• Tidak ada hasil yang ditemukan

e. Letter A (LA) yang memuat laporan kejadian gangguan hutan.

C. Pengumpulan Data

Penelitian ini memanfaatkan data yang telah ada di perusahaan, sehingga kemantapan hasil penelitian ini sangat tergantung dari keakuratan data perusa-haan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah luas, bonita, kerapatan bi-dang dasar (KBD), harga jual kayu jati, biaya pengelolaan hutan, daftar pencurian kayu jati, jumlah penjualan kayu jati

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pembuatan Kurva Pertumbuhan

Pembuatan kurva pertumbuhan dibutuhkan data tentang riap pertumbuhan tegakan. Tetapi, KPH Bojonegoro tidak memiliki Petak Ukur Permanen (PUP) yang selalu memantau pertumbuhan diameter tegakan. Oleh karena itu, untuk

13

membuat model pertumbuhan tegakan digunakan tabel tegakan normal jati Wolff von Wulfing. Dari tabel tersebut akan diperoleh volume normal yang kemudian dikalikan dengan KBD rata-rata sehingga akan diperoleh volume tegakan.

Keterangan :

KBDi : Kerapatan Bidang Dasar rata-rata Kelas Umur ke-i Li : Luas Tegakan dengan KBDi dalam Kelas Umur ke-i

Keterangan :

a. Untuk volume normal disini ialah volume yang diperoleh dari tabel tegak-an normal jati Wolff von Wulfing

b. KBD yang dipergunakan adalah KBD rata-rata yang diperoleh dengan rumus diatas.

Dari tabel tegakan normal jati Wolff von Wulfing akan diperoleh volume tegakan per lima tahunan sehingga dari data riap tersebut dapat diketahui juga riap per tahun.

Perhitungan Kehilangan Tegakan

Penghitungan kehilangan tegakan jati dilakukan dengan melihat data dari register Letter A (LA) . Dari data pencurian kayu jati tersebut dapat diketahui jumlah kayu yang hilang dalam satuan tunggak. Kemudian kayu yang telah hilang tersebut disusun berdasarkan kelas umur (KU) untuk mengetahui hubungan pelu-ang pencurian dengan kelas umur. Penghitungan proporsi kehilpelu-angan tegakan menggunakan rumus sbb :

Volume tegakan = Volume normal x KBD Li LixKBDi rata KBDrata Σ Σ = − ( ) NT TC P = , dengan NT = N x KBD x L

Keterangan :

P = Proporsi kehilangan tegakan TC = Jumlah batang tercuri

NT = Perkiraaan jumlah pohon total dalam umur tersebut ( batang)

N = Jmh pohon per Ha dalam tabel normal Wolff von Wulfing (batang/Ha) KBD = Kerapatan Bidang Dasar rata-rata

L = Luas total tegakan dalam umur tersebut

Reliability

Reliability adalah suatu keadaan pada hutan setelah terkena gangguan pen-curian atau dengan kata lain tegakan yang tersisa setelah terjadi penpen-curian. Dalam penelitian ini reliability di lambangkan dengan Re dan diformulasikan dengan Re= αtβ

e , dimana t adalah umur tegakan dan α dan β adalah konstanta. Reliability ini digunakan untuk menduga berapa persen volume kayu yang akan kita panen nantinya dari volume normal.

Perhitungan Pendapatan dan Pengeluaran

Pendapatan yang diperoleh perhutani berasal dari hasil penjualan kayu jati baik melalui penebangan penjarangan maupun penebangan di akhir daur. Pen-dapatan yang diperoleh dari hasil penjualan merupakan hasil penjualan per sortimen yaitu sortimen AI, AII dan AIII. Biaya yang harus dikeluarkan dihitung mulai dari kegiatan persemaian hingga pemanenan.

