• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biota laut besar yang dicatat selama survei adalah Paus, Lumba Lumba, Dugong, Pari Manta, Penyu dan Hiu. Selain itu, tercatat pula kemunculan kumpulan ikan Sarden atau “bola umpan” dan sering bersama dengan kumpulan ikan Tuna atau burung-burung yang memangsanya. Jumlah pengamatan dan distribusi taksa-taksa utama ini dilaporkan, namun perlu diketahui bahwa survei ini tidak dirancang, atau dimaksudkan untuk memperkirakan populasi biota laut besar. Data-data ini benar memperlihatkan bahwa Raja Ampat adalah sebuah daerah penting bagi kumpulan beraneka ragam dari biota laut besar yang banyak di antaranya bersifat rentan atau langka, serta mengidentifikasi daerah-daerah dan musim tertentu yang sangat penting (Gambar 31, Gambar 44). Tetapi, biota besar pergerakannya sangat tinggi dan kemunculannya di tempat khusus mungkin berhubungan dengan faktor pasang surut atau upwelling sesaat, atau di daerah dengan produktivitas tinggi. Karena itu distribusi yang ditunjukkan pada peta hendaknya selalu dikaitkan dengan konteks tersebut.

Paus/Lumba-Lumba

Paus/Lumba-Lumba menyebar di seluruh Raja Ampat dengan konsentrasi di sekitar Pulau Waigeo Selatan, selat antara Pulau Salawati dan Batanta, Kofiau dan pulau-pulau kecil di lepas pantai utara Pulau Misool (Gambar 31- Gambar 34). Jumlah Paus dan Lumba-Lumba yang terlihat pada bulan Januari (629) sangat lebih banyak dibanding bulan September (241) dan kelompok terbesar dijumpai pada bulan Januari (Gambar 33, Gambar 34). Adanya jumlah musiman yang besar dari Cetacean ini menunjukkan Raja Ampat digunakan oleh jenis-jenis Cetacean ini sebagai jalur migrasi, dan atau lokasi musiman untuk berkembang biak dan mencari makan. Tren musiman yang paling kuat terlihat di KKP Kofiau yang paling tinggi jumlah Paus/Lumba-Lumba-nya dari seluruh KKP pada bulan Januari, akan tetapi tidak terlihat apapun di bulan September. Karena Paus dan Lumba-Lumba dimasukkan ke dalam satu kategori maka tidaklah mungkin untuk melakukan analisis data lebih jauh untuk memisahkan Paus dari Lumba-Lumba, ataupun melakukan identifikasi jenis secara konsisten untuk seluruh kumpulan data. Meskipun demikian, catatan-catatan yang ada di bagian “komentar” dan foto udara yang diambil pada saat survei menunjukkan kehadiran Lumba-Lumba Indopasifik dan Paus Pembunuh atau Paus Pembunuh Palsu di Raja Ampat. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun hipotesis atau penelitian lebih lanjut mengenai Cetacean di Raja Ampat.

Manta

Pari Manta terlihat di beberapa lokasi tertentu seperti sekitar Ayau, Selat Dampier dan Misool bagian selatan. Jumlahnya lebih tinggi di bulan Januari (113) dibanding September (19) dan kelompok Pari Manta terbesar yang mencapai 50 ekor dijumpai di KKP Dampier pada bulan Januari (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 35, Gambar 36). Pada bulan September lebih dari separuh Pari Manta yang terobservasi terlihat di KKP Ayau (Gambar 36). Kumpulan Pari Manta ini bersifat sangat sementara mengingat mereka merespon arus pasang dan daerah

upwelling atau produktivitas tinggi.

Dugong

Keberadaan Dugong secara relatif tersebar luas di sekitar pulau-pulau utama di Raja Ampat di mana jumlah kemunculan bulan Januari dan September hampir sama (30:31) (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 37, Gambar 38). Dugong tersebut umumnya terlihat dekat daerah pesisir sekitar Pulau Salawati dan Batanta, Pulau Waigeo Timur, Selat Dampier dan sebelah utara Misool. Satu ekor Dugong terlihat di KKP Kofiau bulan September 2006. Kelompok terbesar (5-10 ekor) terlihat di bagian timur Waigeo dan Pulau Salawati.

