• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKTI 1 Sumatera Utara 287,392 P-

Dalam dokumen Putusan baca 12 Agustus 2009 (Halaman 52-58)

Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan

BUKTI 1 Sumatera Utara 287,392 P-

2 Sumatera Barat 25.889 P-42 3 Sumatera Selatan 126.983 P-43 4 Lampung 224.839 P-44 5 DKI Jakarta 578.688 P-45 6 Jawa Barat 850.397 P-46 7 Banten 317.343 P-47 8 Jawa Tengah 651.760 P-48 9 Jawa Timur 932.437 P-49 10 Kalimantan Timur 179.646 P-50 TOTAL 4.175.374

Bahwa dengan mendasarkan pada uraian dan bukti-bukti sebagaimana tersebut di atas telah manjadi bukti yang sempurna dimana Pemohon telah dihilangkan suaranya sebanyak 4.175.374 suara, jauh-jauh hari sebelum dilakasanakannya pemungutan suara, keadaan mana bukan menjadi asumsi dikarenakan telah sangat terang dan jelas bahwa pemilih-pemilih tersebut secara tegas menyatakan kehendaknya untuk memilih Pemohon dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, dan bersedia untuk dihadirkan pada pemeriksaan persidangan perkara a quo.

Fakta hukum dimana Komisi Hak Asasi Manusia, Mahkamah Konstitusi dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) secara terang dan jelas menyatakan bahwa Termohon telah gagal menyelenggarakan Pemilu secara tertib sesuai jadwal dan tahapan yang telah digariskan dalam Undang-Undang, tetapi juga lalai di dalam mengupayakan pemenuhan hak konstitusional sejumlah besar warga negara.

a. PERNYATAAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Bahwa adalah suatu fakta hukum dimana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam Materi Konfrensi Pers Tim Penyelidikan Penghilangan Hak Sipil dan politik Warga Negara Dalam Pemilu Legislatif 09 April 2009 terrtanggal 8 Mei 2009, yang secara tegas dinyatakan bahwa:

“………..dalam pelaksanaan Pemilu ………., Negara bukan saja gagal menyelenggarakan Pemilu secara tertib sesuai jadwal yang telah digariskan dalam Undang-Undang, tetapi juga lalai di dalam mengupayakan pemenuhan hak konstitusional sejumlah

besar warga Negara dalam menyalurkan aspirasi mereka secara

demokratis……….”

Bahkan dalam dokumen yang sama Komnas HAM menerbitkan rekomendasi yang pada intinya menyatakan:

“bahwa telah terjadi penghilangan hak konstitusional pemilih dalam Pemilu Legislatif 2009 secara massive (25-40% warga mempergunakan hak pilihnya) dan sistemik di seluruh wilayah Republik Indonesia”;

“Negara, khususnya Presiden, Departmen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, DPR serta KPU gagal menunaikan kewajiban institusional masing-masing untuk memastikan suatu penyelenggaraan Pemilu yang JURDIL”;

Penghilangan hak konstitusional tersebut, dapat dikatakan sebagai bentuk kegagalan Negara dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diamanatkan dalam peraturan perundang- undangan”;

b. PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI

Bahwa terkait kegagalan dan/atau kesengajaan dan/atau kelalaian Termohon di dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, sehingga terdapat suatu fakta hukum dimana terdapat satu tahapan penyelenggaraan Pemilu yang tidak dilaksanakan oleh Termohon pada Pemilu Presiden tahun 2009, keadaan mana telah diketahui

dan diakui oleh Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya dalam Putusan telah menyatakan secara tegas bahwa:

”...pembenahan DPT melalui pemutakhiran data sangat sulit dilakukan oleh KPU,... (terkait fakta dimana KPU telah lalai untuk melakukan pemutakhiran, pengumuman, perbaikan dan penetapan data pemilih)”;

sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 tertanggal 6 Juli 2009. Dengan demikian dan oleh karenanya dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana telah terdapat satu proses tahapan penyelenggaraan Pemilu yang tidak dilaksanakan, oleh karenanya demi hukum dari sejak semula tidak pernah terjadi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 ATAU SETIDAK- tidaknya hasil Pemilu tanggal 8 Juli 2009 bukanlah hasil Pemilu yang sah menurut hukum, dikarenakan telah dibuat dalam suatu proses yang melawan hukum atau setidak-tidaknya menyimpang, terlebih dengan memperhatikan ketiadaan DPT sebagai pilar utama demokrasi sekaligus parameter akuntabilitas, proporsionalitas serta transparansi, yang tidak hanya menentukan siapa yang akan menjadi pemimimpin nantinya, akan tetapi lebih substansi lagi sangat mempengaruhi produksi surat suara, partisipasi masyarakat pemilih, parameter pengawasan bahkan potensi manipulasi yang berpengaruh secara langsung terhadap perolehan suara Pasangan Calon khususnya Pemohon.

