• Tidak ada hasil yang ditemukan

CATATAN KAKI / FOOTNOTE

CATATAN KAKI / FOOTNOTE

01. Abdullah bin Alwi Al -Haddad. Allah telah menganugerahkan kepada Abdullah Al Haddad daya hafal yang luar bisa, sehingga telah hafal Al-Qur’an seluruhnya dalam usia kecil. Kendati telah mengalami penyakit sehingga menyebabkannya menjadi seorang tunanetra, namun ketajaman hati dan kecerdasan fikirannya melebihi mereka yang berpenglihatan sempurna. Al-Haddad telah mampu menguasai berbagai ilmu yang diajarkan oleh guru-guru kepadanya, lalu muncul sebagai seorang tokoh besar dalam ilmu-ilmu Syari’at, Tasawuf dan Bahasa, maka berdatanganlah para murid dari segenap penjuru untuk mereguk sumber ilmu yang deras ini. Di samping pelajaran yang disampaikan secara langsung, Al Haddad telah pula mengarang beberapa buku yang kemudian tersebar luas. Karya-karya Al Haddad ini antara lain : Annasha’ih Addiniyah, Risalah Almu’awanah, sebuah Diwan (kumpulan syair) dan lain-lain. Wafat di Tarim 1132 H.

02. Habib Ali bin Abubakar As Sakran bin Abdurrahman Assagaf, bergelar AsSakran (dimabuk cinta Ilahi). Terkenal dalam berbagai bidang ilmu, khususnya tasawuf. Wirid As Sakran hingga kini masih banyak dibaca orang. Wafat 895 H.

03. Imam Ahmad bin Isa Ar Rumi bin Muhammad An Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’farAsshadiq bin Muhammad Al-Bagir bin Ali Zainal Abidin bin Husin. Al Muhajir Ila Allah (orang yang berhijrah menuntut ridha Allah) meninggalkan Basrah di Irak pada tahun 317 H. bersama keluarga dan pengikutnya yang berjumlah 70 orang, menuju Hijaz (Saudi Arabia), kemudian ke Yaman (Utara), dan selanjutnya Hadramaut (Yaman Selatan). Al Muhajir sampai di Hadramaut pada tahun 318 H dan untuk pertama kali mendirikan rumah di Hajrain, lalu pindah ke Husayisah tempat beliau menetap hingga wafat pada tahun 345 H.

23

04. Ibadhiah adalah salah satu golongan Khawarij di bawah pimpinan Abdullah bin Ibadh. Berkali-kali kelompok ini memberontak terhadap kekuasaan Bani Umayyah dan yang paling terkenal adalah pemberontakan mereka dibawah pimpinan Abdullah bin Yahya,sekitar tahun 129 H . Golongan ini kemudian mengembangkan pengaruhnya di Oman, Yaman dan Hadramaut.

05. Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad AlMuhajir. Al-Fagih Al Muqaddam adalah tokoh Alawiyin pertama yang menyebarluaskan ajaran tasawuf, setelah mengenakan “khirgah” (baju tasawuf) dari seorang tokoh ahli sufi, ialah Syekh Abu Madyan. Al Faqih Al Muqaddam menerima “khirgah” itu melalui seorang perantara, Syekh Abdurrahman bin Muhammad Al Muq’ad, seorang murid Syekh Abu Madyan. Syekh Abdurrahman diutus oleh gurunya khusus untuk tugas itu, tapi ia telah wafat di Makkah sebelum sempat menemui Al Fagih Al Muqaddam. Meski demikian, sebelum wafat ia telah melimpahkan misi itu kepada kawan yang dapat dipercaya ialah Syekh Abdullah Al Maghribi untuk menyampaikan “khirgah” kepada Al Fagih Al Muqaddam di Tarim, Menurut kitab AlMasyra ‘Arrawiy, Al Fagih Al Mugaddam telah mencapai derajat Al Mujtahid Al Muthlaq di dalam ilmu Syari’at, – makam Al Quthbiyah di dalam bidang tasawuf. Gurunya ,Syech Muhammad Bamarwan mengatakan Al Faqih Muqaddam telah memenuhi syarat untuk menduduki jabatan AI-Imamah- Wafat 653 H.

