• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu ciri khas dari pandangan konstruktivisme (mengenai susunan dari bagian-bagian sosial) bahwa argumen kebudayaan adalah konsepsional (pikiran dan cita-cita) dari realitas manusia. Budaya menawarkan tata bahasa untuk bertindak dan menafsirkan dunia untuk mengacu pada praktek hidup bersama secara luas dengan asumsi yang umumnya dipegang dan pengandaian bahwa individu dan kelompok terus tentang dunia.

Karena budaya adalah konstitutif dari realitas sosial, resolusi konflik relatif terhadap budaya. Konflik adalah acara budaya yang berkembang dalam kerangka norma-norma budaya dan nilai-nilai apa yang kondisinya patut diperjuangkan, apakah dalam cara normal untuk melawan, maupun apa yang menjamin tindakan konfliktual dan apa jenis solusi yang dapat diterima.

Sifat realitas serta konflik dan praktik resolusi konflik difokuskan oleh peningkatan jumlah penulis feminis. Penelitian merekabertujuan untuk menunjukkan interogasi hubungan antara gender. Identitas dan kekerasan. Asosiasi antara laki-laki, militerisme, dan maskulinitas di satu sisi dan perdamaian perempuan dan feminitas padalain problematis.

Analisis kerangka berpendapat bahwa musuh dalam konflik memiliki kerangka saling terpisah satu referensi yang menghalangi kerjasama antara mereka. Ini adalah kerangka acuan psikologis yang tergantung pada pola gigih perilaku, yaitu, mereka mencerminkan struktur sosial. Resolusi konflik, karenanya

didefinisikan berarti pembubaran ataupun perdamaian bentuk konflik dan substitusi satunya dengan bentuk lain.

Interaksi ini terlihat dalam analisis kerangka juga menjadi arena di mana aktor datang bersama-sama dengan perspektif yang berbeda berpotensi pada situasi, makna dan peluang untuk mencapai tujuan mereka. Arti dari perilaku dan peristiwa selalu terbuka untuk interpretasi yang berbeda.39

Singkatnya studi yang menekankan pada peran budaya bahasa dan identitas yang dilakukan oleh aktor (elit) dalam resolusi konflik internasional menunjukkan bahwa konflik tidak hanya berasal dari perbedaan kepentingan. Sebaliknya, konflik lebih dari makna atas konstruksi (susunan) sosial dan manajemen makna (proses pengartian). Resolusi konflik melibatkan para pihak

Ia berpendapat bahwa bahasa memiliki fungsi konstitutif dalam praktik resolusi konflik. itu diperkirakan merupakan kenyataan untuk para pihak. Mengingat fundamental doxa (Wacana Dominan), orthodoxy (Wacana yang mendukung Doxa) dan Heterodoxy (wacana yang menolak doxa) adalah fokus utama dari analisis wacana. Wacana dilihat sebagai cara di mana proses sosial muncul menyusun kembali diri mereka sendiri dan berubah Dalam menganalisis konflik berdasarkan pendekatan analisis wacana yang ditawarkan.

39

Hendrasyahputra (2008) “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from :

dalam upaya untuk menemukan makna bersama dan bentuk untuk bertindak dalam dunia sosial.40

Cara penyelesaian konflik lebih tepat jika menggunakan model-model penyelesaian yang disesuaikan dengan kondisi wilayah serta budaya setempat. penyelesaian tersebut dilakukan atas inisiatif penuh dari masyarakat bawah yang

Umumnya konflik mengenai identitas dalam suatu masyarakat lebih cenderung rumit, bertahan lama serta sulit dikelola, sedangkan konflik yang sifatnya primordial sulit dipecahkan karena sangat emosional. Untuk mengatasi itu semua, tidak ada resep mujarab yang langsung menyembuhkan karena selalu muncul interaksi rumit antarkekuatan berbeda di samping variabel kondisi sosial wilayah tanah air.

Pola penyelesaian konflik di suatu daerah tak mungkin diterapkan di daerah lain. Oleh karena itu, dalam menentukan langkah penyelesaian berbagai peristiwa konflik perlu dicermati dan dianalisis, tidak saja berdasarkan teori-teori konflik universal, tetapi perlu juga menggunakan paradigma nasional atau lokal agar objektivitas tetap berada dalam bingkai kondisi, nilai, dan tatanan kehidupan bangsa kita. Faktor-faktor sebagai pendukung analisis pemecahan konflik tersebut antara lain: aktornya, isu, faktor penyebab, lingkupnya, usaha lain yang pernah ada, jenis konflik, arah/potensi, sifat kekerasan, wilayah, fase dan intensitas, kapasitas dan sumbernya, alatnya, keadaan hubungan yang bertikai, dan sebagainya.

masih memegang teguh adat lokal serta sadar akan pentingnya budaya lokal dalam menjaga dan menjamin keutuhan masyarakat. Di antara kearifan lokal yang sudah ada sejak dahulu dan masih terpelihara sampai sekarang antara lain dalihan natolu (Tapanuli), rumah betang (Kalimantan Tengah), menyama braya (Bali), saling Jot dan saling pelarangan (NTB), siro yo ingsun, ingsun yo siro (Jawa Timur), alon-alon asal kelakon (Jawa Tengah/DI Yogyakarta), dan basusun sirih (Melayu/Sumatra). Tradisi dan kearifan lokal yang masih ada serta berlaku di masyarakat, berpotensi untuk dapat mendorong keinginan hidup rukun dan damai. Hal itu karena kearifan tradisi lokal pada dasarnya mengajarkan perdamaian dengan sesamanya, lingkungan, dan sikap dan tindakan terhadap ketuhanan.41

Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi masyarakat. Jika bisa dikelola dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan hal-hal yang positif. Misalnya, sebagai pemicu perubahan dalam masyarakat, memperbarui kualitas Hal yang sangat tepat menyelesaikan konflik dengan menggunakan adat lokal atau kearifan lokal karena selama ini sudah membudaya dalam masyarakat. Oleh karena itu kearifan lokal adalah sesuatu yang sudah mengakar dan biasanyatidak hanya berorientasi profan (hal yang sifatnya duniawi) semata, tetapi juga berorientasi sakral sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan mudah diterima oleh masyarakat. Dengan adat lokal ini diharapkan resolusi konflik bisa cepat terwujud, bisa diterima semua kelompok sehingga tidak ada lagi konflik laten yang tersembunyi dalam masyarakat.

41

Lihat Hendrasyahputra (2008) “Penyelesaian Konflik Berbasis Budaya” available from :

keputusan, menciptakan inovasi dan kreativitas, sebagai sarana evaluasi, dan lain sebagainya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik tidak dikelola dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan bagi masyarakat.

Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting untuk menggali kembali kekayaan budaya sendiri.42

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriftif. Yang dimana metode ini dimaksudkan untuk menjelaskan atau menggambarkan secara khusus tentang situasi atau proses yang diteliti. atau dengan kata lain, ”metodologi kualitatif” sebagai prosedurpenelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisandari orang-1.7 Metodologi Penelitian

Dokumen terkait