• Tidak ada hasil yang ditemukan

CAPAIAN KINERJA ORGANISASI

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI

Secara lengkap capaian kinerja dari rencana kinerja yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika tahun 2015 adalah sebagai berikut :

Indikator Kinerja Indikator Kinerja Eselon II Target Realisasi %

Persentase (%) Ketersediaan Tambahan Spektrum Frekuensi

Sebesar 350 Mhz Untuk Mobile

Broadband

Persentase (%) Tersedianya tambahan spektrum frekuensi sebesar 350 MHz untuk mobile broadband

5,7 % (20 Mhz)

5,7% 100%

SASARAN 1. TERMANFAATKANNYA SUMBER DAYA FREKUENSI RADIO SECARA OPTIMAL DAN DINAMIS UNTUK MENDUKUNG PROGRAM CITA CARAKA (BANDWIDTH UNTUK RAKYAT 100 MB PER KAPITA PER BULAN)

1. IK-1 Persentase (%) Ketersediaan Tambahan Spektrum Frekuensi Sebesar 350 Mhz Untuk Mobile Broadband

Indikator Kinerja Persentase (%) Ketersediaan Tambahan Spektrum Frekuensi Sebesar 350 Mhz Untuk Mobile Broadband memiliki

target sebesar 5,7 % (20 Mhz). Berdasarkan data capaian yang dilaporkan dapat diketahui bahwa Indikator Kinerja tersebut telah tercapai 100% di tahun 2015.

Capaian indikator kinerja dimaksud dapat dilihat pada tabel dibawah ini kemudian diikuti dengan penjelasan capaiannya.

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target capaian

1. Termanfaatkannya sumber daya frekuensi radio secara optimal dan dinamis untuk mendukung program Cita Caraka (Bandwidth untuk rakyat 100 MB per kapita per bulan)

1. Persentase (%) ketersediaan tambahan spektrum frekuensi sebesar 350 MHz untuk mobile broadband

5,7% (20 MHz)

5,7%

2. Persentase (%) penanganan gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio

90% 94.34%

3. Persentase (%) Penegakan hokum penggunaan perangkat telekomunikasi dan informatika

90% 93.69%

2. Terwujudkannya pelayanan publik di bidang sumber daya dan perangkat pos dan informatika yang professional, berintegritas dan sesuai dengan kebutuhan para pemangku kepentingan

1. Indeks kepuasan masyarakat terhadap

perizinan spektrum frekuensi radio, sertiikasi operator radio, sertiikasi alat perangkat

telekomunikasi, dan pengujian alat perangkat telekomunikasi

79 79.05

2. Indeks integritas pelayanan publik perizinan

spektrum frekuensi radio, sertiikasi operator radio, sertiikasi alat perangkat telekomunikasi,

dan pengujian alat perangkat telekomunikasi

8,5 8.57

3. Tersedianya slot orbit untuk keperluan satelit mutlifungsi

Persentase (%) terjaganya keberlangsungan

slot orbit Indonesia yang sudah ternotiikasi di ITU

100% 100%

Memperhatikan peningkatan kebutuhan bandwidth yang sangat cepat sebagai konsekuensi dari perkembangan teknologi dan

tuntutan pasar yang konvergen menuju layanan pita lebar (broadband), maka Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menyusun rencana strategis tahun 2015-2019 sebagai upaya untuk mengatasi krisis spektrum tersebut.

Gambar 1. Roadmap Penataan Spektrum Frekuensi 2014-2019 (Sumber: Bahan Paparan kepada Menteri Kominfo 2015)

Pada tahun 2015 direncanakan 20 MHz dapat tersedia untuk menunjang kebutuhan bandwidth yang terus meningkat pesat sehingga Kementerian Komunikasi dan Informatika memutuskan untuk mengalokasikan 2 (dua) blok pita frekuensi radio 2,1 GHz yaitu pada rentang 1970–1980 MHz berpasangan dengan 2160–2170 MHz yang belum ditetapkan penggunanya berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 592 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1192 Tahun 2013 tentang Penetapan Alokasi Blok Pita Frekuensi Radio Hasil Penataan Menyeluruh Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz, untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler yang telah ada.