06. Habib Abdurrahman bin Muhammad (Maula Addawilah) bin Ali bin Alawiy bin Muhammad Alfagih Al muqaddam. Ulama besar yang telah mencetak berpuluh ulama, termasuk di antara mereka adalah putra-putranya sendiri, saudaranya Al-Imam Alawi bin Muhammad, Imam Sa’ad bin Ali Madzhij, Syekh Ali bin Muhammad Al-Khathib dan banyak lagi. Bergelar Assagaf karena kedudukannya sebagai “pengayom”, serta tingginya derajat ulama ini baik dalam ilmu maupun tasawuf. Sangat terkenal sebagai dermawan. Assagaf telah mendirikan 10 mesjid disertai wakaf untuk mencukupi kebutuhan mesjid-mesjid itu, Memiliki banyak kebunkebun kurma, namun segala kekayaan itu tidak sedikit pun memberatkan atau merisaukan hatinya, apalagi merintangi ketekunannya dalam ibadah. “Sehingga kalau seandainya dikatakan kepadaku,” kata Assagaf, “kebun-kebun itu tidak ada yang berbuah, aku akan menari kegirangan“. Di antara kata mutiara Assagaf adalah sebagai berikut : “Manusia semua membutuhkan ilmu, ilmu membutuhkan amal, amal membutuhkan akal dan akal membutuhkan taufik. Semua ilmu tanpa amal tidak berguna. Ilmu dan amal tanpa niat adalah sia-sia. Ilmu, amal dan niat tanpa mengikuti sunnah adalah tidak diterima. Ilmu, amal, niat dan sunnah tanpa wara’ (sangat hati-hati dalam menjalankan yang halal) adalah kerugian”. Assaqaf wafat pada tahun 819 H.

24

07. Umar Al Muhdhar bin Abdurrahman Assagqaf. Imam zamannya dalam ilmu, tokoh dalam tasawuf. Terkenal dengan kemurahan hatinya. Rumahnya tidak pernab sunyi dari para tamu yang datang berkunjung baik untuk kepentingan agama maupun kepentingan duniawi – Menjamin nafkah beberapa keluarga yang tak mampu dan mendirikan tiga buah mesjid. Umar Al Muhdhar terkenal dengan doanya yang amat mustajab. Wafat 833 H

08. Abdullah bin Abubakar bin Abdurrahman Assagaf terkenal dengan gelar A1-A’idarus (AlAydrus), Ia berusia 10 tahun, ketika ayahnya wafat dan langsung diasuh oleh pamannya, Umar Al Muhdhar, yang sekaligus bertindak sebagai gurunya. Ia telah mempelajari ilmu-ilmu Syari’at, Tasawuf dan Bahasa. Ketika AI-Muhdhar wafat, ia berusia 25 tahun. Tokoh-tokoh Alawiyin telah sepakat untuk mengangkat Imam Muhammad bin Hasan. Jamal Al-Lail sebagai Naqib, namun menolak dan menyarankan agar mengangkat Abdullah Al-A’idarus ini untuk menggantikan pamannya. Ulama besar yang bertindak menyebarluaskan ilmu dan dakwah, tekun dan mengisi waktunya dengan ibadah, menyalurkan hartanya untuk kepentingan umum. Di dalam kitab Almasyra’ dinyatakan: “Dalam kedermawanan bagaikan seorang amir, namun dalam tawadhu’ bagaikan seorang fakir”. Sangat senang menampakkan nikmat Allah atas dirinya dengan mengenakan pakaian-pakaian indah, kendaraan yang megah dan rumah yang bagus. Wafat 865 H.

09. Habib Ali Zain Al-Abidin bin Abdullah bin Syekh Al ‘Aidarus, adalah seorang Imam yang terkenal dalam berbagai ilmu. Guru utamanya adalah ayahnya sendiri. Ia bertindak sebagai murid dan pelayan ayahnya, tidak pernah berpisah selama ayahnya hidup. Setelah ayahnya wafat, Zainal Abidin menggantikan ayahnya itu sebagai Naqib, mencurahkan seluruh tenaga dan pikiran demi kepentingan masyarakat umumnya, dan Alawiyin khususnya. Zain Al-Abidin sangat dihormati dan disegani oleh Sultan, di mana Sultan tidak memutuskan sesuatu sebelum terlebih dahulu meminta pendapat Imam ini, bahkan tidak jarang Sultan datang ke rumahnya untuk sesuatu kepentingan, baik yang bersifat pribadi maupun umum. Akibat kedudukan yang tinggi ini, Zain Al-Abidin menghadapi banyak lawan, namun selalu menghadapi mereka dengan cara yang bijaksana. sehingga akhirnya lawan berubah menjadi kawan. di samping sebagai guru besar dalam ilmu-ilmu Syariat, Tasawuf dan Bahasa, ia menguasai soal pertanian dan bidang -bidang profesi lain; memberi petunjuk kepada mereka yang memerlukan petunjuk, bahkan di penghujung hayatnya ia sering mengobati mereka yang menderita penyakit, sebagai tabib. Wafat 1041 H

10. Ulama telah merasa puas dengan karya-karya Imam Al-Ghazzali dan Annawawi sehingga tidak merasa perlu untuk menyusun kitab-kitab sendiri baik dalam ilmu Syari’at, Tasawuf maupun Akhlak. Mereka mencurahkan tenaga dan

25

fikiran untuk mengamalkan dan menyebarluaskan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam kitab-kitab itu.