Penyu

Penyu terlihat di wilayah pesisir di seluruh Raja Ampat mulai dari Atol Asia di bagian utara hingga ke tenggara KKP Misool di bagian selatan. Penyu umumnya hidup soliter atau dalam

kelompok kecil sebanyak 2-5 ekor. Jumlahnya di bulan Januari lebih tinggi (68) dibanding September (20) (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 39, Gambar 40).

Hiu

Total sebanyak 17 ekor Hiu dijumpai selama pemetaan udara meskipun sebenarnya survei udara ini bukanlah metode yang efektif untuk mendeteksi dan menghitung Hiu. Sekitar setengah dari penampakan itu terjadi di KKP Ayau pada bulan September sedangkan sisanya terlihat di sekitar Pulau Salawati dan Batanta, Waigeo Tenggara dan Waigeo timur (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 41, Gambar 42).

Gerombolan Ikan Umpan/Tuna

Gerombolan ikan-ikan yang digunakan sebagai umpan dan predatornya seperti Tuna terlihat di seluruh Raja Ampat di mana jumlah yang lebih banyak terlihat pada bulan Januari (92) dibanding September (40) (Gambar 31, Gambar 32, Gambar 43, Gambar 44). Di bulan Januari kumpulan ikan ini terkonsentrasi di Selat Dampier bagian tengah dan pulau Waigeo Barat Daya, dan di bagian selatan Raja Ampat sekitar Pulau Misool dan perairan antara Pulau Misool dan Salawati. Pada bulan September hampir semua kumpulan ikan umpan terlihat di sepanjang garis pantai bagian timur, selatan dan barat dari pulau Waigeo.

Gambar 32. Distribusi Paus dan Lumba Lumba di Kabupaten Raja Ampat dari

survei udara bulan Januari 2006

Gambar 33. Distribusi Paus dan Lumba Lumba di Kabupaten Raja Ampat dari

Gambar 34. Distribusi Pari Manta di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara

bulan Januari 2006.

Gambar 35. Distribusi Pari Manta di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara

Gambar 36. Distribusi Dugong di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan

Januari 2006.

Gambar 37. Distribusi Dugong di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan

Gambar 38. Distribusi Penyu di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan

Januari 2006.

Gambar 39. Distribusi Penyu di Kabupten Raja Ampat dari survei udara bulan

Gambar 40. Distribusi Hiu di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan

Januari 2006.

Gambar 41. Distribusi Hiu di Kabupaten Raja Ampat dari survei udara bulan

Gambar 42. Distribusi kumpulan ikan umpan di Kabupaten Raja Ampat dari

survei udara bukan Januari 2006.

Gambar 43. Distribusi gerombolan ikan umpan dari survei udara bulan

Studi ini telah menunjukkan bahwa survei udara adalah sebuah metode yang efektif untuk memperoleh informasi terperinci tentang pola pemanfaatan sumber daya termasuk kapal-kapal yang beroperasi di dalamnya, struktur permanen yang berasosiasi dengan kegiatan penangkapan dan budidaya, serta satwa laut berukuran besar di sepanjang wilayah terpencil yang luas. Jalur penerbangan pada kegiatan ini difokuskan pada wilayah pesisir, pulau-pulau, terumbu karang lepas pantai dan kawasan konservasi perairan di mana diperkirakan sebagian besar kegiatan pemanfaatan akan dijumpai. Pengamatan-pengamatan di bulan Januari dan September 2006 memberikan gambaran komprehensif paling awal dari pemanfaatan sumber daya pesisir di seluruh Raja Ampat. Sulit untuk menentukan apakah perbedaan antara bulan Januari dan September disebabkan oleh pola musiman, kondisi cuaca/pasang surut pada saat survei, atau periode tren yang lebih lama.

