• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3.2. Box Jenkins / ARIMA ( Autoregressive Integrated Moving Average )

Metode peramalan pada umumnya digolongkan menjadi dua bagian utama, yaitu metode peramalan kualitatif dan metode peramalan kuantitatif. Perbedaan dari kedua metode ini adalah data historis pada peramalan kuantitatif dapat diolah dan dapat digunakan untuk memberikan hasil peramalan yang lebih akurat dibandingkan dengan data historis kualitatif.

Metode Box Jenkins merupakan bagian dari metode analisis deret waktu

(time series) yang merupakan bagian dari metode peramalan kuantitatif. Metode

Box Jenkins yang juga dikenal dengan metode ARIMA, dikembangkan oleh Box

dan Jenkins dan merupakan gabungan dari metode penghalusan, regresi, dan

metode dekomposisi. Metode ini banyak digunakan untuk peramalan harga saham harian penerimaan, penjualan, tenaga kerja, dan variabel runtut waktu lainnya. Model runtut waktu ini digunakan bila hanya sedikit yang diketahui mengenai variabel-variabel independen yang dapat digunakan untuk menjelaskan variabel utama. Model ini digunakan juga bila datanya tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga membentuk rentet waktu yang cukup panjang.

Pada dasarnya ada dua model dari metode Box Jenkins adalah model linier untuk deret statis (Stasionery Series) dan model untuk deret data yang tidak status (Non Stationery Series) untuk suatu kumpulan data. Sedangkan untuk model yang tidak statis menggunakan apa yang disebut ARIMA (Auto Regressive

Moving Average) untuk suatu kumpulan data.

Peramalan dengan menggunakan Box Jenkins memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1

1. Pemeriksaan Kestasioneran Data

Stasioner dapat juga berarti bahwa tidak terdapat pertumbuhan dan penurunan pada data. Secara kasarnya, data harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, terjadi fluktuasi data di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan. Pada tahap pertama data runtut waktu harus diperiksa kestasionerannya (apakah rata-rata dan variansinya konstan, homogen dari waktu ke waktu) karena data yang dianalisis pada ARIMA adalah data yang stasioner. Pemeriksaan kestasioneran data dilakukan dengan tiga tahapan yaitu: pemeriksaan secara manual, pemeriksaan stasioneritas pada varians, dan pemeriksaan stasioneritas pada means.

a. Pemeriksaan secara manual dimaksudkan hanya untuk memeriksa secara kasat mata apakah data telah stasioner atau tidak. Cara memeriksanya adalah dengan melihat pola data historis penyebaran data. Apabila data historis memiliki variansi yang cukup jauh dari nilai tengah, maka dinyatakan bahwa data tidak stasioner. Data dinyatakan secara stasioner apabila kebanyakan data memiliki variansi yang tidak terlalu besar. Pemeriksaan ini hanya ditujukan untuk melatih pemahaman terhadap stasioner. Apabila secara manual, dilihat bahwa data belum stasioner, maka pemeriksaan tetap dilanjutkan ke pemeriksaan varians dan means.

1

b. Pemeriksaan stasioneritas dalam varians dilakukan dengan melakukan transformasi Box Cox. Transformasi Box-Cox adalah suatu metode untuk menguji kestasioneran data dalam variansi yang dikenalkan oleh Box dan

Tiao Cox. Transformasi Box Cox juga sering disebut dengan transformasi

kuasa. Secara matematis, transformasi Box-Cox dirumuskan sebagai berikut: �(�,�) = −2�� ����1()− �̅() 2 �=1 �+ (� −1)�ln (�) �=1 �������1(�) =� −1 � � ≠0 ��� � = 0

dengan λ = Parameter lambda xi = Nilai data

Transformasi dilakukan jika belum diperoleh nilai λ = 1. λ =1 berarti bahwa data telah stasioner dalam varians. Tetapi, tidak semua pola data yang diperiksa akan memberikan nilai λ =1. Untuk mengantisipasi hal tersebut, diberikan nilai λ beserta formula transformasinya yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nilai λ dan Transformasinya

