• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Building Environment Management (BEM)

GBCI (2010) menyatakan bahwa dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat diperlukan suatu standar manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan pengelolaan gedung agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance). Oleh sebab itu, tolok ukur yang terdapat pada aspek manajemen lingkungan bangunan dalam greenship rating tools GBCI umumnya mengenai pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain.

Kategori BEM terdiri atas 1 rating prasyarat dan 5 rating biasa dengan total poin maksimal sebesar 13 poin. Hasil assessment gedung Rektorat IPB terhadap rating yang ada pada GREENSHIP untuk kategori BEM, antara lain:

a. Operation and maintenance policy

Pada aspek BEM, kategori operation and maintenance policy termasuk rating prasyarat. Tolok ukur pada kategori ini adalah adanya rencana pengoperasian dan perawatan yang mendukung sasaran pencapaian greenship untuk gedung terbangun. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya standar prosedur operasi untuk tindakan pemeliharaan dan pemeriksaan sistem mekanikal dan elektrikal, sistem plambing dan kualitas air, eksterior dan interior, purchasing serta pengelolaan sampah. Dapat juga berupa adanya program pelatihan, anggaran, struktur organisasi, dan laporan berkala minimum tiap 3 bulan.

Dari beberapa cakupan yang mendukung sasaran pencapaian rating greenship yang disyaratkan pada tolok ukur ini, melalui hasil wawancara dan survei diketahui bahwa pada gedung Rektorat IPB terdapat rencana pengoperasian dan pemeliharaan tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya standar prosedur operasi untuk sistem elektrikal, kualitas air, eksterior dan interior, serta pengelolaan sampah. Bukti adanya standar prosedur operasi tersebut dapat ditunjukkan pada Lampiran 10 sampai Lampiran 13. Selain itu terdapat juga struktur organisasi tim pemeliharaan gedung, yakni divisi Biro Umum yang dapat dilihat pada Lampiran 14. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa tolok ukur untuk kategori prasyarat pada aspek BEM tersebut telah dipenuhi oleh gedung AHN Rektorat IPB.

b. Innovations

Tolok ukur kriteria innovations bertujuan agar pendekatan–pendekatan yang dilakukan di suatu gedung dapat meningkatkan efisiensi kriteria green building lainnya. Terdapat dua tolok ukur pada kategori ini. Tolok ukur pertama menyaratkan adanya penerapan inovasi untuk meningkatkan kualitas bangunan seperti adanya ruang terbuka hijau (RTH), alat untuk penghemat energi listrik dan air, serta pendeteksi pencemaran udara ruangan pada gedung yang akan dinilai. Sementara pada tolok ukur kedua disyaratkan adanya penerapan pendekatan manajemen yang dapat mendorong perubahan perilaku pengguna gedung seperti

pengurangan penggunaan kendaraan bermotor dengan menyediakan bus kantor, akses penyeberangan jalan untuk publik, prasarana peribadahan, dan pemisahan tempat sampah serta pengolahannya berdasarkan jenis sampah yang dihasilkan pengguna gedung tersebut.

Hasil assessment yang dilakukan pada gedung AHN Rektorat IPB saat ini menunjukkan adanya penerapan inovasi-inovasi yang disyaratkan dalam tolok ukur untuk kategori ini. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya terrace garden danaplikasi inovasi EMS (Energy Management System) untuk tolok ukur pertama tersebut. Sementara untuk tolok ukur kedua sudah terdapat fasilitas bus kantor yang setiap hari kerja menjemput dan mengantar pegawai gedung AHN Rektorat IPB, fasilitas tempat beribadah, akses jalan kaki menuju bangunan lain tanpa melewati area publik, gedung sangat terbuka untuk umum, serta adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan limbah B3. Gambar dokumentasi penelitian pada Lampiran 15 adalah bukti penerapan inovasi-inovasi yang diharapkan tersebut pada gedung AHN Rektorat IPB.

Meskipun gedung AHN Rektorat IPB tidak melakukan penerapan alat yang mendukung penghematan air dan pendeteksi pencemaran udara ruangan untuk tolok ukur pertama kategori ini, keberhasilan penerapan inovasi lainnya seperti adanya inovasi energy management system dan ruang terbuka hijau sudah membantu terjadinya peningkatan efisiensi kriteria green building di gedung ini. Sehingga untuk tolok ukur pertama kriteria ini untuk gedung AHN Rektorat IPB dinyatakan layak mendapatkan 2 poin. Sementara untuk tolok ukur kedua, meskipun gedung AHN Rektorat IPB tidak melakukan tindakan pemisahan tempat sampah berdasarkan jenis sampah dan tidak mempunyai bukti melakukan pembelanjaan material ramah lingkungan, gedung AHN Rektorat IPB dinyatakan layak memperoleh 3 poin oleh karena sudah terdapat penerapan dari inovasi lainnya seperti adanya fasilitas bus kantor, tempat peribadahan dan akses penyeberangan jalan untuk publik pada gedung tersebut. Dengan demikian, total perolehan nilai yang diperoleh gedung AHN Rektorat IPB pada kategori innovations adalah sebesar 5 poin.