MHz MHz 2140 2145 2150 2155 Blok 1 1955 1960 1965 1970 1975 1980 2100 MHz 60 MHz FDD Lisensi Nasional Subdit ESD. Dit.Penataan

1920 1925 1930 1935 1940 1945 1950

Blok 8 Blok 9 Blok 10 Blok 11 Blok 12 HCPT HCPT TSEL TSEL TSEL

Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5 Blok 6 Blok 7

idle

ISAT ISAT XL XL XL idle

2160 2165 2170 2110 2115 2120 2125 2130 2135

Gambar 2. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz Tahun 2015

Berdasarkan kepada ketentuan yang tertuang dalam Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4

Tahun 2015 (“PM 4 Tahun 2015”) tentang Ketentuan Operasional dan Tata Cara Perizinan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio,

disebutkan bahwa IPSFR diterbitkan melalui: a) Mekanisme seleksi; atau

b) Perubahan ISR menjadi IPSFR

Menteri Komunikasi dan Informatika mengambil kebijakan bahwa penetapan IPFR untuk blok yang belum digunakan pada pita frekuensi radio 2,1 GHz dilakukan melalui mekanisme seleksi dan kepada pita frekuensi radio 2,1 GHz tersebut akan terlebih dahulu

ditetapkan kebijakan netral teknologi (technology-neutral). Kebijakan sebagaimana dimaksud didasarkan pada pertimbangan sebagai

berikut:

1) adanya kebutuhan utilisasi penggunaan spektrum frekuensi radio bagi pita frekuensi radio yang sebelumnya belum pernah digunakan;

2) adanya kebutuhan tambahan spektrum frekuensi radio dalam memberikan layanan telekomunikasi dan pelaksanaan konsep

Indonesia Broadband Plan (Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014) ke depan sehingga memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi masyarakat;

3) eisiensi dan optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio;

4) kelanjutan pelaksanaan paradigma technology-neutral sehingga memberikan kebebasan kepada penyelenggara jaringan

telekomunikasi untuk memilih teknologi dalam rangka mengoperasikan jenis layanannya;

Berkaitan dengan penggunaan teknologi, 3GPP mendeinisikan pita frekuensi radio 2,1 GHz sebagai salah satu kandidat IMT-Advanced yang dikenal dengan Band 1 FDD LTE yaitu pada rentang 1920-1980 MHz berpasangan dengan 2110-2170 MHz, dimana saat ini penggunaannya masih dibatasi hanya untuk IMT-2000. Apabila ingin menjangkau target IBP, maka diperlukan teknologi yang lebih eisien sehingga diperlukan Peraturan Menteri yang membuka pita frekuensi radio 2,1 GHz untuk penggunaan teknologi selain IMT-2000 yaitu dengan spesiikasi berbasis 3GPP (3GPP mencakup IMT-2000 dan IMT-Advanced).

Isu yang terkait dengan persiapan seleksi ini adalah:

1) masih berlangsungnya proses migrasi PT Smart Telecom dari pita frekuensi radio 1,9 GHz ke 2,1 GHz sampai dengan 14 Desember 2015 di perkotaan, dan secara nasional sampai dengan 14 Desember 2016. Dampak dari masih berlangsungnya proses migrasi ini adalah masih terdapatnya potensi interferensi dari PT Smart Telecom kepada pita frekuensi radio 2,1 GHz, khususnya pada blok yang akan diseleksi yaitu Blok 11 dan Blok 12;

2) keinginan untuk menyamakan masa waktu IPFR hasil seleksi dengan perpanjangan 1st carrier pita frekuensi radio 2,1 GHz sehingga lisensi akan mulai bersamaan pada tanggal 28 Maret 2016.