Survei-survei tersebut memberikan informasi yang berharga tentang distribusi dan karakteristik para pengguna sumber daya dan lokasinya baik di dalam maupun di luar batas KKP untuk tahun 2006. Informasi ini telah digunakan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi KKP, rencana tata ruang laut, strategi-strategi perikanan dan rencana-rencana pengelolaan pesisir.

Pemanfaatan sumber daya laut digambarkan berdasarkan ukuran, jenis dan kegiatan dari kapal-kapal. Pada hampir semua kasus, sampan kecil dapat dilihat jelas dan dicatat dengan akurat. Pada tahun 2006, mayoritas kapal (>75%) yang diamati adalah perahu penangkap ikan kecil—berupa sampan dengan atau tanpa mesin kecil. Hal ini menunjukkan tingginya pemanfaatan sumber daya pesisir laut oleh masyarakat setempat untuk perikanan artisanal. Meskipun demikian, survei berbasis perahu di Raja Ampat terhadap para pemanfaat sumber daya di KKP Kofiau memperlihatkan meskipun jumlah nelayan setempat adalah mayoritas dalam kegiatan perikanan (mencapai 90%), sebagian besar hasil tangkapan (mencapai 80%) diambil oleh beberapa kapal besar yang biasanya berasal dari wilayah lain di Indonesia khususnya Maluku dan Sulawesi (Muljadi et.al 2009). Oleh karena itu penilaian pola ukuran dan kegiatan dari kapal-kapal ini penting mengingat peningkatan kecil dalam jumlah kapal besar kemungkinan berarti peningkatan yang signifikan pada ikan tangkapan dengan hanya sedikit manfaat yang diberikan kepada masyarakat setempat.

Daerah dengan jumlah kapal penangkapan besar terbanyak yang tercatat selama survei (tidak termasuk Pelabuhan Sorong) adalah Waigeo Barat dan Selat Dampier dan perairan di sekitar Misool, mencerminkan kedekatannya dengan pusat populasi utama. KKP dengan jumlah kapal ikan besar yang terbanyak adalah Misool Tenggara. Tim lapangan lokal dan masyarakat melaporkan bahwa daerah tersebut sering digunakan oleh kapal rawai ilegal yang berasal dari Maluku dan berlayar menuju selatan dan seringkali dengan ijin masyarakat lokal tetapi tidak mempunyai ijin dari dinas perikanan setempat. Saat ini tim lokal bekerja dengan bersama masyarakat lokal dan aparat penegak hukum untuk lebih sering melakukan patroli.

Pada tahun 2006, keberadaan kapal live-aboard di Raja Ampat yang dicatat masih cukup sedikit, tetapi dalam kurun lima tahun terakhir ini jumlah kapal live-aboard penyelaman yang beroperasi di kawasan ini mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2010 ada lebih dari 20 kapal live-aboard penyelaman yang beroperasi secara reguler atau permanen di Raja Ampat.

Hampir semua struktur alat permanen yang tercatat dalam survei ini adalah alat tangkap (rumpon, keramba, bubu dan bagan) atau alat pendukung kegiatan perikanan (pondok nelayan). Perkecualiannya adalah insfrastruktur yang berhubungan dengan budidaya dan industri minyak dan gas. Alat-alat yang berhubungan dengan kegiatan penangkapan sebagian

besar tidak diatur (unregulated), yaitu tidak membutuhkan surat ijin. Akan tetapi, terdapat jumlah yang signifikan dari ikan yang ditangkap oleh alat-alat penangkapan ini atau menggunakan alat-alat ini sebagai alat dukung kegiatan penangkapan di wilayah-wilayah terpencil (Bailey et.al 2008). Memahami jumlah, lokasi dan jenis dari alat permanen ini penting dalam rangka memahami jumlah upaya penangkapan yang sebenarnya di Raja Ampat dan dapat digunakan sebagai dasar untuk sistem perijinan atau kuota di masa mendatang dalam rangka mengatur alat-alat tersebut. Data ini juga menjadi informasi dasar untuk dibandingkan dengan data dari survei-survei selanjutnya. Jumlah dari semua struktur permanen kecuali rumpon mengalami peningkatan antara bulan Januari dan September. Tidak diketahui apakah ini dikarenakan pola musiman atau peningkatan yang bersifat jangka panjang dari struktur itu sendiri, tetapi yang pasti menunjukkan adanya potensi resiko meluasnya jumlah alat tangkap yang tidak diatur dan ini berarti meningkatnya jumlah upaya penangkapan.

