• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERLANJUTAN PERIKANAN PELAGIS KECIL DI TELUK PALU

BERKELANJUTAN DI TELUK PALU

Pendahuluan

Teluk Palu selain memiliki potensi perikanan pelagis kecil juga memiliki ancaman tekanan pengekploitasian sumberdaya ikan itu sendiri, yang dapat mengarah kepada penurunan kualitas lingkungan perairan laut dan sumberdaya ikan. Keberadaan teluk yang merupakan perairan semi tertutup menurut Tsujimoto et al (2012) memungkinkan untuk pemanfaatan yang terkendali dan lebih efektif terhadap sumberdaya yang ada khususnya ikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kawasan ini cenderung bersifat lokal, jika dibandingkan pada perairan yang terbuka. Beberapa manfaat yang diperoleh dari teluk secara fisik terlindung dari laut lepas diantaranya dapat terlindung dari angin dan ombak/arus, namun keefektifan perlindungan tersebut dapat berbeda-beda berdasarkan waktu yaitu secara musiman.

Pengembangan perikanan pelagis kecil di Teluk Palu ke depan dalam konteks kapasitas perikanan merupakan kriteria penting untuk menghasilkan informasi strategis bagi arah penerapan kebijakan; ketika timbul gejala penurunan produksi perikanan pelagis kecil. Secara teoritis menurut King (1995) dan Purbayanto (2010) bahwa penambahan alat tangkap tanpa memperhatikan kapasitas perikanan akan menyebabkan kegiatan penangkapan ikan tidak efisien. Kelebihan upaya penangkapan ikan dapat menimbulkan kelebihan tangkap (overfishing), inefisiensi dan pemborosan sumberdaya ekonomi pada kegiatan perikanan, masalah subsidi, dan kemiskinan nelayan. Dengan kata lain, kelebihan kapasitas dapat mengarah pada tekanan terhadap potensi sumberdaya ikan, kelebihan modal dan kapasitas penangkapan yang mengarah pada pemborosan sumberdaya ekonomi (Nikijuluw 2002; Cochrane 2002; Dahuri 2001).

Penelitian ini memfokuskan pada penentuan komposisi optimum menggunakan Model linear goal programming (Supranto 1980; Stevenson 1989) dari empat jenis unit penangkapan ikan yakni jaring insang, bagan, sero dan pancing yang dioperasikan diperairan Teluk Palu dengan target tangkapan dominan sumberdaya ikan pelagis kecil (teri, layang, selar, kembung, tembang dan tongkol) dengan mengoptimalkan sumberdaya yang terbatas. Fungsi sumberdaya yang terbatas tersebut merupakan input untuk menentukan jumlah unit pengkapan ikan yang dialokasikan di dalam Teluk Palu.

Metode Penelitian

Goal Programming merupakan variasi dari model linear programming yang dapat digunakan untuk menangani masalah yang mempunyai banyak sasaran, untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas dan sebagainya. Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil berkelanjutan di Teluk Palu diharapkan dapat tercapai dengan optimalisasi pemanfaatannya. Analisis linear goal programming digunakan untuk menentukan komposisi optimum unit penangkapan ikan, dimana tahapan dalam memformulasikannya adalah menentukan pertama variable sumberdaya yang

terbatas; kedua tujuan dan bentuk tujuannya, dan targetnya; ketiga prioritas preventif; keempat penimbang relatif; kelima fungsi minimisasi tujuan dan keenam syarat pelengkap seperti koefisien teknis dan non negativity.

Penelitian ini dibatasi pada kegiatan penangkapan ikan di Teluk Palu yang diwakili oleh 4 jenis unit penangkapan ikan yang beroperasi di Teluk Palu, yaitu pancing, gillnet, sero, dan bagan. Oleh karena itu, semua data yang digunakan pada spesifikasi alat tangkap, metode penangkapan ikan dan kebutuhan ruang, produksi ikan, daerah penangkapan, dan jumlah nelayan yang mengoperasikan unit penangkapan ikan, berasal dari keempat jenis unit penangkapan tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan linear goal programming untuk memecahkan masalah dengan beberapa tujuan (Ignizio dan Romero 2003). Dalam studi ini, beberapa tujuan yang terkait dengan perikanan berkelanjutan telah menerapkan prinsip kehati-hatian: menghindari produksi ikan yang berlebihan, usaha penangkapan ikan yang berlebihan dan konflik di antara nelayan, serta menjaga potensial penangkapan ikan, namun melibatkan nelayan yang ada sebanyak mungkin. Pendekatan ini bertujuan menentukan komposisi optimum unit penangkapan berdasarkan beberapa fungsi sumberdaya terbatas. Sumberdaya terbatas dalam penelitian ini adalah produksi ikan yang memungkinkan untuk diproduksi setiap tahun dari ke empat unit penangkapan yang ada di Teluk Palu secara berkelanjutan (optimis), ukuran daerah penangkapan ikan yang layak, dan jumlah nelayan.

