• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gbr 3.5 Alat XRD (X-Ray Diffraction) PHILIPS Panalytical Empyrean PW

3.8.2 SEM-EDX (Scanning Electron Microscope)

3.8.2.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja SEM-ED

SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah analisis untuk penggambaran sampel dengan perbesaran hingga puluhan ribu kali. Dengan analisis SEM dapat melihat ukuran partikel yang tersebar pada sampel. SEM bekerja dengan memanfaatkan elektron sebagai sumber cahaya untuk menembak sampel. Sampel yang ditembak akan menghasilkan penggambaran dengan ukuran hingga ribuan kali lebih besar (Yosmarina, 2012). Analisis SEM juga bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan (Budi, Citra, 2010).

SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel. Data yang diperoleh dari SEM-EDX antara lain dapat diketahui jenis atau unsur-unsur mineral yang terkandung dalam sampel yang diperoleh dari analisis SEM dan grafik antara nilai energi dengan cacahan yang diperoleh dari analisis EDX (Findah, Zainuri, 2012).

Magnetit [Fe3O4] adalah salah satu mineral magnetik yang paling dominan

ditinjau dari sifat-sifat magnetik dan kelimpahannya di alam. Dalam persamaan kimia sederhana, jika magnetit [Fe3O4] dioksidasi, maka akan menjadi hematit

[Fe2O3]. Menarik untuk diamati adalah proses oksidasi magnetit menjadi hematit.

Untuk menganalisa proses oksidasi magnetitmenjadi hematit, maka digunakan serangkaian metoda non-magnetik. Metoda non-magnetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda SEM (scanning electron microscopy) dan EDS

(energy dispersive spectroscopy). Melalui metoda SEM ini, dapat diketahui

komposisi bahan dan morfologi dari proses transisi magnetitmenjadihematit.

Sewaktu berkas elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah elektron direfleksikan sebagai backscattered electron (BSE) dan yang lain membebaskan

timbul pada panjang gelombang yang bervariasi tapi pada dasarnya panjang gelombang yang lebih menarik untuk digunakan adalah daerah panjang gelombang cahaya tampak dan sinar-X. Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan sampel dikumpulkan oleh sebuah sintillator yang memancarkan sebuah pulsa cahaya pada elektron yang datang. Cahaya yang dipancarkan kemudian diubah menjadi sinyal listrik dan diperbesar oleh

photomultiplier. Setelah melalui proses pembesaran sinyal tersebut dikirim ke

bagian grid tabung sinar katoda.

Penentuan komposisi dilakukan dengan menggunakan Energy Dispersive

Spectrometry (EDS) yang tergabung pada SEM dengan menggunakan tegangan

akselerasi 25 KeV dan ukuran berkas electron 100, dan 200 nm. Prinsip kerja EDS adalah jika ada satu elektron berinteraksi dengan bahan, maka elektron tersebut dihamburkan oleh elektron lain yang mengelilingi inti atom bahan. Elektron yang terhambur disebut elektron primer dan elektron yang berada di orbit akan terpantul keluar dari sistem, sehingga terjadi kekosongan yang akan diisi oleh elektron dari kulit yang diluarnya. Karena elektron yang diluar mempunyai energi yang lebih besar, maka pada waktu berpindah orbit ke energi yang lebih rendah akan melepaskan energi dalam bentuk foton, yang dikenal sebagai sinar-X. Spektrum enegi sinar-X yang dipancarkan tersebut mempunyai energy spesifik yang tegantung dari nomor atom bahan. Dengan mengetahui energy sinar-X yang dipancarkan, dapat diketahui nomor atom bahan yang memancarkan sinar-X tersebut, dan juga kandungan relatif masing-masing bahan di dalam paduannya berdasarkan sinar-X yang dipantulkan (Nuha, 2008).

3.8.3 VSM(Vibrating Sample Magnetometer)

3.8.3.1 Sampel dan Preparasi

Sampel yang digunakan dalam bentuk serbuk. Dipersiapkan peralatan yang digunakan untuk preparasi. Kemudian tatakan mikro tube dan mikro tube ditimbang menggunakan neraca digital. Jika nilai yang tertera pada neraca digital sudah konstan kemudian ditare. Dikeluarkan micro tube kemudian dimasukkan

sampel menggunakan pipet kapiler sedikit demi sedikit sampai micro tube terisi

setengahnya. Pada saat memasukkan sampel ke dalam micro tube tidak boleh ada

udara yang masuk agar hasil yang ditampilkan pada VSM akan maksimal. Setelah sampel terisi padat kemudian sampel yang ada di dalam micro tube ditutup

dengan lilin. Kemudian ditimbang dengan neraca digital dan diukur sebanyak 5 (lima) kali pengukuran untuk setiap sampel. Kemudian micro tube diletakkan

pada sampel holder untuk dimasukkan ke dalam uniform magnetic field.

