• Tidak ada hasil yang ditemukan

Calcitonin pada dasarnya adalah neuropeptide, rantai tunggal polipeptida 32 asam amino dengan jembatan amino-terminal disulpide (antara posisi 1 dan 7) dan suatu amide proline carboxyl-terminal residu. Copp dan kawan-kawan pertama kali mengenali adanya faktor fast-acting hypocalcaemic yang kemudian mereka beri nama ‘calcitonin’. Kelompok Hammersmith kemudian mengkonfirmasi faktor baru ini, tetapi masih meragukan asal dari faktor ini. Tetapi akhirnya keraguan ini bisa di jelaskan ketika Munson dan kawan-kawan menunjukkan faktor hypocalcaemic yang sama bisa dihasilkan atau dilepaskan dari tiroid tikus. Meskipun banyak terdapat kontroversi, asal tiroidal plasma calcitoninakhirnya diketahui. Foster, Mac Intyre dan Pearse menunjukkan bahwa

sel yang kaya akan mitokondria dari tiroid anjing bertanggung jawab akan sekresi calcitonin. Sel parafollikular ini, pertama kali di gambarkan oleh Baber, disebut ‘sel c’ (calcitonin-producing cell) dan menunjukkan mengandung calcitonin immunoreactive. Pada embrio binatang pengerat, sel c berasal dari

ultimobranchial pouch. Pada burung, ikan dan reptil, sel ini menunjukkan ketahanan yang sama seperti ultimobranchial bodies selama kehidupan dewasa dan merupakan sumber yang kaya calcitonin. Pada mamalia, kebanyakan sel c berpindah menyatu dengan tiroid (Lars dkk., 2006).

Asal mula neural crest dari sel c berasal dari hipotesa Pearse dan kemudian dikonfirmasi pada manusia dan sub mamalian vertebra. Saat ini diketahui, selagi bermigrasi dari neural crest selama perkembangan, sel c seringkali terkumpul pada daerah selain tiroid dan ultimobranchial body. Bagian atau kelenjar dimana terdapat sel c dengan konsentrasi yang tinggi bervariasi pada spesies yang berbeda. Molekul seperti calcitonin ditemukan di kompleks neural dan traktus saluran makanan dari Ciona. Molekul ini mirip dengan yang terdapat pada manusia (Lars dkk., 2006).

Sintesa dari dua bentuk utama calcitonin ditemukan pada kelenjar

ultimobranchial ikan trout. Penelitian selanjutnya kemudian baru mengetahui bahwa ada suatu prekursor untuk calcitonin. In vitro translasi mRNA yang mengkoding calcitonin membuktikan adanya prekursor. Prekursor ditemukan pada bagian medula tiroid manusia dan kanker paru-paru dan pada transplantasi serial sel karsinoma medula tiroid tikus. Mungkin glikosilasi memegang peranan yang penting dalam menentukan kekhususan dari proses presekresi hormon

peptida. Struktur dari prekursor calcitonin diketahui jelas dengan aplikasi tehnologi rekombinan DNA. Calcitonin gene dari tikus dan manusia telah di gandakan dan di rangkaikan dengan strategi yang serupa, termasuk pembuatan plasmid yang mengandung rangkaian DNA melengkapi calcitonin mRNA, disuling dari sel c tumor. Rangkaian analisis mengungkapkan bahwa prekursor calcitonin pada manusia mengandung 135 asam amino residu. Dua puluh lima residu yang pertama merupakan rangkaian yang bertingkat, yang menentukan sekresi. Rangkaian 32 amino-acid diapit peptida tersamar. Carboxy-terminal

manusia dan tikus diapit peptida-peptida yang terdiri atas 21 (katalacin) dan 16 asam amino residu masing-masing, hanya 8 residu yang umum bagi kedua peptida. Fungsi dari peptida yang tersamar ini, tidak diketahui. Residu dasar terbanyak (Lys-Arg dan Gly-lys-Lys-Arg) yang mengapit rangkaian calcitonin adalah bagian pembelahan proteolytic post-translational. Pengolahan ini menyimpang pada beberapa deretan sel tumor. Selanjutnya, residu glysin

disebelah residu proline dari rangkaian calcitonin berfungsi sebagai donor amino (Lars dkk., 2006) .