Penentuan Daur Optimal

Penentuan daur optimal menggunakan faktor finansial dengan memper-hitungkan faktor gangguan hutan berupa pencurian kayu. Penentuan daur ini menggunakan kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV) yang diformulasikan sebagai berikut:

max NPV = max ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ T

H [ V(T) pe− r t - c] R Hutan dalam kondisi aman

15

max NPV = max ⎢⎣TH [ V(T) pe⎥⎦ − r teαtβ - c] R Hutan terkena gang- guan pencurian dimana, R= 1 + ) 1 ( 1 r + + (1 )2 1 r + + (1 )3 1 r + + … Keterangan : H : Luas Hutan

T : Daur Optimal (yang di cari)

V(T) : Volume tegakan per hektar pada umur daur

p : Harga kayu

c : Biaya pembangunan hutan per hektar r : Tingkat suku bunga

α : Konstanta β : Konstanta

Daur optimal diperoleh dengan cara menurunkan persamaan NPV terhadap T dan memiliki nilai sama dengan nol. Solusi terhadap turunan tersebut bagi T adalah daur optimal yang dicari.

E. Asumsi Dasar Perhitungan

Asumsi –asumsi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Penanaman akan selalu berhasil.

2. Semua komponen biaya selama periode perhitungan (daur) adalah konstan dan menggunakan biaya tahun 2007 serta tidak ada pengeluaran yang tidak terduga (irregularly).

3. Harga Jual Dasar yang dipergunakan merupakan Harga Jual Dasar kayu bundar jati dan rimba KBM Pemasaran Kayu II Bojonegoro tahun 2007. 4. Semua produksi yang dihasilkan merupakan kayu perkakas.

5. Produksi yang dihasilkan dapat dijual habis.

Hutan (RPKH) KPH Bojonegoro Jangka Perusahaan 1 Januari 2002 – 31 Desember 2011.

A. Letak Geografis dan Luas

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro memiliki luas wilayah 50.145,4 Ha. Secara administratif, wilayah tersebut berada di Daerah Tingkat II Kabupaten Bojonegoro. KPH tersebut memiliki batasan-batasan yaitu di bagian Utara berbatasan dengan kota Kabupaten Bojonegoro, di bagian Timur dengan KPH Jombang, di bagian Selatan dengan KPH Saradan dan KPH Nganjuk, dan di bagian Barat dengan KPH Padangan. Secara Geografis atau berdasarkan garis lintang, wilayah KPH Bojonegoro berada di antara 7°10’38” LS sampai 7°27’58” LS, dan di antara 4°54’0” BT sampai 5°16’42” BT dari jakarta.

B. Tanah dan Geologi

Tanah di bagian Utara KPH Bojonegoro merupakan tanah dengan lapisan kapur dimana terdapat fosil-fosil yang turut membentuk lapisan kapur dan batu pasir. Batu-batu kapur yang sukar lapuk membentuk tanah yang dangkal, tetapi baik untuk jati. Tanah kapur tersebut banyak terdapat di Bagian Hutan Ngorogu-nung, Dander, Deling bagian Utara, bagian Barat Daya, bagian Timur dan bagian Selatan.

Tanah di bagian Selatan KPH Bojonegoro merupakan lapisan mergel, yang dalam pelapukannya berubah menjadi tanah margalit yang liat/lengket dan berwarna putih kelabu sampai kelabu kehitam-hitaman. Tanah seperti ini mudah terkena erosi, oleh sebab itu keadaan hutannya menjadi kurang baik, sehingga pada bagian-bagian tertentu tidak diadakan tebang habis untuk menghindari long-sornya tanah.

Lembah kali Gondang, kali Tretes dan bagian atas Kalitidu memiliki tanah liat hitam dimana jenis tanah tersebut dapat mendukung petumbuhan jati dengan baik. Tanah di bagian paling selatan, yang mendekati Gunung Pandan termasuk kedalam kelompok tanah yang berasal dari pelapukan breccie yang dangkal, berwarna hitam, dan perlu dilindungi dari erosi. Di bagian tenggara dari Bagian

17

Hutan Deling terdapat pula tanah-tanah yang berasal dari pelapukan tuf yang baik untuk jati.

C. Iklim

Wilayah hutan KPH Bojonegoro terletak pada daerah dengan musim hu-jan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering.

Menurut Schmidt dan Ferguson (1951) dalam RPKH (2002), kriteria bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering adalah sebagai berikut:

a. Bulan Basah, dengan curah hujan > 100 mm/bln. b. Bulan lembab, dengan curah hujan 60-100 mm/bln. c. Bulan kering, dengan curah hujan < 60 mm/bln.

