• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3.1 Pengertian Pembiayaan Murabahah

Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) karena dalam

transaksi jual beli bank menyebut jumlah keuntungannya (margin). Bank bertindak sebagai penjual sedangkan nasabah bertindak sebagai pembeli.

Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan

harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati (Soemitra, 2009: 79).

Dasar hukum yang digunakan dalam pembiayaan Murabahah adalah sebagai berikut:

1. Al-Quran

… ﻮٰﺑﺍ ﱢﺮﻟا َمﱠﺮَﺣَو َﻊْﻴَـﺒْﻟا ﹸﷲا ﱠﻞَﺣَأَو …

Artinya :

“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba...” (Al-Baqarah: 275). 2. Al-Hadis

َثَﻼَﺛ : َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ﱠﱢﱯﻨﻟا ﱠنَأ ُﻪْﻨَﻋ ُﷲا َﻲِﺿَر ٍﺐْﻴَﻬُﺳ ْﻦَﻋ

ﱠﻦِﻬْﻴِﻓ

ُﻊْﻴَـﺒْﻟَا : ُﺔَﻛْﺮَـﺒﻟْا

ُﺔَﺿَرﺎَﻘُﳌْاَو ٍﻞَﺟَأ َﱃِإ

ﱢﺮُـﺒْﻟا ُﻂْﻠَﺧَو

ِﻊْﻴَـﺒْﻠِﻟ َﻻ ِﺖْﻴَـﺒْﻠِﻟ ِْﲑِﻌﱠﺸﻟﺎِﺑ

(ﻪﺟ ﺎﻣ ﻦﺑا ﻩاور)

Dari Suhaib Ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah), (Al-Asqalani, 1424).

3.3.2 Rukun dan Syarat Pembiayaan Murabahah

Adapun rukun dari akad Murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi terdiri atas beberapa bagian, yaitu (Soemitra, 2009: 82):

1. Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.

2. Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga). 3. Sighat, yaitu ijab dan qabul.

Adapun Syarat jual beli adalah sesuai dengan rukun jual beli antara lain sebagai berikut:

1. Syarat orang yang berakal

Orang yang melakukan jual beli harus memenuhi:

a. Berakal, jual beli yang dilakukan anak kecil dan orang gila hukumnya tidak sah. Menurut jumhur ulama bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus telah balig dan berakal. b. Pelaku yang melakukan akad jual beli adalah orang yang

berbeda.

2. Syarat yang berkaitan dengan ijab kabul

a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal. b. Kabul sesuai dengan ijab.

c. Ijab dan kabul itu dilakukan dalam satu majelis. 3. Syarat barang yang diperjual belikan

Syarat barang yang diperjual belikan, yaitu:

a. Barang itu ada atau tidak di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. b. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.

c. Milik seseorang, barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh dijualbelikan.

d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung dan pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

3.3.3 Manfaat Pembiayaan Murabahah

Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi ba’i al-murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Manfaat dari pembiayaan Murabahah adalah untuk mendukung pengembangan para pengusaha baik di bidang pertanian, perikanan, industri kecil, industri rumah tangga dan lain-lain, dengan cara menyediakan fasilitas pembiayaan tanpa penyimpangan bagi pengusaha yang pada saat memerlukan pembiayaan barang modal tidak mempunyai dana yang cukup.

Bai al-murabahah juga banyak memberi manfaat kepada Bank

Syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem ba’i al-murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di Bank Syariah.

Di antara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:

1. Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.

2. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang naik setelah bank membelikannya untuk nasabah bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.

3. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Oleh karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.

4. Dijual; karena ba’i al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, (Antonio, 2001: 107).

3.3.4 Pengertian Agunan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu ”zekerheid” atau “cautie”, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga istilah atau kata-kata agunan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, tidak membedakan pengertiaan jaminan maupun agunan, yang sama-sama memiliki arti yaitu “tanggungan”.

Agunan pembiayaan atau jaminan adalah hak dan kekuasaan atas barang agunan yang diserahkan oleh anggota kepada lembaga keuangan guna menjamin pelunasan pembiayaan yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan (Rivai, 2008: 663).

Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 pasal 1 ayat 26 tentang perbankan syariah menjelaskan pengertian mengenai agunan. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas.

Agunan Pembiayaan harus memenuhi keabsahan hukum, mempunyai nilai ekonomi, dan akan disita (dijual) untuk membayar pembiayaan bermasalah atau macet (Malayu Hasibuan, 2005: 110).

3.3.5 Dasar-dasar Penetapan Penilaian Agunan

Agunan merupakan salah satu unsur dalam analisa pembiayaan. Oleh karena itu, barang-barang yang diserahkan nasabah harus dinilai pada saat dilaksanakan analisa pembiayaan dan harus berhati-hati dalam penilaian barang-barang tersebut karena harga yang dicantumkan oleh nasabah tidak selalu menunjukkan harga sesungguhnya (harga pasar saat itu). Dengan demikian semua jenis agunan wajib ditaksasi/dinilai kembali, minimum satu kali dalam enam bulan atau satu tahun. Setiap perubahan data agunan, termasuk perubahan karena taksasi agunan harus di simpan ke dalam arsip komputer (Rivai, 2008: 666).

Berdasarkan penelitian agunan mempengaruhi dalam menentukan porsi pembiayaan yang diajukan oleh seorang nasabah. Porsi pembiayaan tidak bisa melebihi nilai taksasi agunan yang diberikan nasabah untuk menjadi persyaratan. Dalam mentaksasi agunan harus memperhatikan risiko-risiko yang akan terjadi pada pembiayaan, apabila suatu saat pembiayaan akan macet. Maka dari sebab itu agunan harus bisa mengcover pembiayaan yang diajukan oleh nasabah untuk jangka waktu pembiayaan yang telah diajukan dan agunan juga harus di retaksasi agar sesuai dengan harga pasar.

Dokumen terkait