• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Fath al-Mu’în

Bab II: KERANGKA TEORI

A. Teori Tentang Penerjemahan

1. Buku Fath al-Mu’în

a. Biografi Pengarang

Beliau adalah bernama Syaikh Zain al-Dîn ibn ‘Abd al-‘Azîz al-Malîbâry atau Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbâry. Ia merupakan ulama' yang di lahirkan di daerah Malabar, India Selatan. Tak diketahui secara persis, kapan Syaikh Zainuddin Al-Malibari lahir. Bahkan, wafatnya pun muncul berbagai pendapat. Beliau diperkirakan meninggal dunia sekitar tahun 970-990 H dan di makamkan di pinggiran kora Ponani, India. Tepatnya terletak di samping masjid Agung Ponani atau Funani.38

Beliau adalah cucu dari Syaikh Zain al-Din ibn Ali pengarang kitab Irsyadul Qasidin ringkasan kitab munhaj al-Abidin, sejak kecil, Syaih Zain al-Dîn al-Malibari telah terdidik oleh keluarga agamis, selain sekolah di al-Madrasy yang didirikan oleh kakek beliau, beliau juga berguru kepada beberapa Ulama' Arab, diantaranya Ibnu Hajar al Haitami dan Ibn al-Ziad. Syaikh Zain al-Din al-Malibari, selain dikenal sebagai ulama fikih yang mengikuti madzhab Syafi'i, beliau juga dikenal sebagai ahli tasawuf, sejarah dan sastra. Beliau mempunyai beberapa karya yaitu Fath al-Mu’în

syarah atas kitab karyanya sendiri Qurrat al-Ayun Fi Muhimmati al-Din, Hidayah al-

38

Saeful. Syaikh Zain al-Dîn ibn ‘Abd al-‘Azîz al-Malîbâry,

Azkiya ilâ Thariq al-Auliya, serta Irsyad Al-Ibad ila Sabili al-Rasyad, dan Tuhfat al- Mujahidin. Seperti kebanyakan ulama lainnya, Syaikh Zain al-Dîn Al-Malîbari juga dikenal sebagai ulama yang sangat tegas, kritis, konsisten, dan memiliki pendirian yang teguh. Ia pernah menjadi seorang hakim dan penasehat kerajaan, dan diplomat. Tak banyak riwayat yang menjelaskan ketokohan dari Syaikh Zain al-Dîn al- Malîbâry, ulama asal Malabar, India Selatan. Kalau ada, itu hanya sebatas mengungkapkan keterangannya dalam berbagai karya yang ditulisnya. Tak diketahui secara persis, kapan Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbâry lahir. Bahkan, wafatnya pun muncul berbagai pendapat. Ia diperkirakan meninggal dunia sekitar tahun 970-990 H dan dimakamkan di pinggiran kora Ponani, India.

Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbâry merupakan keturunan bangsa Arab. Ia dikenal pula dengan nama Makhdum Thangal. Julukan ini dikaitkan dengan daerah tempat dirinya tinggal. Ada yang menyebutnya dengan nama Zainuddin Makhdum, atau Zainuddin Thangal atau Makhdum Thangal. Julukan ini mencerminkan keutamaan dan penghormatan masyarakat setempat kepada dirinya.

b. Sitematika Kitab Fath al-Mu’în

Kitab kuning memang menarik tentu saja bukan warnanya kuning, karena kitab itu mempunyai ciri-ciri yang melekat yang untuk memahaminya memerlukan keterampilan tertentu dan tidak cukup hanya untuk menguasai bahasa Arab saja. Sehingga banyak sekali orang pandai berbahasa Arab, namun masih kesulitan

mengklarifikasikan isi dan kandungan kitab-kitab kuning secara persis. Sebaliknya, tidak sedikit ulama yang menguasai kitab kuning tidak dapat berbahasa Arab.39

Sistematika penyusunan kitab-kitab kuning pada umumnya sudah begitu maju dengan urutan kerangka yang lebih besar kemudian berturut-turut sub-sub kerangka itu dituturkan sampai pada yang paling kecil.

