• Tidak ada hasil yang ditemukan

BMHP Utama

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 46-64)

Single Use (4 kali) Re-Use (4 kali) Blood Line (Mega Musi) 120.780 483.120 483.120 Diacap Loop S15 Dialysat 227.700 910.800 227.700 Sol Card B 108.900 435.600 435.600 Acidic HD 5L 123.750 495.000 495.000 Diacan Arteri G16 8.984,25 835.937 35.937 Total 581.130 3.160.457 1.677.357

Dari tabel di atas dapat dilihat apabila klaim INA-CBG’s tetap sama untuk semua prosedur HD maka rumah sakit yang menggunakan prosedur single use akan mendapat klaim yang sama dengan tindakan re-use sedangkan harga BMHP masing-masing prosedur berbeda. Apabila penetapan tarif INA-CBG’s memiliki besaran tarif yang berbeda-beda sesuai prosedur mesin yang digunakan pada tindakan HD maka kondisi seperti itu akan memberi profit bagi rumah sakit yang menggunakan prosedur single use. Pada tahun 2015 jumlah persentase pasien HD yang menggunakan JKN adalah sebesar 79%, sehingga klaim tindakan HD berdasarkan tarif INA-CBG's hanya sebesar Rp 841.300,00. Sementara dari hasil perhitungan unit cost modifikasi ABC-Baker, tarif untuk tindakan HD adalah sebesar Rp 1.428.020,00.

Pada tabel dibawah ini dapat dilihat pengeluaran dan pemasukan unit HD RSMS pada tahun 2015.

Tabel 4.26 Biaya Pengeluaran dan Pemasukan Unit HD RSMS Tahun 2105 Pengeluaran Pemasukan Umum JKN Umum JKN Jumlah Pasien 117 550 117 550 BMHP (@739.845,18) 86.561.886 406.914.849 152.100.000 462.715.000 Total 493.476.735 614.815.000 Direct Resources Overhead 396.812.101 Total 890.288.836

Selisih Pemasukan dan Pengeluaran = - 275.473.836,00

Biaya pengeluaran pada tabel di atas tidak memasukan biaya overhead di unit non fungsional, pengeluaran di unit HD pada tahun 2015 tersebut hanya dengan menjumlahkan biaya total BMHP dan biaya pengeluaran dari unit HD (direct resouces overhead). Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa unit HD RSMS pada tahun 2015 mengalami kerugian sebesar Rp 275.473.836,00. Berdasarkan wawancara dengan wadir bagian keuangan RSMS, pada tahun pertama layanan HD tersebut, rumah sakit per bulan mengalami kerugian rata-rata sebesar Rp 22.956.153,00. Selisih klaim INA-CBG’s yang harus

dibayar oleh pihak RSMS cukup tinggi dari unit HD pada tahun 2015.

Saat data diambil RSMS adalah rumah sakit tipe D, klaimnya masih lebih rendah daripada rumah sakit tipe C. Apabila RSMS masih bertahan di tipe D dan pasien yang mendapat tindakan HD adalah peserta JKN maka dapat dipastikan rumah sakit akan terus merugi dari unit tersebut. Sebaliknya jika RSMS dapat meningkatkan tipe rumah sakit menjadi tipe C, maka tarif INA-CBG’s akan menyesuaikan. Hal ini perlu dipertimbangkan untuk mempertahankan kestabilan keuangan rumah sakit.

Jika semua pasien HD di RSMS adalah peserta JKN dan jumlah tindakan HD dalam satu hari 3 shift, maka berikut adalah tabel yang menerangkan jumlah pasien JKN yang dapat memberi profit bagi unit HD dalam 1 tahun. Asumsi di bawah ini dengan menggunakan biaya direct resources yang sama di tahun 2015 (jumlah tenaga kerja dan biaya sumber daya di unit HD adalah sama dengan di tahun 2015).

Tabel 4.27 Asumsi Jumlah Tindakan Unit HD per Tahun yang dapat Memberi Profit bagi RSMS dengan Klaim INA-CBG’s RS Tipe D

Jumlah Pasien 4.320 5.400 6.480 7.560

Total Klaim INA-CBG’s(a) 3.634.416.000 4.543.020.000 5.451.624.000 6.360.228.000 Total Biaya Direct Tracing(b) 3.196.131.178 3.995.163.972 4.794.195.600 5.593.229.561 Total Biaya Direct

Resources(c)

396.812.101 396.812.101 396.812.101 396.812.101

Selisih d=a-(b+c) - 41.472.721 151.043.972 260.616.299 370.186.338 Keterangan : Asumsi biaya direct resources adalah tetap, a=total klaim INA-CBG’s(Rp 841.300), b=total direct tracing(Rp 739.845,18) , c=total biaya direct resources, d=selisih total klaim INA-CBG’c dikurangi biaya direct tracing dikurangi biaya direct resources dikurangi total biaya indirect resources per pasien