c. Design intent and owner’s project requirement

Tolok ukur pada kategori ini menyaratkan adanya dokumen design intent dan owner’s project requirement, dokumen as built drawing sejak bangunan didirikan, serta spesifikasi teknis dan manual peralatan gedung. Hasil survei langsung yang dilakukan menunjukkan adanya dokumen-dokumen tersebut pada gedung AHN Rektorat IPB. Bukti pemenuhan kategori ini ditunjukkan pada Lampiran 16 sampai Lampiran 21 pada skripsi ini. Sehingga dapat juga dinyatakan bahwa tolok ukur untuk kategori design intent and owner’s project requirement telah dipenuhi oleh gedung AHN Rektorat IPB dan gedung ini layak mendapat nilai maksimal untuk kategori ini yaitu sebesar 2 poin.

d. Green operational and maintenance team

Kategori ini menekankan pada adanya keterlibatan seorang greenship profesional dalam gedung dan suatu struktur organisasi yang bertanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan bangunan agar sesuai konsep green building. Struktur/bagian yang menangani masalah pemeliharaan dan pemeriksaan Gedung AHN Rektorat IPB adalah divisi Biro Umum.

Meskipun nama divisi pemeliharaan gedung ini tidak mengandung kata green building, divisi Biro Umum bertugas untuk mengawasi dan memantau perkembangan lingkungan gedung AHN Rektorat IPB khususnya untuk menciptakan kualitas lingkungan yang sesuai dengan aspek ramah lingkungan (green building). Akan tetapi pada gedung AHN Rektorat IPB belum ada keterlibatan seorang greenship profesional yang bekerja penuh waktu. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa untuk kategori ini gedung AHN Rektorat IPB hanya memenuhi 1 tolok ukur dan hanya mendapatkan 1 poin.

e. Green occupancy/lease

Tolok ukur pada kategori ini adalah mengenai adanya SPO dan training yang secara khusus ditujukan dalam upaya pemenuhan minimum 1 rating dari masing-masing kategori yang terdapat dalam greenship rating tools untuk gedung terbangun. Hasil wawancara dengan pihak pengelola gedung menunjukkan bahwa masih belum terdapat SPO dan training tersebut pada gedung AHN Rektorat IPB. Oleh karena itu untuk kategori ini gedung AHN Rektorat IPB dinyatakan tidak lulus dan mendapatkan 0 poin.

f. Operation and maintenance training

Kategori ini mengharuskan suatu gedung untuk mempunyai jadwal berkala untuk program pelatihan dalam pengoperasian dan pemeliharaan untuk tapak, energi, air, material, dan HSES (Health Safety Environmental and Security) disertai dengan adanya bukti pelaksanaan pelatihan tersebut. Pada gedung AHN Rektorat IPB tidak terdapat program pelatihan yang dimaksudkan tersebut demikian halnya dengan bukti pelaksanaan pelatihannya. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa untuk kategori ini gedung AHN Rektorat IPB belum lulus sehingga mendapatkan 0 poin.

Hasil assessment gedung AHN Rektorat IPB terhadap aspek manajemen lingkungan bangunan (BEM) menunjukkan bahwa gedung tersebut telah memenuhi 61.5 % dari rating yang ditetapkan oleh Greenship GBCI , yaitu 8 poin dari 13 poin maksimal pada kategori BEM. Hasil analisis penerapan kategori BEM berdasarkan rating tools Greenship pada gedung AHN Rektorat IPB dapat dilihat pada Lampiran 22.

Penelitian tentang penilaian kriteria green building pada gedung AHN Rektorat IPB ini merupakan bagian dari penelitian tim/kelompok yang dilakukan oleh 3 orang peneliti. Peneliti pada skripsi ini membahas dua aspek kriteria green building yakni aspek konservasi air dan aspek manajemen lingkungan bangunan. Sementara 4 aspek kriteria green building lainnya yakni aspek Appropriate Site Development (ASD), Energy Efficiency and Conservation (EEC), Material Resources and Cycle (MRC), dan aspek Indoor Health and Comfort (IHC) dibahas dalam skripsi 2 peneliti lainnya.