Jenis alat tangkap, yang merupakan variable keputusan adalah semua unit penangkapan ikan dengan target tangkapan ikan pelagis kecil yang dioperasikan nelayan Teluk Palu, adalah pancing (89 unit), bagan (22 unit), jaring insang (47 unit) dan sero (19 unit). Pendekatan linear goal programming digunakan untuk mengalokasikan secara optimum jumlah unit penangkapan ikan dari ke 4 (empat) jenis unit penangkapan tersebut.

Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis berkelanjutan dengan pendekatan optimalisasi pada penelitian ini akan memberikan jumlah optimum unit penangkapan ikan dari ke 4 (empat) jenis unit penangkapan yang ada dan dapat dioperasikan dalam kawasan teluk. Model ini merupakan pengembangan dari model pemrograman linear yang mampu menyelesaikan kasus-kasus pemrograman linear yang memiliki lebih dari satu sasaran/tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya model pada goal programming sama dengan model pada pemrograman linear, perbedaannya hanya terletak pada kehadiran sepasang variabel yang akan muncul pada fungsi tujuan dan fungsi-fungsi sumberdaya terbatas model goal programming adalah variabel DB dan DA. Variabel DB berfungsi menampung deviasi yang berada di bawah sasaran yang dikehendaki, sedangkan variabel DA berfungsi menampung deviasi yang berada di atas sasaran yang dikehendaki. Jika diperoleh nilai variabel DB berarti tujuan yang diinginkan dari pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Teluk Palu tidak tercapai sebesar nilai deviasi. Sebaliknya, jika diperoleh nilai variable DA berarti tujuan yang diinginkan terlampaui (melebihi target) sebesar nilai tersebut. Apabila nilai deviasi sama dengan nol, berarti pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Teluk Palu tercapai (Supranto 1980).

65

Fungsi sumberdaya terbatas pada linear goal programming dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Sumberdaya terbatas pertidaksamaan lebih kecil sama dengan (≤). Untuk sumberdaya terbatas tujuan jenis ini pertidaksamaannya dikurangi dengan variabel deviasi ke atas (DA).

2) Sumberdaya terbatas pertidaksamaan lebih besar sama dengan (≥). Untuk sumberdaya terbatas tujuan jenis ini pertidaksamaannya ditambah dengan variabel deviasi ke bawah (DB).

3) Sumberdaya terbatas tujuan persamaan (=). Untuk sumberdaya yang terbatas jenis ini persamaannya dikurangi dengan variabel deviasi ke atas (DA) dan ditambah dengan variabel deviasi ke bawah (DB).

Variabel-variabel keputusan dalam model ini adalah sebagai berikut: DB = kekurangan pemenuhan sasaran jumlah unit penangkapan ikan pada

sumberdaya terbatas-i (i = 1, 2, …, n)

DA = Kelebihan pemenuhan sasaran jumlah unit penangkapan ikan pada sumberdaya terbatas-i (i = 1, 2, …, n)

Penentuan komposisi optimum dari fungsi sumberdaya terbatas di dasarkan pada nilai z yang paling minimum yang dihasilkan oleh Solver add-in dari Microsoft Excel.