Dari tabel di atas, jumlah pasien 4.380 berasal dari asumsi 4 mesin menghasilkan 12 pasien per hari (3shift) dikalikan 360 hari dalam 1 tahun. Asumsi ini memiliki kelemahan pada jumlah SDM yang tersedia di unit HD saat itu yang memiliki 2 orang perawat dan 1 orang dokter umum pelaksana. Apabila ditambah jumlah perawat maka biaya direct resources unit HD akan bertambah dan selisih negatif semakin tinggi. Kesimpulan pertama dari tabel tesebut yaitu jumlah mesin sebanyak 4 unit tidak dapat menghasilkan profit bagi unit HD apabila semua pasien

Apabila mesin ditambah 1 unit dan shift dalam satu hari 3 kali, maka jumlah pasien dapat mencapai angka maksimal 5.400 dalam satu tahun. Selisih positif yang diperoleh dari total pasien 5.400 yaitu sebesar Rp 151.043.972,00. Jika mesin ditambah 2 unit maka maksimal pasien dalam 1 tahun sebesar 6.480 dan selisih positif yang diperoleh adalah sebesar Rp 211.917.899,00. Selisih positif yang didapat dari perhitungan dalam tabel tersebut belum dikurangi biaya indirect resources unit HD. Sehingga penambahan mesin di unit HD sebaiknya disesuaikan dengan jumlah biaya overhead yang harus dikeluarkan sebagai kompensasi dari penambahan jumlah mesin tersebut. Perlu perhitungan lebih tepat sebelum rumah sakit memutuskan untuk menambah jumlah mesin HD. Penambahan mesin akan menambah jumlah SDM dan biaya lainnya.

Kenaikan tipe rumah sakit dapat meningkatkan klaim INA-CBG’s pada pelayanan HD. Klaim INA-CBG’s

untuk rumah sakit swasta tipe C pada regional V menurut Permenkes No.64 tahun 2016 yaitu sebesar

Rp 875.100,00 Berikut asumsi klaim INA-CBG’s yang diterima pada RS tipe C.

Tabel 4.28 Asumsi Jumlah Tindakan Unit HD per Tahun yang dapat Memberi Profit bagi RSMS dengan Klaim INA-CBG’s RS Tipe C

Jumlah Pasien 4.320 5.400 6.480 7.560

Total Klaim INA-CBG’s(a) 3.780.432.000 4.725.540.000 5.670.648.000 6.615.756.000 Total Biaya Direct Tracing(b) 3.196.131.178 3.995.163.972 4.794.195.600 5.593.229.561 Total Biaya Direct

Resources(c)

396.812.101 396.812.101 396.812.101 396.812.101

Selisih d=a-(b+c) 187.488.721 333.563.927 479.640.299 625.714.338 Keterangan : Asumsi biaya direct resources adalah tetap, a=taotal klaim INA-CBG’s(Rp 875.100), b=total direct tracing(Rp 739.845) , c=total biaya direct resources, d=selisih total klaim INA-CBG’c dikurangi biaya direct tracing dikurangi biaya direct resources dikurangi total biaya indirect resources per pasien

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa dengan kenaikan klaim INA-CBG’s akan memberi selisih positif pada jumlah tindakan 4.320 dalam satu tahun, jumlah tindakan tersebut adalah tindakan maksimal dalam satu tahun dengan 3 shift per hari. Tanpa penambahan mesin HD akan memberi surplus untuk rumah sakit bila klaim

INA-CBG’s sesuai tariff rumah sakit swasta tipe C pada regional V. Apabila penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu akan terlihat perbedaan signifikan pada biaya unit cost modifikasi ABC -Baker pada tindakan HD saat ini. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh jumlah tindakan HD dalam satu tahun, merk mesin HD dan merk BMHP serta aktivitas yang memakan waktu berbeda pada penelitian sebelumnya. Clinical pathway belum diterapkan pada penelitian ini, rumah sakit memakai SOP dalam melayani tindakan HD. Clinical pathway adalah alur proses tindakan pasien yang spesifik untuk suatu penyakit atau tindakan tertentu, mulai dari pasien masuk sampai pasien pulang, yang merupakan integrasi dari tindakan medis, tindakan keperawatan, tindakan farmasi, dan tindakan kesehatan lainnya (Yereli, 2009).

Clinical pathway akan memberi manfaat bagi penetapan unit cost metode ABC, dengan adanya clinical pathway maka aktivitas-aktivitas pada pelayanan tindakan HD lebih sistematis dan seragam. ABC sebagai metode

untuk menghitung unit cost dapat dijadikan sebuah patokan dalam menentukan tarif pelayanan suatu tindakan. Informasi biaya yang akurat dapat dijadikan dasar bagi penetapan tarif yang lebih akurat. Dengan demikian, baik pihak pasien maupun rumah sakit tidak ada yang dirugikan.

