B. Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Perspektif Hukum Pidana Islam Hukum Pidana Islam
2. Bukti Petunjuk
55
Aditya Pratama merupakan seorang warga yang melihat langsung kejadian kekerasan tersebut. Pada 27 November 2018 sekitar pukul 10:00 WIB didepan polsek kapas, ia membenarkan bahwa Choirotul Ulva Binti Abdul Rohman Dsn Balong Rt. 021 Rw. 002 Desa Sendangrejo Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro yang telah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh Terdakwa Ahmad Jawahirun Nafis Qoidur Rossyad, ia melihat seorang wanita dengan tangan yang terikat oleh lakban di dalam sebuah mobil.
c. Dari keterangan saksi Sutarno, S.H., yang dalam fakta persidangan dibawah sumpah dapat diketahui memberikan keterangan kepada Majelis Hakim, sebagaimana yang sudah tertera dalam putusan ini:
Sutarno, S.H merupakan salah satu petugas dari polsek kapas. Ia menjelaskan bahwa terdapat info ada seorang wanita yang terikat tali lakban dalam sebuah mobil.84
2. Bukti Petunjuk
Selain itu, penuntut umum juga menyertakan beberapa barang bukti yang diantaranya yaitu:
1) Foto copy kutipan akte nikah Nomor: 263/36/VI/2015 Tanggal 9 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Kantor
56
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro yang menyatakan pernikahan antara Ahmad Jawahirun Nafis Qoidur Rossyad Bin Ahmad Munif Sholeh dan Choirotul Ulva Binti Abdul Rohman;
2) Foto copy Kartu Keluarga No. 3522061702170001 atas nama Kepala Keluarga: Ahmad Jawahirun Nafis Qoidur Rossyad;
3) Visum Et Repertum, No. VER/66/XI?2018/Rumkit Bhayangkara Wahyu Tutuko Bojonegoro; yang menerangkan bahwa akibat adanya perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa mengakibatkan korban mengalami luka-luka memar dan terdapat lecet pada lengan dan tangan korban yang diakibatkan oleh perlukaan benda tumpul. Sehingga dari perlukaan tersebut mengakibatkan korban mengalami luka ringan sehingga korban masih dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari.85
4) 1 (satu) unit kendaraan roda empat merk Xenia warna putih No. Pol : S-1897-AK No.Ka : MHKV5EA1JHK0 No.Sin : 1NRF273998 beserta STNK an. Yayuk
57
Indrawati alamat Desa Gempol Rt. 12 Rw. 06 Desa Mayar Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro; 5) 1 (satu) buah tali lakban.86
B. Landasan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn Berdasarkan Putusan Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn dalam menyelesaikan perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), landasan hukum yang digunakan oleh Hakim yaitu sebagai berikut;
Setelah Hakim medengar dan memahami beberapa rangkaian keterangan dari saksi-saksi dan jika dihubungkan dengan keterangan dari terdakwa serta adanya barang bukti yang telah diadakan didalam persidangan, maka terdapat kesesuaian yang menguatkan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga dengan adanya keterkaitan hal tersebut, maka dapat diperoleh fakta-fakta hukum yang selanjutnya dapat digunakan oleh Majelis Hakim sebagai pertimbangan terkait dengan penjatuhan hukuman terhadap terdakwa yang dimana Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan dakwaannya dalam muka Pengadilan dengan menggunakan dakwaan alternatif.
Sehingga pertimbangan Majelis Hakim untuk menyatakan apakah terdakwa telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana yang berdasarkan telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, oleh sebab itu seluruh unsur-unsur yang terkandung dari pasal yang telah didakwakan terhadap terdakwa haruslah memenuhi, maka Majelis Hakim memilih
58
salah satu dakwaan yang pertama yaitu pada pasal 44 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang unsur-unsurnya ialah sebagai berikut:
1. Setiap Orang.
Yakni setiap individu yang dianggap sebagai subyek hukum yang melakukan suatu tindak pidana yang dapat dipertanggungjawabkan dihadapan hukum atas suatu tindak pidana yang telah dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam suatu undang-undang.