Berdasarkan perbandingan bulan basah dan bulan kering, maka Schmidt dan Ferguson menetapkan type iklim di Indonesia dengan mempergunakan rumus nilai Q sebagai berikut :

% 100 ker x asah ratabulanb jumlahrata ing ratabulan jumlahrata Q − − =

Wilayah hutan KPH Bojonegoro termasuk type iklim D. Menurut Prof. Ir. C. Grartner dalam bukunya “Country Reporty of Teak” (FAO-1956) dalam RPKH (2002), daerah dengan type iklim C,D,dan E adalah baik untuk pertumbuhan Jati.

D. Keadaan Hutan ( Potensi, Jenis)

KPH Bojonegoro merupakan kelas perusahaan jati, meskipun juga mena-nam tamena-naman mahoni, sonokeling, sonosiso, sonobrit, dan johar. Susunan kelas hutan pada jangka lampau (1992-2001) tercatat bahwa untuk hutan produktif seluas 35.996,8 ha (72 %) dan hutan tidak produktif seluas 7.668,8 Ha (15%) dari seluruh luas kawasan hutan KPH Bojonegoro.

Distribusi jenis tanaman di KPH Bojonegoro adalah sebagai berikut : 1. Jati : 87 %

3. Sonokeling : 2% 4. Rimba : 3%

Dalam pengelolaan direncanakan, jenis-jenis yang persentasenya kecil akan dirombak menjadi jenis jati, paling tidak diganti jenis-jenis yang merupakan substi-tusi kayu Jati misalnya Mahoni atau Sonokeling.

Pada kawasan produktif, distribusi Kelas Umur (KU) seluas 30.014,2 Ha (83%) dan Miskin Riap seluas 5.982,6 Ha (17%).. Selebihnya berupa kawasan tidak produktif seperti Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau (LTJL), Tanah Kosong (TK), Tanaman Kayu Lain (TKL), Hutan Alam Jati Bertumbuhan Kurang (HAJBK), dan Tegakan Jati Bertumbuhan Kurang (TJBK) seluas 7.688,8 Ha, bukan untuk produksi kayu jati seperti Tanaman Jenis Kayu Lain (TJKL), Hutan Lindung (HL), seluas 3.881,6 Ha, dan tak baik untuk penghasilan (TBP, LDTI, SA/ HW,HL dan Alur) seluas 2.578,2 Ha.

E. Ketenagakerjaan

Dalam rangka mencapai tujuan pengusahaan hutan yang baik diperlukan organisasi pelaksana yang akomodatif. KPH Bojonegoro dipimpin oleh seorang Administratur dan dibantu oleh 3 orang wakil, yang masing-masing secara struk-tural membawahi areal kerja KPH Bojonegoro yaitu : Bojonegoro Barat, Bojone-goro Tengah dan BojoneBojone-goro Timur.

Kinerja KPH Bojonegoro didukung oleh 723 orang yang terdiri dari pegawai negeri sipil yang diperbantukan, pegawai perusahaan, calon pegawai, pe-gawai harian, tenaga kontrak, dan tenaga borong. Tenaga kerja tersebut sebagian besar adalah tenaga lokal.

Strategi mendasar yang harus dimiliki KPH Bojonegoro dalam pencapaian Pengelolaan Hutan Lestari ialah sikap memperhatikan tenaga kerja khususnya dalam perlindungan hak-hak mereka. Hak-hak tenaga kerja tersebut secara umum adalah sebagai berikut :

a. Upah diatas UMR. b. Cuti tahunan.

c. Jaminan sosial tenaga kerja.

19

e. Peningkatan kapasitas serta hal lain sesuai peraturan perusahaan

F. Sosial Ekonomi dan Budaya Setempat a. Pengembangan Desa Hutan

Tingkat kemampuan suatu desa dalam penyelenggaraan kehidupan yang berkaitan dengan sosial ekonomi dinyatakan dengan tingkat pengembangan desa dengan status Swakarya, Swadaya dan Swasembada. Hutan merupakan bagian dari lingkungan masyarakat sekitar hutan, sehingga masyarakat dari setiap kawasan tingkat desa yang berbeda akan memberi pengaruh yang berbeda pula terhadap hutan. Untuk melihat sejauh mana tingkat pengembangan desa pada setiap Kecamatan di sekitar wilayah hutan disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Tingkat Pengembangan Desa Pada Tiap Kecamatan di Sekitar Wilayah Hutan KPH Bojonegoro