Selama penelitian dengan transplantasi serial di medula tiroid tikus sel karsinoma pada kultur, kelompok Rosenfeld mengamati perubahan yang permanen dan spontan dari produksi yang tinggi dan rendah calcitonin. Calcitonin yang berhubungan dengan mRNA ditemukan diganti dengan ca. 200 nukleotida mRNA yang lebih panjang. Ini dikatakan menyandikan suatu protein (Mr 16000) yang tidak mengandung calcitonin immunoreactive. Analisa genomik DNA dan RNA menyatakan bahwa calcitonin tikus yang berhubungan dengan mRNA

menyandikan 128 asam amino polipetida prekursor. Molekul terakhir mengandung 37 asam amino pembelahan peptida,calcitonin gene-related peptide (CGRP), dipisahkan dari terminal carboxylnya dari tetra peptida oleh rangkaian

Gly-Arg-Arg-Arg. Pada terminal aminonya, diapit oleh residu Lys-Arg, memisahkannya dari peptida yang lebih besar yang serupa dengan peptida amino- terminal dari prekursor calcitonin (Lars dkk., 2006).

Alpha-calcitonin gene terdapat pada lengan pendek dari kromosom 11 diantara katalase dan gen hormon paratiroid. Terdiri dari 6 exon, jika di ulur mengandung lebih dari 6.5 kilobases DNA. Tiga exon pertama umum untuk calcitonin dan CGRP mRNA. Exon ke empat mengandung rangkaian calcitonin dan katacalcin, sama seperti rangkaian yang tidak ditranslasi, pada akhir dimana biasanya polydenylation memberi tanda AATAAA. Exon ke lima mengandung rangkaian CGRP. Exon ke enam bagian dari transkripsi CGRP. Tidak di translasi dan berakhir sebagai cadangan signal polydenylation ATTAAA. Calcitonin dan CGRP mRNAs mengandung 5’ non-coding dan coding area yang identik. Pada laki-laki 225 nukleotida pertama yang berisi informasi coding (75 asam amino) adalah identik pada baik calcitonin dan CGRP mRNAs. Bagian ini dibedakan oleh 44 nukleotida dengan bagian yang sama pada rangkaian tikus. Rangkaian dari calcitonin dan CGRP mRNAs kemudian berbeda secara keseluruhan, tetapi berlanjut dengan reading frames yang terbuka. Titik perbedaan ini berhubungan dengan persimpangan sambungan genomic. Rangkaian nukleotida dari tikus dan manusia CGRP mRNAs dibedakan dengan 7 silent dan 4 replacement substitutions. Berbeda dengan calcitonin mRNAs tikus dan manusia yang

mempunyai 7 silent dan 2 replacement substitutions. Telah ditentukan bahwa multipel mRNAs dapat dihasilkan dari transkripsi tunggal beberapa bagian viral dan gen-gen eukaryotic. Rosenfeld mengemukakan bahwa calcitonin dan CGRP mRNAs dihasilkan dari penyambungan yang berbeda dari transkripsi seluruh gen. Dikatakan bahwa sintesis calcitonin dan CGRP mRNAs mulai dari tempat yang umum. Analisis dari distribusi transkripsi yang baru melewati gen menunjukkan tidak ada perbedaan antara nuklei yang disiapkan dari tumor yang membuat calcitonin mRNA atau CGRP mRNA. Transkripsi menunjukkan berlanjut melalui calcitonin dan CGRP exon pada angka yang sama dan berakhir 1 kilobase dihilir exon ke enam. Dikatakan juga bahwa polydenylation mendahului dan ditentukan oleh pilihan penyambungan. Akhir-akhir ini terdapat suatu alternatif proses, dimana polydenylation pada tempat calcitonin biasanya diikuti pembuangan

