• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Penyerapan Kalsium dalam Tubuh

Penyerapan kalsium sebagian besar terjadi di duodenum dan jejunum bagian proksimal karena keadaannya lebih bersifat asam daripada bagian usus

yang lainnya.Penyerapan kalsium di usus halus berlangsung melalui duamekanisme, yaitu dengan transpor aktif dan transpor pasif. Mekanisme transpor aktif diatur oleh 1,25- Dehidroxycholecalciferol [1,25-(OH)2D], suatu bentuk vitamin D paling aktif yang diproduksi dalam ginjal. Absorbsi kalsium dalam saluran pencernaan biasanya berkisar antara 30-80 % dari total asupan kalsium. Tubuh manusia menyerap sekitar 20 % hingga 40 % kalsium dari makanan yang dikonsumsi, namun pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Penyerapan kalsium meningkat apabila terjadi penurunan kadar kalsium darah. Sebaliknya penyerapan kalsium menurun apabila kadar kalsium darah tinggi (Murray et al. 2003). Dalam keadaan normal, dari sekitar 1000 mg Ca++ yang rata-rata dikonsumsi perhari, hanya sekitar dua pertiga yang diserap di usus halus dan sisanya keluar melalui feses (Sherwood 2001). Absorpsi pasif terjadi pada permukaan saluran cerna. Banyak faktor mempengaruhi absorpsi kalsium. Kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak mengendap karena unsur makanan lain, seperti oksalat (Almatsier 2004).

2.8 Effervescent

Effervescent didefenisikan sebagai bentuk sediaan serbuk yang menghasilkan gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia larutan. Gas yang dihasilkan saat pelarutan effervescent adalah karbon dioksida sehingga dapat memberikan efek sparkling (rasa seperti air soda) (Liebermanet al. 1992).

Effervescent ini apabila dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan gas karbondioksida serta air. Reaksinya cukup cepat dan biasanya berlangsung dalam waktu satu menit atau kurang. Di samping menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan rasa yang enak karena adanya karbonat yang dapat membantu memperbaiki rasa obat-obat tertentu (Banker dan Anderson 1986).

Bahan dasar pada pembuatan effervescent adalah asam sitrat, asam tartarat, natium bikarbonat, sukrosa. Asam sitrat dam asam tartarat berperan dalam perubahan warna menjadi larutan kuning jernih. Kedua asam tersebut mempengaruhi perubahan warna pada minuman effervescent. Keuntungan tablet effervescent sebagai bentuk obat adalah penyiapan larutan dalam waktu seketika,

yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugian tablet effervescent adalah kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia.Kelembaban udara di sekitar tablet setelah wadahnya dibuka juga dapat menyebabkan penurunan kualitas yang cepat dari produk, setelah sampai di tangan konsumen, karena itu tablet effervescent dikemas secara khusus dalam kantong lembaran alumunium kedap udara atau kemasan padat dalam tabung silindris dengan ruang udara yang minimum (Banker dan Anderson 1994).

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian inidilaksanakan pada bulan Pebruari 2012 sampai bulan Mei 2012. Pembuatan nanokalsium untuk membuat tablet effervescent dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan effervescent dilakukan di Laboratorium Lavial TNI-AU Jakarta. Uji derajat putih dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Departeman Ilmu Teknologi Pangan. Uji atomic absorption spectrophotometry (AAS) dilakukan di Laboratorium Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Pusat Industri Nuklir, Batan Serpong.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tebagi dalam 2 tahap, yaitu pembuatan nanokalsium dan pembuatan tablet effervescent. Bahan baku dalam pembuatan nanokalsium ini adalah cangkang rajungan. Bahan untuk ekstraksi nanokalsium adalah HCl. Bahan untuk presifitasi adalah NaOH 3N.Bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet effervescent adalah natrium bikarbonat, asam sitrat, asam tartrat, dan sukrosa. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat gelas, tanur, toples, termometer, oven, hotplate, kertas saring, kertas pH dan timbangan.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan nanokalsium, dan penelitian utama meliputi pembuatan effervescentdarinanokalsium terbaik yang diperoleh dari penelitian pendahuluan.

