• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cara Penghindaran Pajak Berganda

Dalam dokumen Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak (Halaman 128-135)

BAB 12 KESADARAN DAN KEPATUHAN KEWAJIBAN

C. Cara Penghindaran Pajak Berganda

Terdapat 2 (dua) cara yang digunakan peraturan perundang-undangan Indonesia untuk menghindari pajak berganda internasional, yaitu cara unilateral (sepihak) dan cara bilateral atau multilateral.

1. Cara Unilateral

Dilakukan dengan memasukkan ketentuan-ketentuan untuk menghindarkan pajak berganda ke dalam undang-undang suatu Negara dengan suatu prosedur yang

jelas. Yang dimasukkan ke dalam undang-undang suatu Negara adalah prinsip-prinsip yang sudah menjadi kelaziman internasional, seperti ketentuan tentang pembebasan pajak para wakil diplomatik, wakil-wakil organisasi internasional. Pembebasan pajak ini biasanya disyaratkan adanya asas resiprositas atau timbale balik yang artinya bahwa Negara yang bersangkutan baru akan memberikan pembebasan apabila sebaliknya Negara lainnya juga memberikan pembebasan atas dasar syrat yang sama.

Undang-undang PPh Indonesia menganut cara penghindaran pajak berganda dengang suatu metode yang disebut dengan metode kredit pajak. Pasal 24 UU PPh No. 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa:

Ayat (1): Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undangundang ini dalam tahun pajak yang sama.

Ayat (2): Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.

Ayat (3): Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:

a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;

b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;

c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;

d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;

e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan; f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;

g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan

h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Ayat (4): Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut.

Ayat (5): Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan. Ayat (6): Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas

penghasilan dari luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Cara Bilateral atau Multilateral

Dilakukan melalui suatu peundingan antarnegara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian secar bilateral dilakukan oleh dua Negara, sedangkan multilateral dilakukan oleh lebih dari dua Negara. Perjanjian ini lazim disebut dengan istilah tax treaty atau P3B (agreement for avoidance of double

taxation and the prevention of tax evasion).

Masing-masing Negara mempunyai prinsip pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya sendiri. Sehingga penghindaran pajak cara bilateral adalah yang paling banyak dilakukan oleh suatu Negara. Sedangkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang dilakukan dengan cara multilateral jarang sekali terjadi karena disebabkan sulitnya melakukan pembicaraan secara intensif dengan beberapa Negara sekaligus.

RANGKUMAN

1. Secara Luas, Pajak berganda adalah bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda atau lebih atas suatu fakta fiskal. 2. Secara Sempit, Pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan

beberapa kali terhadap suatu subjek dan/atau objek pajak dalam satu administrasi pajak yang sama, yang mengesampingkan pembebanan pajak oleh pemerintah daerah.

3. Selanjutnya, pajak berganda sesuai dengan yurisdiksi pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda:

a. Internal (domestic) b. Internasional

Dalam kedua kelompok tersebut terdapat pajak berganda vertikal, horizontal dan diagonal (terutama dalam Negara yang berbentuk federal).

4. Unsur-unsur Internasional Pajak Ganda:

a. Pemungutan dilakukan oleh beberapa negara b. Indentitas subyek pajak yang sama

c. Identitas obyek pajak yang sama d. Masa atau tahun pajak yang sama e. Jenis pajaknya sama atau serupa.

5. Sebab-sebab Terjadinya Pajak Berganda Internasional:

a. Subyek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama dibeberapa negara. Hal ini dikarenakan:

1) Subyek pajak yang bersangkutan memiliki domisili rangkap. 2) Seseorang memiliki kewarganegaraan rangkap.

b. Satu obyek pajak dikenakan pajak yang sama oleh dua negara atau lebih akibat pertautan antara asas sumber dengan asas domisili atau asas kebangsaan.

c. Adannya titik pertautan antara asas territorial dengan asas sumber atau conflict of source rule.