introns. Solnick pada tahun 1985 melaporkan suatu alternatif penyambungan secara in vivo dan in vitro karena susunan DNA sekunder. Perbedaan penyambungan exon ditunjukkan pada kasus gen insulin-like growth factor I. Mekanisme penentu yang mana merupakan mRNA matur yang dihasilkan tidak diketahui. Salah satu kemungkinannya adalah pada sel yang memproduksi calcitonin, ada faktor yang terikat dengan transkripsi utama pada atau dekat di depan exon lima. Ini mencegah penyambungan dari exon 3 ke exon 5. Ke empat exon pertama oleh karena itu tersambung bersama dan polydenylated setelah exon ke empat. Pada sel yang menghasilkan CGRP hal ini tidak ada. Salah satu dari penyambungan exon 3 ke exon 5 disokong secara termodinamis, atau ada faktor

lain mengikat dekat atau pada exon 4 mencegah penyambungan exon 3 ke exon 4. (Lars dkk., 2006).

Hanya sedikit yang diketahui tentang faktor-faktor yang mengatur transkripsi dan penyambungan dari sistim calcitonin/CGRP. Dikatakan terdapat rangkaian reseptor kortikosteroid di dekat gen. Adanya pendapat yang menyatakan bahwa ekspresi gen dikendalikan post-transkripsional oleh kalsium dan pada tingkat transkripsi oleh vitamin D, belum bisa ditetapkan. Dosis vitamin D yang digunakan tidak fisiologis. Siklik AMP dan phorbol esters diketahui mempengaruhi differensiasi sel karsinoma medula tiroid dengan peningkatan calcitonin dan ekspresi CGRP diikuti penurunan pada transkripsi c-myc dan sintesa DNA. Suatu pendekatan yang mungkin dilakukan untuk mengetahui pengaturan calcitonin/CGRP gen adalah memasukkan struktur gen spesifik yang dikloning kedalam oosit yang di fertilisasi dan memelihara tikus transgenik (Lars dkk., 2006).

Calcitonin pertama kali diisolasi dari tiroid babi. Usaha pertama untuk mengisolasi calcitonin pada manusia dari tiroid manusia yang normal gagal. Segera disadari bahwa karsinoma tiroid pada bagian medula mengandung 5000 kali calcitonin daripada tiroid normal. Menggunakan jaringan ini sebagai bahan awal, peptida diisolasi dalam bentuk dan rangkaianmonomeric(calcitonin-M) dan dimeric (calcitonin-D). Sejak saat itu, sejumlah besar calcitonin pada mamalia dan submamalia telah diisolasi, dirangkai dan disintesa. CGRP pertama kali diisolasi dari jaringan dan rangkaian karsinoma tiroid bagian medula menggunakan fast atom bombardment mass spectrometry. Penelitian ini memperoleh bukti yang

tepat keberadaan peptida yang diperkirakan dan menetapkan keberadaannya pada manusia (Lars dkk., 2006).

Calcitonin adalah rantai tunggal polipeptida 32 asam amino dengan jembatan amino-terminal disulpide (antara posisi 1 dan 7) dan suatu amide proline carboxyl-terminal residu. Delapan residu (posisi 1, 4, 5, 6, 7, 9, 28 dan 32) telah diketahui invariant. Istilah ini diketahui mendekatkan konfigurasi yang renggang dan sepertinya amide, pemendekan carboxyl-terminal end, pembukaan cincin amino-terminal, pemecahan ikatan disulfida atau oksidasi dari metionin (posisi 8 pada calcitonin manusia). Modifikasi ini diketahui tidak untuk mengubah aktivitas biologi termasuk oksidasi dari metionin (posisi 25 pada calcitonin porcine, bovine