Pada kitab kuning mempunyai ciri khususnya yang terdapat pada kitab fiqh madzhab Syafi’i. Pada kitab-kitab ini selalu menggunakan istilah (idiom) dan rumus- rumus tertentu, salah satu kitab fiqh yang bermadzhab Syafi’i yaitu Fath Al-Mu’în

yang dikarang oleh Syaikh Zain ad-Dȋn al-Malȋbary. Dalam kitab ini terdapat menyatakan pendapat yang kuat dipakai kalimat al-madzhab, al-ashah, al-shahih, al- aujah, a-rajih dan seterusnya. Misalnya lagi, untuk menyatakan kesepakatan antar ulama beberapa madzhab digunakan kalimat ijma’an dan untuk menyatakan kesepakatan intern ulama satu madzhab digunakan kalimat ittifaqan. Padahal kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama menurut bahasa.

Pada kitab Fath Al-Mu’în ini terdapat ciri lain yaitu tidak menggunakan tanda baca yang lazim. Tidak pakai titik, koma, tanda seru, tanda tanya dan lain sebagainya. Subyek dan predikat sering dipisahkan dengan jumlah mu’taridhah yang cukup panjang dengan tanda-tanda tertentu. Ciri inilah yang sangat memerlukan kecermatan dan keterampilan agar para pembaca memahami bentuk makna dan kandungannya, bahkan dapat menginterpretasikan dan menganotasikan secara luas. Di dalam kitab

39

ini yang ada hanya fashlun, kitâbun, far’un, muhimmatun, dan tanbihun yang kesemuanya merupakan tanda kepindahan pokok bahasan

Selain dari pada itu kitab-kitab kuning terutama kitab Fath Al-Mu’în ini dalam menyajikan setiap materi persoalan, diawali dengan definisi-definisi yang tajam (jami’ mani’) yang memberi batasan pengertian yang jelas, untuk menghindari kerancuan yang mungkin timbul dalam pemahaman. Selanjutnya diuraikan pula elemen-elemen (arkan)–nya dengan segala persyaratan (syuruth)-nya, yang bersangkutan dengan persoalan itu. Pada kitab ini dijelaskan pula argumentasi yang biasanya meliputi penunjukkan sumber hukumnya (ayat atau hadits) dan analoginya.

Sebagaimana dikatakan oleh pengarangnya sendiri yaitu Zain al-Dîn al- Malîbâry, murid dari al-Allaamah Ibnu Hajar al-Haitamy, kitab Fath al-Mu’în ini disandarkan atas kitab Syaikh Syihabuddin Ahmad Ibn Hajar al-Haitamy, Wajihuddin Abd Ar Rahman Ibn Zaiyad az-Zubaidy, dan juga syaikhul Islam Zakariya al-Anshari serta Syaikh Ahmad al-Muzajjad az-Zubaidy, juga disandarkan atas dua orang Syaikhul Madzhab Imam Besar an-Nawawi dan ar-Rafi’i.40

Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbâry sebagai penulis kitab Fath Al-Mu’în, di dalam kitab membahas berbagai pengetahuan dan permasalahan tentang fiqh secara rinci, mulai dari bab shalat, zakat, puasa, haji, dan umrah, jual beli, ariyah, hibah, wakaf, ikrar, wasiat, faraidh, nikah, jinayad, murtad, hukuman, jihad peradilan, dakwaan, dan bayyinah, bahkan tidak ketinggalan masalah “perbudakan” sempat diperbincangkan, mungkin dari permasalah perbudakan ini, kita akan menganggap perlu menggariskan

40

secara tegas tentang definisi budak itu sendiri. Masih adakah budak di zaman modern seperti saat ini, ataukah justru tumbuh “perbudakan modern.”

Dokumen terkait