• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Budaya Sunda: Sebuah Gambaran Umum

BAB II

BUDAYA SUNDA DAN METODOLOGI TAFSIR

A. Budaya Sunda: Sebuah Gambaran Umum

Sunda adalah salah satu suku-bangsa yang mendiami sebagian besar wilayah provinsi Jawa Barat, dan merupakan penduduk asal daerah itu. Wilayah asal orang Sunda itu biasa disebut sebagai Tatar Sunda atau Tanah Pasundan. Dalam wilayah Jawa Barat ini, orang Sunda bertetangga atau hidup berdampingan dengan beberapa kelompok lain, misalnya kelompok orang Banten, Cirebon, dan Baduy. Ketiga kelompok ini mempunyai unsur persamaan budaya tertentu dengan orang Sunda.1

1. Lokasi dan Lingkungan Alam

Propinsi Jawa Barat adalah 43.177 kilometer persegi. Propinsi ini terbagi atas 20 kabupaten, yaitu Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon, Kuningan, Majalengka, dan Indramayu; dengan empat kota madya: Bandung, Bogor, Sukabumi, dan Cirebon; dan enam kota administratif (kotif): Cimahi, Tasikmalaya, Bekasi, Depok, Tangerang, Cilegon. Pada tahun 1987 wilayah ini terbagi pula dalam wilayah administratif: 453 kecamatan dan 7.065 desa.2

1

Ekadjati, Ed., 1984, 128-129.

2

M. Junus Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia (Jakarta: CV. Eka Putra, 1995) Jilid. L-Z, 800-803.

24

Daerah Jawa Barat yang dikenal dengan kesuburan dan keindahannya itu terdapat beberapa gunung api yang masih aktif. Tataran Sunda ini dialiri banyak sungai yang sebagian lebih dari 100 kilometer panjang dan sebagian kecil lebih pendek, yang bermuara ke Laut Jawa, Selat Sunda, dan sebagian ke Samudra Hindia. Keseluruhan wilayah ini dapat digolongkan sebagai daerah datar serta landau, bergelombang, berbukit, dan bergunung-gunung. Daerah ini dipengaruhi musim hujan yang lebih panjang dengan curah hujan melebihi 2.000 milimeter.

2. Demografi

Di antara 400-an kelompok etnik di Indonesia, orang Sunda merupakan kelompok etnik nomor dua terbesar jumlah anggotanya sesudah orang Jawa. Gambaran mengenai jumlah orang Sunda itu dapat diketahui dari hasil sensus penduduk tahun 1930. Data sensus itu menunjukkan jumlah orang Sunda sebesar 8,5 juta jiwa di antara 10.586.244 jiwa penduduk Jawa Barat waktu itu. Jumlah penduduk propinsi Jawa Barat dari masa ke masa terus bertambah, misalnya pada tahun 1961 berjumlah 17.614.555 jiwa, tahun 1971 berjumlah 21.620.950 jiwa, tahun 1984 berjumlah 28.225.089 jiwa, tahun 1987 sudah menjadi 30.481.676 jiwa. Kepadatan penduduk Jawa Barat tahun 1961 adalah 380 per kilometer persegi, sedangkan pada tahun 1987 sudah menjadi 705,97 per kilometer persegi. 3

3

25

3. Bahasa

Orang Sunda memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Sunda, yang dipakai oleh sebagian besar penduduk asal Jawa Barat, kecuali di daerah Cirebon, Indramayu, dan di bagian utara daerah Banten yang menggunakan campuran bahasa Sunda dan Jawa. Di daerah pedesaan, bahasa Sunda digunakan sebagai bahasa pengantar, dan di kota-kota dipakai dalam lingkungan keluarga dan juga di tempat-tempat umum di antara orang-orang yang saling kenal dan mengetahui bahwa mereka menguasai bahasa tersebut.4 Bahasa Sunda mempunyai beberapa dialek, dan antara dialek itu berbeda tempat atau pusat beberapa dialek dari bahasa Sunda adalah Banten, Cirebon, Purwakarta, Cianjur, Sumedang, Bandung, Ciamis.