Dikarenakan kondisi penggunaan pita frekuensi radio 2,1 GHz saat ini telah berdampingan (contiguous) untuk masing-masing

penyelenggara, maka apabila telah diperoleh Pemenang Seleksi, terdapat potensi penggunaan pita frekuensi radio 2,1 GHz menjadi tidak lagi berdampingan. Alternatif kebijakan yang tersedia yaitu sebagai berikut:

2) Seleksi 1 x 10 MHz FDD, tanpa adanya penataan pasca-seleksi

Pros Cons

• Mendukung kompetisi karena berkesempatan mendapatkan 2 (dua) penyelenggara

• Hanya XL yang berpotensi mengikuti seleksi karena

dapat langsung mengoperasikan dengan Radio Unit

yang telah ada karena keterbatasan kemampuan Radio

Unit saat ini

• Penyelenggara yang tidak contiguous harus

mengoperasikan 2 (dua) Radio Unit

• Tambahan 5 MHz FDD tidak contiguous dipandang tidak layak secara bisnis dibandingkan dengan biaya

Radio Unit baru

• Blok 12 (5 MHz FDD) berpotensi tidak diminati karena

terkendala batasan BW Radio Unit saat ini dan potensi interferensi terbesar dari PCS1900 (dibanding blok-blok

lainnya)

Pros Cons

• Manfaat penambahan 10 MHz FDD dipandang layak secara bisnis dibandingkan dengan biaya penambahan

Radio Unit

• Hanya mendapatkan 1 (satu) penyelenggara

• Semua penyelenggara dapat langsung memanfaatkan 10 MHz FDD pasca seleksi

• Penyelenggara yang tidak contiguous harus

mengoperasikan 2 (dua) Radio Unit karena keterbatasan BW Radio Unit yang digunakan saat ini

• Dapat mengundang seluruh penyelenggara seluler (termasuk pula Smart, Smartfren, STI) untuk ikut dalam seleksi

• Menarik untuk implementasi LTE 10 MHz FDD • Mendukung upaya penambahan kapasitas secara

signiikan dalam rangka merealisasikan IBP

3) Seleksi 2 x 5 MHz FDD, dengan adanya penataan pasca-seleksi

Pros Cons

• Mendukung kompetisi karena berkesempatan mendapatkan 2 (dua) penyelenggara

• Memerlukan biaya tambahan • Semua penyelenggara akan mendapatkan peningkatan

kapasitas “tanpa” menambah Radio Unit: Pemenang Seleksi tidak dapat langsung menggunakan karena ada tahapan penataan, namun tetap harus bayar BHP IPSFR

›      dari 2 carrier (10 MHz FDD) menjadi 3 carrier (15

MHz FDD)

›      dari 3 carrier (15 MHz FDD) menjadi 4 carrier (20

MHz FDD)

4) Seleksi 1 x 10 MHz FDD, dengan adanya penataan pasca-seleksi

Pros Cons

• Penyelenggara yang memiliki 2 carrier (10 MHz FDD) dapat meningkatkan menjadi 4 carrier (20 MHz FDD)

tanpa menambah Radio Unit

• Penyelenggara yang telah memiliki 3 carrier (15 MHz

FDD) harus menambah Radio Unit untuk menggunakan

5 carrier (25 MHz FDD) • Mendukung upaya penambahan kapasitas secara

signiikan dalam rangka merealisasikan IBP Memerlukan biaya tambahan

• Menarik untuk implementasi LTE 10 MHz FDD • Pemenang Seleksi tidak dapat langsung menggunakan karena ada tahapan penataan, namun tetap harus bayar BHP IPSFR

Terhadap kajian sebagaimana dimaksud, maka presentasi kepada Menteri pada tanggal 17 Juni 2015, Menteri memberikan arahan kebijakan sebagai berikut:

1) Seleksi dilaksanakan dengan menggunakan metode Beauty Contest;