atau ovine) atau penggantian jembatan disulfida pada calcitonin belut dengan rangkaian etilin 9 (C-C). Modifikasi penggantian ini cenderung untuk meningkatkan homologi dengan calcitonin salmon menunjukkan peningkatan kekuatan. Malah akhir-akhir ini terkesan bahwa untuk memberikan ‘long-range’ interaksi reseptor-peptida dan perubahan bentuk pada molekul reseptor-bound, kelenturan bentuk molekul itu sendiri secara bermakna mempengaruhi aktivitas biologinya. Penggantian calcitonin salmon dengan asam amino hanya sedikit mempengaruhi rantai samping (valin dengan glisin pada posisi 8 atau leusin dengan alanin pada posisi 16). Hal ini menunjukkan peningkatan kelenturan molekul dengan penurunan kecenderungan untuk membentuk struktur helical. Pada CRGP (α) didapatkan berbeda dari rangkaian α tikus yang diperkirakan dengan adanya pergantian 4 asam amino (posisi 1, 3, 25 dan 35). Pada CRGP β manusia didapatkan perbedaan dari bentuk α oleh adanya 3 asam amino (posisi 3,

22, dan 25). Dua dari tiga residu (posisi 3 dan 25) juga telah di modifikasi pada tikus CGRP β: salah satu dari ini digantikan dengan asam amino (aspargin). Empat peptida di katakan mempunyai efek yang serupa pada kuping tikus yang diisolasi, aliran darah pada kulit kelinci dan pada sisitim osteoklas yang diisolasi. Terdapat sekitar 30 % homologi stuktural antara struktur peptida CGRP dan calcitonin salmon. Ini menjelaskan adanya reaksi silang yang dibagi bersama antara satu peptida dan reseptor yang lain. Yang lebih penting lagi, terdapat kesan bahwa CGRP dapat mencapai konfigurasi yang sama dengan calcitonin salmon, ukuran sama, adanya amidated terminal carboxyl residu dan jembatan amino terminal disulfida. Penelitian terakhir pada interaksi reseptor peptida menekankan bahwa molekul dengan relatif kecil rangkaian homologi dapat mempunyai kesesuaian yang sama dengan kompleks membran-reseptor (Lars dkk., 2006).

Lokasi CGRP-like immunoreactivity adalah sepanjang traktus urogenital tikus dan traktus urinarius dari babi guinea. CGRP yang kaya serabut saraf dikatakan menyokong pembuluh darah, otot halus non vaskular (ureter, kandung kencing, uterus), epitel skuamus (tuba fallopi), dan jaringan penyambung (ovarium, serviks, vagina, ureter, kandung kencing). Distribusi peptida ini serupa seperti substansi P. Sebagai tambahan, beberapa serabut simpatis juga mengandung CGRP. Serabut immunoreactive-CGRP, mencapai traktus urinarius melalui serabut hipogastrik dan pelvik. Tingkat CGRP (tertinggi di ureter dan trigonum kandung kencing) dikatakan lebih tinggi daripada neuropeptida yang lain, kecuali neuropeptida Y (Lars dkk., 2006).

Daya ikat yang tinggi pada tempatnya untuk calcitonin, dihubungkan dengan adenylate cyclase, bisa diperlihatkan dengan metode biokimia dan autoradiografik, menggunakan seluruh bagian tulang, selaput yang disiapkan, atau kultur osteoklast. Akhir-akhir ini, reseptor calcitonin ditandai, untuk pertama kalinya, pada osteoklast tikus yang diisolasi. Osteoklast berespon dengan calcitonin sesuai dengan dosis meningkatkan tingkat siklik AMP. Suatu komponen reseptor mempunyai relatif berat molekul mendekati 80000. Kepadatan reseptor calcitonin pada osteoklast (106 per sel) adalah sesuai hanya dengan reseptor epidermal growth factor pada sel epidermoid karsinoma. Arti secara fisiologis dari sejumlah besar reseptor masih harus diteliti, seperti bagaimana apa yang menyebabkan hilangnya reseptor calcitonin, reseptor downregulation, hilangnya homologous terdesentisasi dan aktivasi persisten adenylate cyclase. Pada penelitian yang lebih luas pada sel yang bukan tulang, reseptor calcitonin ditemukan pada ginjal, otak, insang ikan, paru-paru babi, sel limfoid, dan kanker paru pada manusia dan sel kanker payudara (Ghatta, Nimmagadda, 2004; Lars dkk., 2006).