Λ Transformasi -1 1/xi -0,5 1/xi1/2 0 Ln xi 0,5 xi1/2 1 xi

Stat-Basic Statistic- Control Chart – Box Cox Transformation

c. Pemeriksaan stasioneritas dalam means dilakukan dengan menganalisis grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial dari data yang tersedia. Apabila data telah stasioner dalam means, maka langkah peramalan dapat dilanjutkan ke langkah kedua, yaitu pengidentifikasi model peramalan. Tetapi, apabila data belum stasioner dalam means, maka dilakukan proses

differencing agar data yang diperoleh akan stasioner dalam means. Proses

pembedaan (differencing) dapat dilakukan untuk beberapa periode sampai data telah stasioner. Proses pembedaan ini dilakukan dengan cara mengurangkan suatu data dengan data sebelumnya. Proses pembedaan inilah yang akan menentukan nilai I (integrated) di dalam model ARIMA. Adapun hubungan metode pembedaan dengan nilai I adalah:

1. Pembedaan dilakukan satu kali, maka nilai I adalah 1 sehingga menjadi I(1)

2. Pembedaan dilakukan dua kali, maka nilai I adalah 1 sehingga menjadi I(2), dan seterusnya.

Akan tetapi, pada umumnya data yang tidak stasioner akan menjadi stasioner setelah dilakukan proses pembedaan sebanyak dua kali. Apabila data telah stasioner tanpa dilakukan pembedaan terlebih dahulu, maka nilai I adalah nol sehingga model Box Jenkins yang mungkin terbentuk adalah AR, MA, dan ARMA.

Autokorelasi di antara nilai-nilai yang berturut-turut dari data merupakan suatu alat penentu atau kunci dari identifikasi pola dasar yang

menggambarkan data itu. Konsep korelasi di antara dua variabel menyatakan asosiasi atau hubungan di antara dua variabel. Nilai korelasi menunjukkan apa yang terjadi atas salah satu variabel, terdapat perubahan dalam variabel lainnya. Tingkat korelasi ini diukur dengan koefisien yang besarnya bervariasi di antara +1 dan -1. Suatu nilai koefisien yang mendekati +1 menunjukkan kuatnya hubungan positif di antara dua variabel tersebut. Ini berarti bahwa bila nilai dari salah satu variabel meningkat atau bertambah, maka nilai dari variabel lainnya juga cenderung bertambah. Demikian pula halnya dengan nilai koefisien korelasi yang mendekati -1. Suatu koefisien autokorelasi adalah sama dengan suatu koefisien korelasi hanya bedanya bahwa koefisien ini menggambarkan asosiasi atau hubungan antara nilai-nilai dari variabel yang sama, tetapi pada periode waktu yang berbeda. Dengan mengetahui nilai koefisien autokorelasi dapat diketahui pula ciri, pola dan jenis data,s ehingga dapat memenuhi maksud untuk mengidentifikasikan suatu model tentatif atau percobaan yang dapat disesuaikan dengan data.

2

Dimana: k = lag ke sekian

Autokorelasi untuk lag 1,2,3,4,…,k dapat dicari dan dinotasikan dengan rk sebagai berikut: � = ∑�−�(�− ��)(��+�− �� �=1 )�=1(�− ��)2 r = nilai autokorelasi n = jumlah data

Di dalam analisis regresi, apabila variabel tidak bebas Y diregresikan dengan variabel bebas X1 dan X2 maka akan timbul pertanyaan sejauh mana variabel X1 mampu menerangkan keadaan Y apabila mula-mula X2

dipisahkan. Ini berarti meregresikan Y kepada X2 dan menghitung galat nilai sisa, kemudian meregresikan lagi nilai sisa tersebut kepada X1, di dalam analisis deret waktu konsep yang sama.

Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara X1

dan X1-k, apabila pengaruh dari lag 1,2,3,…, dan seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret waktu adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan, kenyataannya autokorelasi dan autokorelasi parsial memang dibentuk hanya untuk tujuan ini. Persamaan autokorelasi parsial adalah sebagai berikut: ∅11 = �122= (2− �12) (1− �12) ∅��� = (−∑ �−1,�−�) �−1 �=1 (1−∑�−1∅�−1,��) �=1

dimana ∅�� = nilai autokorelasi parsial k = 3,4,5,… dan j = 2,3,4…,k-1

Apabila autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa data belum stasioner secara means, maka selanjutnya dilakukan proses

differencing atau perbedaan. Differencing dapat dihitung dengan: � =� − ��−1

Nilai autokorelasi, autokorelasi parsial, dan differencing dapat ditentukan dengan menggunakan software Minitab, yaitu dengan cara meng-input: 1. stat - time series – autocorrelation (autokorelasi)

2. stat - time series – partial autocorrelation (autokorelasi parsial) 3. stat – time series – differences (differencing)

Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan untuk melihat apakah suatu data telah stasioner antara lain sebagai berikut:

1. Apabila suatu deret berkala diplot, kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret tersebut stasioner pada nilai tengahnya.

2. Apabila plot deret berkala tidak memperlihatkan adanya perubahan yang jelas dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa deret berkala tersebut adalah stasioner pada variansinya.

3. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan nilai tengah atau terjadi perubahan varians yang jelas dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret berkala tersebut mempunyai nilai tengah yang tidak stasioner atau mempunyai nilai variasi yang tidak stasioner. 4. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan pada

nilai tengah serta terjadi perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret data tersebut mempunyai nilai tengah dan variansi yang tidak stasioner.

2. Pengidentifikasian Model3

Pada tahap kedua, model untuk data yang telah stasioner diidentifikasi berdasarkan hasil analisis autokorelasi dan analisis autokorelasi parsial atas data yang stasioner atau yang telah distasionerkan tersebut. Terdapat beberapa model persamaan Box Jenkins yang mungkin dapat terbentuk, yaitu: a. Model Autoregressive (AR)

Model AR berjenjang 0, 1, 2, ...., sampai dengan p. Bentuk umum model AR(p), AR(1), dan AR(2) dikemukakan sebagai berikut ini.

1. Model Umum AR(p): Yt = a + btYt-1 +b2Yt-2 + ... + bpYt-p + et

Dari model di atas, dapat diketahui bahwa nilai data pada suatu periode (Yt) merupakan hasil penjumlahan dari komponen konstanta (a), komponen data pada satu periode sebelumnya dikalikan dengan koefisien autoregresifnya (btYt-1)sampai dengan komponen data pada p periode sebelumnya dikalikan dengan koefisien autoregresifnya (bpYt-p) dan komponen residu atau error modelnya pada periode tersebut (et).

2. Model AR(1): Yt = a + b1Yt-1 + et

Suatu data teridentifikasi sebagai AR(1), jika:

a. rk mengecil secara drastis dan gradual ke arah nol dimulai dari r1 ke r2 , ..., ke rk

b. hanya r1” yang signifikan sedangkan rk” lainnya tidak signifikan c. |b1|<1, disebut batas kestasioneran

3

Estimasi atas konstanta maupun koefisien autoregresi untuk suatu model dimaksudkan untuk menghasilkan konstanta maupun koefisien yang dapat menghasilkan MSE atau SSE yang paling kecil. Ini berlaku untuk tiap model. Bila suatu nodoel hanya terdiri atas komponen AR, baik berupa AR(1) maupun AR(2) atau AR(p) lainnya, maka konstanta dan koefisien autoregresinya dapat diestimasi dan diuji dengan cara yang sama dengan analisis regresi linier sederhana.

Adakalanya, estimasi awal atas koefisien suatu model (AR maupun MA) dihitung. Hasil estimasi awal itu berfungsi sebagai masukan awal untuk estimasi lanjutan atas koefisien tersebut sehingga diperoleh koefisien yang terakhir, yaitu yang meminimumkan SEE-nya. Perhitungan ini dilakukan bila pengestimasian koefisien suatu model dilakukan secara bertahap, melalui suatu proses algoritma iteratif. Pendekatan yang demikian terutama digunakan untuk pengestimasian model MA yang akan dikemukakan kemudian. Untuk model AR sendiri, estimasi awal itu sebenarmya tidak diperlukan, kecuali bila koefisien itu dihitung dengan algoritma, bukan analisis regresi linier sederhana.

