• Tidak ada hasil yang ditemukan

47 Capaian tahun 2014 jika dibandingkan dengan target RPJMD tahun

2018 sebesar 134 orang masih memiliki gab yang cukup jauh yaitu 21 orang. Selisih 21 orang tersebut harus dicapai dalam waktu 4 tahun kedepan, maka kalau dibagi dalam 4 tahun maka setiap tahun harus menurunkan jumlah kematian ibu melahirkan sebanyak 5 orang. Hal ini merupakan tugas yang sangat berat untuk mengingat trend jumlah kematian ibu melahirkan dalam 3 tahun terakhir adalah meningkat.

Belum tercapainya indikator ini disebabkan karena adanya disparitas ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dan kualitas pelayanan kesehatan antara di daerah perkotaan dan pedesaan, masih rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, di beberapa daerah masih banyak terjadi pernikahan di bawah umur serta faktor sosiologi dan adat-istiadat di masyarakat yang masih melakukan persalinan dengan dukun.

Dengan kerjasama lintas sektor dan dukungan dari segenap lapisan masyarakat, maka penurunan jumlah kematian ibu melahirkan masih optimis bisa dicapai pada tahun 2018. Berbagai upaya kedepan yang dilakukan untuk menurunkan jumlah kematian ibu melahirkan antara lain adalah :

1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan,

khususnya untuk ibu hamil terutama melalui pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan Pos Kesehatan Kelurahan (Poskeskel);

2. Pelaksanaan program P4K (Program Perencanaan Persalinan dan

Penanganan Komplikasi);

3. Kunjungan antenatal pertama (K1) sedapat mungkin dilakukan pada

trimester pertama, guna mendorong peningkatan cakupan kunjungan antenatal empat kali (K4);

RKPD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016

II- 48

4. Bidan di Desa sedapat mungkin tinggal di desa, guna memberikan

kontribusi positif untuk pertolongan persalinan serta pencegahan dan penanganan komplikasi maternal;

5. Pelayanan KB harus ditingkatkan guna mengurangi factor risiko 4

terlalu (terlalu muda, terlalu sering, terlalu rapat dan terlalu tua);

6. Pelaksanaan Ante Natal Care (ANC) yang terintegrasi untuk ibu hamil,

termasuk pemeriksaan HIV/AIDS, Malaria, Cacingan dan penyakit infeksi menular lainnya secara terintegrasi dan pelaksanaan kelas ibu hamil dengan melibatkan keluarga dan masyarakat;

7. Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal (AMP) di tingkat

kabupaten/kota;

8. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam kesehatan reproduksi

responsive gender harus ditingkatkan untuk meningkatkan Health

Care Seeking Behaviour.

2.1.2.9.3. Persentase Balita Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi di bawah lima tahun (balita). Gizi buruk dapat pula disebabkan oleh pola penyakit dominan yang dikeluhkan oleh warga masyarakat adalah penyakit khas daerah tropis yaitu penyakit infeksi. Meskipun besaran dan pola penyakit untuk setiap daerah bervariasi, tergantung dari lingkungan dan perilaku kebiasaan warga masyarakat dalam hidup sehat. Salah satu penyebab anak kurang gizi adalah penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung adalah rendahnya daya beli dan keterbatasan pengetahuan tentang pangan yang bergizi.

RKPD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016

II- 49 Tabel 2.18.

Angka Kurang Gizi pada Balita di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009-2013

Indikator Outcome Satuan 2009 2010 2011 2012 2013 Angka kurang gizi (gizi

kurang dan Buruk) pada Balita

% 1,1 1,36 1,36 1,23 1,32

Sumber: EKPD 2014

2.1.2.10. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Aspek Kesejahteraan Masyarakat, secara umum dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dimana IPM mengukur capaian pembangunan manusia dengan menggunakan tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, pengetahuan/tingkat pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga), serta suatu standar hidup yang layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (PPP Rupiah).