Berdasarkan hasil assessment kriteria green building yang dilakukan pada gedung AHN Rektorat IPB terhadap empat aspek tersebut di atas, diketahui bahwa gedung AHN Rektorat IPB berhasil memperoleh 9 poin dari 16 poin maksimum untuk aspek ASD. Pada aspek EEC diperoleh 11 poin dari 36 poin maksimum untuk kategori tersebut dan untuk aspek IHC diperoleh 7 poin dari 20 poin maksimumnya. Gedung ini juga memperoleh 3 poin dari 12 poin maksimum untuk aspek MRC.

Oleh karena nilai dari seluruh aspek yang disyaratkan dalam greenship rating tools GBCI tersebut sudah diketahui maka dapat pula diketahui tingkat kehijauan gedung AHN Rektorat IPB sesuai dengan peringkat greenship yang telah ditetapkan oleh lembaga GBCI. Hasil penjumlahan total poin yang diperoleh pada seluruh aspek green building tersebut menunjukkan bahwa gedung AHN Rektorat IPB berhasil mendapatkan 43 poin (36.75%) dari 117 total poin maksimumnya. Berdasarkan peringkat yang telah ditetapkan oleh greenship GBCI, saat ini gedung AHN Rektorat IPB dinyatakan memperoleh peringkat perunggu atas kemampuannya menerapkan tolok ukur krteria-kriteria green building pada bangunan tersebut.

Daftar Rekomendasi untuk Gedung AHN Rektorat IPB

Berdasarkan hasil assessment yang dilakukan pada gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat IPB, dapat diketahui tolok ukur kriteria-kriteria green building yang belum dipenuhi oleh gedung tersebut. Khusus pada penelitian ini yang membahas aspek konservasi air dan manajemen lingkungan bangunan, terdapat beberapa kategori yang berpeluang besar dapat diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi eksisting gedung AHN Rektorat IPB saat ini sehingga akan meningkatkan kualitas gedung dan juga dapat menambah perolehan nilai gedung AHN Rektorat IPB. Kategori-kategori tersebut antara lain adalah :

a. Kategori water management policy

Berdasarkan hasil assessment yang telah dilakukan, diketahui bahwa salah tolok ukur kriteria water management policy yaitu adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen puncak yang mencakup adanya audit air, target penghematan dan action plan berjangka waktu tertentu oleh tim konservasi air, tidak dipenuhi oleh gedung AHN Rektorat IPB. Sementara jika ditelaah lebih dalam, tolok ukur ini ialah yang paling mudah untuk diterapkan dan murah dalam segi biaya penerapannya. Seharusnya suatu gedung tidak dapat mengabaikan penerapan tolok ukur kriteria policy seperti pada kategori ini terutama karena tolok ukur ini merupakan tolok ukur prasyarat. Selain karena akan menjadi acuan penghuni gedung untuk melakukan penghematan air, jika suatu saat gedung AHN Rektorat IPB ingin melakukan sertifikasi resmi melalui lembaga GBCI, terpenuhinya seluruh tolok ukur pada kriteria prasyarat merupakan suatu keharusan agar penilaian terhadap kriteria lainnya dapat dilakukan. Oleh karena itu, direkomendasikan agar segera membuat pernyataan komitmen dari manajemen puncak pengelola gedung AHN Rektorat mengenai tindakan penghematan air di gedung ini.

b. Kategori water sub-metering

Sub-meter air sangat penting untuk dimiliki setiap bangunan karena akan membantu mengetahui jumlah penggunaan air oleh penghuni bangunan tersebut. Selain itu sub-meter juga dapat membantu mengetahui adanya kerusakan sistem plambing seperti kebocoran pada sistem distribusi air bersihnya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa gedung AHN Rektorat IPB tidak memiliki sub-meter khusus untuk bangunannya. Hal tersebut mengakibatkan gedung ini gagal

memperoleh tambahan nilai sebesar 1 poin. Oleh karena itu, agar kualitas gedung AHN Rektorat IPB semakin meningkat dan terjadi penambahan nilai pada gedung ini sebaiknya segera dilakukan pemasangan sub-meter air khusus untuk gedung tersebut.

c. Kategori monitoring control

Tolok ukur kategori ini mengharuskan adanya standar prosedur operasi (SPO) dan pelaksanaannya mengenai pemeliharaan dan pemeriksaan sistem plambing secara berkala untuk mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan air. Seperti pada kategori policy, pembuatan suatu SPO sebenarnya sangat mudah dan tidak membutuhkan biaya mahal. Namun oleh karena penerapan tolok ukur ini juga harus dibuktikan dengan adanya neraca penggunaan air gedung selama 6 bulan terakhir, sebelumnya sub-meter khusus untuk gedung ini harus segera dipasang sehingga penggunaan air dan potensi pemborosan air akibat kebutuhan air penghuni gedung yang tinggi ataupun akibat adanya kebocoran sistem perpipaan dapat segera diketahui dan diatasi. Jika tolok ukur pada kategori ini diterapkan gedung AHN Rektorat IPB akan memperoleh tambahan nilai sebesar 2 poin.

