• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI DALAM STRATEGI NASIONAL PPK

5.2. Capaian Berdasar Indeks Perilaku Anti Korupsi

Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) merupakan indikator komposit sebagai indikator kunci Strategi 5 Pencegahan Korupsi sesuai amanat Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Stranas PPK . Hasil SPAK setiap tahunnya akan menjadi pedoman dan acuan bagi setiap pengambilan keputusan oleh para pejabat publik dalam menyusun Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Aksi PPK).

Data tersebut dihasilkan dari survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada rumah tangga di 170 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Survei tersebut ditujukan mengukur tingkat permisifitas masyarakat Indonesia terhadap perilaku korupsi.

Data yang dihasilkan berupa IPAK dan indikator tunggal yang menggambarkan perilaku anti korupsi, terkait pendapat responden terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman yang berhubungan dengan layanan publik terkait perilaku penyuapan,pemerasan dan nepotisme.

Dari hasil SPAK yang dilakukan oleh BPS, ditemukan Indeks

Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia pada 2012 sebesar 3,55 dari skala 5. Artinya masyarakat Indonesia cenderung anti korupsi. Dalam perhitungan indeks komposit, nilai indeks 0–1,25 sangat permisif terhadap korupsi, 1,26–2,50 permisif, 2,51–3,75 anti korupsi, 3,76–5,00 sangat anti korupsi. Hal yang menarik dari hasil survei IPAK di wilayah perkotaan sedikit lebih tinggi (3,66) dibanding di wilayah perdesaan (3,46).

Nilai IPAK cenderung lebih tinggi pada responden usia kurang dari 60 tahun dibanding setelah usia 60 tahun ke atas. IPAK penduduk usia kurang dari 40 tahun sebesar 3,57, usia 40 sampai 59 tahun sebesar 3,58 dan 60 tahun ke atas sebesar 3,45. Artinya semangat anti korupsi antara usia tua dan usia muda tidak berbeda secara signifikan.

Jika ditelusur lebih dalam, sikap permisif terhadap tipikor sejatinya muncul dari budaya yang belum sepenuhnya sejalan dengan semangat anti korupsi. Namun upaya untuk mengubah budaya yang permisif terhadap korupsi menjadi budaya anti korupsi dalam kenyataannya belum sesuai harapan publik. Hal itu karena internalisasi nilai budaya integritas belum dilaksanakan secara kolektif dan sistematis baik di lingkungan masyarakat, sektor swasta, maupun pemerintahan.

Berdasarkan pendapat responden SPAK 2012 terhadap perilaku dalam lingkungan keluarga, masih ada sekitar 32 persen istri yang menerima uang yang diberikan suami tanpa harus mempertanyakan asal usulnya. Sementara, berdasarkan perilaku di tingkat komunitas, lebih dari separuh responden menyatakan wajar untuk memberi sesuatu kepada tokoh informal atau tokoh masyarakat setempat pada saat melaksanakan hajatan.

Hal yang menarik, dalam hasil SPAK 2012 pendidikan berpengaruh cukup kuat pada semangat anti korupsi. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi IPAK. IPAK responden berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,47, SLTA sebesar 3,78 dan di atas SLTA sebesar 3,93.

Pada tahun 2013, IPAK Indonesia sebesar 3,63 dari skala 0 sampai 5. Angka ini naik 0,08 poin dibandingkan IPAK tahun 2012 (3,55). Meski demikian kenaikan ini belum merubah kategori indeks, karena masih dalam kategori yang sama yakni anti korupsi. (Catatan: nilai indeks 0–1,25 sangat permisif terhadap korupsi, 1,26–2,50 permisif, 2,51–3,75 anti korupsi, 3,76–5,00 sangat anti korupsi).

EVALUASI STRATEGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI PADA KEMENTERIAN DAN LEMBAGA TAHUN 2013 57 56 DIREKTORAT JENDERAL INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIKKEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

IPAK 2013 untuk masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan sedikit lebih tinggi (3,71) dibanding di wilayah perdesaan (3,55). IPAK 2013 lebih tinggi pada penduduk usia kurang dari 60 tahun dibanding penduduk usia 60 tahun ke atas. IPAK penduduk usia kurang dari 40 tahun sebesar 3,63, usia 40 sampai 59 tahun sebesar 3,65, dan usia 60 tahun ke atas sebesar 3,55.