Jumlah Ds. Swakarya Ds. Swadaya Ds. Swasembada Kecamatan Desa Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Ngambon Ngasem Bubulan Dander Sugihwaras Kedungadem Kalitidu Temayang 11 23 12 16 17 23 25 12 179 180 192 118 145 87 83 125 0 0 1 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 23 11 16 17 23 19 12 179 180 192 118 145 87 83 12 Jumlah 139 1109 4 0 3 0 132 1109

Sumber Data : Buku Statistik Kabupaten Bojonegoro tahun 2000 dalam RPKH (2002)

b. Penyebaran Penduduk

Jumlah penduduk dalam kecamatan-kecamatan yang masuk kedalam wilayah kerja KPH Bojonegoro (Kecamatan yang berdekatan dengan desa hutan) adalah ± 420.969 orang yang terdiri dari 49.7% laki-laki dan 50.3% perempuan. Pemenuhan kebutuhan akan tenaga kerja guna kegiatan pekerjaan di hutan, seperti tebangan, tanaman, KPH Bojonegoro tidak terlalu kesulitan untuk mendapatkan, sekalipun kadang-kadang ada hambatan, namun hal itu dapat teratasi dengan baik.

Untuk mengetahui penyebaran penduduk di kecamatan sekitar hutan KPH Bojonegoro, pada tabel 2 dibawah ini disajikan data jumlah penduduk menurut jenis kelamin di tiap kecamatan.

Tabel 2 Penyebaran Penduduk Desa di Sekitar Hutan

No Kecamatan Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Jumlah (orang) 1 2 3 4 5 6 7 8 Ngambon Ngasem Bubulan Dander Sugihwaras Kedungadem Kalitidu Temayang 18051 35099 17502 32781 21704 39311 28443 16579 18481 34885 17906 32768 21946 39176 28987 16810 36532 69984 35408 65549 43650 79027 57430 33389

Sumber data : Kantor Statistik Kabupaten Bojonegoro tahun 1999 dalam RPKH (2002)

G. Bagian Hutan

Bagian hutan adalah suatu areal hutan yang ditetapkan sebagai Kesatuan Produksi dan Kesatuan Exploitasi. Dengan demikian diharapkan dapat menghasil-kan kayu setiap tahun secara terus-menerus dalam jumlah yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik dan sesuai dengan azas kelestarian hutan. Wilayah KPH Bojonegoro dibagi ke dalam 6 Bagian Hutan (BH), yaitu :

1. Bagian Hutan Clangap luas 3.475,8 Ha 2. Bagian Hutan Dander luas 6.181,6 Ha 3. Bagian Hutan Ngorogunung luas 7.427,0 Ha 4. Bagian Hutan Deling luas 8.887,9 Ha 5. Bagian Hutan Temayang luas 15.713,4 Ha 6. Bagian Hutan Cerme luas 8.459,7 Ha

Selanjutnya, masing-masing Bagian Hutan ini dibagi ke dalam petak-petak yang berfungsi sebagai Kesatuan Managemen dan Kesatuan Administrasi. Deng-an demikiDeng-an, petak harus memenuhi beberapa syarat Deng-antara lain : luasnya tertentu, lokasinya, batas, dan nomornya tetap. Lokasi petak tersebut dibatasi dengan alur yang dibuat sedemikian rupa, sehingga pada saatnya dapat ditingkatkan sebagai jalan angkutan. Pembagian petak pada setiap Bagian Hutan adalah sebagai beri-kut:

21

1. Bagian Hutan Clangap petak 1 s/d 94 2. Bagian Hutan Dander petak 1 s/d 173 3. Bagian Hutan Ngorogunung petak 1 s/d 185 4. Bagian Hutan Cerme petak 1 s/d 104 5. Bagian Hutan Temayang petak 1 s/d 175 6. Bagian Hutan Deling petak 1 s/d 201.

H. Infrastruktur

a. Jalan Mobil dan Jalan Lori

Angkutan hasil hutan di KPH Bojonegoro umumnya memakai jalan-jalan mobil dan jalan lori. Jenis jalan mobil yang ada berupa jalan desa dan jalan hutan/ alur.

b. Tempat Penimbunan Kayu (TPK)

Tempat penimbunan kayu yang masih digunakan berada di satu lokasi, yaitu TPK Bojonegoro dengan luas 45,0933 Ha. Sampai dengan sekarang sudah di implementasikan Sub Sistem pemasaran dengan sistem jaringan akses ke Unit II Jawa Timur.

