• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam beberapa literatur pemakaian istilah corporate culture biasa diganti dengan istilah organization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama. Moeljono Djokosantoso (2003:17) dalam Soedjono (2005) menyatakan bahwa budaya korporat atau budaya manajemen atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan didalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan.

xliii Robbins (2001:528) dalam Koesmono (2005) mendefinisikan budaya organisasi sebagai berikut:

“Organizational culture as an intervening variable. Employees form an overall subjective perception of the organization based on such factor as degree of risk tolerance, team emphasis and support of people. This overall perception becomes, in effect, the organization culture or personality. These favorable or unfavorable perception then affect employee performance and satisfaction, with the impact being greater for stronger culture”.

Susanto (1997:3) dalam Soedjono (2005) memberikan definisi budaya organisasi sebagai:

“Nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku”.

Robbins (2006:721) mendefinisikan bahwa:

Budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, dan merupakan suatu sistem makna bersama.

Glaser et al. (1987) dalam Koesmono (2005) menyatakan bahwa: Budaya organisasi seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual dan mitos-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi.

Hofstede (1986:21) dalam Soedjono (2005) mendefinisikan budaya organisasi;

Budaya merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya.

Didalam budaya terdapat kesepakatan yang mengacu pada suatu sistem makna secara bersama, dianut oleh anggota organisasi dalam membedakan organisasi yang satu dengan yang lainnya.

Kotter dan Heskett (1992) dalam Soedjono (2005) menyatakan bahwa: Budaya mempunyai kekuatan yang penuh, berpengaruh pada individu dan kinerjanya bahkan terhadap lingkungan kerja.

Dari definisi-definisi yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

2. Sumber Budaya Organisasi

Proses penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara (Robbins, 2006:729), yaitu:

a. Para pendiri hanya mempkerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikir dan merasakan cara yang mereka tempuh.

b. Para pendiri mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka.

c. Perilaku pendiri itu sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternlisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka.

xlv Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbeda-beda dalam bentuk perilakunya. Dalam organisasi implementasi budaya dirupakan dalam bentuk perilaku artinya perilaku individu dalam organisasi akan diwarnai oleh budaya organisasi yang bersangkutan. Arnold dan Feldman (1986:24) dalam Soedjono (2005) perilaku individu berkenaan dengan tindakan yang nyata dilakukan oleh seseorang dapat diartikan bahwa dalam melakukan tindakan seseorang pasti akan tidak terlepas dari perilakunya. Dapat dikatakan bahwa sumber dari budaya suatu organisasi adalah perilaku orang-orang yang berada di dalam organisasi tersebut.

Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing-masing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana individu berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya.

Kartono (1994:138) mengatakan bahwa bentuk kebudayaan yang muncul pada kelompok-kelompok kerja di perusahaan-perusahaan berasal dari macam-macam sumber, antara lain:

1) Stratifikasi kelas sosial asal buruh –buruh/pegawai, 2) Sumber-sumber teknis dan jenis pekerjaan,

4) Para direktur dan manajer-manajer yang melatar belakangi iklim kultur buruh-buruh dalam kelompok kecil-kecil yang informal.

3. Asumsi-Asumsi Dasar Budaya Organisasi

Schein (1985) dalam Sopiah (2008) memberikan beberapa asumsi dasar yang membentuk budaya organisasi. Asumsi dasar ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk menilai budaya suatu organisasi, karena asumsi menunjukkan apa yang dipercayai oleh anggota sebagai kenyataan dan karenanya mempengaruhi apa yang mereka pahami, mereka pikirkan, mereka rasakan.

Asumsi-asumsi dasar yang terdapat dalam teori Schein dijabarkan dalam 7 dimensi, yang meliputi:

a. Hubungan dengan Lingkungan

Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan, yang dapat dinilai dengan cara bagaimana anggota-anggota kunci organisasi memandang hubngan tersebut.

b. Hakikat kegiatan manusia

Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi tentang hal-hal benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar manusia mengenai realitas, lingkungan dan sifat manusia. Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan, yaitu apakah proaktif, reaktif, ataukah harmoni?

xlvii Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang kaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang riil dan mana yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan dan apakah kebenaran diungkapkan atau ditemukan.

d. Hakikat waktu

Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi tentang orientasi dasar waktu. Terdapat 2 dimensi aspek ini, yaitu (a) arahan fokus yang menyangkut masa lalu, kini dan masa yang akan dating, (b) apakah ukuran waktu yang relevan yang berlaku dalam organisasi tersebut mempergunakan satuan detik, menit, jam dan seterusnya. e. Hakikat sifat manusia

Aspek ini menyakkut pandangan segenap anggota organisasi tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut yang dianggap intrinsik atau puncak. Terdapat 2 dimensi dari aspek ini: (a) tentang sifat dasar manusia, yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat baik, buruk, atau netral. (b) Mengenai perubahan sifat tersebut, yaitu apakah sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat berubah dan disempurnakan.

f. Hakikat hubungan antarmanusia

Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan atau cinta. Apakah

hidup ini kooperatif atau kompetitif, individualistik, kolaborasi kelompok atau komunal.

g. Homogeneity vs diversity

Apakah kelompok yang baik itu berada dalam kondisi homogen atau berbeda, dan apakah individu dalam kelompok didukung untuk berinovasi ataukah harus menyesuaikan diri.

4. Peran Budaya Organisasi

Budaya menjalankan sejumlah peran di dalam organisasi (Robbins, 2006:725), antara lain:

a. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas: artinya budaya menciptakan pembeda yang jelas antara satu organisasi dan organisasi yang lain.

b. Budaya memberikan identitas ke anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang.

d. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggotanya.

Melaksanakan budaya organisasi mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk

xlix mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Triguno (1995:9) dalam Koesmono (2005) menyatakan bahwa orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai sikap:

a. Menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, dan terbuka bagi gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran;

b. Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak menyukai penyimpangan dan pertentangan;

c. Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya;

d. Mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian-keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiaban dalam bidangnya;

e. Memahami dan menghargai lingkungannya;

f. Berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga, masyarakat dan organisasinya serta penuh rasa tanggung jawab. Keberhasilan pelaksanaan program budaya organisasi antara lain dapat dilihat dari peningkatan tanggung jawab, peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada norma/aturan, terjalinnya komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan semua tingkatan, peningkatan partisipasi dan kepedulian, peningkatan kesempatan untuk pemecahan masalah serta berkurangnya tingkat kemangkiran dan keluhan.

Beraneka ragamnya bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar karena lingkungan organisasinya berbeda-beda pula misalnya perusahaan jasa, manufaktur dan

trading Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota. Budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan sehingga dapat dikatakan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk menjalankan aktivitas organisasi.

Pada dasarnya Budaya organisasi dalam perusahaan merupakan alat untuk mempersatukan setiap individu yang melakukan aktivitas secara bersama-sama. Nampaknya agar suatu karakteristik atau kepribadian yang berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain dapat disatukan dalam suatu kekuatan organisasi maka perlu adanya perekat social.

Mengingat budaya organisasi merupakan suatu kesepakatan bersama para anggota dalam suatu organisasi atau perusahaan sehingga mempermudah lahirnya kesepakatan yang lebih luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dengan budaya organisasi dan pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh keaneka ragaman sumber-sumber daya yang ada sebagai stimulus seseorang bertindak.

Dokumen terkait