Gambar 3.8 Preparasi sampel VSM 3.8.3.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja VSM

Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam medan magnetik. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Secara prinsip ada dua metode untuk mengukur besar magnetisasi, yaitu metode induksi (induction method) dan metode gaya (force method). Pada metode

induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan/ diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang

kumparan. Sedangkan pada metode gaya pengukuran dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam dalam gradien medan magnet. VSM (Vibrating Sample Magnetometer) adalah merupakan salah satu alat

ukur magnetisasi yang bekerja pada metode induksi. Pada metode ini, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertical dalam lingkungan medan magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun sebagai respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya magnetik. Perubahan ini akan menginduksikan/ menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil (pick up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara

tepat dalam sistem medan magnet ini. Dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu cuplikan, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu (Mujamilah, 2000).

Sifat kemagnetan Barium M-Heksaferit dapat diindentifikasi dengan pengujian VSM (Vibrating Sample Magnetometer). Besarnya sifat magnet suatu

bahan dapat diketahui melalui kurva histeris. Dari kurva histeris tersebut dapat diketahui magnetisasi remanansi (Mr) dan medan koersivitas (Hc). Pada pengujian ini menggunakan besar magnetisasi sebesar 1 gauss saturasi (Ms) sampel. Pada kurva histeris berikut juga dapat diketahui magnetisasi tertinggi (Ariza, Zainuri, 2012).

3.8.4 VNA (Vector Network Analyzer)

VNA (Vector Network Analyzer) digunakan untuk mengetahui besarnya

penyerapan gelombang mikro (Dessy, dkk, 2012). Dari uji VNA akan dihasilkan nilai reflection loss (dB) seberapa besar daya serap spesimen terhadap gelombang elektromagnetik. Kurva reflection loss akan semakin turun seiring dengan

semakin besarnya nilai reflection loss. Semakin besar nilai reflection loss maka

akan semakin besar nilai penyerapan yang dapat dilakukan oleh spesimen tersebut. RAM (Radar Absorbern Material) bekerja dengan dengan beberapa cara

yaitu mengubah gelombang elektromagnetik yang masuk (medan listrik) menjadi panas oleh bahan dielektrik dan dengan menyerap (medan magnet) oleh material magnetik. Ketebalan lapisan juga berpengaruh terhadap reflection loss. Dengan

semakin tebalnya spesimen maka gelombang elektromagnetik akan semakin terserap (Adelia, dkk, 2011). Impedansi karakteristik merupakan konsekuensi dari permeabilitas relatif (µr) dan permitivitas relatif (εr) yang mempunyai nilai kompleks pada suatu bahan. Sehingga diperlukan bahan yang memiliki µr dan εr yang sesuai dengan µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi sehingga dihasilkan reflektansi loss yang cukup besar. Untuk mendapatkan nilai µ

dan ε dapat diketahui dengan cara mengukur besarnya Reflektansi dan

Transmitansi yang terjadi bila sampel diberikan gelombang elektromagnetik. Menurut metode pengukuran sifat dielektrik material pada proses konversi Nicholson-Ross-Weir parameter yang didapat dari pengukuran adalah :

S11* = S11’ + S11’ (3.2)

S21* = S21’ + S21’ (3.3)

dimana S11* dan S21* merupakan bilangan kompleks dari parameter hamburan

(Scattering parameter) yaitu parameter reflektansi dan parameter transmitansi.

Dengan S11’ dan S21’ sebagai bilangan riilnya, serta S11” dan S21” sebagai bilangan

imajinernya. Dari parameter-parameter tersebut, dapat diperoleh koefisien refleksi ( Γ ) sebagai berikut : Γ = �11 2− �21 2 2�11 ±�� � 112−�21 2 +1 2�11 � 2 __ 1, | Γ| < 1 (3.4)

Setelah mendapatkan koefisien refleksi ( Γ ), koefisien transmisi (T) bias didapat dengan cara :

Γ = �11 +�21 +1−Γ

1−��11−�21�Γ (3.5)

Dengan menggunakan bantuan :

1 ˄2 = � 1 2��ln� 1 ��� 2 (3.6)

Dari persamaan (3.5) dimana L adalah tebal sampel. Permeabilitas suatu bahan dapat dihitung :

= 1+�1 ˄(1−�)1 λ02 − 1 λ �2 (3.7)

dengan λ0 adalah panjang gelombang elektromagnetik pada udara dan

λ� adalah panjang gelombang cutoff, sehingga diperoleh permitivitas relatif suatu bahan adalah : ��= � �(1(1+−ΓΓ ))2�1− λ02 λ2�+ λ02 λ2 1 �� (3.8)

dengan rumus tersebut akan didapatkan kurva permitivitas dan permeabilitas suatu bahan sehingga mendapatkan impedansi bahan dengan menggunakan rumus

���= �0

�� �� �tanh�� �

2��

λ0� ���−��� (3.9)

dimana Zin adalah impedansi masukan ketika gelombang elektromagnetik yang

datang tegak lurus terhadap bahan dan Z0 adalah impedansi udara (free space)

~367,73031346177. Setelah mendapatkan nilai-nilai impedansi bahan, selanjutnya digunakan untuk menghitung Reflektansi loss terhadap frekuensi penyerapan gelombang mikro dengan menggunakan rumus berikut :

RL = 20 log

����� −�0 ���+ �0��

(3.10) (Subiyanto, 2011).

BAB 4

Dokumen terkait