Metode ABC akan membantu mengurangi biaya yang tidak perlu lebih efektif dan memberi nilai tambah bahkan menghapus biaya dari aktivitas yang tidak perlu melalui analisis aktivitas. ABC juga dapat memberi informasi waktu dari aktivitas mana yang bisa diubah atau membuat efisien waktu dari sebuah aktivitas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gregorio et al (2016), metode ABC juga memberi manfaat bila diterapkan pada layanan farmasi. Sehingga metode ini dapat digunakan di semua unit pelayanan di rumah sakit.

Pada akhirnya ABC system ini akan memberikan informasi untuk memaksimalkan sumber daya dan menghubungkan cost dan performance serta pengukuran outcome. Pengambil keputusan dapat menggunakan

informasi dari sistem ABC untuk meningkatkan efisiensi tanpa menimbulkan dampak negatif pada kualitas pelayanan yang telah ada dan yang akan datang. Rumah sakit sebagai penyedia layanan akan merasakan banyak manfaat dari penerapan sistem ABC dalam menentukan tarif yang akurat. Menurut Javid (2016) perhitungan unit cost yang akurat pada pelayanan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi di rumah sakit.

3. Usulan bagi RSMS untuk Perbaikan Unit HD

Berdasarkan unit cost tindakan HD RSMS yang didapatkan melalui perhitungan metode modifikasi ABC-Baker yaitu sebesar Rp 1.428.020 dinilai cukup tinggi dan menghasilkan selisih negatif terhadap tarif HD RSMS dan klaim INA-CBG’s, maka penulis memberi beberapa usulan bagi RSMS untuk perbaikan unit HD selanjutnya.

a. Meningkatkan jumlah pasien HD

Provinsi Bangka Belitung memiliki jumlah pasien hipertensi yang tinggi bila dihitung berdasarkan persentase

jumlah penduduk dalam satu wilayah. Menurut data hasil Riskesda Kemenkes tahun 2013, 30,9% penduduk provinsi ini adalah penderita hipertensi. Hal ini akan berpengaruh pada angka kejadian gagal ginjal kronik di wilayah tersebut apabila pengobatan tidak tepat diberikan. Hipertensi merupakan faktor resiko terbesar gagal ginjal kronik setelah diabetes mellitus. Data Riskesdas 2013, provinsi Bangka Belitung memiliki 251.124 orang penderita gagal ginjal kronik menurut diagnosa dokter yang tersebar ke 7 kabupaten/kota madya. RSMS merupakan rumah sakit swasta di kepulauan Bangka, terdapat 4 kabupaten dan 1 kota madya di pulau tersebut serta 2 kabupaten di pulau Belitung. RSMS berada di kabupaten Bangka. Data pasti jumlah penderita gagal ginjal kronik di pulau tersebut belum terdokumentasi dengan baik. Diasumsikan bila total penderita gagal ginjal di provinsi tersebut dibagi kedalam 7 wilayah maka akan didapat angka 35.875 jiwa dalam tiap kabupaten.

Pada tahun 2015 di pulau Bangka memiliki 7 rumah sakit yang memiliki pelayanan HD, 3 rumah sakit di kabupaten Bangka dan 4 rumah sakit di kota madya Pangkal Pinang. Hal ini akan memberi peluang bagi RSMS untuk menjadi pusat rujukan HD di kabupaten Bangka. Menurut data RSMS, dari jumlah tindakan HD dalam satu tahun (tahun 2015) yaitu 667 tindakan, RSMS memiliki pasien tetap sebanyak 15 orang. Angka ini kecil sekali dibandingkan jumlah diagnosa penderita gagal ginjal yang tercatat. Masyarakat masih minim kesadaran untuk melakukan proses ini dikarenakan berberapa hal seperti jauhnya fasilitas kesehatan dari tempat tinggal, mind set bahwa cuci darah mahal dan kurang motivasi.

Berdasarkan data tersebut pihak manajemen dapat melakukan promosi yang lebih giat untuk meningkatkan jumlah pasien HD di RSMS. Salah satu cara untuk meningkatkan jumlah pasien adalah mempromosikan ke puskesmas atau layanan kesehatan tingkat pertama bahwa telah tersedia layanan HD di RSMS, sekaligus

menginformasikan bahwa RSMS menerima pasien JKN. Hal ini akan membantu penderita gagal ginjal kronik yang tidak mampu untuk mengikuti program JKN dan mendapat layanan HD. Mind set bahwa cuci darah itu mahal akan hilang bila masyarakat mengetahui bahwa pemerintah telah menjamin kesehatan dengan program JKN. Promosi yang dilakukan dapat memberi manfaat bagi RSMS dan juga mensukseskan program JKN.

