• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIDANG PENDIDIKAN

Dalam dokumen SEJARAH PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI INDON (Halaman 29-33)

PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI INDONESIA SELAMA 10 ABAD LEBIH

BIDANG PENDIDIKAN

Ketika syariat Islam diterapkan di Nusantara, pendidikan menjadi perhatian utama para sultan. Di Kesultanan Samudra-Pasai, Sultan Malik Zahir mengadakan pengajaran hukum Islam di istana. Samudra-Pasai banyak dikunjungi para ulama dari seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam menjadi pusat pendidikan Islam terkemuka abad ke-14.

Pendidikan Dasar

Terjadi pemberantasan buta huruf. Di Kesultanan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda, menyelenggarakan Meunasah sebuah lembaga pendidikan bagi anak-anak untuk belajar membaca al-Qur`an yang berbahasa Arab. Saat itu bahasa Arab menjadi bahasa Internasional terpenting. Tulisan Arab baik dengan bahasa Arab maupun bahasa Melayu dan Jawa sampai pertengahan abad ke-20 masih banyak dipakai kakek nenek kita.

Pendidikan menengah dan tinggi diselenggarakan oleh kesultanan. Kesultanan Aceh Darussalam menyelenggarakan lembaga Rangkang untuk tingkat pendidikan menengah dan Dayah untuk pendidikan keahlian, seperti dayah tafsir dan dayah fikih. Pada tahap awal tenaga pengajar didatangkan langsung dari Timur Tengah. Tahap berikutnya pengajaran dilakukan oleh para ulama Aceh sendiri yang bergelar Tengku. Model pendidikan ini selanjutnya menjadi dasar tumbuhnya lembaga pendidikan serupa di wilayah Melayu Nusantara lainnya, seperti lembaga pendidikan Surau di Minangkabau.

Pesantren

Di Jawa berkembang lembaga pendidikan pesantren yang dipimpin oleh seorang ulama. Sunan Ampel dengan Pesantren Ampel banyak menghasilkan para da’i yang mengawal tegaknya syariat Islam di tanah Jawa. Pengajaran Islam dimodifikasi agar mudah diingat, seperti ajaran Moh limo: moh madon (tidak mau berzina), moh maling (tidak mau mencuri), moh madat (tidak mau menghisap candu), moh main (tidak mau berjudi), moh ngombe (tidak mau minum arak). Pengiriman Pelajar ke Pusat-pusat Ilmu

Kemakmuran yang tinggi menyebabkan banyak pelajar dikirim ke Timur Tengah untuk belajar ilmu-ilmu Islam. Di Timur tengah, para pelajar dari nusantara umumnya disebut ashab al-Jawiy. Saat itu nama Indonesia belum dikenal. Yang dikenal adalah Jawa. Kaum terpelajar nusantara tersebut menjadi para guru-guru besar yang mengajarkan ilmunya sepulangnya ke nusantara. Mereka itu antara lain: Syekh Abdur Rauf al-Jawi as-Singkili, Syekh Muhammad Nafis al-Banjari dan Syekh Muhammad Yusuf al-Makassari.

KESENIAN

Dalam hal seni, Syariah Islam membenarkan kreativitas selama tidak melanggar rambu-rambu syariat. Penerapan Syariah bahkan akan semakin indah dengan ide-ide kreatif para seniman. Maka tidaklah

mengherankan para ulama masa itu sebagiannya adalah juga para seniman.

Seni Suara

Dalam bentuk seni suara, para wali di tanah Jawa menyelipkan ajaran Islam dalam berbagai tembang: Asmaradana dan Pocung kreasi Sunan Giri. Tembang Durma kreasi Sunan Bonang, Mijil dan Maskumambang kreasi Sunan Kudus. Sinom dan Kinanthi kreasi Sunan Muria, Gending Pangkur kreasi Sunan Drajat, Dhandhang Gula Semarangan yag merupakan perpaduan melodi Arab dan Jawa adalah kreasi Sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo juga mengkreasi tembang Lir Ilir.