2) Objek seleksi adalah 1 x 10 MHz FDD sehingga hanya mendapatkan 1 (satu) Pemenang Seleksi;

3) Menganut prinsip replanning-ready sehingga kepada semua penyelenggara diinformasikan bahwa pita frekuensi radio 2,1 GHz

akan ditata kembali namun jadwalnya akan didiskusikan kemudian dengan mempertimbangkan pula kesiapan penyelenggara dan Kominfo;

4) Pemberlakukan ketentuan technology-neutral sehingga pita frekuensi radio 2,1 GHz dapat digunakan tidak hanya untuk

keperluan 3G tetapi juga 4G;

5) Peserta seleksi dibatasi hanya untuk penyelenggara seluler di pita frekuensi radio 2,1 GHz karena dimaksudkan untuk mendorong konsolidasi antar penyelenggara;

6) Masa waktu lisensi IPFR akan disamakan dengan perpanjangan IPFR 1st carrier, yaitu dimulai sejak 28 Maret 2016; Berdasarkan arahan Menteri pada tanggal 17 Juni 2015 tersebut, kemudian dilakukan penyiapan 2 (dua) Rancangan Peraturan

Menteri (RPM) yaitu RPM Penggunaan Teknologi Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler, dan RPM Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio Tambahan Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk

Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler Tahun 2015 dengan penjelasan sebagai berikut:

1) RPM Penggunaan Teknologi Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler mengatur:

a. kebijakan netral teknologi di pita frekuensi radio 2,1 GHz yang menjadi acuan penggunaan teknologi bagi pita frekuensi radio 2,1 GHz. Pengguna pita frekuensi radio 2.1 GHz diberikan kebebasan untuk memilih teknologi sepanjang mengikuti

spesiikasi 3GPP Band 1. Kebebasan untuk memilih teknologi bertujuan antara lain untuk eisiensi dan optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio, mendorong perkembangan dan inovasi teknologi, mendukung pengembangan industri dalam negeri yang berkelanjutan (sustainable), dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

masyarakat.

b. Kebebasan untuk memilih teknologi wajib memenuhi ketentuan dilarang menimbulkan gangguan yang merugikan (harmful interference), batasan emisi spektrum (spectrum emission mask) dan persyaratan teknis alat dan/atau perangkat telekomunikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri, dan melakukan koordinasi dengan pengguna frekuensi radio lainnya dalam menjaga kualitas layanan dan mitigasi gangguan yang merugikan (harmful interference). c. RPM ini akan mencabut ketentuan penggunaan teknologi yang tercantum pada Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor: 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri

Komunikasi dan Informatika Nomor: 31 Tahun 2012, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 07/PER/M.

KOMINFO/1/2006 tentang Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 32 Tahun 2012, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Seleksi

Pengguna Pita Frekuensi Radio Tambahan Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000;

2) RPM Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio Tambahan Pada Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan

Jaringan Bergerak Seluler Tahun 2015 mengatur objek seleksi, syarat kepesertaan seleksi, hingga tata cara pelaksanaan seleksi. Dengan selesainya pembahasan kedua RPM sebagaimana dimaksud, pada tanggal September 2015, kedua RPM tersebut kemudian dimintakan izin kepada Menteri untuk dilakukan konsultasi publik. Kedua RPM kemudian dilakukan pembahasan dalam RAPIM

tanggal 3 November 2015 dimana disepakati RAPIM untuk membahas kedua RPM ini hanya akan dilakukan 1 (satu) kali sehingga apabila terdapat masukan pasca konsultasi publik, maka revisi RPM akan dilakukan secara langsung tanpa dibahas kembali dalam

RAPIM.