3. Model AR(2): Yt = a + b1Yt-1 + b2Yt-2+ et

Suatu data diidentifikasi sebagai AR(2) jika:

a. Koefisien-koefisien autokorelasinya mengecil ke arah nol; ada yang bertanda positif maupun negatif.

b. hanya r1” dan r2” yang signifikan sedangkan rk” lainnya tidak signifikan

c. b1 + b2 < 1 atau disebut batas kestasioneran d. -1 < b2< 1, b2-b1<1

b. Model Moving Average (MA)

Sebagaimana model AR, model MA juga dapat berjenjang 0, 1, 2, … , sampai jenjang q. Model MA(q), MA(1), dan MA(2) akan dikemukakan sebagai berikut.

1. Model Umum MA(q): Yt = c + et + m1et-1 + m2et-2 + … + mqet-q

Model di atas menunjukkan bahwa nilai data pada suatu periode (Yt), merupakan hasil penjumlahan dari komponen konstanta (c), komponen residu pada periode tersebut (et), komponen residu pada satu periode sebelumnya dikalikan dengan koefisiennya (m1et-1), komponen residu pada dua periode sebelumnya dikalikan dengan koefisiennya (m2et-2), …, dan komponen residu pada q periode sebelumnya dikalikan dengan koefisiennya (mqet-q).

2. Model MA(1): Yt = c + et - m1et-1

Suatu data diklasifikasikan sebagai MA(1) jika: a. r1 signifikan sedangkan rk lainnya tidak signifikan b. rk” mengecil secara eksponensial

Perhatikan bahwa ciri r1 untuk MA(1) sama dengan ciri r1” untuk AR(1), dan ciri rk” untuk MA(1) sama dengan ciri rk untuk AR(1).

Ketentuan lainnya mengenai MA(1) tersebut adalah -1 < m1< 1 atau disebut batas intertibilitas.

Estimasi atas koefisien (parameter) MA tidak dilakukan dengan metode regresi linier walaupun modelnya berbentuk linier, tetapi koefisiennya sendiri (m1, m2, …, mq) bersifat nonlinier sehingga digunakan metode estimasi nonlinier. Hal yang sama berlaku juga untuk tiap model lainnya yang mencakup komponen MA, yaitu IMA, ARMA, dan ARIMA.

Pendekatan metode nonlinier itu dilakukan dalam beberapa tahap, dan uraian secara agak rinci.Pada tahap pertama, model diubah menjadi model yang memiliki parameter yang bersifat linier. Perubahan ini dilakukan dengan ekspansi Taylor melalui suatu proses derivasi. Pada tahap kedua, estimasi awal atas koefisien (parameter) model dihitung dengan rumus.Hasil estimasi awal itu digunakan pada model linier yang dihasilkan sehingga diperoleh estimasi model berikutnya. Selanjutnya, hasil estimasi yang terakhir itu digunakan lagi pada model linier tersebut sehingga dihasilkan estimasi berikutnya. Proses itu disebut iterasi karena tiap estimasi yang dihasilkan pada tahap berikutnya akan makin mendekati hasil estimasi akhir, yang pada akhirnya digunakan untuk model yang mencakup komponen MA, Proses itu akan menghasilkan estimasi akhir bila tercapai kondisi yang konvergen, yaitu bila hasil estimasi yang terakhir diperoleh tidak

berbeda (secara substansial) lagi dibandingkan dengan hasil estimasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya.

3. Model MA(2): Yt = c + et + m1et-1 + m2et-2

Suatu data diklasifikasikan sebagai MA(2), jika:

a. hanya r1 dan r2 yang signifikan sedangkan rk lainnya tidak signifikan

b. rk” mengecil ke arah nol dan terdiri atas rk” yang positif maupun yang negatif.