IPM Provinsi Sumatera Selatan meningkat selama lima tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Nilai IPM Provinsi Sumatera Selatan selalu lebih tinggi di atas nilai IPM nasional. Pada tahun 2013 mencapai 74,36 lebih tinggi dari nilai IPM nasional 73,81. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia di Sumatera Selatan secara rata-rata nasional lebih baik. Dengan membandingkan nilai IPM provinsi lainnya nilai IPM Sumatera Selatan berada pada posisi menengah. Nilai IPM lebih tinggi dari rata-rata nasional, tetapi belum termasuk peringkat tinggi.

RKPD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016

II- 50 Tabel 2.19.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008-2013 No Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 OKU 71,92 72,36 73,14 73,59 74,01 74,42 2 OKI 69,64 70,06 70,61 71,07 71,45 71,82 3 Muara Enim 69,91 70,38 70,81 71,26 71,65 72,06 4 Lahat 69,99 70,53 71,30 71,83 72,29 72,68 5 Musi Rawas 66,77 67,33 67,89 68,38 69,01 69,57 6 Musi Banyuasin 70,54 71,13 71,81 72,44 73,15 73,67 7 Banyuasin 69,08 69,45 69,78 70,28 70,70 71,08 8 OKU Selatan 70,66 71,02 71,42 71,82 72,29 72,67 9 OKU Timur 68,88 69,39 69,68 70,34 70,72 71,19 10 Ogan Ilir 68,67 69,17 69,51 70,09 70,52 70,89 11 Empat Lawang 67,68 68,15 68,61 69,08 69,69 70,02 12 Kota Palembang 75,49 75,83 76,23 76,69 77,38 77,74 13 Kota Prabumulih 73,20 73,69 74,27 74,94 75,45 75,83

14 Kota Pagar Alam 72,16 72,48 73,19 73,70 74,15 74,47

15 Kota Lubuk Linggau 69,69 70,18 70,56 71,10 71,46 71,83

Sumatera Selatan 72,05 72,61 72,95 73,42 73,99 74,36 Nasional 71,17 71,76 72,27 72,77 73,29 73,81

Sumsel Secara Nasional 12 10 10 10 10 12

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan 2013

2.1.2.11. Ketenagakerjaan

Angkatan kerja merupakan bagian dari aspek demografi penduduk yang mempunyai kecenderungan bertambah atau menurun sejalan dengan perubahan yang dialami oleh penduduk itu sendiri. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumatera Selatan selama tahun 2008-2013 secara garis besar mengalami peningkatan baik dari angkatan kerja laki- laki maupun perempuan.

RKPD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016

II- 51 Tabel 2.20.

Jumlah Angkatan Kerja Menurut jenis Kelamin di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008-2013

Jenis Kelamin 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Laki-Laki 2.134.134 2.152.515 2.238.638 2.313.769 2.350.312 2.289.673 Perempuan 1.337.878 1.307.850 1.426.406 1.456.904 1.396.061 1.357.323

Total 3.472.012 3.460.365 3.665.044 3.770.673 3.746.373 3.646.996

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan 2014

Sedangkan angka pengangguran di Provinsi Sumatera Selatan pada Tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.20. di bawah ini.

Tabel 2.21.

Angka Pengangguran di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008-2013

Indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jumlah 280.657 263.471 243.851 217.569 213.441 182.376

Persentase 8,08 7,61 6,65 5,77 5,70 5,00

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan 2014

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Selatan menurun setiap tahunnya, hal ini dapat disebabkan oleh bertambahnya lapangan kerja. Jika dilihat dati tingkat pendidikan nya Angkatan Kerja SD ke bawah sebesar 50,19%, SMP sebesar 17,04%, SMA sebesar 22,99%, Diploma sebesar 2,54% dan Perguruan Tinggi sebesar 7,24%. Hal ini menunjukkan bahwa kurang optimalnya peningkatan SDM yang berkualitas berbasis kompetensi.

2.1.2.12. Seni Budaya dan Olahraga

Berbagai kegiatan seni budaya dan kejuaraan olah raga baik skala nasional maupun internasional seperti PON, SEA Games maupun Islamic Solidarity Games (ISG) telah dilaksanakan di Sumatera Selatan. Keberhasilan berbagai kegiatan seni dan budaya, serta kejuaraan olah

RKPD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016

II- 52

Dokumen terkait