Bahasa ini pernah mengenal enam tingkat-tingkat pemakaian bahasa (unduk, usuk basa), tetapi sekarang hanya dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa “kasar” (kasar) dan bahasa “halus” (lemes). Pendapat lain mengemukakan ada tiga tingkat bahasa, bahasa Sunda lemes, sedang, dan kasar. Beberapa pihak malahan menyatakan ada enam tingkatan, yaitu kasar (“kasar”), cohag (“kasar sekali”), sedeng (“sedang”), lemes (“halus”), luhur/lemes pisan (“halus sekali”), penengah (“pertengahan”). Tingkatan bahasa ini diperkirakan berasal dari pengaruh Hindu atau pengaruh yang timbul karena pernah adanya kekuasaan Mataram. Pengaruh bahasa lain pada bahasa Sunda adalah dari bahasa Arab, Belanda, dan bahasa lainnya. Dalam hal kehalusan bahasa tadi sering dikemukakan, bahwa bahasa Sunda yang murni dan yang halus ada di

26

daerah Priangan, seperti di kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Sumedang, Sukabumi, dan Cianjur. Ada pendapat bahwa bahasa Cianjur adalah bahasa Sunda yang paling halus.5

4. Pola Perkampungan

Pemukiman di desa-desa ada yang mengelompok dan ada yang menyebar. Sebuah desa biasanya terdiri dari beberapa kampung. Sebuah kampung merupakan kumpulan sejumlah rumah dengan pekarangannya masing-masing, lumbung padi, kandang ternak, kolam ikan, tempat pemandian (pancuran, sungai, danau) tempat ibadah, tempat pertemuan atau tanah lapang. Sebuah kampung umumnya memiliki areal sawah atau kebun dan dilintasi jalan setapak atau jalan desa. Semua ini merupakan keselarasan naluri arsitektur alamiah dengan alam lingkungannya.

Rumah masyarakat Sunda menunjukkan ciri tersendiri, meskipun tentu ada variasi bentuk di antara desa-desa yang tersebut di Jawa Barat itu. Variasi itu disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang berbeda, misalnya pengaruh Jawa, Cina, dan unsur modern lainnya. Ciri utama yang umum, sebelum mendapat pengaruh adalah lantai panggung, sedangkan rumah dengan rata tanah (ngupuk) diperkirakan hasil pengaruh Jawa. Bentuk atap yang dominan adalah

suhunan panajanga yang biasa ditambah dengan jurai. Rumah tradisional

menggunakan pondasi umpak (tatapakan) dengan kontruksi kayu, dinding anyaman bambu yang sangat baik untuk aliran udara. Organisasi ruang terdiri

27

dari ruang depan, tengah, dan belakang dengan bentuk keseluruhan empat persegi panjang.

5. Mata Pencaharian

Sebagian besar orang Sunda yang hidup di desa itu hidup sebagai petani. Dalam pertanian sawah, mereka pernah mengembangkan suatu tradisi sesuai dengan pengetahuan budaya yang dipelajari secara turun temurun. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, mereka melakukan upacara-upacara yang disesuaikan dengan system kepercayaan tertentu, misalnya memohon restu kepada leluhur, kekuatan gaib, dan kepada Tuhan. Di antara upacara ini adalah upacara tolak bala, yang dilakukan secara individual atau dalam kelompok yang dipimpin oleh orang yang disebut ajengan atau kuncen.6

Kini petani di desa Jawa Barat umumnya sudah mulai menyesuaikan dengan pengetahuan dan teknologi baru, misalnya pupuk, bibit, dan peralatan pertanian. Hal ini terlihat terutama di daerah Cianjur, Garut, Sukabumi, Karawang, Indramayu, dan Cirebon. Selain padi sawah dan padi ladang, para petani ini juga menghasilkan jagung, ubi jalar, kacang tanah, kedele, kacang hujau, dan lain-lain. Di daerah pegunungan, mereka juga menanam sayur-mayur.7

6M. Junus Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia (Jakarta: CV. Eka Putra, 1995), Jilid. L-Z, 800-803.

7

28

Dokumen terkait