• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Cairan Rumen sebagai Sumber Enzim

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasums (Gambar 4). Volume rumen pada ternak domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen karena pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro- organisme, terutama sellulase dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen (liquid phase) dan menempel pada digesta rumen.

Enzim yang aktif mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikro organisme yang menempel pada partikel pakan. Di dalam retikulo rumen terdapat mikrobia rumen yang terdiri atas protozoa dan bakteri yang berfungsi melaksanakan fermentasi untuk mensintesis asam amino, vitamin B-komplek dan vitamin K sebagai sumber zat makanan bagi hewan induk semang (Hungate 1966). Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi (Czerkawski 1986) Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan oleh Hungate (1966) adalah : (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna

hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola,

Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). Kehadiran fungi dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: holotrichs yang mempunyai silia hampir di seluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut dan umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).

Mikroba-mikroba rumen mensekresikan enzim-enzim pencernaan ke dalam cairan rumen untuk membantu mendegradasi partikel makanan. Enzim-enzim tersebut antara lain enzim yang mendegradasi substrat selulase yaitu selulase, hemiselulase/xylosa adalah hemiselulase/xylanase, pati adalah amilase, pektin adalah pektinase, lipid/lemak adalah lipase, protein adalah protease dan lain-lain (Kamra 2005). Aktivitas enzim dalam cairan rumen juga tergantung dari komposisi atau perlakuan makanan (Moharrery dan Das 2002). Agarwal et al.

(2002) melaporkan, rumen anak domba dengan berat badan 23,5 kg yang diberi air susu sampai 8 minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50

persen rumput sampai umur 24 minggu, pada cairan rumennya didapatkan enzim carboxymethyl celulase dengan aktivitas enzim 3,60 µmol glukosa per jam per ml, alpha amilase 0,33 µmol glukosa per menit per ml, xylanase 0,29 µmol xylosa per menit per ml, beta-glukosidase 0,20 µmol p-nitrophenol per menit per ml, alpha- glukosidase 0,008 mol p-nitrophenol per menit per ml, urease 0,05 µmol NHs-N per menit per ml dan protease 452,7 µg hidrolisis protein per jam per ml. Martin

et al. (1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amilase, xylanase, avicelase, alpha-D-glukosidase, alpha- L-arabinofuranosidase, beta-D-glukosidase dan beta-D-xylosidase. Martin et al. (1999) juga melaporkan bahwa aktivitas enzim-enzim pencernaan dalam cairan rumen dipengaruhi oleh posisi rumen, dimana pada (bagian perut (ventral) dan bagian punggung (dorsal) terdapat protozoa dan bakteri berbeda. Aktivitas enzim- enzim fibrolitik (xylanase, avicelase, alpha-L-arabinofuranosidase, beta-D- glukosidase dan beta-D-xylosidase) yang berasal dari mikroba protozoa bagian punggung (dorsal) yang lebih besar / lebih tinggi sekitar 40 persen dari bagian perut (ventral), sebaliknya aktivitas enzim-enzim fibrolitik yang berasal dari bakteri lebih besar di bagian perut (ventral) dari pada bagian punggung (dorsal). Martin et al. (1999) juga mendapatkan bahwa aktivitas enzim yang berasal dari bakteri lebih tinggi dari pada yang berasal dari protozoa. Di dalam retikulo rumen Moharrery dan Das (2002) yang mengukur aktivitas enzim protease, selulase, amilase, lipase dan urease pada cairan rumen domba mendapatkan bahwa cairan rumen tanpa protozoa tetapi masih mengandung sel-sel bakteri dan cairan rumen yang berisi enzim-enzim dari sel-sel bakteri, aktivitas enzimnya lebih tinggi dari cairan rumen tanpa protozoa dan tanpa sel-sel bakteri. Lee et al. (2002) memetakan enzim-enzim dalam cairan rumen sapi. Enzim-enzim yang terdapat dalam cairan rumen sapi antara lain adalah enzim-enzim selulolitik terdiri atas beta-D- endoglukanase, beta-D-exoglukanase, beta-D-glukosidase, dan beta-D-fucosida fucohydrolase, enzim-enzim xylanolitik terdiri atas beta-D-xylanase, beta-D-xylosidase, acetyl esterase, dan alfa-L-arabinofuranosidase, enzim-enzim pektinolitik terdiri atas polygalacturonase, pectate lyase dan pectin lyase, dan enzim-enzim lain yang terdiri atas beta-amilase, endo-arabilase, beta-D-gluanase (laminarinase), beta-D-glucanase (Lichenase), beta-D-glucanase (Pechimanase) dan protease. Beberapa enzim dalam

cairan rumen sapi dan aktivitas enzimnya disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Sedangkan pada Tabel 5 disajikan hasil penelitian Budiansyah (2010) tentang karakteristik enzim rumen sapi lokal yang mendapat makanan hijauan yang kaya serat. Tabel 3. Komposisi enzim cairan rumen sapi1)