3.3.1 Produksi Nanokalsium

Tahap pertama merupakan tahap persiapan bahan baku dan produksi nanokalsium dengan prosedur sebagai berikut tepung cangkang selanjutnya dilakukan perendaman dalam HCl dengan perlakuan konsentrasi HCl berbeda

yaitu 0,5N, 1N, dan 1,5N selama 24 jam. Cangkang yang telah direndam HCl kemudian diekstraksi pada suhu 90 0C. Hasil ekstraksi selanjutnya dilakukan penyaringan dengan kertas saring sehingga diperoleh cairan/filtrat.

Pembentukan kristal kalsium dilakukan dengan metode presipitasi melalui penambahan bertahap larutan ionik NaOH 3 N tetes demi tetes pada filtrat hingga terbentuk endapan jenuh kalium hidroksida (Ca(OH)2). Selanjutnya dilakukan proses pemisahan kristal dan netralisasi kristal dengan menggunakan akuades. Kristal (Ca(OH)2) kemudian dinetralkan. Kristal yang diperoleh kemudian dioven pada suhu 105 °C hingga bobot endapan stabil, kemudian kristal tersebut dibakar menggunakan kompor listrik untuk menghilangkan kandungan organiknya. Selanjutnya kristal dipijarkan dalam tanur pada suhu 600 °C selama 6 jam sehingga terbentuk kalsium oksida (CaO), kemudian kristal hasil ekstraksi dihaluskan dengan mortar. Nanokalsium yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis secara kimia (analisis total mineral menggunakan AAS dan derajat keasaman menggunakan pH meter) dan secara fisik (analisis ukuran partikel menggunakan SEM dan derajat putih menggunakan whitness metre).

Tepung cangkang rajungan

Perendaman HCl (1:7) selama 24 jam

Ekstraksi dengan pelarut HCl (90 °C, 1 jam)

Penyaringan filtrat Presipitasi dengan NaOH 3 N

Dekantasi Netralisasi

Gambar 2 Diagram alir pembuatan serbuk nanokalsium dari cangkang rajungan (modifikasi metode Fernandez 1999).

Keterangan : = Input/output = Proses

3.3.2 Pembuatan Tablet Effervescent

Bahan-bahan yang digunakan terlebih dahulu dicampur rata pada RH ruangan. Sebanyak 200 gram nanokalsium lebih awal dicampur dengan 40% natrium bikarbonat, kemudian ditambahkan 24% asam sitrat, 16% asam tartrat,dan 15% sukrosa diaduk hingga ratahingga diperoleh campuran yang homogen.

Gambar 3 Diagram alir pembuatan tablet effervescent nanokalsium. Keterangan : = Input/output

= Proses Serbuk nanokalsium dan effervescent mix

Homogenisasi Pencampuran Pengepresan Effervescent nanokalsium Pengeringan dengan oven

pada suhu 105 ◦C Pembakaran di atas hot plate

Pengabuan dalam tanur pada suhu 600 ◦C

3.3.3 Analisis

Perlakuan pemberian HCl pada cangkang rajungan menghasilkan nanokalsium, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan rendemen nanokalsium, dan karakterisasi nanokalsium secara kimia dan fisik. Karakterisasi kimia nanokalsium meliputi analisis mineral menggunakan AAS serta analisis derajat keasaman menggunakan pH meter, sedangkan karakterisasi fisik nanokalsium meliputi analisis ukuran partikel menggunakan SEM dan derajat putih menggunakan whitness metre. Effervescent nanokalsium yang dibuat dilakukan analisis bioavailabilitas dengan perlakuan perbedaan menit selanjutnya dilakukan analisis penyerapan kalsium menggunakan AAS.

3.3.3.1 Pengukuran rendemen nanokalsium

Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar bobot akhir nanokalsium terhadap bobot cangkang rajungan sebelum mengalami perlakuan. Banyaknya rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Rendemen = a (gram) x 100% b (gram)

Keterangan:

a = Berat hasil proses b = Berat awal bahan

3.3.3.2 Analisis total mineral nanokalsium dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)(APHA 2005)

Prinsip pengujian total mineral yaitu mengetahui nilai absorpsi logam dengan menggunakan metode Atomic Absorpsion Spectrophotometer (AAS). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Sampel dalam erlenmeyer ditambahkan 5 ml HNO3 65%. Lalu ditempatkan di atas hot plate sampai semua sampel larut. Sampel ditambahkan 0,4 ml H2SO4, lalu dipanaskan diatas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat). Sampel dibiarkan dingin kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4:HNO3 (2:1). Lalu kembali ditempatkan diatas hot plate sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua. Kemudian sampel didinginkan, kemudian sampel dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan, sampel disaring dengan glass wool.