Kreasi Permainan Anak

Sunan Giri mengkreasi permainan anak-anak: Jamuran, Cublak-cublak Suweng, Jithungan dan Delikan.

Seni Pertunjukan, Musik & Ukir

Dalam seni pertunjukan, Sunan Kalijogo mengkreasi pertunjukkan wayang kulit berikut alat musik pengiringnya yaitu gamelan. Gamelan terdiri dari kenong, saron, kempul, kendang dan genjur. Gong Sekaten yang nama aslinya Gong Syahadatain juga kreasi Sunan Kalijogo.

Begitu juga seni ukir bermotif dedaunan pada tempat menggantungkan gamelan adalah hasil kreasi beliau yang sebelumnya seni ukir Hindu dan Budha bermotifkan manusia atau binatang, bentuk seni ukir yang dilarang oleh Islam. Wayang yang sebelumnya berbentuk kertas bergambar manusia, diubah oleh Sunan Kalijogo dengan bentuk yang tidak mirip manusia, matanya satu dengan tubuhnya gepeng.

Dalang, yang berasal dari kata Dalla dalam bahasa Arab berarti menunjukkan, berfungsi sebagai orang yang menunjukkan syariat yang benar.

Seni tata ruang pusat kota dirancang oleh Sunan Kalijogo untuk selalu mengingatkan penguasa agar menerapkan syariat Islam.

Di pusat kota selalu ada: Alun-alun, Masjid Agung, satu atau dua pohon beringin, dan pendopo bupati. Terkadang ada pengadilan dan rumah tahanan. Alun-alun yang berasal dari bahasa Arab Allaun-allaun berarti berbagai macam warna dimaksudkan tempat berkumpulnya segenap rakyat dan penguasa. Beringin berasal dari bahasa Arab “Waraa’in” berarti orang-orang yang sangat berhati-hati. Dua Beringin perlambang dua pengayom rakyat yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Masjid tempat para hamba Allah bersujud.

Pesan yang ingin disampaikan oleh Sunan Kalijaga adalah: “Hai penguasa, ayomilah rakyatmu semua dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul secara hati-hati, karena kau akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, jika kau lalai Pengadilan siap mengadilimu dan rumah tahanan menantimu. Jika kau lurus maka engkau memang hamba Allah.”

Tata pusat kota ini masih bisa dilihat hingga sekarang di sekitar alun-alun setiap ibukota kabupaten atau keraton kesultanan di Jawa dan Madura.

Di sekitar Masjid Agung biasanya ada kampung Kauman, tempat tinggal Penghulu Agung dan seluruh pegawai pengadilan hukum Islam.

Seni Arsitektur

Arsitektur Masjid banyak terpengaruh arsitektur Turki yang menggunakan kubah. Di atas kubah masjid ada lambang bulan bintang, sebuah lambang mencerminkan keterkaitan pembangun masjid tersebut dengan Khilafah Turki Utsmani yang benderanya berlambang bulan bintang.

Seni Sastra

Sementara muslim Melayu banyak menulis prosa berisi sejarah dalam bentuk hikayat. Seperti Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu atau Sulaalah as-Salaatiin (Keturunan Para Sultan) oleh Tun Sri Lanang bendahara Kesultanan Johor, Hikayat Aceh atau Hikayat

Iskandar Muda, Bustaanus Salaatiin (Taman Para Sultan) karya ulama besar Nuruddin ar-Raniri abad ke-17, Silsilah Melayu dan Bugis dan Segala Raja-rajanya dan Tuhfah an-Naafis keduanya karya Raja Ali Haji, dan Hikayat Banjar.

PENERIMAAN MASYARAKAT NUSANTARA

Dalam dokumen SEJARAH PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI INDON (Halaman 29-33)

Dokumen terkait