Enzim Lee et al. (2002)1 Agarwal et al

(2003)2 Enzim cairan rumen Enzim rumen

Selulase- CMCase

362,7 ± 12,80

µmol glukosa/ jam /ml

11 83,7 ±20,39 µmol glukosa/ jam /ml

3,60 ± 0,63 µmol glukosa/ jam /ml Hemiselulase xylanase 528,6 ±29,03 µmol xylosa/jam/ml 1751 ±26,53 µmol xylosa/jam/ml 0,29 ± 0,05 µmol xylosa/menit/ml Amilase 439,0 ± 16,53 µmol glukosa/jam/ml 637,9 ± 14,80 µmol glukosa/jam/ml 0,33 ± 0,09 (µmol glukosa/ /menit/ml) Protease 84,80 ±2,52 µg hidrolisis protein 125,6 ±3,83 µg hidrolisis protein 452,7 ± 154,3 µg hidrolisis protein /j / l

Keterangan: 1) Sapi dewasa yang diberi makan ransum dasar alfalfa

2)

Anak domba dengan berat badan 23,5 kg yang diberi air susu sampai 8 minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50 persen rumput sampai umur 24 minggu Selulase -Fpase (ug glukosa / ml/ jam)

Tabel 4. Komposisi enzim cairan rumen domba1)

Enzim Cairan Rumen

Tanpa Protozoa

Cairan Rumen Bebas Sel Mikroba

Cairan Rumen dengan Sel Mikroba

Selulase -Fpase (µg glukosa / ml/ jam)

73 8,5 ±3,45 162,2 ±33,70 405,30 ± 44,19

Protease (unit / ml) 0,201 ±0,078 0,090 ± 0,027 0,220 ± 0,046

Keterangan1) Sumber : Moharrery dan Das (2002).

Tabel 5. Karakteristik enzim-enzim cairan rumen sapi asal RPH Parameter Enzim-enzim cairan rumen

Selulase Amilase Fitase Protease

Sapi lokal Suhu 50 oC 50 oC 50 oC 70 oC Kisaran Suhu 29-80 oC 39-80 oC 29-70 oC 60-80 oC pH optimum pH 4 pH 6 pH 6 pH 6 Amilase (ug glukosa/menit/ml) 172,2 ±45,9 60,05 ±10,96 208,7 ±97,0 Lipase (unit /ml) 1,076 ±0,309 0,339 ±0,080 1,225 ±0,803

Kisaran pH pH 4 – 9 pH 6 - 9 pH 4 - 9 pH 5 - 9 Sapi impor Suhu 39 oC 50 oC 39 oC 70 oC Kisaran Suhu 29-50 oC 50 oC 29-50 oC 39-70 oC pH optimum pH 4 pH 7 pH 6 pH 7 Kisaran pH pH 4 – 9 pH 6 - 9 pH 4 - 9 pH 4 - 9

Kohn dan Alien (1994) menggunakan enzim protease dari ekstrak cairan rumen sapi untuk mengukur laju degradasi protein bungkil kedelai dan hay lucerne. Enzim protease hasil ekstraksi dengan butanol dan aseton hanya tersisa 62 persen aktivitasnya dibanding cairan rumen awal. Tidak ada perbedaan antara taraf enzim 3, 5 atau 10 ml dalam mendegradasi protein pakan. Protein bungkil kedelai terdegradasi dengan kecepatan 0,15 mg per gram per jam pada 2 jam pertama dan turun menjadi 0,01 mg per gram per jam dari 8 sampai 24 jam berikutnya. Kejadian yang sama juga terjadi pada protein hay lucerne, degradasi protein dengan kecepatan 0,06 mg per gram per jam pada 2 jam pertama dan turun menjadi 0,01 mg per gram per jam dari 8 sampai 24 jam berikutnya. Laju degradasi protein pakan lebih rendah dari yang diukur sebelumnya dengan menggunakan mikroba hidup. Penggunaan cairan rumen sapi sebagai sumber enzim kasar telah dicobakan ke dalam ransum unggas berbasis wheat pollard dengan adanya perbaikan terhadap performa ayam broiler (Pantaya et al. 2005). Budiansyah (2010) melaporkan pula bahwa performa ayam broiler yang lebih baik dengan penambahan 0,5 % enzim cairan rumen sapi dalam ransum.