c. REKOMENDASI BADAN PENGAWAS PEMILU

Bahwa terkait dengan pelanggaran-pelanggaran dan/atau penyimpangan-penyimpangan yang bersifat masif, terstruktur, dan sistemik secara terang dan kasat mata terlihat pada saat Termohon menjalankan kewenangan atributif yang bersifat distorsif, dimana Termohon disatu sisi dengan segala hak, kekuasaan dan kewenangannya telah mengakselerasi tahapan-tahapan Pemilu, akan tetapi disisi lain Termohon telah mengabaikan berbagai macam pelanggaran yang terjadi di dalam proses penyelenggaraan Pemilu

atau setidak-tidaknya Termohon dengan sengaja telah melakukan pembiaran dengan tidak menindaklanjuti temuan-temuan stakeholder Pemilu yang sejatinya guna penyelenggaraan yang lebih baik, sementara hal itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lingkup kompetensinya, Badan Pengawas Pemilu telah memaparkan hasil tindak lanjut laporan pengaduan, yang pada intinya menyatakan bahwa telah diketemukan:

i. 401 kejadian yang masuk ke dalam lingkup pelanggaran/sengketa administratif;

ii. 70 kejadian yang masuk ke dalam lingkup pelanggaran pidana Pemilu;

iii. 90 kejadian yang masuk ke dalam lingkup pelanggaran/ penyimpangan/kecurangan lainnya;

dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, yang kesemuanya terkait langsung dengan perolehan suara Pasangan Calon. Terkait temuan dan fakta hukum pelanggaran sebagaimana tersebut di atas, Pemohon mohon melalui Mahkamah Konstitusi yang Mulia agar dapat menghadirkan Badan Pengawas Pemilu maupun Panitia Pengawas Pemilu di setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu, agar dapat memperkuat Permohonan Pembatalan Pemohon atau setidak-tidaknya Majelis Hakim Konstitusi Yang Terhormat pemeriksa perkara a quo dapat memperoleh gambaran yang jelas dalam memeriksa dan mengadili sengketa hasil penghitungan suara ini, termasuk terkait fakta dilakukannya Surat Penghentian Penyidikan oleh pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia terkait dengan pidana Pemilu yang direkomendasikan Bawaslu.

Keterangan Pers Susilo Bambang Yudhoyono Pasca Penetapan KPU tertanggal 25 Juli 2009: Bentuk Pengakuan SBY Atas Kinerja Buruk Termohon

Bahwa dengan mendasarkan pada pernyataan SBY:

Pihaknya telah menghimpun temuan di lapangan yang mengarah pada voting irregularities atau hal yang tidak benar”;

“pihaknya juga sudah menemukan dugaan selisih suara di tempat- tempat tertentu,...”;

“pihaknya juga member masukan dan saran ke KPU menyangkut DPT serta sosialisasi UU Pemilu...”

“Masih besar suara yang tidak sah sehingga perlu penyempurnaan UU pemilu ...”

Dapat diketahui bahwa SBY secara terang dan jelas menyatakan telah menemukan “voting irregularities” atau hal-hal yang tidak benar dalam Pemilu 2009, keadaan mana kalaupun tidak segera diselesaikan akan mencederai rasa keadilan dan kepastian hukum di masyarakat, bahkan dapat mempengaruhi legitimasi penetapan Presiden terpilih nantinya. Bahwa terkait dengan pernyataan lanjutan dimana,

pihaknya juga sudah menemukan dugaan selisih suara di tempat- tempat tertentu,.namun karena selisihnya tidak terlalu besar, masalah itu tidak dilaporkan ke MK...setelah kami analisis suara kami hanya berbeda ratusan suara, tentu tidak tepat untuk disalurkan ke MK, yang tidak juga akan mengubah keputusan KPU...”

haruslah dicermati sebagai bentuk upaya intimidatif tidak hanya bagi pasangan calon yang hendak mengajukan permohonan pembatalan ke Mahkamah Konstitusi juga bagi Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa perkara a quo, atau setidak-tidaknya haruslah dilihat sebagai bentuk intervensi kekuasaan atas penyelenggaran Pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat.

15. Bahwa selain temuan atas kesalahan hasil penghitungan suara sebagaimana telah diuraikan dalam butir 9 dan penyimpangan terstruktur dan sistematis yang dilakukan oleh Termohon beserta jajarannya, ternyata penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009 oleh Termohon telah disertai dengan banyaknya kecurangan-kecurangan dan pelanggaran-pelanggaran yang secara terang dan kasat mata mengakibatkan berkurangnya hasil perolehan suara Pemohon dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, penyimpangan dan/atau pelanggaran mana akan Pemohon uraikan dengan pemetaan yang di dasarkan pada lingkup

provinsi dengan uraian sebagaimana kami lampirkan dalam Dokumen Laporan Temuan Pelanggaran Tim Kampanye Nasional Pemohon, sebagaimana secara sistematis akan diuraikan sebagai dokumen bukti maupun temuan pelanggaran, yang disusun secara sistematis yang merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan permohonan keberatan ini (vide Bukti “P-51”).

16. Bahwa guna memberikan gambaran yang utuh kepada Majelis Hakim Konstitusi pemeriksa perkara a quo berkenaan dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, amat terang dan jelas serta menjadi bukti yang sempurna dimana pada basis-basis massa pemilih Pemohon, telah dilakukan upaya yang sistematis dan terstruktur bahkan terdapat kecenderungan dimana pada daerah yang rendah partisipasi politik masyarakat pemilih ternyata Pemilih DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Prof. DR. Boediono memperoleh hasil yang sangat signifikan, termasuk dengan terdapat banyak diketemukannya hasil perolehan suara yang sangat ganjil baik dalam konteks sosio-kulturis maupun ideologis, khsususnya dengan mendasarkan pada grafik di bawah ini:

Dalam dokumen Putusan baca 12 Agustus 2009 (Halaman 52-58)