• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N. Bumi Perkemahan Sukamantri

Berdasarkan RIPPDA Kabupaten Bogor 2003-2008, Bumi Perkemahan Sukamantri (Gambar 25) merupakan objek wisata alam yang berlokasi di Desa Sukamantri, berjarak kurang lebih 15 km dari Kota Bogor. Bumi Perkemahan Sukamantri memiliki luas sekitar 5 hektar, dengan pemandangan hutan pinus dan rasamala. Wana wisata ini dapat dicapai dari Kecamatan Ciomas (14 km) dan dari Kabupaten Bogor (14 km). Namun kondisi jalan dari jalan raya menuju bumi perkemahan terbentang sejauh 2 km dengan kondisi sangat rusak dan berbatu, sehingga kendaraan roda empat harus berjalan dengan sangat perlahan untuk melewatinya. Adapun sarana dan fasilitas yang tersedia antara lain areal berkemah, jalur tracking, pintu gerbang, loket karcis, aula, shelter, toiet, kamar mandi, tempat sampah, tempat parkir, musholla, pos jaga, ruang informasi, pondok kerja, tempat duduk, shelter (gardu pandang), dan warung wisata. Tiket masuk sekitar Rp. 3.000,00 – 3.500,00 per orang.

Bumi Perkemahan Sukamantri yang terletak pada ketinggian 750 mdpl ini memiliki konfigurasi lapangan yang umumnya bergelombang. Kawasan ini mempunyai curah hujan 4.000 mm/tahun dengan suhu udara 25°C. Bumi Perkemahan Sukamantri terdiri dari hutan tanaman (Agatis, Rasamala, dan Pinus). Potensi visual lanskap menuju lokasi cukup menarik dengan pemandangan alam berupa pegunungan dan perkebunan, sedangkan potensi visual lanskap di dalam kawasan adalah tegakan tanaman hutan dan panorama Kota Bogor.

Kegiatan yang dilakukan di Bumi Perkemahan Sukamantri adalah berkemah, trekking, dan berbagai permainan outdoor. Untuk kegiatan berkemah tersedia dua kompleks perkemahan dengan kapasitas tampung keseluruhan 20 – 30 unit kemah (300 orang). Status lahan Bumi Perkemahan Sukamantri adalah hutan produksi yang dimanfaatkan sebagai bumi perkemahan sejak tahun 1980. Bumi perkemahan Sukamantri merupakan objek wisata alam yang sangat berpotensi, tetapi karena memiliki tema yang khas dan letaknya di dalam hutan yang jauh dari daerah pertumbuhan kecamatan, Bumi Perkemahan Sukamantri tidak memberikan banyak pengaruh terhadap pengembangan agrowisata di Kecamatan Tamansari.

Sarana dan Prasarana

Fasilitas yang telah dimiliki Kecamatan Tamansari terkait pariwisata adalah penginapan, yaitu Highland Resort di Desa Tamansari dan Kampung Budaya Sindangbarang di Desa Pasir Eurih. Selain itu terdapat juga villa di sepanjang jalan Gunung Malang, mulai dari daerah gerbang Curug Nangka hingga Pura Parahyangan Agung Jagatkarta. Desa wisata Pasir Eurih juga memiliki 21 rumah warga yang bersedia dijadikan homestay untuk wisatawan. Selain penginapan, fasilitas mendasar yang dibutuhkan adalah akses yang baik, transportasi, tempat parkir, petunjuk arah, dan toko souvernir.

Akses merupakan kendala utama Kecamatan Tamansari untuk pengembangan agrowisata. Jalan di Kecamatan Tamansari tidak cukup lebar untuk kebutuhan wisata. Walau begitu, kondisi jalan menuju objek-objek wisata umumnya sudah beraspal. Transportasi di Kecamatan Tamansari pun belum memadai karena trayek yang ada tidak meliputi seluruh objek wisata. Angkutan umum hanya dapat ditemui di jalan raya dan beberapa jalan desa dengan rute terbatas. Oleh karena itu pengunjung umumnya membawa kendaraan pribadi untuk berwisata. Akan tetapi, tidak banyak tempat parkir yang tersedia. Di antara semua atraksi wisata yang telah dijelaskan sebelumnya, hanya Pura Parahyangan Agung Jagatkarta yang telah memiliki tempat parkir yang layak. Lokasi lainnya tidak memiliki tempat parkir yang cukup luas, bahkan tidak memiliki lahan untuk tempat parkir sama sekali. Selain itu, penunjuk arah menuju objek-objek wisata tersebut masih minimalis. Belum semua objek yang dijelaskan sudah memiliki petunjuk arah. Beberapa petunjuk arah yang sudah ada pun belum memadai. Hal ini dikarenakan letak petunjuk yang kurang strategis dan pemberian petunjuk yang tidak menyeluruh, tidak sejak awal dan tidak sampai tujuan. Fasilitas yang tidak kalah penting adalah toko souvenir. Toko souvenir berperan sebagai sumber ekonomi masyarakat secara langsung dan media promosi wisata. Objek wisata yang telah memiliki toko souvenir hanyalah Pura Parahyangan Agung Jagatkarta. Sayangnya, toko souvenir tersebut pasif dan sudah jarang beroperasi. Hal-hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus dalam pengembangan agrowisata ke depannya.

Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Agrowisata

Analisis kesesuaian dan kelayakan agrowisata dinilai terhadap sepuluh kriteria kelayakan agrowisata (KKA) yang dikeluarkan oleh Smith (1989) dalam Maharani (2009) berdasarkan potensi agrowisata dan kondisi desa aktual. Sepuluh poin tersebut adalah atraksi pertanian, atraksi alami, atraksi sejarah, atraksi budaya, akses, sumber daya tempat belanja, letak dari jalan, sarana wisata, pengelolaan, dan program wisata. Penilaian dilakukan dengan mencocokkan kondisi aktual meliputi aspek fisik-biofisik, aspek legal, aspek wisata, dan aspek sosial-budaya desa dengan pilihan dalam kesepuluh kroteria tersebut. Objek penilaian adalah kedelapan desa di Kecamatan Tamansari agar dapat diketahui desa mana saja yang berpotensi untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Penilaian kesesuaian dan kelayakan agrowisata ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Penilaian KKA Kecamatan Tamansari

DESA

Kesesuaian dan Kelayakan Agrowisata (KKA) Jumlah Terbobot ΣKKA 0.2 0.1 0.05 0.05 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pasir Eurih 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3.55 Tamansari 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 3.4 Sukaluyu 4 3 1 4 3 3 2 1 3 4 2.95 Sukajadi 4 4 1 1 3 3 2 3 2 1 2.7 Sukamantri 3 4 1 1 2 3 2 3 1 1 2.3 Sukajaya 3 3 1 1 4 3 3 1 0 1 2.2 Sirnagalih 2 3 1 1 4 3 3 3 0 1 2.2 Sukaresmi 2 3 1 1 3 3 3 1 0 1 1.9

Kriteria yang dinilai adalah atraksi pertanian (nomor 1 pada tabel) dengan bobot 20%, atraksi alami (nomor 2 pada tabel) dengan bobot 10%, atraksi sejarah (nomor 3 pada tabel) dengan bobot 5%, atraksi budaya (nomor 4 pada tabel) dengan bobot 5%, akses (nomor 5 pada tabel) dengan bobot 10%, sumber daya tempat beanja (nomor 6 pada tabel) dengan bobot 10%, letak dari jalan (nomor 7 pada tabel) dengan bobot 10%, sarana wisata (nomor 8 pada tabel) dengan bobot 10%, pengelolaan (nomor 9 pada tabel) dengan bobot 10%, dan program wisata (nomor 10 pada tabel) dengan bobot 10%. Nilai KKA tertinggi diraih oleh Desa Pasir Eurih dengan nilai 3.55 dari 4. Sedangkan nilai KKA terendah diraih oleh Desa Sukaresmi dengan nilai 1.9 dari 4. Selanjutnya, kedelapan nilai tersebut akan dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu sangat berpotensi untuk agrowisata, berpotensi untuk agrowisata, dan cukup berpotensi untuk agrowisata dengan mengetahui rentang kelas. Rentang kelas didapatkan melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

R = Smax – Smin = 0.55.

K

dengan R adalah nilai rentang antar kelas yang dicari, Smax adalah nilai KKA tertinggi yaitu 3.55, Smin adalah nilai KKA terendah yaitu 1.9, dan K adalah jumlah kelas yang diinginkan yaitu 3. Melalui perhitungan, didapatkanlah nilai R sebesar 0.55. Maka yang dikategorikan dalam kelas cukup berpotensi adalah desa dengan nilai 1.9 hingga 2.45, nilai 2.46 hingga 3 untuk kelas berpotensi, dan nilai 3.01 hingga 3.55 untuk kelas sangat berpotensi. Maka dapat disimpulkan bahwa kategori desa sangat berpotensi terdiri dari Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari, dan desa berpotensi hanya diduduki oleh Desa Sukajadi. Sementara itu, desa lainnya yaitu Desa Sukamantri, Desa Sukajaya, Desa Sirnagalih, Desa Sukaluyu, dan Desa Sukaresmi masuk dalam kategori desa cukup berpotensi untuk agrowisata. Kategori potensi agrowisata desa dapat dilihat pada Gambar 26.

Dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Bogor telah menunjuk Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, dan Desa Sukajadi sebagai desa wisata di Kecamatan Tamansari. Keputusan tersebut ternyata berbeda dengan desa berpotensi agrowisata hasil analisis KKA. Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari mendapat peringkat satu dan dua, namun ternyata peringkat ketiga bukanlah Desa Sukajadi melainkan Desa Sukaluyu. Desa Sukajadi berada pada peringkat keempat walau termasuk dalam kategori potensi sama dengan Desa Sukaluyu. Desa Sukajadi memiliki atraksi alami dan sarana wisata yang lebih baik, namun Desa Sukaluyu lebih unggul dalam atraksi

budaya, sejarah, pengelolaan agrowisata, dan aktivitas agrowisata. Desa Sukaluyu memiliki vihara yang masih terjaga bangunan dan budayanya, serta aktivitas agrowisata yaitu peternakan Cordero dan saung jejamuran Kang Idih.

Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari termasuk dalam kategori sangat berpotensi dengan selisih hanya 0.15 poin. Kedua desa tersebut memiliki atraksi pertanian yang beragam dan indah. Kedua desa tersebut juga memiliki atraksi budaya yang bernilai lokal tinggi dan dilestarikan, yaitu budaya Sunda di Desa Pasir Eurih dan budaya Hindhu di Desa Tamansari. Akses di kedua desa tersebut sama-sama cukup baik, begitu pun sumber daya rekreasi dan tempat perbelanjaan, letak dari jalan utama, dan sarana wisata. Kedua desa tersebut juga sudah memiliki program dan aktivitas agrowisata walau dalam skala kecil, yaitu tanaman hias dan budidaya jamur tiram di Desa Tamansari serta desa wisata Pasir Eurih dan Kampung Budaya Sindangbarang di Desa Pasir Eurih. Keempat desa ini selanjutnya akan menjadi fokus analisis penilaian keberlanjutan masyarakat.

Analisis Penilaian Keberlanjutan Masyarakat

Analisis penilaian keberlanjutan masyarakat (PKM) merupakan metode analisis yang dikeluarkan oleh Global Ecovillage Network (GEN) pada tahun 2000. Analisis ini dapat menunjukkan tingkat keberlanjutan suatu masyarakat. Dalam studi ini, analisis PKM digunakan untuk menilai empat desa, yaitu Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, Desa Sukaluyu, dan Desa Sukajadi. Keempat desa tersebut dipilih berdasarkan hasil analisis KKA. Desa Pasir Eurih dan Desa Tamansari sebagai desa yang sangat berpotensi untuk agrowisata sudah tentu dianalisis lebih lanjut. Desa Sukajadi dipilih karena statusnya yang telah ditunjuk sebagai desa wisata oleh Disbudpar Kabupaten Bogor. Namun karena hasil analisis KKA menunjukkan bahwa peringkat ketiga diduduki oleh Desa Sukaluyu melainkan Desa Sukajadi, maka Desa Sukaluyu pun dipilih untuk dianalisis. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Penilaian keberlanjutan masyarakat Kecamatan Tamansari

Desa Aspek Total Peringkat

Ekologis Sosial Spiritual

Pasir Eurih 182 330 329 841 1 Sukaluyu 203 259 198 660 2 Tamansari 184 234 198 616 3 Sukajadi 204 207 203 614 4 Keterangan:

Penilaian parameter dalam satu aspek:

333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam tiga aspek (total):

999+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 500-998 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-449 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan

G am ba r 26 P et a po te ns i agrow is at a

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa peringkat 1 hingga 4 secara berurutan adalah Desa Pasir Eurih, Desa Sukaluyu, Desa Tamansari, dan Desa Sukajadi. Urutan ini berbeda dengan analisis KKA dimana Desa Tamansari menduduki peringkat kedua dan Desa Sukaluyu pada peringkat ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa terlepas dari potensi agrowisata yang dimiliki, masyarakat Desa Sukaluyu lebih berkelanjutan dan lebih berpotensi untuk mengelola agrowisata. Sementara itu, masyarakat Desa Pasir Eurih mendapatkan nilai tertinggi yang cukup menonjol karena selisih yang cukup signifikan dari tiga desa lainnya. Walaupun begitu, keempat desa tersebut tergolong dalam kelompok nilai yang sama, yaitu 500-998 yang menunjukkan bahwa keempat desa tersebut telah memiliki awal yang baik ke arah keberlanjutan. Berikut merupakan pembahasan lebih lanjut mengenai tingkat keberlanjutan masyarakat tiap desa.