Sejumlah laritan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja

logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko, dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Perkin Elmer Analyst 100 tipe flame emmision dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral, kemudian diukur absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral.

Perhitungan kadar mineral (%) basis basah :

Kadar mineral = ppm terbaca x faktorpengenceran bobot sampel

3.3.3.3 Analisis ukuran partikel nanokalsium dengan SEM (Scanning ElectronMicroscopy) (Lee 1993)

Sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram dan diletakkan pada plat aluminium hingga merata dan homogen serta dilapisi lapisan emas setebal 48 nm. Selanjutnya plat aluminium diletakkan di meja sampel. Sampel yang telah dilapisi emas dideteksi dengan menggunakan SEM pada tegangan 20 kV dan perbesaran 20.000x, 40.000x, 60.000x dan 80.000x.

Sumber elektron dipancarkan menuju sampel untuk memindai permukaan sampel, kemudian emas sebagai konduktor akan memantulkan elektron ke detektor pada mikroskop SEM. Selanjutnya hasil pemindaian akan diteruskan oleh detektor menuju monitor.

3.3.3.4Analisis derajat putih nanokalsium

Pengukuran derajat putih nanokalsium dari cangkang rajungan menggunakan alat photoelectric tube whitness metre for powder model C-1 berskala 0-100. Warna hitam menunjukkan nilai 0, sedangkan nilai 100 menunjukkan derajat putih yang setara dengan pembakaran pita magnesium. Pengukuran derajat putih dilakukan dengan cara meletakkan kristal dalam wadah tertentu, kemudian hasil pengukuran derajat putih terlihat pada monitor.

3.3.3.5Analisis derajat keasaman effervescent nanokalsium

Sampel sebanayak 5 gram dicampurkan dengan 45 ml akuades dan dihomogenkan dengan homogenizer selama 10 menit. Selanjutnya alat pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH standar (pH 4 dan pH 7). Elektroda yang telah dibersihkan dicelupkan ke dalam sampel yang akan diperiksa.

Selanjutnya pH meter dibiarkan selama beberapa menit sampai nilai yang tertera pada display pH meter stabil, setelah stabil nilai yang ditunjukan dicatat sebagai nilai pH.

3.3.3.6 Analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium

Tablet effervescent dilarutkan dalam 10 ml akuades dan diberikan kepada tikus dengan metode mouse oral. Pengambilan sampel darah dilakukan di bagian jantung tikus putih. Pengambilan sampel darah pada menit ke-0, 2, 4, 6, dan 8 sebanyak 2 ml darah. Sampel darah ditampung dalam botol fiol. Sampel darah yang sudah ditampung dalam botol fiol kemudian dianalisis AAS. Proses pengujian bioavailabilitas nanokalsium dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium. Keterangan : = Input/output

= Proses Effervescent nanokalsium

Pemberian larutan effervescent nanokalsium dengan mouse oral

Pengambilan sampel darah tikus putih pada menit ke- 0, 2, 4, 6, dan 8

Penampungan darah pada botol fiol

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Nanokalsium

Rendemen adalah persentase bahan baku utama (cangkang rajungan) yang diproses menjadi produk akhir (nanokalsium). Besarnya rendemen yang dihasilkan maka semakin tinggi nilai ekonomis atau nilai keefektivitasan suatu produk atau bahan tersebut (Kusumawati et al. 2008). Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar mineral terhadap bahan baku sebelum mengalami perlakuan. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah perbedaan konsentrasi HCl pada proses demineralisasi. Data rendemen nanokalsium disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Data rendemen nanokalsium.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi HCl tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,825) terhadap rendemen serbuk nanokalsium yang dihasilkan. Proses pembuatan nanokalsium dilakukan dengan melarutkan mineral yang terkandung dalam cangkang rajungan terutama mineral CaCO3. Cangkang rajungan sebelumnya dilakukan proses perendaman dengan HCl sebelum ekstraksi dan demineralisasi menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3). Pada awal proses pencampuran cangkang rajungan dengan HCl, terbentuk banyak buih dan gelembung-gelembung udara yang berlangsung sekitar