Pengamatan terhadap fauna laut besar yaitu Lumba-Lumba, Paus, Dugong, Penyu dan Pari Manta secara signifikan telah meningkatkan pemahaman kita tentang kemunculan dan penyebaran spesies-spesies ini di Raja Ampat. Meskipun survei ini tidak dirancang untuk mendapatkan perkiraan populasi spesies-spesies tersebut, pengamatan telayang dilakukan telah berhasil mengidentifikasi daerah agregasi dan jalur migrasi penting dari spesies tertentu. Daerah-daerah ini selanjutnya dapat dijadikan target untuk studi lanjutan di masa mendatang. Penelitian ini lebih lanjut menegaskan bahwa Raja Ampat adalah sebuah wilayah penting bagi kumpulan beranekaram dari Cetacean dan fauna besar lainnya termasuk di dalamnya jenis-jenis yang terdaftar sebagai langka dan terancam punah (Kahn, 2007, IUCN 2010). Jumlah penampakan Dugong yang relatif besar di kawasan Raja Ampat telah menambah luasan habitat penting bagi Dugong di Papua Barat (Iongh et.al 2009) dan menunjukkan bahwa Raja Ampat berpotensi menjadi wilayah penting bagi Dugong. Temuan ini juga menyoroti betapa pentingnya melindungi padang lamun khususnya di sekitar Waigeo dan Batanta sebagai tempat di mana Dugong paling banyak diamati.

Studi ini juga menunjukkan bahwa pada tahun 2006 batas-batas jejaring KKP, kecuali Kofiau, tidak mencakup mayoritas lokasi-lokasi penting untuk fauna laut besar. Perluasan KKP Selat Dampier di tahun 2008 menambah cakupan KKP atas habitat fauna laut besar. Namun, dianjurkan agar rekomendasi-rekomendasi pengelolaan yang relevan dengan perlindungan terhadap fauna laut besar, diterapkan di lokasi di dalam maupun di luar KKP termasuk pertimbangan ketentuan alat tangkap perikanan demi mencegah tangkapan sampingan (by-catch) atau terganggunya Cetacean, dan terhadap pembangunan pesisir untuk mencegah sedimentasi/reklamasi terhadap padang lamun dan habitat-habitat pesisir penting lainnya.

Keunggulan menggunakan pesawat berbaling-baling adalah dapat dilakukannya survei pada jarak yang panjang dengan aman, dengan 5 pengamat yang dapat mengambil data dan foto secara simultan dalam lingkungan yang nyaman, dan survei ini tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Kelemahannya adalah biaya yang tinggi, jadwal yang relatif kaku dan minimnya kemampuan pesawat melakukan manuver.

Survei udara di Raja Ampat saat ini dilakukan dengan bantuan pesawat ultra ringan yang berpangkalan di Selat Dampier. Pesawat ini mempunyai kokpit terbuka dan 2 tempat duduk. Keunggulan dari metode ini adalah cukup murah, jadwal sangat fleksibel dan pesawat sangat mampu bermanuver sehingga pesawat dapat berbalik ke suatu lokasi untuk mengkonfirmasi adanya penampakan seekor fauna atau melihat lebih dekat ke kapal atau infrastruktur. Kelemahannya adalah jarak yang pendek, rentan terhadap cuaca buruk dan kesulitan dalam mencatat yang dilakukan oleh 1 orang pada kokpit terbuka.