Pendidikan berpengaruh cukup kuat pada semangat anti korupsi. Semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi IPAK. IPAK 2013 untuk responden berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,55, SLTA sebesar 3,82 dan di atas SLTA sebesar 3,94.

Jika dibandingkan dapat disimak dalam gambar berikut ini:

Gambar 8. Perkembangan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia, 2012–2013

Sumber : Laporan Publikasi SPAK 2013, BPS

Dari data di atas, kenaikan 0,08 poin belum merubah kategori indeks, karena masih dalam kategori yang sama yakni masyarakat cenderung anti korupsi.

Perbedaan penting hasil IPAK 2012 dan 2103, adalah pada tahun 2012, sebagian besar responden yang menyatakan mengetahui bahwa mereka harus membayar lebih (karena diminta langsung oleh petugas) yaitu pada layanan polisi (sekitar 66 persen responden), guru/kepala sekolah (sekitar 60 persen), dinas kependudukan dan pencatatan sipil (sekitar 60 persen).

Sementara pada 2013, kebanyakan masyarakat membayar melebihi ketentuan karena diminta petugas. Pada tahun 2013, persentase terbanyak terdapat pada lembaga peradilan (76,37 persen), BPN (60,21 persen), dan rumah sakit/puskemas (56,22 persen).

Kondisi itu menunjukkan bahwa sesungguhnya di tingkat aparatur khususnya di unit pelayanan publik pemerintah masih belum signifikan terjadi perubahan budaya anti korupsi.

Hal yang menarik dari IPAK 2013 bahwa sebagian besar (27 persen) responden menilai pemerintah merupakan sumber yang paling efektif (mudah diterima, dapat membawa hasil, berguna) dalam memberikan pengetahuan anti korupsi.

Kondisi itu menunjukkan pola yang sama dengan 2012 bahwa sebagian besar sejumlah 28,40 persen atau naik 1,1 persen dari 27,30 persen pada 2012 masyarakat menilai pemerintah merupakan sumber informasi yang paling efektif.

Lebih dari 60 persen masyarakat menyatakan tidak pernah mendapatkan pengetahuan tentang anti korupsi dari semua jenis sumber yakni keluarga/ kerabat/teman, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan (LSM), pemerintah, dan KPK dan lembaga negara non pemerintah lainnya, dan akademisi.

Dari aspek media, pada 2012 sekitar 67 persen responden menilai televisi merupakan jenis media yang paling efektif dalam memberikan pengetahuan anti korupsi. Sementara pada 2013 secara umum sebesar 70,70 persen atau naik 3,60 persen 67,10 persen masyarakat menilai televisi merupakan jenis media yang paling efektif dalam memberikan pengetahuan anti korupsi.

Oleh karena itu, diperlukan pembudayaan anti korupsi dengan tujuan menyamakan persepsi bahwa korupsi itu jahat dan harus dihindari. Persepsi tersebut akan mendorong lahirnya sikap anti korupsi. Dan pada akhirnya, sikap anti korupsi akan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata kepemerintahan pada umumnya.

BAB VI

PENUTUP

EVALUASI STRATEGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI PADA KEMENTERIAN DAN LEMBAGA TAHUN 2013 61 6.1 Kesimpulan

Strategi komunikasi Pendidikan Budaya Anti Korupsi dilaksanakan oleh 47 kementerian dan lembaga, dimana hasil pemetaan menunjukkan bahwa terdapat 4 pesan yang diusung oleh kementerian dan lembaga tersebut yaitu Keterbukaan, Kedisiplinan, Tanggung Jawab dan Keadilan, sedangkan media yang paling banyak digunakan adalah media tatap muka. Aksi yang paling banyak direncanakan adalah sosialiasi kepada khalayak.

Hasil pemetaan pre assessment menunjukkan bahwa terdapat 31 kementerian dan lembaga yang memiliki Level Budaya sangat Anti Korupsi, kemudian 9 kementerian dan lembagamemiliki level budaya anti Korupsi, dan hanya 1 kementerian dan lembaga yang memiliki level budaya permisif terhadap korupsi. Sedangkan, arah komunikasi yang sesuai untuk strategi komunikasi PBAK adalah advokasi (36 kementerian dan lembaga), Edukasi (4 kementerian dan lembaga), Sosialisasi (1 kementerian dan lembaga). Dua kementerian dan lembaga tidak menampilkan arah komunikasi, dan enam kementerian dan lembaga tidak ada laporan. Sementara untuk dimensi terendah adalah Kebutuhan Pribadi dan dimensi Tertinggi adalah terhadap Mitra Kerja Non Aparatur, sedangkan pola komunikasi terbanyak adalah pergerakan.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa efektivitas startegi komunikasi PBAK dapat ditingkatkan melalui keselarasan antara analisa situasi pada satker terpilih yang dilakukan melalui pre assessment dengan strategi komunikasi PBAK yang direncanakan. Pada tahapan ini, kementerian dan lembaga harus memperhatikan dimensi terendah dari locus terpilih untuk dijadikan fokus komunikasi PBAK.