Hasil analisis menunjukkan bahwa Desa Pasir Eurih memiliki nilai tertinggi pada aspek sosial dan spiritual, yaitu 330 poin untuk aspek sosial dan 329 poin untuk aspek spiritual. Meskipun begitu, nilai aspek ekologis Desa Pasir Eurih merupakan yang terendah dari keempat desa. Nilai tiap sub aspek dari ketiga aspek dapat dilihat pada Tabel 11. Dapat dilihat pada tabel bahwa nilai pada sub aspek 4 dan 6 sangat rendah dan memerlukan tindakan untuk mencapai keberlanjutan (nilai 0-24). Sub aspek 4 adalah pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat, sementara sub aspek 6 adalah limbah cair dan pengelolaan polusi air. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan limbah di Desa Pasir Eurih belum cukup baik. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya industri sepatu dan sandal di Desa Pasir Eurih yang belum dapat mengolah limbahnya secara bijaksana seperti pada Gambar 27. Tabel 11 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Pasir Eurih

Aspek Sub-Aspek Nilai

1 2 3 4 5 6 7 Ekologis 24 16 38 24 44 0 36 182 Sosial 43 50 70 55 44 36 32 330 Spiritual 62 31 52 37 36 62 49 329 NILAI TOTAL 841 Keterangan:

Penilaian parameter dalam satu kriteria sub-aspek:

50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam satu aspek (nilai):

333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan

Selain dari dua sub aspek tersebut, sub aspek lain pada aspek ekologis mendapatkan nilai cukup baik yang menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan. Pada aspek sosial, nilai yang didapatkan sangat baik. Sub aspek 2 hingga 4 menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan. Sub aspek 2 ialah mengenai komunikasi dan aliran gagasan informasi, sub aspek 3 membahas mengenai jaringan pencapaian dan jasa, dan sub aspek 4 menilai keberlanjutan sosial. Hubungan sosial di Desa Pasir Eurih memang solid dan erat. Desa Pasir Eurih masih menjaga dan memelihara identitas perdesaan dan budaya Sunda.

Pemuda Desa Tamansari lebih memilih tinggal di desa untuk memajukan desa daripada pergi mencari pekerjaan ke kota. Desa Pasir Eurih masih memiliki tokoh masyarakat atau kokolot sebagai orang yang dihormati.

Sementara pada aspek spiritual seluruh sub aspek tergolong telah menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan, kecuali sub aspek 3 yang telah menunjukkan kemajuan sempurna. Sub aspek 3 tersebut menilai mengenai keberlanjutan spiritual yang memang telah diberi kebebasan secara umum di Indonesia.

Desa Sukaluyu menduduki peringkat kedua masyarakat yang berkelanjutan dengan nilai 660. Nilai tiap sub aspek dalam tiga aspek penilaian Desa Sukaluyu dapat dilihat pada Tabel 12. Secara umum, nilai yang didapatkan Desa Sukaluyu tiap sub aspek pada ketiga aspek telah menunjukkan sebuah awal yang baik menuju keberlanjutan. Hanya tiga nilai yang cukup rendah dan menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan. Ketiga nilai tersebut adalah sub aspek 6 pada aspek ekologis, serta sub aspek 1 dan 5 pada sub aspek spiritual. Sub aspek 6 aspek ekologis menilai limbah cair dan pengelolaan polusi air. Pengelolaan polusi air dan penanganan limbah cair di Desa Sukaluyu memang belum cukup baik. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah ke badan air. Penggunaan air pun masih belum dilakukan secara bijaksana. Sub aspek 1 pada aspek spiritual menilai keberlanjutan budaya dan sub aspek 5 menilai gaya pegas masyarakat. Desa Sukaluyu memang tidak memiliki kebudayaan khusus yang mengikat masyarakat. Masyarakat cenderung individualis dan kurang solid sehingga gaya pegasnya rendah.

Tabel 12 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Sukaluyu

Aspek Sub-Aspek Nilai

1 2 3 4 5 6 7 Ekologis 28 31 33 21 42 15 33 203 Sosial 46 37 33 28 39 49 27 259 Spiritual 16 20 55 32 13 39 23 198 NILAI TOTAL 660 Keterangan:

Penilaian parameter dalam satu kriteria sub-aspek:

50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam satu aspek (nilai):

333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan

Desa Tamansari menduduki peringkat ketiga dengan nilai 616 yang menunjukkan sudah ada awal yangbaik menuju ke arah keberlanjutan. Detail nilai tiap aspek dapat dilihat pada Tabel 13. Desa Tamansari mendapatkan nilai terendah pada aspek ekologis dibandingkan tiga desa lainnya. Hal ini dikarenakan sangat dekatnya Desa Tamansari dengan pusat pertumbuhan kecamatan sehingga kondisi ekologis kurang diperhatikan dan dijaga. Aspek sosial memiliki nilai cukup baik dan menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan. Pada aspek spiritual, sub aspek 2, 4, dan 5 dinilai kurang baik sementara sisanya sudah cukup baik. Sub aspek 2 menilai seni dan kesenangan, sub aspek menilai ketertarikan masyarakat, dan sub aspek 5 menilai gaya pegas masyarakat. Masyarakat desa Tamansari tidak memiliki kesenian khusus maupun sanggar kesenian tertentu. Masyarakatnya pun tidak begitu antusias terhadap kesenian, hanya sekedarnya saja. Masyarakat Desa Tamansari cenderung individualis dan kurang kompak sehingga keterikatan dan gaya pegas masyarakat cukup rendah. Konflik internal di Desa Tamansari cukup pelik dan hingga saat ini belum terselesaikan sepenuhnya. Pada umumnya, saat terjadi konflik antar kelompok masyarakat tertentu, pemerintah desa seharusnya bisa menetralkan masalah. Akan tetapi di Desa Tamansari, pemerintah desa tidak dapat melakukan hal tersebut dan pada akhirnya terlibat konflik tersebut.

Tabel 13 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Tamansari

Aspek Sub-Aspek Nilai

1 2 3 4 5 6 7 Ekologis 24 12 35 25 38 16 34 184 Sosial 33 38 47 28 28 33 27 234 Spiritual 28 17 50 21 11 40 31 198 NILAI TOTAL 616 Keterangan:

Penilaian parameter dalam satu kriteria sub-aspek:

50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam satu aspek (nilai):

333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan

Desa Sukajadi menduduki peringkat keempat dengan nilai 614. Walaupun peringkat terakhir, nilai yang didapatkan namun tidak begitu berbeda dengan Desa Tamansari karena selisih nilai hanya dua poin. Desa Sukajadi telah menunjukkan awal yang baik menuju masyarakat berkelanjutan. Nilai tiap sub aspek untuk ketiga aspek penilaian PKM dapat dilihat pada Tabel 14.

Pada aspek ekologis, sub aspek 4 dan 6 menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan sementara nilai lainnya telah menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan. Sub aspek 4 menilai pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat sementara sub aspek 6 menilai pengelolaan polusi air dan limbah cair. Tidak berbeda dengan Desa Sukaluyu, Desa Sukajadi juga belum mengelola limbahnya secara bijaksana, baik limbah padat maupun cair. Pada aspek sosial, sub aspek 3 dan 7 menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan sementara nilai lainnya telah menunjukkan awal yang baik ke arah

keberlanjutan. Sub aspek 3 menilai jaringan pencapaian dan jasa. Hal ini menunjukkan tidak lancarnya penyaluran informasi untuk masyarakat serta sedikitnya penawaran jasa dan kesempatan pelayanan masyarakat di Desa Sukajadi. Sub aspek 6 yang menilai pelayanan kesehatan mendapatkan nilai rendah karena sedikitnya jasa kesehatan di Desa Sukajadi.

Tabel 14 Penilaian keberlanjutan masyarakat Desa Sukajadi

Aspek Sub-Aspek Nilai

1 2 3 4 5 6 7 Ekologis 33 24 33 19 44 20 31 204 Sosial 36 36 15 28 37 35 20 207 Spiritual 23 16 51 27 10 43 33 203 NILAI TOTAL 614 Keterangan:

Penilaian parameter dalam satu kriteria sub-aspek:

50+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 24-49 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-24 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan Penilaian parameter dalam satu aspek (nilai):

333+ : Menunjukkan kemajuan sempurna ke arah keberlanjutan 166-332 : Menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan 0-165 : Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan

Analisis Persepsi dan Preferensi Masyarakat

Analisis ini dilakukan dengan menyebar kuesioner secara stratified random sampling terhadap tiga kelompok masyarakat, yaitu aparat pemerintahan (33.3%), kelompok yang berkaitan dengan agrowisata (33.3%), dan masyarakat (33.3%) dengan total responden sebanyak 30 orang. Dari seluruh responden, 43% tahu sedikit mengenai agrowisata, 20% kurang tahu, dan 20% tidak tahu sama sekali. Hanya 17% responden yang benar-benar mengerti agrowisata. Mengenai kondisi desa, 33% responden berpendapat akses menuju Kecamatan Tamansari sudah baik, 40% lainnya berpendapat cukup baik, 7% berpendapat kurang baik, dan 20% mengatakan buruk. Sebagian besar responden kurang puas dengan kondisi jalan di kecamatan. Sebanyak 57% berpendapat sebagian jalan memiliki kondisi baik dan sebagian jalan buruk. Sebanyak 30% berpendapat sebagian besar rusak, dan hanya 14% mengatakan sebagian besar jalan sudah baik. Responden setuju bahwa pemandangan Kecamatan Tamansari indah. Sebanyak 57% mengatakan indah dan 33% berpendapat sangat indah. Sebanyak 10% sisanya berpendapat kurang indah. Mengenai pola permukiman, 57% berpendapat cukup tertata namun kurang bersih atau sebaliknya. Sebanyak 26% lainnya berpendapat tidak bersih dan juga tidak tertata dengan baik. Sebanyak 17% berpendapat cukup bersih dan cukup tertata, namun tidak ada yang menganggap pola permukiman sudah sangat bersih dan tertata rapi. Pendapat responden mengenai berbagai kondisi desa tersebut dapat dilihat pada Gambar 28.

Analisis ini juga menyoroti persepsi masyarakat terhadap potensi sumber daya manusia di Kecamatan Tamansari untuk mengelola agrowisata. Sebanyak 53% berpendapat masyarakat cukup mampu mengelola agrowisata, 40% lainnya berpendapat kurang mampu, dan 7% sisanya berpendapat sangat mampu. Sebanyak

23% percaya bahwa kelompok tani berkredibilitas untuk mengelola agrowisata. Sebanyak 10% berpendapat kelompok tani cukup berpotensi, 27% lainnya berpendapat kelompok tani kurang berpotensi, 23% lagi percaya kelompok tani berpotensi namun butuh dukungan, 17% lainnya tidak berpendapat. Pengembangan agrowisata tentunya juga akan membawa perubahan bagi desa dan kecamatan. Wisatawan datang dari berbagai daerah dengan budaya dan sifat yang berbeda-beda. Sebanyak 67% responden tidak khawatir terhadap perubahan tersebut sementara 33% lainnya memiliki kekhawatiran tertentu atas perubahan-perubahan yang akan terjadi.

Seluruh responden (100%) setuju dengan konsep agrowisata berbasis masyarakat, yaitu agrowisata yang dikelola oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Seluruh responden juga setuju apabila agrowisata berbasis masyarakat tersebut diterapkan di desanya di Kecamatan Tamansari. Hal ini menunjukkan tingginya akseptibilitas pengembangan agrowisata berbasis masyarakat di Kecamatan Tamansari. Akan tetapi, hanya 37% yang percaya bahwa desanya sangat berpotensi untuk penerapan agrowisata berbasis masyarakat tersebut. Sebanyak 50% lainnya berpendapat desanya cukup berpotensi, dan 13% lainnya berpendapat desanya kurang berpotensi. Sebanyak 80% responden bersedia untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan agrowisata tersebut. Sebagian tertarik

Baik 33% Cukup Baik 40% Kurang Baik 7% Buruk 20%

Akses

Baik seluruh nya 13% Sebagian baik sebagian rusak 57% Sebagia n besar rusak 30%

Jalan

Sangat indah 33% Cukup indah 57% Kurang indah 10%

Pemandangan

Sangat bersih-tertata rapi 0% Cukup bersih-kurang tertata 17% Kurang bersih-kurang tertata 56% Tidak bersih-kurang tertata 27%

Dokumen terkait