11. Habib Abdullah bin Alawi bin Muhammad Al Faqih Al Muqaddam. Setelah menyelesaikan pendidikan pada ayah dan datuknya, Al Faqih Almugaddam, ia meneruskan pendidikannya ke Yaman dan Hijaz untuk berguru kepada ulama-ulama besar di kedua negeri itu Kemudian bermukim di tanah suci untuk menyebarluaskan ilmu dan mengajarkanya. Karena mengajar dikedua kota suci Makkah dan Madinah ia digelari Imam Al-Haramain dan Mujaddid abad kedelapan Hijriah. Ketika itu datang berita wafatnya Imam Ali bin Alwi (sudara kandungnya) dimana tokoh-tokoh Hadramaut telah menulis sepucuk surat ta’ziah dan sekaligus memintanya kembali pulang ke kampung halaman untuk memimpin umat dan menggantikan kedudukan Almarhum sebagai da’i dan mengajarkan berbagai ilmu kepada mereka yang menuntutnya. Berpuluh murid telah dicetak menjadi ulama besar termasuk di antara mereka adalah putra-putranya sendiri, Ali, Ahmad dan Muhammad. Wafat di Tarim, pada tahun 731 H

12. Alawiyin telah berjuang-bersama seluruh rakyat melawan portugis yang datang menyerang pesisir Hadramaut dengan tujuan menduduki negeri itu pada tahun 1097 H. Berkat kegigihan mereka telah berhasil mengusir kaum kolonial , Kendati telah gugur para syuhada dalam peristiwa ini .

13. Salah satu bukti yang menguatkan hal di atas adalah peristiwa di mana Sultan Badr bin Thuwairiq berniat mengundurkan diri dari jabatannya dan menyerahkannya kepada Al-Imam Husein bin Syekh Abubakar bin Salim (wafat 1044 H.). Namun Imam Husein menolak dan menekankan kepada Sultan ini untuk tetap memangku jabatannya, serta dia pun akan selalu membantu dan mendampinginya

14. Kendati suasana umum amat suram — pada tahap ini – namun ada juga tokoh-tokoh yang sangat menonjol dalam ilmu dakwah dan perbaikan sosial seperti Al-Imam Ali bin Muhammad Alhabsyi – Shohibul Maulid Simtud Dhuror(wafat 1333 H.), Al-Imam Ahmad bin Hasan Al-Atthas – (wafat 1334 H.), Allamah Abubakar bin Abdurrahman Syahab (wafat 1341 H.), Habib Muhammad bin Thahir Al Haddad (wafat 1319 H.), Habib Husein bin Hamid Al Muhdhar (wafat 1341 H.), dan banyak lagi tokoh yang lain. Kendati demikian hal ini sangat kurang memadai bila dibanding dengan banyaknya Alawiyin secara keseluruhan yang memang cukup besar jumlahnya dan tersebar di berbagai penjuru.

26

AL IMAM ISA AR-RUMI

Abu Muhammad Isa bin Muhammad bin Ali Uraidhi bin Imam Ja’far al-Shaddiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Beliau seorang imam besar ilmu agama, dibesarkan dan di didik ilmu hadits, ilmu fiqih dan ilmu agama lain oleh ayahnya Imam Muhammad bin Ali al-Uraidhi.

Imam Isa bin Muhammad mempunyai kulit berwarna putih kemerah-merahan yang merupakan sebaik-baiknya warna, sebagaimana perkataan Imam Ali bahwa warna kulit Rasulullah adalah putih kemerah-merahan.

Beliau juga dinamakan al-Rumi dan al-Naqib, karena beliau mempunyai rupa putih kemerah-merahan seperti pria yang berasal dari negeri Rum, sedangkan sebutan al-Naqib disebabkan kedudukannya sebagai pemimpin para kaum syarif yang selalu menjaga dan menjamin keamanan kaumnya, nama beliau juga merupakan nama salah satu nabi yaitu nabi Isa alaihi salam. Adapun gelar yang lain yaitu al-Azraq, karena beliau mempunyai mata yang berwarna biru. Imam Isa bin Muhammad wafat sekitar tahun 270 hijriyah di Basrah, Iraq.