Hasil analisa situasi ini kemudian menjadi acuan dalam menyusun strategi komunikasi PBAK, dan kemudian merealisasikannya dalam aksi PBAK yang sesuai. Kesuaian antara analisa situasi, strategi komunikasi, dan aksi akan menjadikan PBAK semakin efektif, dan pada akhirnya akan meningkatkan persepsi anti korupsi dari lokus terpilih masing-masing kementerian dan lembaga.

Dalam pencapaian Stranas PPK, Strakom PBAK memiliki kontribusi nyata dalam satker yang melaksaakan. Meskipun pengaruh kumukatif tidak terjadi siginifikan terhadap perubahan Indeks Persepsi Anti

Korupsi, namun demikian sesunggunya komunikasi yang bersifat strategis melalui Strakom PBAK ditujukan mensosialisasikan, mengedukasi, dan mengadvokasi setiap aparatur pemerintah agar mengetahui, memahami dan mengadopsi sembilan nilai anti korupsi dalam keseharian.

Melalui strategi komunikasi diharapkan proses komunikasi berlangsung baik dan efektif serta terkoordinasi dalam dan antarkementerian maupun lembaga. melalui keterpaduan tersebut pesan mengenai nilai-nilai antikorupsi akan dapat disampaikan secara efektif kepada khalayak.

6.2 Rekomendasi

Bagi setiap kementerian dan lembaga, upaya pendidikan dan budaya antikorupsi membutuhkan strategi komunikasi sebagai pemandu langkah menuju tahap demi tahap, sehingga apa yang menjadi tujuan komunikasi dapat dicapai dengan sukses. Strategi komunikasi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang menunjukkan arah saja, tetapi menunjukkan bagaimana taktik operasional komunikasi mengenai kebijakan pendidikan dan budaya antikorupsi dilaksanakan di masing-masing kementerain dan lembaga.

Beberapa rekomendasi yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Pendidikan Budaya Anti Korupsi (PBAK) harus dipertajam dengan memperbanyak arah komunikasi yang bersifat advokasi.

2. K/L harus melaksanakan aksi PBAK sesuai dengan strategi komunikasi PBAk yang telah dirancang, dan menggunakan metode yang sesuai dengan cetak biru yang telah dibuat oleh Kemkominfo, serta mengurangi kesalahan-kesalahan metodologi, diantaranya adalah:

a. Ketidaksesuaian antara locus pre assessment dan post assessment b. Ketidaksesuaian inti pesan pada strategi komunikasi PBAK yang

direncanakan dengan pesan utama pada aksi yang dilaksanakan c. Pesan komunikasi pada aksi PBAK tidak mempertimbangkan

dimensi terendah pada pre assessment

d. Aksi yang dilaksanakan biasanya hanya menempel pada aksi program lain, yang belum tentu sesuai dengan strategi komunikasi PBAK yang telah direncanakan dan dipertajam tentang kondisi penganggaran dan solusinya agar masuk dalam dokumen perencanaan kementerian dan lembaga.

3. Dalam melaksanakan aksi PBAK, kementerian dan lembaga harus memperhatikan pola komunikasi yang telah dipetakan pada pre

assessment. Perumusan strategi dan pengembangan selanjutnya perlu

dilakuan konsisten, misalnya dalam aspek:

a. Pemilihan media komunikasi harus disesuaikan dengan temuan yang ada pada pre assessment

b. Pemilihan komunikator harus disesuaikan dengan profil tokoh anti korupsi di masing-masing kementerian dan lembaga.

4. Hal yang penting adalah pelaksanaan kontrol dalam implementasi Strakom PBAK, Kontrol yang dimaksudkan adalah monitoring dan evaluasi sesuai dengan target Cetak Biru Strakom PBAK.