Hasil Penelitian

Estimasi Produksi Ikan Pelagis Kecil Berkelanjutan di Teluk Palu

Produksi ikan yang berkelanjutan merupakan salah satu sumberdaya terbatas dalam menentukan komposisi optimum dari unit penangkapan ikan di teluk. Kegiatan statistik perikanan lokal, utamanya produksi ikan hasil tangkapan sebagian besar didasarkan pada volume ikan hasil tangkapan yang didaratkan di masing-masing tempat pendaratan ikan. Oleh karena itu, volume ikan hasil tangkapan yang didaratkan, tidak hanya meliputi produksi ikan dari teluk namun juga dari Selat Makassar. Oleh karena itu, statistik perikanan saat ini tidak dapat digunakan secara langsung pada penelitian ini untuk membangun permodelan matematika dalam menentukan komposisi optimum unit penangkapan ikan.

Pengumpulan data produksi ikan dilakukan dengan mengidentifikasi, menghitung dan menemukan unit penangkapan ikan yang beroperasi di Teluk Palu dan hasil tangkapannya. Global Positioning System/GPS digunakan untuk menentukan lokasi nelayan dan daerah penangkapan ikan. Produksi ikan dari empat unit penangkapan ikan dipantau untuk mendapatkan perkiraan jumlah hasil tangkapan per tahun dari teluk, selama 6 bulan; dengan jumlah trip penangkapan ikan 7 hingga 10 trip per bulan untuk setiap unit penangkapan ikan. Rata-rata tangkapan per trip dan standar deviasi dihitung setiap bulan. Data ini digunakan untuk memperkirakan jumlah hasil tangkapan optimis per trip di setiap bulan masing-masing dengan mengurangkan rata-rata dengan standar deviasi. Untuk setiap bulan, jumlah hasil tangkapan optimis per trip kemudian dikalikan dengan jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan oleh unit penangkapan ikan yang ada. Perhitungan ini menghasilkan perkiraan jumlah tangkapan bulanan masing- masing jenis unit penangkapan. Hasil tangkapan bulanan selama enam bulan

kemudian digunakan untuk memperkirakan jumlah hasil tangkapan dari bulan- bulan yang tidak dipantau (6 bulan lainnya). Akhirnya, jumlah hasil tangkapan dalam setahun dari empat jenis unit penangkapan ikan yang beroperasi di teluk dapat dihitung.

Rata-rata jumlah hasil tangkapan per trip per unit penangkapan ikan u di bulan m dari t trip selama penelitian adalah :

Dimana :

Xu,m,t adalah rata-rata jumlah hasil tangkapan pengamatan pada unit

penangkapan u, bulan m, trip t.

u adalah jenis unit penangkapan ikan dimana 1 adalah pancing, u = 21 adalah gillnet dioperasikan pada daerah penangkan pancing, u = 22 adalah gillnet pada daerah penangkapan gillnet, u = 3 adalah sero dan u = 4 adalah bagan

Rata-rata standar deviasi hasil tangkapan per trip u bulan m adalah:

√∑ ̅

Dimana :

Su,m adalah rata-rata standar deviasi hasil tangkapan per trip, pada unit u

dibulan m dalam trip (t).

Rata-rata jumlah (produksi) hasil tangkapan ikan optimis per trip unit penangkapan u di bulan m adalah:

̅ ̅

Dimana :

̅ adalah rata-rata jumlah hasil tangkapan pada unit u di bulan m

dikurangi standar deviasi hasil tangkapan per trip, unit (u), bulan (m) Operasi penangkapan ideal pada trip t per bulan, dan estimasi jumlah hasil tangkapan per unit u di bulan m adalah:

̅

Dimana :

adalah banyak trip penangkapan ikan pada unit u di bulan m dikalian

rata-rata hasil tangkapan per trip, unit u, bulan (m).

Jumlah hasil tangkapan untuk setiap trip penangkapan dihitung dari rata-rata jumlah hasil tangkapan per trip. Pendekatan ini diterapkan setelah mempertimbangkan semua potensi bulanan pada trip penangkapan (tu) yang

67

belum dimanfaatkan secara maksimal. Sebagai contoh, selama musim utara-barat angin yang kuat sehingga nelayan harus mengurangi trip penangkapan. Oleh karena itu, trip penangkapan ikan bulanan dihitung sebagai berikut :

Estimasi hasil tangkapan unit penangkapan ikan u di bulan m menjadi :

̅

Tidak adanya pengamatan selama beberapa bulan penangkapan, maka keseluruhan jumlah hasil tangkapan bulanan diperkirakan menggunakan interpolasi linear dengan memakai data yang tersedia, misalnya (Cu,m-1) dan

(Cu, m+1).