2.4. Enzim Pencernaan dan Perannya dalam Proses Pencernaan.  

Dalam proses pencernaan, makanan yang dicerna dipecah menjadi molekul- molekul yang lebih sederhana sehingga mudah diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam aliran darah. Pencernaan merupakan proses yang berlangsung terus menerus yang bermula dari pengambilan pakan dan berakhir dengan pembuangan sisa pakan. Pencernaan pakan meliputi hidrolisis protein menjadi asam-amino atau polipeptida sederhana, karbohidrat menjadi gula sederhana dan lipid menjadi gliserol dan asam lemak. Proses pencernaan secara fisika maupun kimia berperanan penting. Hidrolisis nutrien makro dimungkinkan dengan

adanya enzim perncernaan seperti protease, karboksilase dan lipase (Zonneveld

et al. 1991).

Kecernaan didefinisikan sebagai bagian pakan yang diserap oleh hewan (Lovell 1988). Pengetahuan tentang kecernaan bahan pakan sangat diperlukan dalam mempelajari kebutuhan energi ikan dan penilaian dari berbagai bahan pakan yang berbeda. Selama pakan berada dalam usus ikan, nutrient yang dicerna oleh berbagai enzim menjadi bentuk yang dapat diserap oleh dinding usus dan masuk ke dalam sistem peredaran darah. Kecernaan ikan terhadap bahan baku pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, sifat kimia air, suhu air, jenis pakan, ukuran, umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi pemberian pakan, sifat fisika dan kimia pakan serta jumlah dan macam enzim pencernaan yang terdapat dalam saluran pencernaan pakan (NRC 1993; Tillman et al. 1991; Hepher 1990).

Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein, yang disintesis dalam sel dan dikeluarkan dari sel yang membentuknya melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan ke luar sel digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut "extra cellular digestion", sedangkan enzim yang dipertahankan dalam sel digunakan untuk pencernaan dalam sel itu sendiri atau disebut "intra celuller digestion" (Affandi

el at. 1992). Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver dan Hardy 2002).

Oleh karena itu perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan perkembangan aktivitas enzim dalam rongga saluran pencernaan. Enzim-enzim tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah. Pilorik kaeca yang merupakan perpanjangan dari usus yang berfungsi mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus yaitu enzim pencernaan protein, lemak dan karbohidrat yang aktif pada pH netral dan scdikit basa. Cairan pankreatik kaya akan tripsin, yaitu suatu protease yang aklivitasnya optimal sedikit di bawah pH basa. Di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase

dan lipase. Ikan yang tidak memiliki lambung dan pilorik kaeka, aktivitas proteolik terutama berasal dari cairan pankreatik. (Watford dan Lam 1993 ).

Kecernaan (digestibility) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) jenis pakan yarg dimakan dan kadar kepekaan pakan terhadap pengaruh enzim pencernaan, (2) aktivitas enzim-enzim pencernaan dan (3) lama waktu pakan yang dimakan terkena aksi enzim pencernaan. Masing-masing faktor di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor sekunder yang berkaitan dengan ikan itu sendiri (spesies, umur, ukuran) dan kondisi fisiologis, yang berkaitan dengan lingkungan (temperatur), dan yang berkaitan dengan pakannya (komposisi pakan, ukuran partikel dan jumlah pakan yang dimakan). Kecernaan berbeda antar spesies ikan, hal ini terjadi akibat perbedaan sistem dan enzim-enzim pencernaan (De Silva dan Anderson 1995).