Pembuatan kurva pertumbuhan tegakan jati dilakukan dengan mengguna-kan tabel tegamengguna-kan normal jati Wolff von Wulfing. Dari tabel tegamengguna-kan tersebut da-pat diketahui volume tegakan per lima tahun umur pohon dan jumlah pohon per hektar, sehingga dari data tersebut dapat dibuat hubungan antara umur dan volume tegakan.

Hubungan antara umur dan volume tegakan dibatasi untuk bonita 2, bonita 2,5, bonita 3, dan bonita 3,5 mengingat bonita-bonita tersebut merupakan bonita yang dominan terdapat di KPH Bojonegoro. Daftar volume pertumbuhan kayu jati per tahun dalam KPH tersebut dapat dillihat pada Lampiran 1.

Pembuatan kurva pertumbuhan tersebut bertujuan untuk mengetahui besar volume kayu jati yang akan dipanen nantinya di tahun yang akan menjadi daur finansial atau daur yang menghasilkan keuntungan paling besar untuk KPH Bojo-negoro yang selanjutnya akan disebut sebagai daur optimal.

B. Perhitungan Kehilangan Tegakan

Perhitungan kehilangan tegakan jati dibatasi hanya oleh kehilangan akibat adanya pencurian hutan. Pendugaan pencurian dilakukan dengan penghitungan jumlah batang yang hilang yang tercatat dalam buku register Letter A (LA). Data pencurian kayu jati tahun 2005 kemudian dipisahkan berdasarkan Kelas Umur (KU) dan dibandingkan juga dengan luas per KU-nya. Tabel 3 di bawah menun-jukkan jumlah pencurian kayu jati dan luas areal per kelas umur

Tabel 3 Data Pencurian Kayu Jati Tahun 2005 dan Luas Areal per Kelas Umur

Kelas Umur (KU) Luas (Ha)

Jumlah Batang Tercuri (Batang) I 6.460,9 838 II 4.725,9 2444 III 6.136,3 1794 IV 3.073,2 1259 V 1.537,4 1079

23

Kelas Umur (KU)

Luas (Ha)

Jumlah Tunggak Tercuri (Batang)

VI

VII 477,3597,2 400 492

VIII 462,4 143

Total 23.470,6 8449

Sumber : Register Pencurian Kayu Jati tahun 2005 yang Sudah Diolah

Dari data tersebut, dihitung proporsi kehilangan tegakan dengan memban-dingkan jumlah tunggak tercuri dengan jumlah pohon total per hektar yang ada pada umur akhir KU dari tabel tegakan normal jati Wolff von Wulfing. Standar jumlah pohon normal per hektar yang ada pada tabel tegakan normal jati Wolff von Wulfing dapat mempengaruhi proporsi kehilangan tegakan. Maksudnya ada-lah, pohon yang ada dalam suatu KU akan dijarangi apabila memasuki KU yang lebih besar dari KU sebelumnya, sehingga semakin bertambahnya umur akan semakin berkurang jumlah pohon yang ada. Jadi, jumlah pencurian yang terjadi masih dalam batas jumlah pohon normal yang akan dijarangi nantinya. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan proporsi kehilangan tegakan jati akibat pencurian untuk setiap Kelas Umur.

Tabel 4 Proporsi Kehilangan Tegakan Jati akibat Pencurian untuk setiap Kelas Umur

Proporsi Kehilangan Tegakan Jati untuk Bonita : Kelas Umur (KU) 2 2,5 3 3,5 I 0,0000638 0,0000784 0,000049 0,0001302 II 0,0004825 0,0005925 0,000753 0,0009849 III 0,0004058 0,0004973 0,000634 0,0008281 IV 0,0007582 0,0009312 0,001185 0,0001549 V 0,0016183 0,0019881 0,002527 0,0033051 VI 0,0022981 0,0028172 0,003523 0,0047001 VII 0,0026047 0,0031926 0,004068 0,0053148 VIII 0.0010992 0,0013482 0,001717 0,0022412 Total 0,0093306 0,0113455 0,014456 0,0176593

Pada tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa proporsi terbesar kehilangan tegakan jati akibat adanya pencurian yang terjadi pada tahun 2005 terdapat pada KU VII dengan nilai untuk bonita 2 s/d 3,5 secara berturut-turut adalah 0,0026047, 0,0031926, 0,004068, 0,0053148. Nilai ini menunjukkan banyaknya jumlah pohon yang tercuri per jumlah pohon total normal yang diperoleh dari tabel tegakan normal jati Wolff von Wulfing. Apabila diurutkan berdasarkan be-sarnya nilai proporsi kehilangan tegakan jati secara berurutan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah KU VII, VI, V, VIII. IV, II, III, dan KU I.