Total perkiraan penangkapan pertahun dari unit penangkapan ikan u atau produktivitas pertahun unit penangkapan ikan u per tahun adalah:

Di Teluk Palu, produktivitas ikan pelagis kecil pertahun untuk pancing adalah 1,32 ton/tahun, gillnet adalah 2,16 ton/tahun, Sero adalah 1,57 ton/tahun, dan bagan adalah 2,72 ton/tahun. Sedangkan produktivitas ikan teri pertahun untuk bagan adalah 1,16 ton/tahun.

Total perkiraan, jumlah hasil tangkapan per tahun dari seluruh unit penangkapan ikan u adalah:

Dimana nu adalah jumlah unit penangkapan ikan u yang ada saat ini. Jumlah

seluruh hasil tangkapan per tahun dari semua unit penangkapan ikan, dan dari semua jenis yang digunakan adalah sebagai batas maksimum jumlah hasil tangkapan dari Teluk Palu (CMax).

Di Teluk Palu, terdapat 89 unit Pancing, 47 unit gillnet, 19 unit sero dan 22 unit bagan. Oleh karena itu, produksi pertahun maksimum (CMax) ikan pelagis adalah

Estimasi Kebutuhan Ruang Untuk Pengoperasian Unit Penangkapan di Daerah Penangkapan ikan.

Perairan teluk menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi nelayan yang memiliki armada berukuran kecil yang dilengkapi dengan alat tangkap sederhana dan peralatan keselamatan dasar. Perahu nelayan dengan berbagai jenis alat tangkap memerlukan lingkungan kerja yang berbeda terutama ruang, karena perbedaan dalam kriteria fisik alat tangkap, metode pengoperasian alat tangkap, jarak aman antara unit penangkapan ikan dan karakteristik tingkah laku ikan target dan kondisi perairan.

Penentuan alokasi ruang dalam pemanfaatan sumberdaya terbatas dalam kawasan Teluk Palu dilakukan dengan pendekatan aktivitas yang sudah ada, dengan tujuan pertama memisahkan aktivitas manusia yang saling bertentangan dan menggabungkan aktivitas yang sesuai; kedua menyediakan perlindungan bagi proses ekologi penting dan mempertahankan beberapa kawasan dalam kondisi alamiahnya tanpa terganggu oleh aktivitas manusia, kecuali untuk kegiatan ilmiah atau pendidikan.

Perahu nelayan dengan berbagai jenis alat tangkap berkemungkinan memerlukan lingkungan kerja yang berbeda, terutama ruang, karena perbedaan dalam kriteria fisik alat tangkap, metode dalam operasi penangkapan ikan, perahu memerlukan jarak aman antara unit-unit penangkapan ikan dan karakteristik tingkahlaku ikan target. Perbandingan umum untuk empat unit penangkapan ikan dibentuk pada pokok bahasan kondisi perikanan tangkap dan Tabel 7. Estimasi ukuran ruang kerja untuk masing-masing unit penangkapan ikan di Teluk Palu disajikan pada Tabel 12.

Table1 12 Estimasi Kebutuhan Ruang (fishing ground) untuk Empat Jenis Unit Penangkapan Ikan di Teluk Palu, Tahun 2012.

Unit Penangkapan Ikan Dimensi Unit Penangkapan (m) Asumsi Luas Relatif Area Penangkapan (m2)/unit Kriteria Pengambilan Keputusan Luas Area Penangkapan Tersedia (m2) Pancing & gillnet1/ FADs D: 100-200 free- area 2x100m. 500 x 500 = 250.000m2 Area pengoprasian FADs 45.500.000 m2 Jaring Insang (Gillnets2) L: 100 m, free- area: 2x250 m. 1000 x 1000 = 1.000.000m2 Daerah pada kedalaman tertentu 21.700.000 m2 Sero (traps) L: 100; W: 10 free- area: 500x400 m. 1000 x 800 = 800.000m2 Pesisir pantai intertidal area 15.500.000 m2 Bagan (Liftnets) L: 10, W: 10 free- area: 500x500 m. 1000 x 1000 = 1.000.000m2 Kedalaman perairan, 300- 800 m. 38.800.000 m2 Jumlah - - - 121.500.000 m2