7,01 12,07 13,42 0 2 4 6 8 10 12 14 16 HCl 0,5N HCl 1N HCl 1,5N Re n d em en se rb u k n an ok alsi u m (% ) Konsentrasi HCl

H2CO3

H2CO3

±5 menit. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas-gas CO2 dan H2O di permukaan larutan.Proses perendaman cangkang dengan menggunakan HCl akan menyebabkan terbukanya pori-pori cangkang rajungan secara maksimal, sehingga ruang-ruang yang terbentuk akan memudahkan dicapai oleh pengekstrak (HCl), dengan demikian mineral akan mudah tereksrak secara optimal (Suptijah 2009). Pada akhir proses demineralisasi akan didapatkan limbah berupa kalsium klorida (CaCl2). Reaksi pelepasan kalsium dari cangkang rajungan oleh larutan HCl melalui proses demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Kandungan kalsium pada cangkang rajungan yang berupa kalsium karbonat (CaCO3) dilakukan proses presipitasi dengan menggunakan NaOH. Proses presipitasi ini akan menghasilkan endapan berupa kalsium hidroksida dan larutan NaCl. Larutan garam (NaCl) yang terbentuk dipisahkan dengan cara dekantasi dan dinetralisasi dengan menggunakan akuades, sehingga diperoleh (Ca(OH)2) yang selanjutnya dikeringkan dengan oven 105 ◦C dan selanjutnya dilakukan proses gravitasi. Proses pengabuan menggunakan suhu 600ºC akan menghasilkan kalsium oksida (CaO) sehingga produk akhir adalah serbuk nanokalsium oksida. Proses presipitasi kalsium dengan NaOH dapat dilihat pada Gambar 6.

Proses demineralisasi dengan HCl : CaCO3 + 2HCl CaCl2 (larut) + H2CO3 CO2

H2O

Proses presipitasi dengan NaOH : CaCl2 (larut) + NaOH Ca (OH)2 + NaCl CaO

H2O

Gambar 6 Proses presipitasi kalsium dengan NaOH.

Nanokalsium yang dipilih untuk pengujian dan proses selanjutnya adalah nanokalsium dengan perlakuan perendaman HCl 1N. Hal ini dilihat secara visual nanokalsium yang diperoleh dengan perendaman HCl 1N memiliki warna lebih putih dibandingkan dengan nanokalsium dengan perendaman HCl lain. Menurut Estrela dan Holland (2003) derajat putih secara visual turut menentukan mutu nanokalsium yang diperoleh. Selain secara visual warna nanokalsium, pemilihan nanokalsium yang dijadikan analisis selanjutnya yaitu secara aspek ekonomi.

Konsentrasi HCl 1 N dengan rendemen sebanyak 12,07% memiliki nilai lebih ekonomis dibandingkan dengan HCl 0,5 N dengan rendemen sebanyak 7,01% dan HCl 1,5 N dengan rendemen 13,42%. Penggunaan HCl dengan konsentrasi yang rendah memiliki nilai rendemen yang rendah pula sehingga HCl yang diperlukan lebih banyak sedangkan penggunaan HCl dengan konsentrasi yang tinggi memiliki rendemen yang hamper sama, sehingga nanokalsium dengan perendaman HCl 1 N yang dilakukan analisis selanjutnya.

4.2 Derajat Putih Nanokalsium

Derajat putih merupakan aspek mutu pada bahan tambahan pangan. Pemanfaatan limbah demineralisasi kulit rajungan dapat dilanjutkan sebagai suplemen nanokalsium dan bahan tambahan pangan untuk memperbaiki kandungan kalsium. Nilai derajat putih serbuk nanokalsium yang dihasilkan adalah 63,63% (skala 100%). Penurunan nilai derajat putih serbuk nanokalsium disebabkan oleh adanya kandungan mineral lain selain kalsium. Komposisi mineral yang beragam pada hasil penelitian ini berpengaruh terhadap penurunan derajat putih. Kandungan magnesium yang tinggi dalam nanokalsium juga mempengaruhi nilai dari derajat putih nanokalsium. Mineral secara alami memiliki warna yang berbeda-beda. Mineral natrium (Na) dan kalium (K) memiliki warna keperakan, magnesium (Mg) memiliki warna putih keabu-abuan, fosfor (P) memiliki warna hitam dan merah, seng (Zn) memiliki warna putih mengkilap (Cotton dan Wilkinson 2007). Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Gambar 7.