Pada pembahasan dengan Menteri pada tanggal 13 November 2015, Menteri kembali membuka pembahasan tentang objek seleksi

apakah 2 x 5 MHz FDD ataukah 1 x 10 MHz FDD. Pembahasan dilakukan dengan maksud untuk mengetahui seberapa butuhnya penyelenggara terhadap penambahan spektrum di pita frekuensi radio 2,1 GHz ini. Terdapat kekhawatiran Menteri penetapan 1 x 10 MHz secara tidak langsung bermakna Pemerintah telah mengarahkan hanya untuk dimenangkan 1 (satu) penyelenggara tertentu,

dan Menteri menginginkan tambahan spektrum ini dapat diberikan kepada Penyelenggara yang benar-benar membutuhkan. Pada pertemuan dengan Menteri pada tanggal 17 November 2015, kembali dilakukan penajaman pro-cons dari opsi 2 x 5 MHz FDD versus opsi 1 x 10 MHz FDD sebagai berikut:

Pros Cons • Peningkatan kapasitas dapat dinikmati oleh 2 (dua)

penyelenggara

• Jika XL memenangkan Blok 11, pengguna Blok 12

butuh waktu untuk membeli Radio Unit baru sehingga

kurang tepat di sisi fairness • XL dapat langsung mengoperasikan dengan Radio Unit

yang telah ada jika mendapatkan Blok 11

• Penyelenggara yang tidak contiguous (H3I, ISAT, TSEL)

harus mengoperasikan 2 (dua) Radio Unit

• Investasi untuk Radio Unit baru tidak sebanding dengan manfaat yang diterima dari tambahan 5 MHz FDD

non-contiguous

• Tidak menarik untuk penggelaran LTE

• Penyelenggara yang membutuhkan 10 MHz FDD hanya dapat memperoleh 5 MHz FDD

Pros Cons

• Investasi untuk Radio Unit baru sebanding dengan

manfaat dari tambahan 10 MHz FDD

• Penyelenggara yang hanya berminat 5 MHz FDD memaksakan diri ikut seleksi 10 MHz FDD, atau memilih tidak ikut seleksi

• Pemenang Seleksi dapat langsung memanfaatkan 10 MHz FDD

• Menarik untuk implementasi LTE 10 MHz FDD • Mendukung upaya penambahan kapasitas secara

signiikan dalam rangka merealisasikan IBP

Pros Cons

• Peningkatan kapasitas dapat dinikmati oleh 2 (dua) penyelenggara

• Penyelenggara yang terkena pergeseran memerlukan biaya tambahan

• Pemenang Seleksi dapat memanfaatkan Radio Unit

saat ini :

›      Pengalaman penataan 2013, biaya penataan

berkisar $500 per NodeB

›      dari 2 carrier (10 MHz FDD) menjadi 3 carrier (15

MHz FDD)

• Pemenang Seleksi tidak dapat langsung menggunakan karena ada tahapan penataan, meskipun sudah

membayar BHP IPFR Tahun Ke-1 ›      dari 3 carrier (15 MHz FDD) menjadi 4 carrier (20

MHz FDD)

2) Seleksi 1 x 10 MHz FDD, tanpa adanya penataan pasca-seleksi

3) Seleksi 2 x 5 MHz FDD, dengan adanya penataan pasca-seleksi

4) Seleksi 1 x 10 MHz FDD, tanpa adanya penataan pasca-seleksi

Pros Cons

• Pemenang Seleksi dapat langsung memanfaatkan 10 MHz FDD

• Penyelenggara yang terkena pergeseran memerlukan biaya tambahan

• Menarik untuk implementasi LTE 10 MHz FDD ›      Pengalaman penataan 2013, biaya penataan

berkisar $500 per NodeB • Mendukung upaya penambahan kapasitas secara

signiikan dalam rangka merealisasikan IBP Pemenang Seleksi tidak dapat langsung menggunakan karena ada tahapan penataan, meskipun sudah

membayar BHP IPFR Tahun Ke-1

• Penyelenggara yang telah memiliki 3 carrier (15 MHz

FDD) harus menambah/mengganti Radio Unit untuk

menggunakan 5 carrier (25 MHz FDD)

