• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA KEM DIKBUD

A. CAPAIAN KINERJA PROGRAM PEM BANGUNAN PENDIDIKAN DAN

9. CAPAIAN KINERJA PROGRAM PENGAWASAN DAN

Program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur merupakan yang pelaksanaannya berada di bawah tanggungjawab Inspektorat Jenderal. Program ini bertujuan untuk mendukung tujuan strategis yang ketujuh (T7), yaitu Tersedianya sistem tata kelola yang andal dalam menjamin terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional.

Berikut tingkat ketercapaian sasaran st rategis untuk program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur, dimana Ketercapaian sasaran st rategis tersebut diukur/ dilihat dari tingkat ketercapaian indikator kinerja utama-nya.

a. Opini audit BPK RI atas laporan keuangan adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) mulai tahun 2012.

Guna melihat tingkat ketercapaian sasaran st rategis ini, dapat dilihat melalui beberapa IKU berikut ini.

1) Persentase penyelesaian temuan audit;

2) Persentase satker di lingkungan kemdikbud memiliki SPI yang berfungsi sesuai dengan t ugasnya.

Adapun tingkat pencapaiannya adalah sebagai berikut.

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Tahun 2011 Tahun 2012 Target Realisasi % Target Realisasi %

Opini audit BPK RI atas laporan keuangan adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) mulai tahun 2012 Persentase penyelesaian temuan au dit 75,1 63,56 84,6 76,9 65,42 85.07

Persentase sat ker di lingkungan kemdikbud memiliki SPI

80 79,85 99,8 100 92,86 92,86

Berdasarkan data kinerja di atas dapat dijelaskan bahwa:

1)

IKU ”Persentase penyelesaian temuan audit” belum mencapai target yang ditetapkan. Sampai dengan akhir tahun 2012, total temuan audit (Itjen, BPKP dan BPK-RI) adalah sebanyak 42.976 temuan senilai Rp.1.497.926.823.791, dan telah ditindaklanjuti sebanyak 22.476 temuan senilai Rp. 1.176.359.344.649 yaitu sebesar 65,42%. Ketidaktercapaian sebesar 14,93% dari 76,9% yang ditargetkan terjadi karena masih belum cepatnya penyelesaian rekomendasi temuan hasil pengawasan yang dilakukan oleh auditan. Kondisi ini utamanya terjadi pada satuan kerja di daerah otonomi yang kerap melakukan proses

144 BAB III Akuntabilitas Kinerja Kemdikbud

mut asi dan promosi, sehingga aparat yang bertanggungjawab untuk menangani tindak lanjut tidak mampu melaksanakan kewajibannya secara optimal. Pada tahun 2012 dalam hal ini, khususnya Sekretariat Itjen untuk melakukan intensifikasi penyelesaian tindak lanjut melalui program monitoring, rapat koordinasi, dan penyelesaian kasus khusus atas t indak lanjut rekomendasi t emuan hasil audit Itjen, BPK-RI, dan BPKP.

2)

IKU ”Persentase satker di lingkungan Kemdikbud memiliki SPI” memiliki capaian sebesar 92,86%. Capaian IKU tersebut lebih kecil 7,14% dari yang ditargetkan yaitu sebesar 100%. Dari seluruh satuan kerja Kemdikbud, Jumlah SPI Satker Pusat yang telah Diberikan Layanan Fasilitasi oleh Itjen sampai dengan akhir tahun 2012, sebanyak sepuluh unit utama pusat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebanyak delapan SPI unit utama pusat telah membentuk SPI. Sedangkan persentase Jumlah SPI Satker UPT yang telah membentuk SPI, sampai dengan akhir tahun 2012, sebanyak 104 SPI satker UPT dari 112 SPI satker UPT di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Inspektorat Jenderal Kemdikbud telah mengupayakan untuk terus mensosialisasikan dan membina satuan kerja agar dapat mempercepat pembentukan unit SPI. Keberadaan SPI pada satuan kerja sangat penting dalam memacu upaya percepatan perolehan Opini Wajar Tanpa Pengecualian atas laporan keuangan Kemdikbud karena salah satu rekomendasi BPK untuk memperbaiki kinerja laporan keuangan adalah dengan meningkatkan efektifitas Sistem Pengendalian Intern.

Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pencapaian dua IKU di atas dalam mendukung tercapainya sasaran strategis “Opini audit BPK RI atas laporan keuangan adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) mulai tahun 2012” adalah: 1) Satuan kerja di daerah otonomi yang kerap melakukan proses mut asi dan

promosi, sehingga aparat yang bertanggungjawab untuk menangani tindaklanjut tidak mampu melaksanakan kewajibannya secara optimal;

2) Terbatasnya jumlah SDM yang kompeten dari satuan kerja Kemdikbud untuk membentuk unit fungsional Satuan Pengawasan Intern.

M elihat hambatan dan kendala yang dihadapi di atas beberapa langkah antisipasi yang akan dilakukan agar target kinerja yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik di masa datang adalah

1) M elakukan intensifikasi penyelesaian tindak lanjut melalui program monitoring, rapat koordinasi, dan penyelesaian kasus khusus;

BAB III Akuntabilitas Kinerja Kemdikbud 145

2) Dibangunnya sistem monitoring Itjen atas tindak lanjut rekomendasi temuan hasil audit Itjen, BPK-RI, dan BPKP yang lebih efektif, sehingga dapat mempercepat proses penyelesaian t emuan audit;

3) M engembangkan inovasi-inovasi program pengawasannya untuk meningkatkan efektivitas dan kualitas audit internal;

4) M eningkatkan proses pembinaan teknis kepengawasan internal kepada SPI satuan kerja Kemdikbud melalui workshop, pelatihan, serta monitoring dan evaluasi.

b. Skor Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sekurang-kurangnya 79.

Guna melihat tingkat ketercapaian sasaran st rategis ini, dapat dilihat melalui beberapa IKU “Persentase unit di lingkungan Kemdikbud diaudit manajemen berbasis kinerja”. Adapun tingkat pencapaiannya adalah sebagai berikut.

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Tahun 2011 Tahun 2012 Target Realisasi % Target Realisasi %

Skor Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sekurang-kurangnya 79 Persentase unit di lingkungan kemdikbud di audit manajemen berbasis kinerja 75 100 133,3 100 100 100

Berdasarkan data kinerja diatas dapat dijelaskan bahwaIKU ”Persentase unit di

lingkungan Kemdikbud diaudit manajemen berbasis kinerja” telah mencapai

target sebesar 100% yang sesuai dengan rencana yang ditargetkanya itu sebesar 100%. Keterjangkauan audit Itjen yang berfokus pada pembenahan manajemen kantor auditan dengan berbasis pada kinerja merupakan faktor pendukung tercapainya skor LAKIP Kemdikbud sekurang-kurangnya sebesar 75 poin. Audit Itjen akan sangat membantu auditan dalam mengidentifikasi hal-hal yang masih dinilai lemah dalam Sist em Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang mencakup perencanaan, pengukuran, pelaporan dan evaluasi. Hal ini benar adanya mengingat skor SAKIP diberikan tidak hanya sekedar kepada menariknya tampilan dan penyajian sistematika LAKIP tetapi sudah sejauhmana SAKIP dapat diimplementasikan secara ut uh dan efektif.

Ke depan diharapkan Itjen Kemdikbud dapat mempertahankan dan mengembangkan daya jangkau pengawasannya melalui inovasi audit yang bersifat intensifikasi. Audit berbasis teknologi informasibisa menjadi salah satu alternative solusi yang memungkinkan Itjen untuk menjangkau seluruh satuan

146 BAB III Akuntabilitas Kinerja Kemdikbud

kerja Kemdikbud tanpa perlu melakukan visitasi. Namun demikian beberapa jenis audit masih tetap memerlukan metode visit asi untuk m enguji akuntabilitas kinerja auditan misalnya audit kinerja dan audit investigasi.