Sumberdaya terbatas dari daerah penangkapan ikan di Teluk Palu mencakup beberapa ruang yang dialokasikan untuk alur pelayaran, yaitu jalur menuju dan kembali dari daerah penangkapan ikan, kesesuaian kedalaman air untuk operasi penangkapan ikan, ada habitat laut yang mendukung kehidupan sumberdaya, dan kawasan wisata. Jenis dan ukuran sumberdaya terbatas yang

69

berbeda untuk setiap jenis unit penangkapan ikan disajikan di Tabel 13. Data yang dikumpulkan, menggunakan metode sensus, meliputi jenis dan jumlah unit penangkapan ikan yang dioperasikan di daerah penangkapan ikan masing-masing unit penangkapan. Berdasarkan pencatatan dari GPS, area penangkapan tersedia luas untuk pancing sekitar rumpon, yang juga dapat diakses oleh gillnet, adalah 45,50 km2 sedangkan luas lahan perikanan untuk gillnet di luar daerah ini adalah 21,70 km2, sero adalah 15,50 km2, dan untuk bagan adalah 38,80 km2. Oleh karena itu, keseluruhan luas area penangkapan tersedia adalah 121,50 km2. Faktor-faktor lain juga dipertimbangkan dalam menentukan daerah potensi lahan perikanan adalah kedalaman air, daerah yang saat ini dimanfaatkan oleh transportasi laut dan pelabuhan, wisata bahari dan habitat laut kritis. Estimasi pemanfaatan ruang teluk dengan mempertimbangan luas kawasan teluk dan beberapa aktivitas yang ada dipesisir (merupakan pembatas bagi pengoperasian alat tangkap dalam teluk). Luas teluk adalah 206.935.000 m2. Masing-masing aktivitas di teluk memiliki luas perairan yang berbeda; yaitu alur pelayaran seluas 9.760.000 m2, habitat laut mangrove 8.070.000 m2, terumbu karang 10.880.000 m2, infrastruktur pertambangan 1.410.000 m2 dan pariwisata/ wisata pantai seluas 3.710.000 m2. Keseluruhan daerah terbuka untuk perikanan pelagis kecil di teluk Palu adalah 169.105.000 m2, namun hanya sebagian wilayah tertentu yang sesuai untuk pengoperasian masing-masing dari ke empat unit penangkapan ikan; yaitu seluas 121.50 km2.

Terdapat 3 batasan, sekaligus sebagai tujuan yaitu produksi ikan (CMax) sebagai

quota batas, jumlah nelayan tidak boleh melebihi orang 240 dan total luas daerah penangkapan setidaknya harus 168.105.000 m2. Persamaan tujuan diperoleh sebagai berikut :

Estimasi kesempatan kerja dalam kegiatan penangkapan ikan

Komposisi optimum jumlah unit penangkapan ikan meminimalkan nilai tujuan ∑ [ ]

Dimana :

DBi adalah penyimpangan jika nilainya kurang dari sumberdaya terbatas dan

DAi adalah penyimpangan jika nilainya sama atau lebih besar dari

sumberdaya terbatas bagi persamaan i; WDBi sumberdaya terbatas untuk DBi

dan WDAi sumberdaya terbatas untuk DAi. Nilai-nilai DBi adalah 0 dan 1,

sementara DAi 2 dan 3; 0 berarti tidak ada keberatan, 1 berarti keberatan

moderat, 2 berarti keberatan buruk dan 3 berarti keberatan terburuk.

Penelitian ini mempertimbangkan situasi terburuk jika jumlah nelayan yang ada terlampaui, tetapi jika jumlah nelayan lebih rendah dari jumlah yang ada penelitian ini cukup obyek.

Dalam studi ini digunakan, skenario dengan nilai terendah Z dianggap sebagai pilihan terbaik.

Tujuannya adalah mengacu pada batas produksi ikan dengan persamaan umum, sebagai berikut : ∑ Dimana :

Produktivitas xu untuk unit penangkapan u dimana 21 adalah daerah

penangkapan ikan untuk gillnet dan pancing, 22 adalah daerah penangkapan ikan untuk gillnet, 23 adalah daerah penangkapan ikan untuk sero dan 24 adalah daerah penangkapan ikan untuk bagan;

ai,u adalah konstanta untuk unit penangkapan u pada persamaan i; dan

bi adalah sumberdaya terbatas bagi persamaan i.

