• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biomassa pohon

Dalam dokumen Potensi serapan karbon pada tegakan akasia (Halaman 27-33)

Hasil pengukuran diameter (Gambar 3) dan jumlah pohon pada plot-plot contoh yang tersebar pada setiap kelas umur menunjukkan bahwa jumlah pohon cenderung menurun seiring meningkatnya umur tegakan akasia, sedangkan diameternya semakin meningkat (Tabel 6).

Gambar 3 Pengukuran diameter.

Tabel 6 Data pengukuran plot contoh

Kelas umur Jumlah plot Diameter (cm) Jumlah pohon

1 6 - 109±2 2 3 5±0,6 83±2 3 20 9±0,6 111±2 4 21 13±0,6 61±2 5 18 16±0,8 81±2 6 4 16±0,5 37±1 7 18 19±0,4 17±1 8 14 22±0,6 45±1

Sumber: Data Penelitian 2010

Penentuan biomassa pada pohon akasia dilakukan berdasarkan pengukuran pohon contoh pada plot-plot contoh, dimana pohon contoh yang telah ditebang dan ditimbang dipilih pada setiap kelas umur yang ada. Setiap kelas umur diambil (ditebang) satu pohon contoh sehingga didapatkan delapan pohon contoh untuk diukur berat basah sebagai bahan pengukuran biomassa. Penimbangan berat basah dilakukan langsung di lapangan setelah pohon contoh yang dipilih ditebang dan dibagi kedalam beberapa bagian yaitu akar, batang, ranting, dan daun

(Gambar 4). Pemilihan pohon contoh didasarkan pada pengukuran diameter rata- rata pada setiap kelas umur. Data tentang pohon contoh meliputi berat basah, berat kering, dan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil pengukuran berat basah dan biomassa pada pohon contoh menunjukkan bahwa kandungan berat basah dan biomassa pohon contoh terbesar terdapat pada bagian batang pohon (33,261%) (Tabel 7 dan Tabel 8). Secara kasar sekitar 40% atau 330 miliar ton karbon tersimpan dalam bagian pohon dan bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah, sedangkan sisanya yaitu sekitar 60% atau 500 miliar ton tersimpan dalam tanah hutan dan akar-akar tumbuhan di dalam hutan (Suhendang 2002).

Tabel 7 Berat basah (kg) pada pohon contoh pada berbagai bagian

Kelas umur Akar Ranting Batang Daun Total

1 0,1 0,1 0,2 0,4 0,8 2 2,4 3,1 6,8 5 17,3 3 9,6 7,4 32,8 8 57,8 4 35,2 35,4 120,4 26,3 217,3 5 25 14,6 125,4 16 181 6 30,5 25 154 29 238,5 7 45 32,2 175,3 29,5 282 8 58,1 26,9 320,3 14,4 419,7

Sumber: Data Penelitian 2010

Tabel 8 Biomassa (kg) pada pohon contoh pada berbagai bagian

Kelas umur Akar Ranting Batang Daun Total

1 0,019 0,019 0,055 0,099 0,191 2 0,255 0,299 1,403 0,460 2,417 3 5,302 3,961 16,181 1,491 26,936 4 13,552 14,372 76,141 4,296 108,361 5 8,208 10,439 76,369 6,304 101,320 6 10,726 8,758 96,866 6,912 123,262 7 24,090 14,554 123,294 12,134 174,073 8 22,659 15,880 173,603 2,136 214,278

Sumber: Data Penelitian 2010

Keragaman nilai biomassa terlihat pada setiap kelas umur diduga dipengaruhi oleh umur dan bonita pada tegakan akasia. Bonita 1 terdapat pada KU 1 dan 2, bonita 2 terdapat pada KU 3, 4, dan 6, bonita 3 terdapat pada KU 5 dan 7, bonita 4 terdapat pada KU 8.

17

Gambar 4 Penimbangan berat basah pohon contoh.

Selain menggunakan metode destruktif pendugaan biomassa juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode alometrik dengan menggunakan persamaan yang sudah ada hasil penelitian sebelumnya, yaitu B = 0,0533* (DBH2)1,3585, dengan nilai R2 = 99,22% (Heriansyah et al. 2005). Hasil perhitungan biomassa menggunakan persamaan tersebut dibandingkan dengan metode alometrik menunjukkan adanya perbedaan nilai dugaannya (Tabel 9). Tabel 9 Biomassa akasia (kg) yang diduga menggunakan persamaan dan

biomassa aktual

Kelas umur Biomassa (kg) Persamaan Aktual 1 - 0,191 2 4,225 2,417 3 20,864 26,936 4 56,665 108,361 5 99,614 101,320 6 99,614 123,262 7 158,892 174,073 8 236,641 214,278

Sumber: Data Penelitian 2010

Biomassa aktual untuk KU 2 dan 8 lebih kecil dari nilai biomassa dengan menggunakan persamaan. Estimasi biomassa dengan menggunakan persamaan seringkali lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai aktualnya. Hal tersebut terjadi antara lain disebabkan oleh adanya pola sebaran kanopi dan pola percabangan yang berbeda (Noordwijk et al. 2001). Selanjutnya, dilakukan pengujian validasi dengan uji Khi-kuadrat pada taraf nyata 5% dan wilayah kritik

χ² > 14,067. Berdasarkan hasil uji-χ² didapatkan nilai χ²Hitung = 8,123 yang berarti persamaan tersebut dapat diterima dan dapat digunakan untuk menduga biomassa pada KU 2-8.