Dalam kasus ini pelaku tindak pidana yang telah didakwakan oleh Penuntut Umum yakni Ahmad Jawahirun Nafis Qoidur Rossyad Bin Ahmad Munif Sholeh, selama dalam pemeriksaan perkara terdakwa dapat memberikan keterangan dan pengakuan dengan keadaan sehat jasmani dan rohani, sehingga dapat dikatakan subyek hukum dalam hal ini mampu unruk mempertanggungjawabkan.
Sehingga berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa unsur setiap orang telah terpenuhi.
2. Melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga.
Yang dimaksud kekerasan fisik ialah kekerasan yang melibatkan kontak langsung dan dimaksudkan untuk
59
menimbulkan perasaan intimidasi, cidera, penderitaan fisik lain atau adanya kerusakan pada bagian tubuh tertentu.87.
Dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan, yang diperoleh dari keterangan-keterangan saksi dan barang bukti yang telah diajukan oleh Penuntut Umum, dapat dipahami bahwa Terdakwa dan saksi korban Choirotul Ulva Binti Abdul Rohman pada saat kejadian masih dalam keadaan status terikat perkawinan sebagaimana yang telah tercatat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 263/36/VI?2015 tanggal 29 Juni 2015.88
Pada awalnya di Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro terdakwa masuk mobil dan saksi korban langsung berontak sehingga terdakwa melakban tangan dan memukul kepalanya satu kali dengan tangan kosong kemudian mencubit lengan saksi korban sebanyak tiga kali, saksi korban menggigit tangan terdakwa sehingga membuat terdakwa jengkel dan mencubit lengan saksi korbannya sebanyak tiga kali, sesampainya di depan polsek kapas dan berhenti dipinggir jalan saksi korban memberontak keluar dari mobil namun terdakwa menarik kaki saksi korban.
Bahwa akibat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa mengakibatkan korban mengalami luka-luka memar dan terdapat
87
Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro, Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn, 15.
60
lecet pada lengan dan juga tangan korban sebagai akibat dari perlukaan benda tumpul, dan perlukaan tersebut mengakibatkan adanya luka ringan yang tidak menghalangi untuk beraktifitas sehari-hari. Hal ini yang berdasarkan dari hasil pemeriksaan Visum Et Repertum: No. VER/66/2018/Rumkit pada 27 November 2018 yang telah dibuat dan ditandatangani diatas sumpah jabatan oleh dr. Fauzun Nadiya yang merupakan dokter dari Rumkit Bhayangkara Wahyu Tutuko Bojonegoro.89
Berdasarkan dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa unsur melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri telah terpenuhi secara sempurna dan jelas menurut hukum.
Setelah memahami fakta-fakta yang telah diungkap dalam persidangan dan semua unsur-unsur yang didakwakan oleh Penuntut Umum juga telah terpenuhi, dan Majelis Hakim juga tidak menemukan untuk penghapusan pidana terhadap terdakwa, baik dilihat dari alasan pembenar ataupun dari alasan pemaaf, sudah dapat diketahui dan disimpulkan bahwa Terdakwa haruslah mempertanggungjawabkan atas perbuatan tindak pidana yang telah ia lakukan, maka dalam menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, perlu adanya hal-hal yang dipertimbangkan oleh
61
Majelis Hakim terlebih dahulu yakni adanya keadaan yang memberatkan dan meringankan, yakni:
Keadaan yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan perlindungan hukum dalam lingkup keluarga;
Keadaan yang meringankan:
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan; - Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga; - Terdakwa merasa bersalah, menyesali perbuatannya
dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.90 C. Amar Putusan Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn
Putusan tersebut berisi bahwa menyatakan Terdakwa Ahmad Jawahirun Nafis Qoidur Rosyad Bin Ahmad Munif Sholeh selama persidangan tersebut diatas, Majelis Hakim menjatuhkan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang sebagaimana telah didakwakan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan Alternatif Kesatu yakni Pasal 44 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Lingkup Rumah Tangga.
Hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa yang bernama Jawahirun Nafis Qoidur Rosyad Bin Ahmad Munif Sholeh dengan
62
penjatuhan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dan denda sebesar Rp.3000.000,- (tiga juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan, dan menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan, menetapkan Terdakwa menetap dalam tahanan, dan juga menyatakan bahwa barang bukti berupa 1 (satu) unit kendaraan roda empat merk XENIA warna putih nopol: S 1897 AK No ka MHKV5EA1JHKO23410 No Sin 1NRF273998 beserta STNK an YAYUK INDRAWATI Alamat Desa Gempol Rt 12/ 06 Desa Mayangrejo Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro untuk dikembalikan kepada Yayuk Indrawati, menetapkan 1 (satu) buah tali lakban untuk dirampas dan dimusnahkan, lalu membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp2.000,- (Dua Ribu Rupiah).
Pada hari Kamis, tanggal 21 Februari 2019, diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro oleh Eka Prasetya Budi Dharma, S.H., M.H., sebagai Hakim Ketua, Nurjamal, S.H.,M.H. dan Isdaryanto, S.H., M.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal 21 Februari 2019 oleh Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh Sutiawan
63
S.H., Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Bojonegoro, serta dihadiri oleh Lutfia Nazla, S.H., Penuntut Umum dan Terdakwa.91
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN HAKIM NOMOR: 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Nomor: 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn
Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Dalam pembahasan ini, tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yakni merupakan salah satu yang termasuk lingkup dari tindak pidana khusus, yang mana telah diatur dalam pasal 1 ayat 1 (satu) Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT) yaitu : ‚Setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, perampasan kemerdekaan seseorang dengan cara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.92
Apabila dilihat dari kasus tindak pidana yang ada di dalam Putusan pengadilan negeri Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn yang telah dilakukan oleh terdakwa Ahmad Jawahirun Nafis Qoidur Rosyad Bin Ahmad Munif Sholeh, apabila ditinjau menggunakan pasal yang telah didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan alternatif kesatu dan
65
juga telah dijadikan dasar hukum Hakim dalam penjatuhan hukuman terhadap Terdakwa Ahmad Jawahirun Nafis Qoidur Rosyad Bin Ahmad Munif Sholeh, maka unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 44 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang berbunyi:
‚Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)‛.
Unsur yang pertama ialah adanya ‚setiap orang‛, yang memiliki arti orang atau sebagai subyek hukum atas tindak pidana yang telah dilakukan, dan dianggap dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
Sesuai dengan adanya fakta-fakta dan juga bukti yang telah diungkap dalam persidangan, bahwa dibenarkan tentang identitas dari terdakwa yang telah termuat dalam surat dakwaan alternatif dari Penuntut Umum dan dibenarkan juga oleh keterangan dari saksi-saksi yang telah hadir dalam persidangan, oleh karena itu dapat dipahami bahwa yang dihadapkan dalam persidangan didepan Majelis Hakim ialah Terdakwa, sehingga dalam hal ini unsur dari setiap orang telah terpenuhi dengan tepat.
66
Unsur yang kedua yakni ‚melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga‛ dapat dipahami bahwa Terdakwa Ahmad Jawahirun Nafis Qoidur Rosyad Bin Ahmad Munif Sholeh (21 tahun) benar telah melakukan kekerasan terhadap istrinya dengan cara melakban tangan dan memukul kepala saksi korban satu kali dengan tangan kosong kemudian mencubit lengan saksi korban sebanyak tiga kali, dan dalam hal ini telah dibenarkan oleh saksi korban Choirotul Ulva Binti Abdul Rohman dalam pemeriksaan di persidangan, sehingga dalam hal ini unsur dari melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga telah terpenuhi dengan tepat.