Kemampuan ikan dalam mencerna makanan sangat bergantung pada kelengkapan organ pencernaan dan ketersediaan enzim pencernaan. Perkembangan saluran pencenaan tersebut berlangsung secara bertahap dan setelah mencapai ukuran/umur tertentu saluran pencernaan mencapai kesempurnaan. Perkembangan struktur alat pencernaan ini diikuti oleh perkembangan enzim pencernaan dan perubahan kebiasaan makan (food habit). Kandungan nutrien pakan nampaknya berpengaruh pada aktivitas enzim pencernaan. Kuzmina (1996) mengungkapkan bahwa tersedianya substrat merupakan faktor yang nyata dalam pengaturan aktivitas enzim pada ikan dan mamalia. Kandungan protein pakan yang tinggi dikaitkan dengan kandungan selulase yang rendah dapat meningkatkan aktivitas protease pada ikan rainbow trout . Peningkatan proporsi pati kentang dalam pakan dari 10 menjadi 90% yang diikuti penurunan proporsi tepung ikan akan meningkatkan aktivitas enzim maltase dan amilase pada ikan mas (Hepher 1990).

Stickney dan Shumway (1974) menyatakan bahwa enzim selulase diproduksi oleh mikroflora usus, yang dihubungkan dengan aktivitas selulase dalam usus dengan jumlah selulase/bakteri selulitik. Bairagi et al. (2004) tentang aktifitas dua mikroba dari strain Bacillus yaitu Bacillus subtilus dan Bacillus circulans dari saluran pencernaan ikan mas dan ikan nilayang memproduksi enzim amilase, selulase, protease dan lipase. Das dan Tripathi (1991) mendapatkan kemunduran drastis dalam aktivitas selulase ketika ikan grass carp

diberi pakan dari makanan yang mengandung tetrasiklin. Pemanfaatan daun lamtoro sangat dibatasi oleh kecernaan ikan yang terbatas terhadap jenis dedaunan ini. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan enzim selulotik yang terbatas dalam saluran pencernaan ikan. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa ikan tidak memiliki enzim selulase dan kemungkinan adanya populasi mikroba selulotik di saluran pencernaan ikan juga masih menjadi kontroversi di kalangan peneliti (Stickney dan Shumway 1974; Prejs dan Blaszczyk 2006; Linsday dan Harris 1980; Lessel dan Lesel 1986; Luczkovich dan Stellway 1993; Saha dan Ray 1998). Kontrofersi tersebut terbantahkan dengan penelitian Prejs dan Blaszczyk 2006; Donovan dan Rosalie 2009; Li et al. 2004; Nibedita dan Koushik 2008 yang mendapatkan aktifitas enzim selulase pada saluran pencernaan ikan.

Enzim protease menguraikan rantai-rantai peptida dari protein. Peptidase diklasifikasikan menjadi endopeptidase dan eksopeptidase yang bergantung pada letak ikatan peptida pada tengah atau akhir molekul. Endopeptidase menghidrolisis protein dan peptida-peptida rantai panjang menjadi peptida-peptida pendek. Endopeptidase penting antara lain pepsin yang dihasilkan dari zimogen pepsinogen, tripsin dari tripsinogen, dan kimotripsin dari kimotripsinogen. Eksopeptidase menghidrolisis peptida menjadi asam-asam amino. Karboksipeptidase, aminopeptidase, dan dipeptidase termasuk dalam kelompok eksopeptidase. Alfa-amilase adalah enzim yang bertanggung jawab menghidrolisis pati menjadi glukosa. Enzim ini memutuskan ikatan 1,4-α -glukosidik dan mengubah pati menjadi glukosa dan maltosa. Lipase adalah enzim penting dalam pencemaan lemak. Lipase memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Steffens 1989; Hepher 1990).

Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim. Satu unit enzim adalah jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam waktu 1 menit pada suhu 25°C dan pada keadaan pH optimal. Aktivitas enzim bergantung pada konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH dan inhibitor. Dinyatakan pula bahwa enzim pencernaan yang dihasilkan oleh lambung ikan aktif pada pH 2 sampai 4 (Huisman 1976).

III. METODOLOGI

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap.

Tahap Pertama : Pengujian aktifitas enzim-enzim hidrolisis pada ekstrak enzim cairan rumen domba

Tahap kedua : Pengaruh penambahan ekstrak enzim cairan rumen domba (in vitro) terhadap kualitas tepung daun lamtoro (TDL).

Tahap ketiga : Efektifitas pemanfaatan TDL terhidrolisis (predigestion) dalam pakan buatan untuk ikan nila serta pengaruhnya pada perubahan aktifitas enzim pencernaan dan metabolisme nutrien.

Dokumen terkait