d. Kategori water quality

Analisis kualitas air bersih sangat penting untuk dilakukan karena sangat berpengaruh terhadap kesehatan pemakai air tersebut. Kualitas air bersih yang didistribusikan melalui sistem perpipaan tidak dapat dipastikan memiliki nilai yang sama dengan kualitas air tersebut saat masih di lokasi pengolahan airnya. Berbagai macam faktor seperti kerusakan di jalur distribusi ataupun akibat tidak bersihnya bak penampungan air suatu gedung dapat mengakibatkan perubahan kualitas air bersihnya. Seperti yang dapat dilihat pada tabel hasil pengujian kualitas air gedung AHN Rektorat IPB pada Lampiran 8 skripsi ini. Oleh sebab itu, penting sekali dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap air bersih gedung AHN Rektorat IPB seperti yang ditekankan pada tolok ukur kriteria ini yaitu minimal sekali dalam 6 bulan. Selain akan dapat menjaga kualitas air bersih dan kesehatan penghuni gedungnya, gedung ini juga akan mendapatkan tambahan nilai sebesar 1 poin.

e. Kategori recycled water

Tolok ukur yang tidak terpenuhi dari kategori ini adalah kualitas air hasil daur ulang untuk kebutuhan flushing WC yang tidak sesuai dengan standar WHO. Adanya tolok ukur ini semakin menunjukkan pentingnya dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap kualitas air bersih suatu gedung khususnya pada gedung AHN Rektorat IPB yang memperoleh air bersih dari hasil daur ulang air sungai.

Seperti yang ditunjukkan pada tabel uji kualitas air di Lampiran 8, air bersih yang mengalir ke gedung AHN Rektorat IPB ternyata masih tercemar oleh koliform. Berdasarkan wawancara dengan petugas laboratorium di WTP Cihideung, adanya koliform memang menjadi salah satu permasalahan utama di sistem pengolahan air bersih kampus IPB. Jarak hulu sungai yang tidak jauh dari WTP Cihideung dan dikelilingi oleh pemukiman warga diprediksi menjadi salah satu penyebab masih adanya koliform pada air olahan WTP tersebut terutama jika bak penampungan air gedungnya juga sangat jarang dibersihkan.

Di WTP Cihideung, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan koliform tersebut ialah dengan melakukan penambahan kaporit agar bakteri dapat musnah. Sementara untuk lokasi lain seperti di gedung AHN Rektorat IPB salah satu solusi yang dapat disarankan ialah melakukan pengurasan bak penampungan secara berkala minimal sekali sebulan dan menambahkan sedikit kaporit pada bak penampungan air untuk gedung tersebut. Jika penanganan terhadap kualitas air bersih yang masuk ke gedung AHN Rektorat IPB dilakukan secara berkala, kemungkinan besar tolok ukur ini akan dapat terpenuhi dan gedung juga dapat memperoleh tambahan nilai sebesar 2 poin.

Sistem daur ulang air sungai yang dimiliki oleh kampus IPB berdampak sangat baik pada pengurangan penggunaan cadangan air tanah dan air PDAM. Namun, berdasarkan hasil pengamatan ke Unit Pengolahan Air tersebut peneliti mengetahui bahwa lumpur sisa pengolahan air tersebut langsung dibuang ke badan sungai tanpa melewati suatu proses treatment terlebih dahulu. Tidak adanya proses pengolahan lumpur tersebut dapat dilihat melalui gambar skema proses pengolahan air bersih pada WTP Cihideung IPB yang terdapat pada Lampiran 23. Berdasarkan skema pada Lampiran 23 tersebut dapat diketahui unit-unit yang akan menghasilkan lumpur yakni unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi, serta unit filter. Penggunaan bahan-bahan kimia dalam jumlah yang banyak pada proses pengolahan air bersih sangat berpotensi menghasilkan limbah lumpur yang mengandung bahan kimia yang sama dengan yang digunakan di suatu WTP. Jika limbah lumpur tersebut langsung dibuang ke sungai tentunya hal tersebut dapat mencemari air sungai bahkan merusak ekosistem di sekitar badan sungai tersebut. Oleh sebab itu sebelum membuang limbah lumpur ke sungai, sebaiknya WTP Cihideung perlu mengolah limbah/lumpur tersebut. Pemilihan proses pengolahan limbah yang akan diterapkan dapat disesuaikan dengan hasil analisis laboratorium terhadap kandungan kimia lumpur tersebut.