Berdasarkan dengan adanya fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan dan semua unsur-unsur yang ada didalam dakwaan Penuntut Umum telah terpenuhi, maka Majelis Hakim telah meyakini secara sah didepan hukum bahwa terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dalam lingkup rumah tangga yang telah didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan alternatif kesatu, yang terdapat pada pasal 44 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Dengan adanya pertimbangan dari beberapa keterangan saksi, keterangan terdakwa, barang-barang bukti yang bersesuaian dan juga dari tuntutan jaksa penuntut umum, maka dalam memutuskan perkara Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro juga mempertimbangkan beberapa
67
hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, yaitu: a. Keadaan yang memberatkan:
1) Perbuatan Terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan perlindungan hukum dalam lingkup keluarga;
b. Keadaan yang meringankan:
1) Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan; 2) Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga;
3)Terdakwa merasa bersalah, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.93
Apabila dilihat dari putusan hakim mengenai beberapa hal yang memberatkan terdakwa, oleh sebab itu perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa telah jelas bertentangan dengan adanya ketentuan-ketentuan hukum yang telah berlaku. Terdapat akibat yang membahayakan keselamatan jiwa atas perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa, Perbuatan yang dilakukan Terdakwa juga dianggap tidak mendukung adanya upaya pemerintah dalam menciptakan perlindungan hukum dalam lingkup keluarga.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan tindakan yang mempunyai dampak yang membahayakan terhadap keselamatan korban kekerasan. Sehingga hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku
68
tindak pidana tersebut ialah agar mendapat efek jera bagi pelaku, dengan maksut agar pelaku tidak mengulagi lagi perbuatan tersebut dimasa mendatang.
Melihat dari putusan hakim yang mempertimbangkan tuntutan jaksa penuntut umum mengenai beberapa hal yang memberatkan dan juga meringankan, maka Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jawahirun Nafis Qoidur Rosyad Bin Ahmad Munif Sholeh dengan bentuk pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dan denda sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Apabila dilihat dari ancaman hukuman yang terdapat dalam pasal 44 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Apabila dilihat dari ancaman pidana diatas, pada dasarnya sifat hukuman pidana kekerasan dalam rumah tangga sendiri sebagian besar merupakan sifat hukuman alternatif, karena dalam sifat hukuman alternatif apabila seorang Hakim telah menjatuhkan putusan berupa pidana penjara, maka pelaku tidak perlu lagi membayar sanksi berupa denda.94
Walaupun sanksi pidana yang tercantum dalam undang-undang PKDRT cukup berat, namun tidak selamanya dapat diproses secara
69
hukum, karena sifat atau ciri khas dari tindak pidana ini adalah sebagai delik aduan.95 Namun pada kenyataannya, majelis hakim disini tidak sesuai dalam menjatuhkan hukuman dengan pasal 44 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga, yang mana hukuman penjara dan hukuman denda juga diberikan oleh Hakim, sehingga Hakim disini menjatuhkan sanksi hukuman secara kumulatif, yang berarti antara hukuman penjara dan hukuman denda sama-sama dijatuhkan keduanya. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga mengatur alternatif sanksi, hal ini dimaksudkan agar pelaku tidak kembali melakukan tindak kekerasan yang sama. Seharusnya disini Hakim dapat memilih salah satu alternatif sanksi hukuman antara hukuman penjara atau hukuman denda, bukan menjatuhkan kedua-duanya.
Apabila dikaitkan dengan sifat alternatif, maka Undang-Undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini dapat memilih salah satu alternatif hukuman antara hukuman berupa penjara ataupun hukuman denda yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga tersebut. Pada sifat alternatif ini ditandai dengan adanya ciri khas kata ‚atau‛, sehingga kata ‚atau‛ dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga tersebut merupakan suatu bentuk alternatif pilihan dalam penjatuhan pidana oleh Majelis Hakim.
70
Dengan demikian, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada terdakwa seharusnya sesuai dengan ketentuan pasal 44 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang berbunyi:
‚Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)‛.
Dengan adanya kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam Putusan pengadilan Bojonegoro Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn ini, yang diputus dengan hukuman pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dan juga dijatuhi pidana denda, yang mana pelaku tindak pidana tersebut juga telah memenuhi beberapa unsur-unsur dari pertanggungjawaban pidana sehingga dapat dikatakan sebagai subjek hukum yang dianggap mampu untuk mempertanggungjawabkan atas tindak pidana yang telah terdakwa lakukan. Dengan menjatuhkan kedua bentuk hukuman yakni hukuman penjara dan hukuman denda maka dapat dikatakan bahwa belum ada jaminan jika pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya tersebut dimasa yang akan datang, hal ini dapat dilihat dari terbuktinya dengan masih
71
banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang terjadi di negara Indonesia.