Besarnya serapan karbon dalam tegakan hutan tergantung dari besarnya biomassa hutan. Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga serapan karbon yang terdapat dalam vegetasi karena 50% biomassa tersusun oleh karbon (Brown 1997). Peningkatan jumlah biomassa akan diikuti oleh peningkatan jumlah karbon. Hasil perhitungan dugaan potensi biomassa dan serapan karbon pada setiap kelas umur menggunakan model yang sudah divalidasi dan data diameter pohon akasia pada plot ukur disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Dugaan potensi biomassa dan serapan karbon pada tanaman akasia di BKPH Parungpanjang Kelas umur Luas (ha) Ni ni Rata-rata biomassa (ton ha-1) Rata-rata karbon (ton ha-1) 2 6 60 3 5,845 2,923 3 40 400 20 35,247 17,624 4 42 420 21 47,974 23,987 5 36 360 18 99,162 49,581 6 8 80 4 41,564 20,782 7 36 360 18 30,652 15,326 8 28 280 14 112,093 56,047

Sumber: Data Penelitian 2010

Secara grafis potensi serapan karbon pada tanaman akasia terlihat bervariasi pada setiap kelas umurnya (Gambar 5).

Gambar 5 Biomassa (■) dan serapan karbon (♦) pada tanaman akasia pada berbagai kelas umur.

19

Nilai biomassa terbesar terdapat pada KU 8 dengan nilai sebesar 112,093 ton ha-1 dan nilai biomassa terkecil terdapat pada KU 2 dengan nilai sebesar 5,845 ton ha-1. Potensi serapan karbon terbesar terdapat pada KU 8 sebesar 56,047 ton ha-1, sedangkan potensi serapan karbon terkecil terdapat pada KU 2 sebesar 2,923 ton ha-1. Dengan menggunakan parameter statistik yang ada dapat diduga rata-rata potensi serapan karbon untuk populasi tanaman akasia dari KU 2 sampai dengan KU 8 sebesar 29,603 ton ha-1.

Besarnya nilai biomassa dan potensi serapan karbon pada tanaman akasia terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur tegakan, tetapi pada KU 6 dan KU 7 terjadi penurunan potensi serapan karbon (Tabel 10 dan Gambar 5). Kondisi tegakan pada KU 6, 7, dan 8 terlihat seperti pada Gambar 6. Penurunan potensi serapan karbon disebabkan oleh adanya gangguan yang terjadi pada pertumbuhan tanaman akasia. Adanya gangguan menyebabkan beberapa pohon menjadi mati sehingga mempengaruhi jumlah karbon yang diserap pada tegakan tersebut. Bentuk gangguan yang dapat terjadi pada tanaman akasia berupa serangan hama dan penyakit. Dengan kondisi tegakan yang sejenis, masalah terhadap hama dan penyakit patut diperhatikan. Beberapa penyakit yang berpotensi terjadi pada tanaman akasia adalah:

a) Penyakit pada daun: penyakit ini termasuk bintik-bintik jamur, jerawat/bisul, pelapukan, dan jamur karat

b) Pembusukan batang: penyakit yang paling umum terjadi adalah pink disease yang rata-rata terjadi juga pada tanaman karet

c) Pembusukan akar: penyakit ini termasuk ancaman serius terhadap tanaman akasia. Akar yang tinggal dari tegakan sebelumnya dapat menularkan jamur kepada tegakan baru. Penyakit akar yang umum dijumpai pada tanaman akasia adalah jamur akar putih.

Serangan penyakit terhadap tanaman akasia harus dijadikan pertimbangan sehingga potensi tegakan dapat terjaga dan dampak dari penyakit dapat diminimalisir selama daur tegakan (Krishnapillay et al. 2003).

Gambar 6 Kondisi tegakan KU 6 (A), KU 7 (B), dan KU 8 (C).

Beberapa penelitian mengenai biomassa dan serapan karbon pada akasia telah dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan di wilayah Sumatera Selatan berlokasi di PT Musi Hutan Persada. Penelitian ini dilakukan oleh Heriyansyah, Miyakuni, Kato, Kiyono dan Kanazawa pada tahun 2007. Dari penelitian tersebut didapatkan data untuk biomassa dan serapan karbon yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Biomassa dan serapan karbon tanaman akasia di PT Musi Hutan Persada (Heriyansyah et al. 2007)

Umur Biomassa (ton ha-1) Karbon (ton ha-1)

2,5 51,14 25,57

5,5 126 63

8,5 152,99 76,495

10,5 169,59 84,795

Dari kedua data tersebut dapat dilihat bahwa nilai biomassa dan serapan karbon di PT Musi Hutan Persada lebih besar jika dibandingkan dengan nilai biomassa dan serapan karbon di BKPH Parungpanjang. Adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan karakteristik dari masing-masing daerah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi antara lain faktor genetik, lokasi,

A B

21

kondisi tanah, kerapatan tegakan dan praktek pengelolaan yang diterapkan oleh kedua belah pihak.

Dalam dokumen Potensi serapan karbon pada tegakan akasia (Halaman 27-33)

Dokumen terkait