan semua
uang yang ia telah kumpulkan sekarang, aku yakin suatu saat dia akan kesepian.
Analisis
“Tak ada yang benar – benar bebas,” kalimat tersebut diata mengungkapkan bahwa
meski diluar tampak dengan leluasanya mereka menjalani hidup namun sesungguhnya mereka takkan terlepas dari latar belakang sebagai seorang perempuan penghibur, image itu akan selalu dan senantiasa berada dalam belenggu mereka. sekalipun ia telah pensiun. kalimat yang mengindeksikalkan bahwa meski dengan semua uang
yang ia telah kumpulkan sekarang, aku yakin suatu saat dia akan kesepian,
menunjukkan bahwa uang takkan selamanya membawa kenikmatan, karena kenikmatan yang didapat hanya bersifat sementara. Untuk apa punya banyak uang tetapi kesepian.
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy & Thomas Hoobler, 2010.
5. Cuplikan ( hal. 140 )
“Ketika tempat itu tersedia, mereka berpindah tempat. tapi walaupun Maiko dan Odori tak secantik Umae, Ia menikmati pertunjukan mereka, Maiko memetik
samisen, tiga senar menyanyikan lagu yang menghanyutkan para pendengar kemasa lalu.” “odori disisi lain adalah seorang yang ceria dan selalu riang ia melemparkan lelucon yang menghangatkan suasana hati pelanggan lalu mengatur permainan.
Analisis
Indeksikal diatas menerangkan bagi para musisi geisha, sebuah shamisen adalah sahabat sejatinya. Dia mungkin menyebutnya sebagai o-shami. seperti pada kalimat sebagai berikut, “memetik samisen, tiga senar menyanyikan lagu yang
menghanyutkan para pendengar kemasa lalu.” dan seorang geisha tentu saja harus
dapat menghangatkan suasana hati pelanggan, indeksikal kalimat ini menunjukkan bahwa sejatinya geisha itu adalah ”orang seni” yaitu mereka yang mengabdikan dirinya pada ketrampilan menghibur. Geisha dianggap semata-mata hanya pelengkap orang yang menemani orang penting dalam lingkaran kehidupan. fakta sosial yang sangat penting adalah bahwa gesiha bukanlah istri.
6. Cuplikan ( hal. 141 )
“Umae telah membangun semua kemampuan yang harus dimilik geisha. Ia
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy & Thomas Hoobler, 2010.
menceritakan kisah yang bisa membuat orang menangis seketika, lalu tiba – tiba tertawa terbahak – bahak, kecantikan dan keelokannya sangat bisa mereka nikmati ketika menyaksikan geisha itu menuangkan teh atau menawarkan sepiring manisan.”
Analisis
Ia punya suara yang merdu, diiringi dengan samisen yang ia petik. jika mau, Ia bisa menceritakan kisah yang bisa membuat orang menangis seketika, lalu tiba – tiba tertawa terbahak – bahak, kecantikan dan keelokannya sangat bisa mereka nikmati ketika menyaksikan geisha itu menuangkan teh atau menawarkan sepiring manisan.”
Kalimat tersebut mengindeksikalkan bahwa Gei seorang geisha terutama terbentuk dari permainan shamisen dan tari tradisional, namun hal tersebut juga menjadi arah bagi seni tradisional lainnya seperti: kaligrafi, kemampuan menulis puisi, dan jamuan minum teh. Geisha harus tahu persis tentang seni agar seni bisa menjadi karakternya yang kedua. Pertama-tama mereka belajar dengan hafalan. Belajar dengan hafalan ini penting agar seorang geisha dapat menyesuaikan diri dengan penyanyi dan penari. Semakin spontan keadaannya, semakin besar daya tarik seninya.
7. Cuplikan ( hal. 203)
“Umae menyerahkan samisen pada Nui lalu berdiri, sementara gadis yang lebih muda itu memainkan musik pengiring sederhan, Umae menari dan menyanyi. Orang – orang diruangan duduk tak bersuara, terpesona tangan geisha itu melambai
laksana air mengalir, bukan sekedar segumpal daging, seakan iia mengajak semua yang hadir mengikutinya ke alam lain. Dengan langkah kecil dan merdu suaranya. ia menghantarkan mereka ke dunia dimana hanya cinta yang berkuasa.
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy & Thomas Hoobler, 2010.
Analisis
geisha secara harfiah berarti ”orang seni” yaitu mereka yang mengabdikan dirinya pada ketrampilan menghibur, Seorang geisha adalah seorang gadis yang sangat lembut dalam segala hal; kostumnya penuh dekorasi seni; kelihatannya sederhana dan lucu; prilakunya tenang, bersinar dan wangi; gerakanya gemulai dan tidak terburu-buru terlihat manis secara musikal; percakapanya merupakan gabungan yang tajam antara unsur feminisme dan jawaban-jawaban tepat; cahayanya tidak ada habisnya; kesederhanannya menjadi contoh; kepuasannya tidak terukur. seperti dalam kalimat yang mengideksikalkan bahwa geisha memang berbeda dengan wanita jepang lainnya karena tangan geisha itu melambai laksana air mengalir, bukan sekedar
segumpal daging, seakan iia mengajak semua yang hadir mengikutinya ke alam lain,
seolah memiliki daya pikat tersendiri dan Dengan langkah kecil dan merdu suaranya.
ia menghantarkan mereka ke dunia dimana hanya cinta yang berkuasa. Menunjukkan
bahwa mereka bisa dengan tanpa sadar membuat para pelanggan seraya melupakan kesulitan – kesulitan hidup mereka dengan menghanyutkan para pelanggan kedalam
dunia dimana hanya cinta yang berkuasa.
8. Cuplikan ( hal. 214)
“Mulai saat ini, “ Umae melanjutkan, “Nui akan berada disisiku untuk belajar, aku akan memimbingnya seni keterampilan yang harus dimulai dari seorang geisha.”
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy & Thomas Hoobler, 2010.
Kalimat diatas indeksikal dari geisha harus tahu persis tentang seni agar seni bisa menjadi karakternya yang kedua. Pertama-tama mereka belajar dengan hafalan. Belajar dengan hafalan ini penting agar seorang geisha dapat menyesuaikan diri dengan penyanyi dan penari. Semakin spontan keadaannya, semakin besar daya tarik seninya. seni keterampilan yang harus dimulai dari seorang geisha menunjukkan bahwa "Geisha" adalah sebuah kata yang berarti "orang yang praktek / kehidupan oleh gei (seni). Melalui definisi sederhana ini kita dapat menetapkan sejarah siapa
geisha dan bagaimana mereka telah terlihat. Gei secara khusus mengacu pada seni
memainkan shamisen (alat musik bersenar tiga), drum, tradisional menari dan menyanyi, upacara minum teh, kaligrafi, dan seni percakapan.
Aisyah : Analisis Sosiologis Terhadap Kehidupan Geisha Dalam Novel The Demon In The Tea House Karya Dorothy & Thomas Hoobler, 2010.