B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Putusan Hakim Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn tentang Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri apabila dilihat dari kacamata hukum pidana islam merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan adanya ancaman keselamatan jiwa terhadap korbannya. Dalam penerapan hukuman, hukum islam sangatlah menitikberatkan adanya rasa keadilan dan kemaslahatan manusia dengan ditetapkannya peraturan-peraturan dan juga bentuk hukuman yang sudah sesuai dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh seorang pelaku tindak pidana kekerasan dalam lingkup rumah tangga agar tidak lagi mengulangi perbuatannya dikemudian hari.
Sebagaimana dengan adanya pengertian dari hukuman yang telah dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah sebagai berikut:
ب ْو ق عْل ا
ت
ه
ي
ْلا
ج
ز
ءا
ْلا
م
ق
َّر
ر
ل
م
ْص
ل
ح
ت
ْا
جل
ما
ع
ت
ع
ل
ْي
ع
ْص
يا
ن
ا
ْء
رم
َّشلا
ا
ر
ع
‚Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syar’i.96
72
Apabila dilihat dari pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa dengan adanya hukuman bagi seorang pelaku kekerasan dalam lingkup rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri adalah adanya tindak kejahatan dan pelanggaran terhadap aturan hukum syara’, yang memiliki tujuan guna memelihara ketertiban dan juga kepentingan masyarakat.97
Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum serta ketentuan perundang-undangan yang telah berlaku, walaupun dalam kasus ini masih dianggap kategori kekerasan ringan, maka tindak pidana tersebut apabila di dalam hukum pidana islam termasuk kedalam kategori jarīmah ta’zīr. Sebab unsur-unsur yang terdapat dalam jarīmah hudud dan qisas tidak dapat terpenuhi dengan tepat, atau dikarenakan adanya beberapa unsur yang masih dianggap kurang tepat, dan juga dalam hal ini perbuatan kekerasan fisik tersebut tidak diatur didalam Al-Qur’an ataupun hadits sehingga dalam penerapan hukuman terhadap seorang terdakwa dapat diserahkan kepada ulil amri (Hakim).
Definisi dari jarīmah ta’zīr ialah suatu jenis hukuman yang dijatuhkan oleh penguasa (hakim) karena telah terjadi pelanggaran jarīmah yang telah ditentukan dalam undang-undang yang bentuknya bersifat pilihan dan besarnya dalam batas tertinggi dan/atau terendah,
73
sebagai pengajaran terhadap pelaku tindak pidana yang tidak diatur oleh hudud.98
Apabila dilihat dari tinjauan hukum pidana islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn mengenai kekerasan dalam lingkup rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang dilakukan oleh terdakwa Jawahirun Nafis Qoidur Rosyad Bin Ahmad Munif Sholeh yang merupakan suatu tindak pidana yang merupakan suatu kewenangan hakim dalam penjatuhan hukuman, berkaitan dengan hal ini syari’at islam tidak ada penetapan batas terendah ataupun batasan tertinggi dari hukuman tersebut. Sehingga dalam hal ini sepenuhnya telah diserahkan kepada hakim atau ulil amri dalam mempertimbangkan berat ringannya bentuk jarīmah yang telah dilakukan oleh seorang pelaku tindak pidana, namun dalam hal ini hukuman yang dijatuhkan tetaplah harus memenuhi adanya rasa keadilan dan kemaslahatan umat karena dengan mengingat jarīmah yang dilakukan pelaku tindak pidana termasuk jarīmah yang mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dari korbannya.
Dalam hal ini, hukuman ta’zīr dapat dijatuhkan terhadap terdakwa Jawahirun Nafis Qoidur Rosyad Bin Ahmad Munif Sholeh dengan bentuk hukuman ta’zīrnya ialah penjara, karena dapat memberikan efek jera dan
98 Zulkarnain Lubis-Bakti Ritonga, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah (Jakarta, Prenada media Group, 2016), 4.
74
pengajaran terhadap terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya dikemudian hari.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan dari penjelasan yang telah diuraikan diatas dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan dari Putusan hakim Nomor 9/Pid.Sus/2019/PN.Bjn tentang tindak pidana kekerasan dalam lingkup rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami