Para manajer merupakan orang-orang yang paling diuntungkan dengan keberadaan teknologi informasi. Disamping sebagai alat pembantu dalam proses pengambilan keputusan, teknologi informasi merupakan sarana komunikasi yang efisien dan efektif bagi mereka. Yang perlu diperhatikan dalam pengembangan teknologi informasi adalah kenyataan bahwa setiap perusahaan memiliki kebutuhannya masing-masing, yang sangat berbeda dengan perusahaan sejenis lainnya. Lebih jauh lagi, setiap manajer memiliki kekhasannya masing-masing dalam proses pengambilan keputusan. Hal inilah yang harus dipahami bagi para praktisi manajemen teknologi informasi agar dapat membangun sebuah sistem yang tidak hanya unggul dalam kecepatan dan ketepatan saja, melainkan yang relevan atau sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh dapat dilihat bagaimana pola pengambilan keputusan yang berbeda antara manajemen puncak pada badan usaha-badan usaha milik negara yang biasanya lebih menekankan pada pencapaian misi usaha yang dicanangkan pemerintah, dengan manajemen puncak pada perusahaan swasta yang lebih memfokuskan diri pada peningkatan profitabilitas perusahaan. Mau tidak mau, suka tidak suka, perancangan teknologi informasi pun harus dapat disesuaikan dengan keadaan tersebut agar dapat menjamin tingkat efektivitas proses implementasi.
Employees
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemakaian teknologi informasi secara optimum seringkali merubah kebiasan bekerja para karyawan. Sesuai dengan hakekat keberadaan teknologi informasi sebagai alat bantu dalam meningkatkan kinerja sumber daya manusia, segala permasalahan yang dihadapi dalam segala usaha pengenalan dan penerapan teknologi tersebut harus selalu dikomunikasikan dengan para karyawan. Manajemen harus jeli dan peka terhadap segala potensi negatif yang dapat ditimbulkan karena diimplementasikannya teknologi informasi. Contoh yang paling klasik adalah tidak produktifnya karyawan pada jam-jam kerja karena banyak dari mereka yang melakukan browsing di internet untuk keperluan-keperluan yang tidak berhubungan dengan tugas sehari-hari. Contoh lainnya adalah tidak dipersiapkannya mereka dalam memanfaatkan teknologi baru yang diperkenalkan perusahaan sehingga keberadaan teknologi informasi bukannya semakin meningkatkan performa mereka, melainkan justru menurunkan mutu pekerjaan mereka (lebih lambat, lebih mahal, dan lebih buruk). Fenomena lain yang sering terjadi adalah penolakan para karyawan untuk merubah kebiasan mereka bekerja sehari-hari (fenomena “people do not like to change” atau “old habit is hard to die”), sehingga terkadang mereka mencari alasan-alasan lain untuk menutupi kemalasan mereka. Di sinilah dibutuhkan strategi pengenalan dan implementasi teknologi informasi agar dapat memenuhi target yang telah dicanangkan perusahaan sehubungan dengan dibangunnya infrastruktur teknologi yang baru.
tersebut, pemerintah suatu negara berkewajiban menyusun strategi agar penerapan teknologi informasi di setiap perusahaan atau institusi lain di masyarakat tidak bertentangan dengan strategi nasional secara umum dan prinsip-prinsip etika atau hukum internasional. Contohnya adalah bank sentral sebuah negara yang membutuhkan laporan-laporan berkala dari seluruh bank-bank yang ada di negara tersebut untuk keperluan kontrol. Agar setiap bank dapat memberikan laporan yang sesuai dalam waktu yang telah ditargetkan setiap bulannya, tentu saja harus ada kesepakatan mengenai bentuk dan format laporan yang diinginkan. Dengan kata lain, pengembangan teknologi informasi di masing-masing bank harus mengikuti standar-standar pengkodean yang telah ditetapkan pemerintah, yang dalam hal ini adalah bank sentral yang bersangkutan. Hak cipta intelektual terhadap karya-karya aplikasi dan perangkat lunak merupakan salah satu aspek yang harus dilindungi oleh pemerintah setempat. Secara tidak langsung, setiap perusahaan yang ingin membeli dan mengimplementasikan paket aplikasi tertentu harus menghitung-hitung terlebih dahulu cost- benefit-nya. Resiko besar harus dihadapi perusahaan yang memutuskan untuk menggunakan perangkat lunak bajakan, karena dapat menghadapi tuntutan hukum di kemudian hari yang tidak mustahil akan dapat membuat perusahaan yang bersangkutan berada dalam kesulitan besar.
Manufacturers
Adalah tujuan setiap perusahaan teknologi informasi agar produk-produk yang dihasilkan dapat menguasai segmen pasar tertentu. Perang standar merupakan salah satu cara dalam berkompetisi, dimana pemenangnya akan dapat “mengatur” standar internasional yang dipakai secara internasional. Di sini perusahaan harus jeli dalam memilih dan menentukan standar teknologi informasi yang ingin dicapai. Di satu sisi teknologi yang dipilih harus memiliki standar internasional sehingga mudah dalam pengembangannya, terutama dalam hubungan interaksi antara komponen-komponen dalam multi-sistem, sementara di sisi lain teknologi tersebut harus memiliki siklus usia yang cukup panjang. Ketergantungan terhadap para produsen teknologi informasi merupakan suatu hal yang patut dicermati. Kunci utamanya adalah terletak pada dukungan pelayanan yang mereka miliki (supports dan services) dan kemampuan perusahaan dalam mengadakan alih teknologi dari para vendor ke staf pada Divisi Teknologi Informasi misalnya. Namun mengingat bahwa hampir sebagian besar dari perusahaan memiliki bisnis utama (core business) yang bukan berorientasi pada pengembangan teknologi informasi, maka konsep hubungan kerja sama dengan para penyedia jasa teknologi informasi patut dijadikan pertimbangan strategis (strategic alliances). Contoh perang besar standar yang ada dewasa ini adalah pada platform sistem informasi, antara sistem berbasis produk-produk Microsoft dengan sistem lain berbasis Unix.
Sumber: Michael Earl, 1989 INFORMATION TECHNOLOGY
Business Users
Business Users
Government
Government
Manufacturers
Manufacturers
Suppliers
Suppliers
CustomersCustomers
Competitors
Competitors
EmployeesEmployees
• Union Agreements • Job Satisfaction • New Products • New Markets • New Business • Networking • Integrating • Expectations • Behavior • Needs • Standards • Regulation • Law • Policy • Technology • Standards
Customers
Pelanggan adalah sumber pemasukan (revenue) dari perusahaan yang secara tidak langsung akan menentukan mati hidupnya perusahaan. Dewasa ini, semakin hari para pelanggan semakin akrab dengan teknologi informasi. Hal ini wajar mengingat bahwa penggunaan teknologi informasi dalam segala aspek kehidupan merupakan salah satu ciri masyarakat global. Karena teknologi telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi mereka yang hidup di kota-kota besar, maka tuntutan agar perusahaan- perusahaan yang berperan dalam kehidupan mereka menyediakan fasilitas-fasilitas teknologi informasi merupakan hal yang wajar. Contohnya adalah dalam dunia pendidikan perguruan tinggi, dimana mereka akan memilih universitas yang paling tidak memilki fasilitas internet sebagai salah satu alat dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar maupun administrasi perkuliahan. Contoh lain adalah perusahaan telepon genggam yang harus memiliki fungsi electronic mail pada produk-produk telepon yang ditawarkan. Dengan mudahnya para pelanggan akan pindah ke perusahaan lain jika keinginan mereka akan suatu fasilitas teknologi tertentu tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan.
Competitors
Salah seorang praktisi sistem informasi secara bergurau memberi julukan “Devil’s Advocate” bagi para konsultan yang berusaha meyakinkan manajemen puncak perusahaan terhadap pentingnya teknologi informasi. Secara singkat yang ingin mereka katakan adalah: “Tidak apa-apa jika perusahaan memutuskan untuk tidak akan memanfaatkan teknologi informasi untuk kegiatannya sehari- hari. Namun yang harus diingat bahwa hal tersebut tidak berlaku untuk para kompetitor mereka”. Artinya, dalam menentukan apakah sebuah perusahaan merasa perlu menginvestasikan uangnya untuk membangun infrastruktur teknologi informasi atau tidak, tidak hanya semata-mata berdasarkan analisa kebutuhan saja, namun harus dilihat pula hasil studi terhadap para kompetitor mereka. Harap diperhatikan bahwa para pesaing akan mencoba berbagai macam cara (terutama yang tidak terpikirkan oleh perusahaan- perusahaan lain) untuk dapat memenangkan persaingan, dan teknologi informasi merupakan salah satu senjata utama yang sangat ampuh di era globalisasi ini.
Suppliers
Stakeholder terakhir adalah para pemasok bahan-bahan mentah maupun baku yang dibutuhkan perusahaan untuk menciptakan produk-produk atau jasa-jasa yang ditawarkan. Di sini terlihat jelas posisi strategis para pemasok terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Tidak sedikit para pemasok dewasa ini yang telah melengkapi dirinya dengan teknologi informasi yang cukup canggih untuk mempermudah kegiatan bisnis mereka. Bagi mereka, berhubungan dengan pelanggan yang memiliki teknologi informasi yang sama akan sangat menguntungkan karena dapat mengurangi biaya-biaya operasional sehari-hari, seperti telepon, faksimili, transportasi, kurir, dan telekomunikasi. Melihat fenomena ini jelas bahwa perusahaan harus dapat mengembangkan teknologi informasinya jika ingin tetap mendapatkan pasokan bahan-bahan mentah dan baku dari rekanan bisnisnya.