Tabel 4 diatas digunakan untuk menyusun kurva reliability dengan cara mengurangkan nilai satu dengan proporsi kehilangan yang telah disebutkan sebe-lumnya sehingga akan didapat volume perkiraan yang akan kita panen nantinnya di akhir daur. Dari pengolahan data pencurian di dapat nilai α =0.000005 dan

35 . 1 =

β . Tabel 5 di bawah ini memperlihatkan nilai reliability atau tegakan sisa (Re) untuk setiap umur.

Tabel 5 Nilai Tegakan yang Tersisa (Re) untuk setiap Umur

Umur Re Umur Re Umur Re Umur Re

1 0.999930 21 0.999201 41 0.998554 61 0.998001 2 0.999900 22 0.999165 42 0.998525 62 0.997973 3 0.999867 23 0.999130 43 0.998496 63 0.997945 4 0.999833 24 0.999095 44 0.998468 64 0.997917 5 0.999798 25 0.999060 45 0.998440 65 0.997889 6 0.999762 26 0.999026 46 0.998412 66 0.997860 7 0.999725 27 0.998992 47 0.998384 67 0.997831 8 0.999688 28 0.998958 48 0.998356 68 0.997802 9 0.999650 29 0.998925 49 0.998329 69 0.997772 10 0.999613 30 0.998892 50 0.998301 70 0.997742 11 0.999575 31 0.998859 51 0.998274 71 0.997711 12 0.999537 32 0.998827 52 0.998247 72 0.997680 13 0.999499 33 0.998795 53 0.998220 73 0.997649 14 0.999461 34 0.998764 54 0.998192 74 0.997617 15 0.999423 35 0.998733 55 0.998165 75 0.997585 16 0.999385 36 0.998702 56 0.998138 76 0.997552 17 0.999348 37 0.998672 57 0.998111 77 0.997518 18 0.999311 38 0.998642 58 0.998084 78 0.997484 19 0.999274 39 0.998612 59 0.998056 79 0.997449 20 0.999237 40 0.998583 60 0.998029 80 0.997413

25

Nilai reliability diatas menunjukkan bahwa peluang untuk memanen po-hon pada umur tertentu masih sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa inten-sitas pencurian yang terjadi kurang lebih sama dengan inteninten-sitas penjarangan yang harus dilakukan.

C. Biaya Pengelolaan

Pengusahaan hutan jati di KPH Bojonegoro terdiri dari beberapa kegiatan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit, yaitu mulai dari persemaian hingga pemanenan. Biaya-biaya pengelolaan untuk penentuan daur dalam penelitian ini meliputi kegiatan persemaian, penanaman, perawatan, pengamanan, dan pema-nenan. Biaya yang dikeluarkan pada setiap kegiatan mengacu pada buku Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan KPH Bojonegoro Tahun 2007 (Tabel 6).

Tabel 6 Rekapitulasi Biaya Pengelolaan Hutan Jati KPH Bojonegoro

No Kegiatan Satuan Biaya

1 Persemaian Rp/Ha/Th 554.556,58

2 Penanaman Rp/Ha/Th 1.697.027,79

3 Perawatan Rp/Ha/Th 194.475,17

4 Pengamanan Rp/Ha/Th 4.392,32

5 Pemanenan Rp/m3 125.015,46

Sumber : Buku Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan KPH Bojonegoro Tahun 2007

yang Sudah Diolah.

Untuk memudahkan pengolahan data, biaya kegiatan pemanenan yang me-miliki satuan berbeda dengan biaya kegiatan pengelolaan lainnya dimasukkan ke dalam nilai jual per KU. Jadi harga jual kayu jati per KU yang memiliki satuan Rp/ m3 telah dikurangi dengan biaya kegiatan pemanenan.

Dokumen terkait