5. Agar hasil Strakom PBAK memiliki kontribusi terhadap pencapaian Stranas PPK maka direkomendasikan dilakukan:

a. Identifikasi materi-materi PBAK yang sudah ada di kementerian dan lembaga (Kemenkominfo, BUMN, Kemendikbud, KPK, kejaksaan, POLRI, dll) untuk masyarakat

b. Optimalisasi lebih tinggi program PBAK di kementerian dan lembaga yang memberikan 10 layanan dan melibatkan tokoh agama dalam PBAK kementerian dan lembaga.

c. Peningkatan penyebaran informasi anti korupsi secara langsung kepada tokoh agama dan pemerintah (kementerian dan lembaga), ormas, asosiasi profesi, asosiasi pedagang, asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan lainnya

d. Mengembangkan jejaring forum anti korupsi sampai ke daerah untuk menjadi salah satu sumber informasi bagi masyarakat (Critical Mass agen perubahan, ketokohan dan panutan)

e. Memasukan materi STRANAS PPK pada jalur pendidikan PNS f. Melibatkan peran Inspektorat, BPK, Pengawasan Internal mendukung

Eksternal dan sebaliknya untuk implementasi STRANAS PPK 6. Khusus berkaitan dengan pelaksanaan Strategi 5 dalam Stranas PPK

maka dibutuhkan pengarusutamaan Stranas PPK ke dalam RPJMN , lintas dan semua sektor. Hal itu bisa dilakukan dengan cara:

a. Menjadikan STRANAS PPK pilar penting bagi implementasi berbagai legislasi dan kebijakan, desa, MP3EI, Investasi, Pendidikan

EVALUASI STRATEGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI PADA KEMENTERIAN DAN LEMBAGA TAHUN 2013 65 64 DIREKTORAT JENDERAL INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIKKEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

, Kesehatan, maupun prolegnas, reformasi birokrasi, pelayanan publik

b. Mengembangkan pilot survey integritas , wilayah, lembaga, individu, dunia usaha, partai politik, maupun organisasi publik lainnya.

c. Khusus bagi kepolisian, menata sistem dan data, dimulainya dari pengaduan masyarakat, pelayanan yang diberikan, tindak lanjut dan waktunya, investigasi, penuntutan, sanksi dan hukuman (Data Crime

Statistics)

d. Menyusun kebijakan mengenai insentif dan biaya layanan yang diberikan oleh tokoh formal dan disosialisasikan kepada masyarakat f. Mendorong penggunaan Citizen Report Card atau Community Score

Card untuk penilaian kualitas pelayanan publik, hal itu sebagai salah

satu bentuk partisipasi publik dalam peningkatan kualitas layanan publik yang transparan dan berintegritas.

Referensi

Badan Pusat Statistik, 2013. Hasil Survey Indeks Perilaku Anti Korupsi 2012. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik, 2014. Hasil Survey Indeks Perilaku Anti Korupsi 2014. Jakarta: BPS.

Dunn, William. N.2000. Analisis Kebijaksanaan Publik. Gadjah Mada University press; Yogyakarta

Edward III, George C (edited), 1984, Public Policy Implementing, Jai Press Inc, London-England.

Escobar A. 1995, Encountering Development, The Making and Unmaking of

the Third World. Princeton-NJ, University Press, Princeton.

Goggin, Malcolm L et al. 1990. Implementation, Theory and Practice: Toward

a Third Generation, Scott, Foresmann and Company, USA.

Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third

World, Princnton University Press, New Jersey.

Keban, Yeremias T. 2007. Pembangunan Birokrasi di Indonesia: Agenda Kenegaraan yang Terabaikan, Pidato Pengukuran Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kementerian Kominfo, 2013 Cetak Biru Strategi Komunikasi PBAK. Jakarta: Kominfo.

Korten, David C dan Syahrir. 1980. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Melkote SR. 1991. Communication for Development in the Third World:

Theory and Practice. New Delhi: Sage.

Mazmanian, Daniel A and Paul A. Sabatier. 1983. Implementation and Public

Policy, Scott Foresman and Company, USA.

Nakamura, Robert T and FrankSmallwood. 1980. The Politics of Policy

Implementation, St. Martin Press, New York.

Bappenas, 2011. Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Bappenas.

Wahab, Solichin A. 1991. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan, Bumi Aksara Jakarta.

Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik, Intermedia Jakarta.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo Yogyakarta.

Dokumen terkait