Studi ini memperlihatkan bahwa survei udara adalah sebuah metode yang sangat bermanfaat untuk melakukan survei pemanfaatan sumber daya dan fauna laut besar di lokasi terpencil dan

sangat luas. Ada potensi yang besar dalam hal menggabungkan survei udara dan survei berbasis kapal dalam rangka membantu patroli dan menginformasikan pemerintah akan adanya aktivitas-aktivitas yang ilegal. Selain juga merupakan sebuah metode yang sangat baik untuk menilai jumlah, jenis dan penyebaran dari struktur-strukur yang tidak diatur (unregulated) misalnya bubu dan pondok nelayan.

Allen, G. R., and M. V. Erdmann. 2009. Reef fishes of the Bird's Head Peninsula, West Papua, Indonesia. Check List 5:587-628.

Bailey, M., C. Rotinsulu, and U. R. Sumaila. 2008. The migrant anchovy fishery in Kabui Bay, Raja Ampat, Indonesia: Catch, profitability, and income distribution. Marine Policy 32:483-488.

Firman, A., and I. Azhar. 2006. Atlas Sumberdaya Pesisir Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat.

Iongh, H.H., de & Hutomo, M. & Moraal, M. & Kiswara, W. (2009a) Scientific Report Part I. National Strategy and Action Plan for the Dugong in Indonesia. , Part ILeiden: Institute of Environmental Sciences Leiden. (Book (monograph))

Iongh, H.H., de & Hutomo, M. & Moraal, M. & Kiswara, W. (2009b) Strategy Report Part II. National Conservation and Action for the Dugong in Indonesia. , Part IILeiden: Institute of Environmental Sciences Leiden. (Book (monograph))

IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2010.3. <http://www.iucnredlist.org>. Downloaded on 02 September 2010.

Kahn B. 2007 Marine Mammals of the Raja Ampat Islands: Visual and Acoustic Cetacean Survey & Training Program. Report to Conservation International, Indonesia.

Mous P.J. 2005. Aerial surveying of marine resource use from small fixed-wing aircraft. A protocol for field operations of The Nature Conservancy Coral Triangle Center. Version 0.0 (November 2005). Publication from The Nature Conservancy Coral Triangle Center, Sanur, Bali, Indonesia. 12 p.

Muljadi, A. 2009. Monitoring Report - Uses of marine resources in Kofiau and Boo Islands marine protected area, Raja Ampat, Indonesia 2006-2008. Technical Report. The Nature Conservancy Indonesia Marine Program, Sanur.

Veron, J. E. N., L. M. Devantier, E. Turak, A. L. Green, S. Kininmonth, M. Stafford-Smith, and N. Petersen. 2009. Delineating the Coral Triangle. Galexea, Journal of Coral Reef Studies 11:91-100.

Lampiran A – Lembar data survei udara

Cocokkan jam anda dengan penerima GPS--jika catatan berkenaan dengan sebuah kelompok dengan obyek yang sama, tuliskan ukuran grup pada kolom “keterangan”—Catat semua kapal, kecuali yang ada di rumah atau di pantai.

Nama Tanggal Posisi: 0 Starboard (kanan) 0 Port (kiri)

Jenis Kapal Ukuran Kapal Jenis

Mesin

Kegiata

n

Alat

Permanen Biota

Catatan ID Waktu (hh:mm:ss)

Penumpang Kargo Insdustri Pariwisata Perikanan Lain

-lain

Tidak diketahui Sampan kecil Sampan, Dinghy Kecil

( ukuran dek . <10m) Sedang ( ukuran dek , < 20m) Besar ( ukuran dek , < 50 m) Sangat besar (> 50m)

Tidak bermesin Ketinting mesin luar mesin dalam tidak diketahui Bergerak Membuang jangkar Menangkap ikan Tidak diketahui Keamba Rumah Ikan Rumpon Bagan Alat tangkap permanen yang lain Paus/Lumna Lumna Manta Dugong Geombolan umpan/Tuna

Dokumen terkait