Ketentuan mengenai koefisien yang dipilih dari hasil yang diperoleh dari kedua persamaan itu adalah: -1 < m1< 1, m2 + m1< 1 dan m2 - m1< 1 [perhatikan bahwa ciri r1 dan r2 untuk MA(2) sama dengan ciri r1” dan r2” untuk AR(2); ciri rk” untuk MA(2) sama dengan ciri rk

untuk AR(2)]. c. Model ARMA (p,q)

Yt= K + b1Yt-1 + b2Yt-2 + … + bpYt-p – m1et-1 - … - mqet-q + et

Gabungan model AR(p) dan MA(q) disebut model (p,q). Konstanta (K) model itu dihitung dengan rumus: K = M(1 - b1 - … - bp), dengan M sebagai rata-rata dari data mentah Yt. Ketentuan lain mengenai model tersebut adalah: b1 + b2 + … + bp < 1. Model untuk ARMA (1,1) adalah: Yt = K + b1Yt-1 – mtet-1 + et. Kedua estimasi awal atas koefisiennya dihitung dengan rumus: r1 = [(1-b1m1)(b1-m1)]/[1 + m12 -2b1m1], dan r2 = b2r1. Ketentuan lainnya mengenai ARMA (1,1) itu adalah -1 < b1< 1 dan -1 < m1< 1.

Suatu data diklasifikasi sebagai ARMA (1,1), jika: 1. rk mengecil secara eksponensial setelah r1

2. rk” didominasi oleh pengecilan setelah r1” d. Model ARI dan IMA

Semua submodel yang dikemukakan memiliki komponen I, yaitu ARI dan IMA. Komponen I disertakan bila data aslinya tidak stasioner sehingga datanya harus diubah menjadi dalam bentuk perbedaan (I).Dengan demikian, identifikasi modelnya didasarkan pada hasil analisis autokorelasi dan autokorelasi parsial atas data perbedannya atau I, dengan kriteria yang sama seperti pada pengidentifikasian model AR dan MA, Model ARI dan IMA yang dikemukakan adalah yang bersifat sederhana, yaitu memiliki 1 jenjang, baik untuk komponen AR dan MA maupun I-nya.

1. Model ARI(1,1):

Yt = m + Yt-1 + b1Yt-1 – b1Yt-2 + et

Semua komponen yang ada pada model ARI(1,1) sama dengan komponen yang ada pada model AR(1), kecuali nilai konstantanya (m) adalah rata-rata dari I(1).

2. Model IMA(1,1): Yt = c + Yt-1 – m1et-1 + et

Semua komponen yang ada pada IMA(1,1) sama dengan komponen yang ada pada model MA(1) .

e. Model ARIMA(1,1,1)

Yt = K + Yt-1 + b1Yt-1 – btYt-2 – m1et-1

Konstanta pada model ARIMA(1,1,1) adalah rata-rata dari I(1). Estimasi awal atas parameter ARIMA(1,1,1) dilakukan berdasarkan dua persamaan berikut: rt = [(1-b1m1)(b1-m1)]/[1+m12-2b1m1], dan r2 = r1b1. Suatu data diidentifikasi sebagai ARIMA(1,d,1) jika:

1. rk mengecil secara eksponensial mulai dari r1

2. rk” didominasi oleh pengecilan ke arah nol mulai dari r1” serta 3. -1 < b1 < 1 dan -1 < m1 < 1

Jadi, data yang dianalisis autokorelasi dan autokorelasi parsialnya mungkin saja berupa data yang asli atau data yang telah ditransformasikan sehingga menjadi stasioner. Dari pengidentifikasian itu, mungkin dihasilkan model datanya berupa AR dengan jenjang p tertentu [AR(p)] atau I dengan jenjang d tertentu [I(d)], atau MA dengan jenjang q tertentu [MA(q)], atau ARI dengan jenjang p dan d tertentu [ARI(p,d)], atau IMA dengan jenjang d dan q tertentu [IMA(d,q)], atau ARMA dengan jenjang p dan q tertentu [ARMA(p,q)], atau ARIMA dengan jenjang p, d, dan q tertentu [ARIMA(p,d,q)]. Identifikasi grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Identifikasi Model AR, MA, dan ARMA Menggunakan Pola Grafik Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial

Model Autokorelasi Autokorelasi Parsial

AR(p) Dies down (turun cepat secara sinusoidal)

Cuts off setelah lag ke sekian

MA(q) Cuts off setelah lag ke sekian

Dies down (turun cepat secara sinusoidal) ARMA(p,q) Dies down (turun cepat

secara sinusoidal)

Dies down (turun cepat secara sinusoidal)

Tabel 3.1 dimaksudkan untuk mempermudah pengidentifikasian model. Pada Tabel 3.1, dikenal 2 istilah, yaitu dies down dan cuts off. Contoh dies down

dapat dilihat pada Gambar dan contoh cuts off dapat dilihat pada Gambar.

15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag A u to c o rr e la ti o n

(w ith 5% significance limits for the autocorrelations)

Gambar 3.1. Contoh Bentuk Dies Down

15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n

Partial Autocorrelation Function (w ith 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Gambar 3.2. Contoh Bentuk Cuts Off

Model Box Jenkins yang terbentuk tidak dapat ditentukan dengan menggunakan software Minitab melainkan harus ditentukan dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap grafik autokorelasi dan

autokorelasi yang terbentuk. Hasil penentuan model tersebut kemudian akan digunakan pada tahapan pengestimasian parameter model.

3. Pengestimasian Parameter Model

Setelah model datanya diidentifikasi, pengestimasian terhadap parameter modelnya dilakukan. Parameter model AR diestimasi dengan analisis regresi, yaitu dengan pendekatan kuadrat terkecil yang linier. Bila modelnya mencakup MA, walaupun modelnya ditulis dalam bentuk linear, tetapi cara menghitung parameternya dilakukan dengan cara tertentu yang berbeda dari analisis regresi linier dengan kuadrat terkecil tersebut. Caranya bemacam-macam, tetapi yang lazim diguakan adalah metode nonlinier, dan biasanya dilakukan melalui dua tahap, yaitu estimasi awal dan tahap estimasi lanjutan hingga dihasilkan estimasi akhir atas parameternya Perhitungan dalam pengestimasian parameter akhir itu terhitung sangat kompleks dan biasanya dilakukan dengan bantuan program komputer.

Untuk melakukan pengestimasian parameter model, dapat dilakukan langsung dengan menggunakan bantuan software Minitab. Perintah yang dilakukan pada software Minitab yaitu

Stat – times series – ARIMA - Series(data yang telah stasioner) – Autoregressive (p) – Differencing (d) – Moving Average (q)

Dimana p = nilai AR, d = nilai differencing, q = nilai MA 4. Pengujian Model

Tahap pengujian model dilakukan untuk mengetahui apakah model sudah tepat atau belum. Pengujian lazim dilakukan melalui residu modelnya. (Aritonang : 2009).

Berikut beberapa cara yang digunakan untuk memeriksa model:

a. Dengan menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang ada pada koefisien tersebut seharusnya dilepas dan spesifikasi dengan model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam uji diagnostik, yang terbaik dari model itu adalah model dengan koefisien lebih sedikit (prinsip parsimoni). Nilai uji t diperoleh pada tahapan pengestimasian parameter.