Tabel 13 Fungsi Sumberdaya Terbatas Optimalisasi Unit Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Teluk Palu, Tahun 2012.

Parameter Perikanan

Pancing Gillnets1a Gillnets2b Sero Bagan Constraints Bobot 1. Sumberdaya Ikan b DBc DAd 1.1 Ikan Pelagis 1,32 2,16 2,16 1,57 2,72 ≤ 309,69 ton 0 2 1.2 Teri 0,00 0,00 0,00 0,00 1,16 ≤ 25,65 ton 0 2 2 Daerah Penangkapan 2.1 Pancing & Gillnets1 0,25 1,00 0,00 0,00 0,00 = 45,50 km2 0 2 2.2 Gillnets 2 0,00 0,00 1,00 0,00 0,00 ≤ 21,70 km2 0 2 2.3 Sero 0,00 0,00 0,00 0,80 0,00 ≤ 15,50 km2 0 2 2.4 Bagan 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00 ≤ 38,80 km2 0 2 3. Nelayan 1 1 1 2 3 = 240 person 1 3

Keterangan : a: gillnet yang dapat dioperasikan pada daerah penangkapan pancing; b: gillnet yang dioperasikan sendiri (eksklusif) pada daerah penangkapan; c: Koefisien bobot untuk pencapaian tujuan di atas sumberdaya terbatas; d: Koefisien bobot untuk pencapaian tujuan di bawah sumberdaya terbatas (DBi).

Bobot : Nilai pengalih untuk setiap unit deviasi. Persamaan 1: 1,32N1+2,16N21+2,16 N22+1,57N3+2,72x4+

0DB1–2DA1 = 309,69 ton

Persamaan 2: 1,16N4+0DB2–2DA2 = 25,65 (ton)

Persamaan 3: 0,25N1+1,00N21+0DB3–2DA3 = 67,20 (km2)

Persamaan 4: 1,00N22+0DB4–2DA4 = 21,70 (km2)

Persamaan 5: 0,80N3+0DB5–2DA5 = 15,50 (km2)

Persamaan 6: 1,00N4+0DB6–2DA6 = 38,80 (km2)

Persamaan 7: 1N1+1N21+1N22+2N3+3N4+1DB7–3DA7 = 240 (Nelayan)

71

Penentuan komposisi optimum dari unit penangkapan ikan yang ada, dimaksudkan untuk menjamin bahwa kegiatan perikanan pelagis kecil dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan. Penyelesaian linear goal programming menggunakan software exel. Satuan fungsi tujuan utama yang hendak dicapai dan sekaligus juga merupakan batasan yaitu fungsi sumberdaya terbatas, adalah yang harus dipenuhi dalam menentukan komposisi optimum unit penangkapan ikan di perairan Teluk Palu. Terdapat tiga skenario dari angka minimum unit penangkapan ikan yang ada dalam penelitian ini (Tabel 14). Skenario A merupakan komposisi ketika jumlah tiap unit penangkapan ikan dapat menjadi 0 tapi tidak angka negatif. Skenario B merupakan komposisi ketika setiap jenis unit penangkapan ikan menyisakan 20 unit dari unit penangkapan aktual secara moderat (kebijakan eksistensi minimum). Skenario C merupakan komposisi ketika setiap jenis unit penangkapan ikan setidaknya hampir setengah dari angka- angka yang ada (pendekatan konservatif) karena mentolerir pengurangan 45% dari jumlah unit penangkapan ikan. Tabel angka minimum dari tiga skenario dapat di sajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Angka Minimum dari Tiga Skenario Unit Penangkapan Ikan di Teluk Palu, Tahun 2012.

No Unit

Penangkapan Ikan Skenario A Skenario B Skenario C

1 Pancing >=0 >=20 >=40 2 Gillnets1 >=0 >=20 >=0 3 Gillnets2 >=0 >=20 >=21 4 Sero >=0 >=20 >=8 5 Bagan >=0 >=20 >=9 Keterangan :

Skenario A = Sasaran yang ingin dicapai secara bersamaan pada optimalisasi (0). Skenario B = Sasaran yang ingin dicapai secara bertahap dengan pertimbangan

minimum unit penangkapan ikan tersisa masing-masing sebesar 20 unit.