b. Mengelola unit HD secara efisien

Pengelolaan unit HD secara efisien dapat memberikan profit bagi rumah sakit, penghematan dari BMHP dan dapat memaksimalkan sumber daya yang ada. Dalam pengelolaan sebuah unit layanan hal utama yang harus tersedia adalah SDM yang sesuai kriteria. Pada unit HD harus memiliki supervisor KGH, dokter umum dan perawat yang bersertifikat pelatihan HD. SDM bersertifikasi ini akan memudahkan pelayanan karena telah memiliki keterampilan dan ilmu yang sesuai dengan bidangnya. Pada unit HD RSMS dokter umum dan

perawat telah memiliki sertifikat pelayanan HD, hal ini merupakan potensi bagi rumah sakit.

Ruangan HD sebaiknya dirancang oleh tim medis yang paham tentang unit HD dibantu arsitektur, ini akan memaksimalkan tata ruang yang ada. Space yang sesuai standar antar tempat tidur dapat memberi kenyamanan bagi pasien. Pasien HD yang nyaman dengan fasilitas di unit HD tersebut tentu akan memilih untuk mendapat proses HD di rumah sakit itu. Idealnya setiap 4 tempat tidur dilengkapi 1 unit televisi dan minimal 2 unit pendingin ruangan.

Pemilihan mesin dan BMHP yang tepat turut menentukan efesiensi layanan di unit ini. Mesin yang memiliki harga kompetitif sebaiknya dipilih agar tarif yang ditarik tidak terlalu tinggi atau apabila dominan pasien JKN yang terdaftar maka klaim yang didapat memberi selisih positif. Unit HD perlu memikirkan proses HD yang dipilih menggunakan single use atau re-use. Biaya BMHP akan berbeda sekali pada kedua proses

tersebut. Selain itu, suatu unit HD bisa melakukan efisiensi pada BMHP dengan memiliki fasilitas reverse osmosis (RO) sendiri sehingga tidak bergantung pada supplier dan dapat menghemat biaya diret tracing.

c. Mengusahakan kenaikan tipe rumah sakit

Pada tabel 4.27 dan 4.28 telah dijelaskan gambaran pendapatan unit HD RSMS jika seluruh pasien adalah peserta JKN. Klaim INA-CBG’s tindakan HD untuk rumah sakit swasta tipe C lebih tinggi dibandingkan rumah sakit swasta tipe D. Pada saat data diambil, RSMS adalah rumah sakit swasta tipe D di regional V. Syarat untuk menjadi rumah sakit tipe C menurut INA-CBG’s adalah sebagai berikut :

- Memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medis paling sedikit 4 pelayanan medis spesialis dasar dan 4 pelayanan spesialis penunjang medis.

- Kriteria fasilitas dan kemampuan rumah sakit umum kelas C meliputi pelayanan medis umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medis spesialis gigi dan mulut,

pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik. - Pelayanan medis umum untuk rumah sakit umum tipe C

terdiri dari pelayanan medis dasar, pelayanan medis gigi dan mulut dan pelayanan ibu anal/keluarga berencana. - Pelayanan gawat darurat harus 24 jam dan 7 hari dalam

seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai standar.

Pelayanan medis spesialis dasar terdiri dari pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan medis spesialis Gigi Mulut rumah sakit umum tipe C minimal 1 (satu) pelayanan. Pelayanan spesialis penunjang medis terdiri dari pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. Pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan intensif, pelayanan darah, gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam medis. Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari

pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih. Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan. Pada pelayanan medis dasar minimal harus ada 9 orang dokter umum dan 2 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap. Pada pelayanan medis spesialis dasar harus ada masing-masing minimal 2 orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda. Pada setiap pelayanan Spesialis penunjang medis masing-masing minimal 1 orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.

Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur rumah sakit umum tipe C adalah 2:3 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit. Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan rumah

sakit. Sarana prasarana dan peralatan rumah sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri. Peralatan radiologi harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jumlah tempat tidur minimal 100 (seratus) buah. Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur organisasi tersebut memuat paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Tata laksana sebagai syarat rumah sakit umum tipe C meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMS) dan Hospital by Laws dan Medical Staff by laws.

RSMS saat ini telah memiliki kualifikasi untuk naik menjadi rumah sakit tipe C. Pada saat data ini diambil RSMS telah mengikuti akreditasi untuk kenaikan tipe

rumah sakit dan sedang menunggu hasil penilaian. Langkah yang diambil pihak rumah sakit telah tepat demi menunjang stabilitas rumah sakit di era JKN. Kenaikan tipe rumah sakit dapat membantu unit HD untuk memberi profit bagi rumah sakit.

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 46-64)

Dokumen terkait