Apabila hasil diagnosis menunjukkan bahwa hasil yang signifikan terjadi untuk koefisien AR atau MA, tetapi konstantanya tidak signifikan, model masih dapat digunakan untuk peramalan. Alasannya adalah bahwa parameter yang lebih penting adalah koefisien AR atau MA, bukan konstantanya. Sebaliknya jika konstantanya signifikan, tetapi koefisien AR atau MA nya tidak signifikan, maka model tidak dapat digunakan untuk peramalan. Kondisi di atas dapat diatasi dengan meniadakan unsur konstantanya atau tetap menggunakan model yang telah ada. (Aritonang: 105).

b. Dengan menggunakan modified Box Pierce (Ljung-Box) Q Statistic untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol. Rumusan statistik itu adalah:

� =�(�+ 2)�(� − �)−1�̂2

�=1

Q = hasil perhitungan statistic Box-Pierce

n = banyaknya data asli k = selisih lag

K = banyak lag yang diuji

�̂ = autokorelasi residual periode k

Jika model cukup tepat, maka statistic Q akan berdistribusi Chi Kuadrat. Jika nilai Q lebih besar dari nilai tabel chi kuadrat dengan derajat kebebasan m-p-q dimana p dan q masing-masing menunjukkan orde AR dan MA, model dianggap memadai. Sebaliknya apabila nilai Q lebih kecil dari nilai pada tabel chi kuadrat, model belum dianggap memadai. Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, analisis harus diulangi dengan mengikuti langkah-langkah yang ada selanjutnya dengan model yang baru.

Langkah – langkah dalam melakukan uji independensi residual adalah: 1. Rumusan hipotesis

H0: p1 = p2 = ... = pK = 0 (residual independent)

H1: minimal ada satu pi≠ 0, untuk i = 1,2,...,K (residual dependent)

2. Menentukan taraf signifikansi 3. Menentukan statistik uji

4. Menentukan kriteria keputusan

Kriteria keputusan: H0 ditolak jika Qhitung >χ2 (α,K

-p-q), dengan p adalah banyak parameter AR dan q adalah banyak parameter MA atau

pvalue<α.

5. Melakukan perhitungan 6. Menarik kesimpulan

Kesimpulan diperoleh berdasarkan kriteria pengujian, yaitu jika H0 ditolak, maka et merupakan suatu barisan yang dependent.

Nilai statistik Ljung Box dengan menggunakan bantuan software Minitab

juga telah diperoleh pada saat kita menghitung estimasi parameter. c. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih terdapat

beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa (galat) yang tertinggal sesudah dilakukan pencocokan model ARIMA diharapkan hanya merupakan gangguan acak. Oleh karena itu, apabila autokorelasi dan parsial dari nilai sisa diperoleh, diharapkan akan ditemukan model yang tidak ada autokorelasi yang nyata dan model yang tidak ada parsial yang nyata.

Langkah-langkah dalam melakukan uji independensi residual adalah: 1. Rumusan hipotesis

H0 : Residual {et} berdistribusi normal H1 : Residual {et} tidak berdistribusi normal 2. Menentukan taraf signifikansi

Statistik Uji : Kolmogorov Smirnov D = KS = maksimum|F0(X)-Sn(X)| dengan,

F0(X) : Suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang terjadi di bawah distribusi normal

Sn(X) : Suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi 4. Menentukan kriteria keputusan

Kriteria keputusan: H0 ditolak jika pvalue <α

5. Melakukanperhitungan 6. Menarik kesimpulan

Jika Dmaks > Dtabel dan nilai pvalue yang diperoleh >0,05, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal. Dengan menggunakan software Minitab, dapat dihitung nilai kenormalan residualnya yaitu dengan menggunakan perintah

Stat – Basic Statistics – Normality test – Variabel – Kolmogorov Smirnov

5. Penggunaan Model untuk Peramalan

Setelah model peramalan telah dinyatakan layak untuk digunakan, maka langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan model tersebut untuk peramalan. Penggunaan model untuk peramalan dengan menggunakan

software Minitab hanya dapat digunakan untuk melakukan peramalan untuk

periode ke depan tetapi tidak dapat digunakan untuk meramalkan periode sebelumnya. Peramalan periode sebelumnya hanya dapat dilakukan secara

manual. Adapun perintah yang digunakan untuk melakukan peramalan untuk periode ke depan dengan menggunakan software Minitab adalah:

Stat – Time series – ARIMA – Autoregressive (p) – Differencing (d) – Moving average (q) – Storage (residual) – Graph (residual plot ACF &PACF, four in

one) - OK

Dokumen terkait