6. Cara Penghindaran Pajak Berganda a. Unilateral atau Sepihak

Yaitu pengaturan sistem perpajakan nasional dari negara yang bersangkutan. Yaitu dengan memasukan aturan-aturan yang merupakan prinsip-prinsip perpajakan internasional. Sehingga wajib pajak yang berkedudukan di dalam negeri dengan mencegah kemungkinan terjadi pajak ganda internasional.

b. Multilateral atau Bilateral

Yaitu penghindaran pajak berganda yang dituangkan dalam naskah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih melalui proses negosiasi diantara mereka.

LATIHAN

1. Apa yang dimaksud dengan pajak internasional? Apa yang dimaksud dengan tax

treaty (P3B)?

2. Jelaskan beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengurangi resiko kemungkinan pengenaan pajak berganda?

3. Sebutkan sumber-sumber hukum pajak internasional? 4. Sebutkan subjek dan objek tax treaty?

5. Jelaskan sebab-sebab terjadinya pajak berganda internasional?

6. Jelaskanlah cara-cara yang bisa ditempuh untuk menghindari pajak berganda internasional?

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Asri Harahap, 2004, Paradigma Baru Perpajakan Indonesia Perspektif

Ekonomi-Politik, Jakarta: Integrita Dinamika Press

Darussalam, Danny Septriadi, 2006, Membatasi Kekuasaan untuk Mengenakan Pajak,

Jakarta: Grasindo

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan kedua, Jakarta: Balai Pustaka

Djamaluddin Gade, Muhammad Gade, 2004, Hukum Pajak, edisi Keempat, Jakarta: Fakultas ekonomi Universitas Indonesia

Djoko Muljono,2008, Ketentuan Umum Perpajakan, Yogyakarta: Andi Erly Suandy, 2002, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat

Kompas, Republika, Majalah Tempo dan Koran Tempo

Paul A. Samuelson dan William D Nordhaus, 1986,Ekonomi, Jakarta: Erlangga

R. Santoso Brotodihardjo, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT.Refika Aditama

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

Republik Indonesia, Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Republik Indonesia, Undang-Undang No. UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Republik Indonesia, Undang-Undang No. No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Rimsky K. Judisseno, 2004, Perpajakan, Edisi Revisi, Jakarta: gramedia Pustaka Utama

Rochmat Soemitro, 1991, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Bandung: Eresco

Rochmat Soemitro, 1991, Dewi Kania Sugiharti, 2004, Asas dan Dasar Perpajakan, Edisi revisi, Bandung: Refika Aditama

Safri Nurmantu, 2005, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit

Siti Kurnia Rahayu, 2010, Perpajakan Indonesia Konsep & Aspek Formal, Yogyakarta: Graha Ilmu

Siti Kurnia Rahayu, Ely Suhayati, 2010, Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan, Yogyakarta: Graha Ilmu

Waluyo, 2010, Perpajakan Indonesia, Jakarta: Salemba Empat

BIODATA PENULIS

Nama : Susi Zulvina, S.H., M.H.

Alamat korespondensi : Jl. Jurangmangu Barat Utama No. 52, Cikini Dalam, Bintaro Sektor 7, Tangerang.

Unit Instansi : Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Telp./Faks : 021) 7361654-58/ faks (021) 7361653. E-mail : Susi_Sadeq@yahoo.com

Riwayat Pendidikan Jenjang

Jendidikan Perguruan Tinggi Bidang Spesialisasi S-1 / 1990 Universitas Andalas Hukum

S-2 / 2008 Universitas Muhamadiyah Jakarta

Hukum Bisnis S-3

Nama mata kuliah yang diasuh

No Nama Mata Kuliah 1 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2 PPh Potongan dan Pungutan

3 Perpajakan I 4 Perpajakan II

5 Pengantar Perpajakan

Dalam dokumen Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak (Halaman 128-135)

Dokumen terkait