Reseptor CGRP telah dipetakan secara luas diseluruh sistem saraf pada manusia dan tikus. Tempat yang mempunyai daya ikatan yang paling tinggi ditemukan di daerah serebelum (molekular dan lapisan Purkinje) dan spinal cord (terutama substansia gelatinosa), termasuk pia mater dan pembuluh darah. Terdapat suatu tumpang tindih antara penyebaran susunan CGRP immunoreaktif dan tempat berikatannya, mengesankan adanya keterlibatan luas dari CGRP pada berbagai fungsi otak. Terlebih lagi terdapat sejumlah tempat berikatan untuk

salmon, bukan manusia, calcitonin, terutama di dorsomedial dan anterior hypothalamus. Anterior hypothalamus mempunyai hanya sedikit ikatan dengan CGRP. Sebaliknya, tempat berikatan CGRP yang tinggi ditemukan terbatas pada tempat dimana hanya sedikit reseptor salmon calcitonin (serebelum, medial geniculate body, mammilalary body dan hypothalamic lateral dan nukleus

vestibular). Kedua peptida ini diketahui bereaksi silang terhadap reseptor satu sama lain, pada konsentrasi 1000 kali lebih tinggi. Kemampuan relatif CGRP dan calcitonin manusia untuk bereaksi pada reseptor calcitonin salmon mengindikasikan bahwa CGRP bisa berperan sebagai ligan endogenous untuk reseptor calcitonin di sisitem saraf sentral. Sebaliknya, reseptor CGRP dari sistim saraf sentral sepertinya tidak terhubung dengan adenylate cyclase. Hal ini mungkin berhubungan dengan tingginya aktivitas basal cyclaseyang menurunkan sensitivitas dari sistim pengujian. Kemungkinan lain, reseptor mungkin terhubung dengan second messenger yang lain. CGRP dapat menstimulasi aktivitas adenylate cyclase dengan cara bereaksi silang pada reseptor calcitonin pada lebih dari satu jaringan. Reseptor CGRP juga ditemukan pada bagian intima dan media pembuluh darah, terutama di coronary, superior mesenteric, femoral, distal limb

dan di bagian lain dari arteri viseral dan atrium, ventrikel dan katup jantung. Ditemukan suatu stimulasi yang bermakna dari siklik AMP ketika kultur sel endotelial otot halus aorta tikus atau manusia atau sapi diinkubasi dengan CGRP. Tidak seperti jaringan lain, calcitonin tidak bereaksi silang dengan reseptor CGRP pada pembuluh kardiovaskular. Pada tahun 1985 ditemukan adanya reseptor spesifik untuk CGRP pada sel asinar pankreas. Interaksi CGRP dengan reseptor

ini menyebabkan pelepasan amilase. Secara fisiologis, CGRP dilepaskan ke sirkulasi insuloasinar dari pulau-pulau Langerhans, untuk menstimulasi sekresi ensim melalui sistim siklik AMP-mediated. Reseptor CGRP yang dihubungkan dengan siklik AMP juga ditemukan dibagian limpa (Ghatta, Nimmagadda, 2004; Lars dkk., 2006).

Pengaruh calcitonin pada fungsi saraf hanya sedikit yang diketahui. Peptida ini dikatakan mempengaruhi antikolinergik, antihistamin dan pengaruh negatif pada miotropik. Telah didalilkan bahwa CGRP mungkin merupakan suatu neurotransmitter sensoris. Ini dibuktikan dengan penyebarannya (pada lamina mengandung neuron yang responsif terhadap rangsangan noxious dan innocuous

dan pada ganglia memberikan peningkatan serabut aferen ke C dan A), lokalisasi yang sama dengantachykinindan terkuras bersamacapsaicin(Lars dkk., 2006).