Skenario C = Sasaran yang ingin dicapai secara bertahap dengan pertimbangan persentase (45%).

Sebagaimana telah dikemukakan, penentuan komposisi optimum unit penangkapan ikan dimana tujuan dan sumberdaya terbatas dihitung, dilakukan dengan menerapkan Solver add-in dari Microsoft Excel. Terdapat kesulitan dalam membangun keluaran integer jumlah unit penangkapan ikan, untuk itu dilakukan pendekatan dengan hanya menggunakan desimal. Pendekatan ini merupakan penyimpangan baru dari tujuan yang sama, tidak jauh dari nilai minimum, dihitung dari nilai Z.

Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil

Jenis-jenis alat penangkapan ikan yang dioperasikan nelayan di Teluk Palu masih tergolong sederhana dengan ukuran relatif homogen pada masing- masing jenis alat tangkap. Kondisi ini merupakan ciri dari kegiatan perikanan berskala kecil, yaitu lokasi penangkapan ikan sejauh 1-2 mil dari pantai dengan

lama operasi penangkapan ikan tidak lebih dari 6 jam dalam satu hari (one-day fishing trip). Kondisi teknis ini membatasi ruang gerak armada penangkapan ikan sehingga terpusat di dalam teluk atau perairan pantai. Kesederhanaan teknologi penangkapan ikan yang digunakan berkaitan erat dengan keterbatasan modal dan penguasaan teknologi, sebagaimana terlihat dari dominasi perahu jukung dalam armada penangkapan ikan yang ada.

Berdasarkan hasil analisis linear goal programming, nilai fungsi tujuan (final value) yang merupakan akumulasi dari variable yang memiliki simpangan agar serendah mungkin untuk menghindari penalti/denda, menghasilkan keseluruhan komposisi unit penangkapan ikan untuk skenario A, B dan C sebesar 168 unit. Untuk nilai keputusan (final value) pada tiap-tiap variabel (unit penangkapan ikan) agar kegiatan perikanan pelagis kecil dapat berjalan efektif, dan berkelanjutan yang dioperasikan di Teluk Palu, maka dianjurkan untuk dilakukan pengurangan terhadap keempat unit penangkapan ikan yang ada disajikan pada Tabel 15.

Penelitian ini berhasil menentukan komposisi optimum unit penangkapan ikan yang dioperasikan di Teluk Palu; dengan model optimasi yang digunakan dalam rangka mencari kebijakan penangkapan yang terbaik. Problem optimasi adalah pengambilan keputusan menetapkan upaya (Eopt) atau sebagai fungsi

obyektif dengan beberapa sumberdaya terbatas untuk suatu unit penangkapan ikan. Hasil analisis optimasi keempat unit penangkapan ikan saat ini yang mengoptimalkan tiga sasaran pengelolaan perikanan pelagis kecil di Teluk Palu, telah didapatkan Skenario A, dimana semua sasaran/pembatas pemanfaatan yang ingin dicapai secara bersamaan pada optimalisasi, memberikan hasil unit penangkapan yang ada saat ini mengalami penambahan pada jenis pancing dan bagan, (pancing sebanyak 35 unit, dari 89 unit menjadi 124 unit, dan bagan sebanyak 3 unit, dari 22 unit menjadi 25 unit), sedangkan unit penangkapan sero tetap sebanyak 19 unit, dan untuk unit penangkapan gillnet dihilangkan semua (0).

Sementara itu, jika sasaran/pembatas yang ingin dicapai secara bertahap berdasarkan kepentingan skenario B, dengan pertimbagan moderat (dimana semua unit penangkapan ikan yang ada minimum sebesar 20 unit dari jumlah yang ada), memberikan hasil pancing dan gillnet mengalami pengurangan (pancing sebesar 6 unit, dari 89 unit menjadi 83 unit, dan gillnet sebesar 7 unit, dari 47 unit menjadi 40 unit), sedangkan sero dan bagan jumlahnya bertambah (masing-masing untuk sero sebesar 1 unit, dari 19 unit menjadi 20 unit, dan bagan sebesar 3 unit, dari 22

Dokumen terkait