Terhadap kajian sebagaimana dimaksud, maka presentasi kepada Menteri pada tanggal 17 November 2015, Menteri memberikan

arahan opsi objek seleksi adalah 2 x 5 MHz FDD dengan penataan, atau 1 x 10 MHz FDD tanpa penataan. Hal lain yang disampaikan oleh Menteri pada pertemuan tersebut adalah:

1) Menteri tidak berkenan dengan komitmen pembangunan dalam bentuk jumlah site, tetapi dapat menerima komitmen pembangunan dalam bentuk jumlah kecamatan;

2) Menteri juga meminta untuk dikaji model seleksi yang menggabungkan konsep beauty contest dengan lelang upfront fee. Dengan demikian, Tahap 1 adalah beauty contest untuk melihat desperateness suatu penyelenggara terhadap kebutuhan tambahan spektrum, dan Tahap 2 berupa lelang untuk mendapatkan harga upfront fee yang hanya diikuti oleh penyelenggara yang lolos dari tahap 1. Adapun nilai Biaya IPFR Tahunan tidak berdasarkan hasil lelang melainkan tetap mengacu pada penyesuaian harga lelang tahun 2006 ke tahun 2015. Terhadap model seleksi yang diwacanakan oleh Menteri, hal ini perlu meminta pendapat terlebih dahulu dari auditor yaitu Itjen, BPKP, dan BPK karena diperkirakan akan terdapat potensi temuan mengingat pada seleksi tersebut pada dasarnya diperoleh sebuah harga baru yang merupakan harga pasar (market price) atau harga kekinian. Dengan diperolehnya harga baru untuk spektrum 2,1 GHz, maka menjadi suatu kejanggalan apabila nilai Biaya IPFR Tahunan tidak menggunakan hasil lelang 2015 tetapi masih mengacu pada harga lama yang disesuaikan dari tahun 2006. Apabila metode seleksi yang akan digunakan diubah menjadi 2 (dua) tahap, maka hal ini akan mengubah draft RPM Tata Cara Seleksi.

Pada tanggal 7 Desember 2015, setelah pelaksanaan rapat pleno BRTI, kembali dilakukan pertemuan dengan Menteri dimana disampaikan beberapa arahan yaitu:

1) Migrasi PT Smart Telecom dari pita frekuensi radio 1,9 GHz ke 2,3 GHz diperpanjang hingga 14 Desember 2016; 2) Seleksi pita frekuensi radio 2,1 GHz akan menurutsertakan pula seleksi pita frekuensi radio 2,3 GHz;

3) Penyelenggara yang diperkenankan mengikuti seleksi adalah penyelenggara seluler 2,1 GHz, PT Smart Telecom, PT Corbec Communications, dan penyelenggara Jartaplok Packet Switch regional 2,3 GHz dalam hal penyelennggara jartaplok packet switch tersebut dapat berkonsolidasi menjadi sebuah entitas sebelum seleksi dimulai pelaksanaannya.

Pada tanggal 8 Desember 2015, dilakukan pembahasan model lelang upfront fee dengan Inspektorat Jenderal Kominfo, Biro Hukum,

dan KRT BRTI dimana disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1) Adanya perubahan regulasi yaitu telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 (PP 80 Tahun 2015) yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 (PP 76 Tahun 2010). PP 80 Tahun 2015 tersebut diundangkan 9

Nov 2015 dan berlaku 60 hari sejak diundangkan sehingga efektif mulai berlaku pada 7 Januari 2016;

2) Berdasarkan pembahasan, dengan terbitnya PP 80 Tahun 2015, lelang hanya untuk mendapatkan Upfront Fee tidak dapat dilakukan dan seleksi disarankan mengacu pada PP 80 Tahun 2015. Lelang tetap dapat dilakukan untuk mencari Upfront Fee

dan Annual Fee, sehingga keinginan Menteri untuk hanya melelang upfront fee tidak lagi dimungkinkan.

Dengan adanya perubahan PP yang mendasari seleksi sebagaimana dimaksud, dan keinginan Menteri untuk turut melakukan seleksi pita frekuensi radio 2,3 GHz secara bersamaan dengan seleksi pita frekuensi radio 2,1 GHz, maka keseluruhan RPM Tata Cara Seleksi

perlu direvisi menyeluruh.

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka ketersediaan tambahan spektrum frekuensi radio untuk keperluan mobile broadband yang diupayakan melalui Penyiapan Seleksi Pengguna Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio tidak dapat terealisasi pada tahun 2015 dikarenakan kendala sebagai berikut:

1) Berubah-ubahnya kebijakan Menteri terkait objek seleksi di pita frekuensi radio 2,1 GHz (2 x 5 MHz FDD versus 1 x 10 MHz

FDD);

2) Berubahnya kebijakan Menteri terkait pita frekuensi radio yang akan diseleksi dari sebelumnya hanya pita frekuensi radio 2,1 GHz menjadi turut menyertakan pita frekuensi radio 2,3 GHz;

3) Berubahnya kebijakan Menteri terkait metode seleksi dari sebelumnya berbasis Beauty Contest menjadi gabungan Beauty Contest dan lelang.

4) Adanya perubahan regulasi berupa pengesahan PP 80 Tahun 2015 pada tanggal 2 November 2015, diundangkan pada tanggal 9 November 2015, dan berlaku efektif mulai 7 Januari 2016, dimana PP tersebut menggantikan PP 76 Tahun 2010 dan PP 7

Tahun 2009 yang menjadi dasar pelaksanaan seleksi. Dengan pengesahan PP 80 Tahun 2015, keinginan Menteri untuk hanya melelang upfront fee tidak lagi dimungkinkan. PP 80 Tahun 2015 secara jelas dan tegas mengatur bahwa:

a. Upfront fee adalah sebesar 2 (dua) kali Harga Penawaran dari masing-masing Pemenang Seleksi;

b. Annual Fee sesuai dengan Harga Penawaran terendah dari Pemenang Seleksi;

Sehingga RPM Tata Cara Seleksi yang sebelumnya akan dikonsultasipublikkan perlu direvisi secara menyeluruh.

Namun demikian, pada tahun 2015, Kominfo telah sukses melakukan penataan ulang frekuensi radio (refarming) 1800 MHz sebagai

salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan eisiensi penggunaan spektrum frekuensi radio. Kegiatan refarming 1800 MHz ini

termasuk upaya meningkatkan kecepatan akses mobile broadband melalui pemutakhiran (upgrade) teknologi.

Di dalam kegiatan penataan tersebut, terdapat upaya agar penyelenggara mendapatkan alokasi yang berdampingan (contiguous) sekaligus mendorong peningkatan (upgrade) teknologi dari GSM ke LTE pada pita 1800MHz yang memiliki total lebar spektrum

2. IK-2 Persentase (%) penanganan gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio

Persentase (%) penanganan gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio diukur dengan membandingkan antara jumlah laporan aduan gangguan yang masuk dengan jumlah gangguan yang dapat tertangani sampai dengan selesai/clear. Sepanjang tahun 2015 telah diselesaikan 94.34% dari target 90% penyelesaian penanganan gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio sehingga prosentase realisasi adalah 104,82%.

Capaian indikator kinerja dimaksud dapat dilihat pada tabel dibawah ini kemudian diikuti dengan penjelasan capaian setiap komponennya.

Indikator Kinerja Indikator Kinerja Eselon II Target Realisasi %

Persentase (%) penanganan gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio

Persentase (%) penanganan gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio

90% 94.34% 104.82%

Frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas, oleh sebab itu penggunaan dan pemanfaatannya diatur serta ditetapkan oleh

Pemerintah berdasarkan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.

Pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio harus dilaksanakan agar tercipta tertib penggunaan

spektrum frekuensi radio yang efektif, eisien dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak menimbulkan gangguan yang

merugikan kepada pengguna frekuensi lainnya.