Perannya sebagai neurotransmitter autonomik kemungkinan berdasarkan kemunculannya di ganglia autonomik dan berlimpahnya CGRP yang kaya persarafan pada kardiovaskular, gastrointestinal, urogenital dan sistem sensori spesial. Arti dari CGRP pada visceral dan relay motor somatik merupakan bukti penyebarannya pada motor neuron ventral susunan saraf spinal, motor nuklei fasial dan saraf hypoglossal dan nukleus ambiguus (bagian kaudal). Peptida ini juga berlokasi di motor end plate otot bergaris pada lidah dan esofagus. Ditemukan juga bahwa CGRP berlokasi di vesikel (diameter 40-60 nm) pada akson terminal sinaptik melewati neuromuskular junction. Peptida ini meningkatkan kontraksi diafragma, mungkin melalui reseptornya sendiri. Akhir- akhir ini, dilaporkan bahwa CGRP dilepaskan dari terminal motor saraf mengatur

sintesa dari asetilkolin reseptor pada kultur bayi tikus. Penemuan ini, menegaskan, adanya peranan fungsi CGRP yang berbeda total dari neuropeptida biasa. Pada dosis tinggi, CGRP mempunyai aksi non spesifik inhibitory pada sel otot halus membran dari vas deferen. Lebih pentingnya lagi, peptida ini ditemukan beraksi pada reseptor presinaptik untuk menginhibisi pelepasan noradrenalin. Efek lainnya juga adalah berdasarkan kerjanya sebagai neurotransmitter vasodilator. CGRP tampaknya satu-satunya peptida yang dapat mempunyai peran sebagai neurotransmitter pada akselerasi cardio, melalui non adrergik, serabut non kolinergik ke sinus node. Bukti ini berdasarkan adanya capsain sensitif immunoreaktif CGRP pada serabut saraf dan bukti bahwa CGRP menginduksi

chronotropic efek yang menyerupai stimulasi serabut transmural pada fase lambat, dimana kedua efek ini secara selektif ditiadakan oleh capsain. Lebih lanjut, efek CGRP tidak bisa diantagonis oleh agent atau tindakan yang diketahui menghalangi penyimpanan, pelepasan atau aksi dari neurotransmitter klasik. Respon saraf yang dimediasi non adrenergik, non kolinergik mungkin sehubungan dengan aksi spesifik CGRP pada sel pace maker. Meski demikian beberapa serabut CGRP yang kaya cardioacceleratory, mungkin berperan menghasilkan takikardia yang berlebihan (Lars dkk., 2006).

Terdapat kesamaan pendapat bahwa peran utama calcitonin adalah melindungi tulang dari konsekuensi kekurangan kalsium selama pertumbuhan, kehamilan dan masa menyusui. Refleksi dari peran ini adalah peningkatan level peptida ini pada sirkulasi. Sebaliknya, terdapat bukti bahwa kegagalan fungsi ovarium pada menopause (secara natural maupun buatan) diikuti dengan jatuhnya

level calcitonin pada sirkulasi bersamaan dengan bukti peningkatan aktivitas osteoklastik. Memang, karena jatuhnya calcitonin level pada sirkulasi dengan pemberian estrogen dan bukti bahwa calcitonin dapat menghambat bone loss postmenopausal mengindikasikan bahwa hormon ini mempunyai peran fisiologi yang normal untuk mempertahankan integritas sekletal. Fakta bahwa osteoklast sensitif terhadap calcitonin pada konsentrasi yang baik pada laki-laki mendukung hipotesa ini (Ghatta dan Nimmagadda, 2004).

Seperti yang dipaparkan sebelumnya, peran utama CGRP, paling tidak diluar sistim saraf sentral, adalah mengatur aliran darah, mungkin termasuk arteri yang penting pada serebral dan jantung. Hal-hal yang mempengaruhi pelepasan CGRP dari saraf perifer tidak jelas. Terdapat perbedaan gender pada level plasma calcitonin tetapi hal ini tidak terjadi pada CGRP. Pada penelitian terakhir untuk mengetahui asal CGRP didapatkan dua asal dari peptida yang beredar. Pemberian

colchicinepada binatang percobaan menunjukkan bahwa obat ini secara bermakna menurunkan level CGRP plasma, mengindikasikan bahwa CGRP plasma tergantung pada transport aksonal. De-afferentation dengan pemberian capsaicin neonatal juga menyebabkan penurunan bermakna pada sirkulasi level dan sedikit peningkatan CGRP plasma diikuti depolarisasi saraf terminal pada terapi dengan capsaicin. Pada tikus yang tua, kelenjar tiroid merupakan sumber CGRP sirkulasi dan tiroidektomi menyebabkan jatuhnya pada level sirkulasi mengindikasikan peran tiroid terhadap CGRP plasma pada usia tersebut, mungkin ini berhubungan dengan hiperplasia sel C yang umum terjadi pada usia tua (Lars dkk., 2006).