f. Kategori potable water

Tolok ukur ini mengharuskan suatu gedung untuk menggunakan sistem filtrasi yang menghasilkan air minum yang sesuai dengan Permenkes No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum minimal di setiap dapur atau pantry gedungnya. Pengadaan alat filter ini mungkin membutuhkan biaya yang mahal diawal pengadaan barangnya, namun alat ini sebenarnya sangat direkomendasikan karena selain dapat menghemat pembelanjaan air mineral dalam kemasan juga dapat menghemat penggunaan bahan bakar untuk memasak air bersih agar dapat diminum. Jika tolok ukur ini diterapkan pada gedung AHN Rektorat IPB, gedung tersebut akan memperoleh tambahan nilai sebesar 1 poin.

g. Kategori green operational and maintenance team

Tolok ukur yang tidak dipenuhi oleh gedung AHN Rektorat IPB pada kategori ini adalah adanya keterlibatan seorang greenship profesional dalam operational & maintenance yang bekerja penuh waktu (full time). Untuk menjadi seorang greenship profesional, seseorang harus mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga GBCI. Mempertimbangkan hal tersebut, dibandingkan dengan merekrut orang baru untuk bekerja di gedung AHN Rektorat IPB peneliti merekomendasikan agar pengelola gedung sebaiknya mengirim salah satu atau beberapa staf gedung AHN Rektorat IPB, khususnya dari divisi

pemeliharaan gedung yakni divisi Biro Umum, yang sesuai dengan syarat pelatihan greenship profesional oleh lembaga GBCI tersebut. Pemilihan staf internal gedung untuk mengikuti pelatihan disebabkan karena selain sudah mengetahui keadaan gedung saat ini, di masa yang akan datang pengelolaan bangunan yang berbasis green building pasti akan dapat semakin mudah untuk ditingkatkan di gedung AHN Rektorat IPB tersebut. Penerapan tolok ukur kategori ini akan menambah nilai 1 poin untuk gedung AHN Rektorat IPB.

h. Kategori green occupancy/lease

Tolok ukur yang harus dipenuhi pada kategori ini adalah adanya SPO dan training yang mencakup upaya-upaya untuk memenuhi kriteria-kriteria dalam greenship for existing building minimum 1 rating dalam tiap kategori ASD, EEC, WAC, IHC, dan MRC. Pembuatan SPO dan jadwal training yang mencakup upaya-upaya untuk memenuhi kriteria-kriteria dalam greenship for existing building minimum 1 rating dalam tiap kategori pada greenship ini sangat direkomendasikan karena selain akan menambahkan 2 poin pada gedungnya, pengetahuan serta partisipasi penghuni gedung untuk mewujudkan gedung yang berkonsep green building juga akan semakin meningkat seiring pelatihan dan implementasi SPO tersebut.

i. Kategori operation and maintenance training

Tolok ukur kategori ini adalah adanya jadwal berkala minimum tiap 6 bulan dan program pelatihan dalam pengoperasian dan pemeliharaan untuk tapak, energi, air, material dan HSES (Health Safety Environmental and Security); adanya bukti pelaksanaan pelatihan tentang pengoperasian dan pemeliharaan untuk tapak, energi, air, material dan program HSES berikut dengan evaluasi dari pelatihan tersebut. Tolok ukur ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tolok ukur pada kategori green occupancy/lease, hanya saja pada tolok ukur ini dibutuhkan jadwal pelatihan yang lebih spesifik yakni minimum tiap 6 bulan. Pemenuhan kategori ini dapat dibantu dengan memasukkan agenda program pelatihan ini dalam surat komitmen manajemen puncak pengelola gedung tentang menjaga penerapan konsep-konsep green building pada bangunan, sehingga seluruh penghuni tetap gedung pasti ikut berpartisipasi. Penerapan tolok ukur ini akan menambahkan 2 poin untuk gedung AHN Rektorat IPB.

Jika dijumlahkan, total nilai seluruh tolok ukur pada kriteria-kriteria yang direkomendasikan ini adalah 12 poin. Apabila seluruh tolok ukur yang direkomendasikan tersebut akan diterapkan pada gedung AHN Rektorat IPB, nilai gedung AHN Rektorat IPB saat ini yakni 43 poin dengan peringkat perunggu dapat naik menjadi 55 poin dan berperingkat perak.

Dokumen terkait