4.3 Komposisi Total Mineral Nanokalsium

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2009). Analisis kimia nanokalsium dilakukan melalui uji atomic absorpsion spectrophotometry (AAS). Berdasarkan analisis AAS nanokalsium mengandung komposisi makromineral seperti Ca, Mg, Na, P dan K, serta mikromineral seperti Mn, Fe dan Zn. Hasil analisis kandungan mineral pada serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi total mineral serbuk nanokalsium Mineral Kadar mineral (%)

Ca 51,27 Mg 36,91 Na 0,82 P 0,64 K 0,54 Fe 4,36 Zn 5,27 Mn 0,18

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa komponen utama penyusun nanokalsium cangkang rajungan adalah kalsium dan magnesium. Hal ini terlihat dari nilai kalsium dan magnesium yang tinggi yaitu sebesar 51,27 % dan 36,91 %. Cangkang rajungan merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan. Cangkang rajungan mengandung kitin, protein, CaCO3 serta sedikit MgCO3 dan pigmen astaxanthin (Hirano 1989 diacu dalam Hafiluddin 2003). Oleh karena itu, pemanfaatan limbah demineralisasi pada cangkang crustasea mengandung banyak mineral sehingga diisolasi kalsiumnya (Suzuki et al. 2004).

Serbuk nanokalsium yang merupakan recovery dari limbah demineralisasi lsium cangkang rajungan mengandung kalsium yang memiliki ikatan kimia berupa kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida dikenal dengan nama kapur tohor. Kalsium oksida (CaO) diperoleh dengan pemanasan kalsium karbonat (CaCO3) (Igoe dan Hui 2001).

Kalsium dan magnesium adalah mineral yang terkandung dalam makhluk hidup. Magnesium merupakan salah satu makromineral yang berperan dalam sistrm fisiologis hewan yang berhubungan erat dengan kalsium serta fosfor. Magnesium (Mg) sebagian besar berada pada jaringan tulang yakni sebesar 70% dari total Mg pada makhluk hidup (Darmono 1995).

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nanokalsium ini mengandung natrium dan kalium. Lingkungan perairan mengandung natrium dan kalium dalam bentuk ion (Darmono 1995). Logam natrium dan kalium pada cangkang rajungan diduga berasal dari lingkungan perairannya. Ion-ion mineral tersebut masuk ke dalam cangkang rajungan.

Mineral lain yang terekstrak pada nanokalsium ini adalah seng (Zn) dan fosfor (P). Seng ditemukan hampir dalam setiap jaringan hewan. Logam ini cenderung terakumulasi dalam tulang daripada dalam hati yang merupakan organ utama sebagai penyimpan kebanyakan mineral mikro (Darmono 1995). Menurut Kitano et al. (1976), seng pada cangkang ditemukan pada lapisan aragonit. Kandungan fosfor pada cangkang bivalvia dapat dipengaruhi oleh kadar fosfor terlarut dalam perairan (Darmono 1995).

Kalsium merupakan mineral penting yang ditemukan dalam jumlah kelimpahan yang cukup besar didalam tubuh. Sembilan puluh sembilan persen dari semua kalsium dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Sisanya sekitar satu persen berada dalam darah. Kalsium memegang peranan penting dalam konduksi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Jika tingkat kalsium dalam darah dibawah normal, kalsium akan diambil dari tulang dan dimasukkan kedalam darah untuk mempertahankan tingkat kalsium darah. Oleh karena itu, penting untuk mengkonsumsi cukup kalsium untuk mempertahankan darah dan tingkat tulang kalsium yang cukup (Houtkooper dan Farrell 2011)

4.4 Analisis Ukuran Partikel Nanokalsium

Ukuran partikel nanokalsium ini dianalisi menggunakan SEM. Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Prinsip kerja mikroskop SEM adalah sifat gelombang dari elektron berupa difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik. Percepatan elektron (electron gun)

memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju sampel. Sinar elektron yang terfokus mendeteksi keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pendeteksi, ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik. (Samsiah 2009).