Berdasarkan data monitoring dan penertiban yang dilakukan seluruh Unit Pelaksana Teknis Monitoring Frekuensi Radio (UPT Monspkfrek) pada Ditjen SDPPI setiap 3 bulan sekali selama 1 tahun berjalan perlu dilakukan analisa dan evaluasi untuk dapat dilihat rekapitulasi hasil pelaksanaan kegiatan masing-masing UPT dalam satu Tahun Anggaran 2015 guna dijadikan tolak ukur pencapaian

kinerjanya.

Hasil prosentase penanganan aduan/klaim gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio di 37 UPT dihitung berdasarkan atas

Jumlah Hasil Penanganan Gangguan Penggunaan Spektrum Frekuensi yang telah Selesai ditangani berbanding dengan Jumlah Aduan Gangguan Spektrum Frekuensi. Sehingga Rumus Hasil prosentase penanganan aduan/klaim gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio menjadi :

Prosentase (%) penanganan aduan gangguan : penggunaan spektrum frekuensi radio =

a. Uraian Target

Hasil Prosentase (%) penanganan aduan gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio (90%) Adapun dinas kegiatan yang dilakukan monitoring terdiri dari:

LAPORAN HASIL PENANGANAN GANGGUAN BULAN DESEMBER 2015

NO UPT

SUB SERVICE YANG TERGANGGU

PENERBANGAN MWL SEL UL AR RADIO FM RADIO AM STL T V KONSESI M ARI TIM SA TELI T AM A TIR B WA ADU AN SELESAI NO T CLEAR PERSEN 1 ACEH 1 1 2 2 0 100% 2 MEDAN 3 1 4 3 1 75% 3 PEKANBARU 1 1 1 0 100% 4 BATAM 2 1 2 2 7 7 0 100% 5 JAMBI 1 1 2 2 0 100% 6 PADANG 1 2 1 4 3 1 75% 9 PALEMBANG 1 1 2 2 0 100% 10 BENGKULU 0 0 0 0% 7 PANGKALPINANG 1 1 1 0 0% 8 LAMPUNG 1 1 1 0 100% 11 BANTEN 8 1 3 12 12 0 100% 12 JAKARTA 3 3 1 6 6 19 18 1 95% 13 BANDUNG 9 6 5 1 2 1 4 4 32 32 0 100% 14 SEMARANG 1 4 2 3 1 11 10 1 91% 15 YOGYAKARTA 1 6 10 17 16 1 94% 16 SURABAYA 6 1 3 1 12 1 1 2 27 27 0 100% 17 DENPASAR 1 1 1 28 31 27 4 87% 18 MATARAM 1 1 2 2 0 100% 26 KUPANG 2 2 2 0 100% 28 BANJARMASIN 2 2 2 0 100% 19 PONTIANAK 3 3 6 6 0 100% 20 PALANGKARAYA 2 0 0 0 0 2 2 0 100% 21 BALIKPAPAN 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 3 0 0% 24 SAMARINDA 1 1 3 5 4 1 80% 23 MAKASSAR 1 2 1 2 1 7 6 1 86% 25 KENDARI 2 1 3 3 0 100% 37 MAMUJU 1 1 2 2 0 0% 29 PALU 0 0 0% 27 MANADO 1 1 2 1 1 50% 22 GORONTALO 2 2 2 0 100% 30 TERNATE 0 0 0% 31 AMBON 0 0 0% 32 JAYAPURA 1 1 1 0 0% 33 MERAUKE 0 0 0% 34 MANOKWARI 0 0 0%

Hasil prosentase penanganan aduan/klaim gangguan penggunaan spektrum frekuensi radio dari bulan Januari s.d Desember 2015 dari 212 aduan gangguan, yg sudah tertangani 200 aduan sehingga prosentase penanganan sebesar 94,34%

Dokumen terkait