CGRP tersebar secara luas di otak menunjukkan bahwa CGRP berperan dalam sistim sensorik dan motorik. Dengan perkecualian pada nukleus motor dorsal dari nervus vagus, CGRP dikatakan ada di semua nervus kranialis. Tempat berikatan CGRP ditemukan juga di sistim olfaktori. Adanya CGRP/kholinergik di sistim vestibular menunjukkan peran dari CGRP pada proses informasi auditive.

Penelitian immunohistokemikal menunjukkan adanya reseptor CGRP pada sistim

trigemino-vascular manusia dimana reseptor CGRP di co-localized dengan reseptor 5-HT1B/1D. Level CGRP yang meningkat pada pembuluh darah jugular berhubungan dengan waktu dan parahnya migren dan cluster headaches. Hal ini mungkin sehubungan dengan meningkatnya ekspresi gen CGRP oleh aktivasi jalur MAPK. Sumatripan, suatu reseptor agonis 5-HT1B/1D, digunakan untuk mengobati peningkatan level CGRP pada migren. Penelitian klinik terakhir pada migren menunjukkan respon yang tinggi terhadap BIBN 4096 BS, suatu agonis reseptor CGRP (Ghatta dan Nimmagadda, 2004).

CGRP mempengaruhi banyak tingkat pertumbuhan mamalia dengan mempengaruhi fungsi organ reproduksi laki-laki dan wanita. Mengatur aliran darah ke organ reproduksi wanita, berperan pada persarafan uterus dan membantu pertumbuhan fetus. Reseptor CGRP dilaporkan ada pada miometrium, uterus, dan plasenta manusia. Berperan pada relaksasi uterus selama kehamilan. Dikatakan peptida ini berperan membuat miometrium manusia tetap tenang selama kehamilan dengan mengantagonis kerja stimulan uterus like oksitosin, turunnya reseptor CGRP pada akhir kehamilan membantu menginisiasi persalinan.

terbukti pada tikus juga. Meningkatnya jumlah reseptor pada kehamilan menunjukkan secara signifikan pentingnya mempertahankan sistim hemodinamik pada kondisi tersebut. Terbukti bahwa siklus hormonal mempunyai pengaruh pada pelepasan CGRP dan fungsi adaptasinya dalam kehamilan. Progesteron menstimulasi dan estrogen menghambat ekspresi reseptor CGRP di plasenta. Hormon ini juga memodulasi efek CGRP pada tekanan darah dalam kehamilan. Wanita postmenopausal mempunyai sedikit level plasma CGRP dibandingkan normal karena perubahan vasomotor dan terapi sulih hormon (TSH) yang menyebabkan level CGRP kembali ke nilai basal. Ada laporan bahwa CGRP mempunyai peran pada fungsi sperma di tikus. Status CGRP pada sistim reproduksi laki-laki masih di teliti meskipun ada dikatakan muncul pada semen, prostat, dan vesika seminalis. Tempat berikatan baru reseptor CGRP mempunyai relevansi terapi dalam kondisi sepertihot flushes dan persalinan prematur (Ghatta dan Nimmagadda, 2004).

Gambar 2. 12Struktur Calcitonin Gene/Calcitonin Gene-Related Peptide, dalam gambar skema (Zaidi dkk., 2000)

Dari transkripsi primer, yang mempunyai dua tempat polyadenylation, bisa di produksi dua mRNAs berbeda, satu mengkoding prekursor calcitonin dan yang

lain mengkoding prekursor CGRP. Proses jaringan-spesifik yang berbeda

Dokumen terkait