Hasil pengukuran partikel dengan menggunakan SEM pada perbesaran 2.000x sampai 30.000x menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nanokalsium yang dihasilkan berkisar 120-573 nm. Menurut Mohanraj dan Chen (2006), nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berukuran kisaran 10-1000 nm. Morfologi nanokalsium disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Hasil Scanning Electron Microscopy nanokalsium perbesaran 30.000x

Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan karakteristik yang paling penting dari sistem nanopartikel. Sistem nanopartikel dapat menentukan distribusi in vivo, sistem biologis, toksisitas dan kemampuan penargetan sel. Selain itu nanopartikel juga dapat mempengaruhi penyerapan obat, pelepasan obat, dan stabilitas nanopartikel. Banyak penelitian menunjukan bahwa nanopartikel sub-mikron memiliki keunggulan dibandingkan mikropartikel sebagai system penyerapan obat. Umumnya nanopartikel memiliki serapan 2,5 kali lipat lebih besar dari 1 μm mikropartikel dan 6 kali lipat lebih besar menyerap dibandingkan 10 μm mikropartikel dalam penyerapan sel (Mohanraj dan Chen 2006).

Pembuatan kalsium dengan ukuran nano berhasil dibuat dengan metode presipitasi. Pada penelitian ini, metode presipitasi dilakukan dengan cara melarutkan komponen kalsium cangkang kijing ke dalam pelarut asam (HCl) karena kalsium larut dalam suasana asam, kemudian ditambahkan larutan NaOH ke dalam larutan HCl yang telah mengandung kalsium. Adanya pencampuran asam-basa tersebut mengakibatkan larutan menjadi jenuh dan menghasilkan endapan kalsium yang halus dan berukuran nano. Menurut Kenth (2009), metode presipitasi dilakukan dengan cara zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu ditambahkan larutan lain yang bukan pelarut (anti-solvent), hal ini menyebabkan larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi yang cepat sehingga membentuk nanopartikel. Penelitian Purwasasmita dan Gultom (2008) berhasil membuat serbuk hidroksiapatit dengan metode presipitasi dan menunjukkan hasil SEM dengan ukuran partikel serbuk hidroksiapatit berkisar antara 30-750 nm.

4. 5 Aplikasi Nanokalsium

Nanokalsium yang diperoleh kemudian diaplikasikan ke dalam bentuk pangan suplemen kalsium yaitu effervescent. Effervescent didefinisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan. Pembuatan effervescent nanokalsium dilakukan dengan melakukan pencampuran asam dengan basa. Menurut Ansel (1989), perbandingan asam organik dan garam natrium bikarbonat yang ditambahkan adalah 1:1 sedangkan perbandingan asam sitrat dan tartrat yang lazim digunakan dalam pembuatan effervescent konvensional adalah sebesar 3:2. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan effervescent nanokalsium ini telah memenuhi standar tersebut. Formulasi bahan pembuat effervescent nanokalsium ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Formulasi effervescent nanokalsium Bahan effervescent Formula (%)

Nanokalsium 5 Effervescent mix Natrium bikarbonat 40 Asam sitrat 24 Asam tartrat 16 Sukrosa 15

Minuman yang menggunakan karbonat yang dihasilkan akan menutupi rasa yang tidak diinginkan sehingga granula effervescent sangat cocok untuk

produk yang memiliki rasa pahit, asin ataupun tawar (Ansel 1989). Karbondioksida termasuk gas yang tidak memiliki warna, tidak berbau, dan tidak ada rasanya. Karbondioksida juga sangat mudah larut dalam air dan dapat dibuat padat melalui tekanan tertentu. Pada saat dimasukkan dalam air, gas akan segera larut, karena gasnya larut secara otomatis butiran-butiran obat atau vitamin akan ikut larut juga. Dalam air, karbondioksida akan merubah menjadi asam karbonat. Asam inilah yang memberikan rasa “menggigit” pada minuman bersoda atau pada larutan effervescent (Surya 2006). Reaksi effervescent adalah sebagai berikut : H3C6H5O7H2O + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2

Asam sitrat Na-bikarbonat Na-sitrat air karbondioksida H2C2H4O6 + 2 NaHO3 Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2 CO2

Asam tartrat Na-bikarbonat Na-tartrat air karbondioksida Pengujian yang dilakukan pada effervescent nanokalsium ini adalah waktu larut. Waktu larut menunjukan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh tablet dalam

Dokumen terkait