Imam al-Rumi dikaruniai tiga puluh orang anak laki-laki dan lima orang anak perempuan, diantaranya adalah Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan nenek moyang kaum Alawiyin di Hadramaut. Adapun anak laki-laki Imam Isa al-Rummi adalah :

a. Abdullah, Abdurahman, Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ahwal, Abdullah al-Asghor, Daud, Yahya, Ali, Abbas, Yusuf, Hamzah, Sulaiman. Mereka tidak mempunyai keturunan

b. Ismail, Zaid, Qasim, Hamzah, Harun, Yahya, Ali, Musa, Ibrahim, Ja’far, Ali Asghor, Ishaq, Husin, Abdullah, Muhammad, Isa, Ahmad al-Muhajir.

AL IMAM AHMAD AL MUHAJIR

Al-Imam Ahmad Al-Muhajir (820-924) Juga dikenal dengan panggilan Al-Imam Ahmad bin Isa merupakan keturunan Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib. Diriwayatkan bahwa ia lahir pada tahun 241 Hijriyah (820 Masehi) walaupun ada pula yang menyebut 260 Hijriyah.

27

Hijrah ke Hadramaut

Imam Ahmad bin Isa dinamakan Al-Muhajir karena ia meninggalkan Basrah, Irak pada zaman pemerintahan Khalifah Abbassiyah yang berpusat di Baghdad, pada tahun 317H (896 M). Mula-mula ke Madinah dan Mekkah, kemudian pada tahun 318 H dari Mekkah ke Yaman kurang lebih sekitar tahun 319 H.

Beliau berhijrah disebabkan karena banyaknya fitnah yang terjadi di Irak pada waktu itu. banyak para Ahlul Bait keturunan Rasulullah diburu atau bahkan dibunuh karena pemerintah khawatir kalau mereka mau mengambil-alih kekuasaan. Imam al-Muhajir adalah orang pertama yang datang ke Hadramaut berserta keluarganya yang berjumlah 70 orang. Ikut serta dalam perjalanan adalah anaknya yang bernama Ubaidillah dan ketiga cucunya; Alwi, Jadid dan Basri.

Ia wafat pada tahun 345h (924 M) di Husayyisah, sebuah kota antara Tarim dan Sewun, Hadramaut. Makamnya di atas sebuah bukit umumnya salah-satu yang pertama kali diziarahi oleh para pengunjung yang datang ke Hadramaut.

Keturunan dan status

Imam Ahmad al-Muhajir wafat pada tahun 345 Hijriyah, dan dikarunia keturunan:

1. Muhammad (Keturunannya tersebar di negri Baghdad )

2. Abdullah / Ubaidillah (Abu Alawy). Lahir di Basrah dan meninggal pada 383 H di Somal, Yaman. 1. Basri 2. Jadid 3. Alwi al-Awwal 1. Muhammad 1. Alwi ats-Tsani 1. Salim

2. Ali Khali' Qasam

1. Muhammad Shahib Mirbath 2. Abdullah

3. Husain

Semua para sayyid dari keluarga BaAlawi, Hadramaut bernasab kepadanya. Sebagian besar para Walisongo di Indonesia juga adalah keturunan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa.

Imam Ahmad Al-Muhajir ialah seorang Imam Mujtahid, yang lebih banyak diikuti daripada mengikuti.

28

Gelar al-Muhajir.

Para ahli sejarah sepakat memberi gelar al-Muhajir hanya kepada Imam Ahmad bin Isa sejak hijrahnya dari negeri Iraq ke daerah Hadramaut. hanya Imam al-Muhajir yang khusus menerima gelar tersebut meskipun banyak pula orang-orang dari kalangan ahlul bait dan dari keluarga pamannya yang berhijrah menjauhi berbagai macam fitnah dan berbagai macam gerakan yang timbul.

Di namakan al-Muhajir, karena beliau hijrah dari Basrah ke Hadramaut karena sebab-sebab perbaikan yang diperlukan, diantaranya adalah mencari ketenangan demi menyelamatkan agamanya dan agama para pengikutnya ke tempat yang aman. Hijrah yang dilakukan oleh al-Muhajir bukanlah sesuatu yang baru, tetapi merupakan hal yang biasa dilakukan oleh sepuluh pemimpin dari kalangan keluarga Nabi saw, seperti Rasulullah saw dan keluarganya yang hijrah dari Mekkah ke Madinah, Imam Ali bin Abi Thalib hijrah dari Hijaz ke Iraq, yang diikuti oleh anak dan cucunya setelahnya seperti Imam al-Husein bin Ali, Zaid bin Ali bin Husein, Muhammad al-Nafsu al-Zakiyah bin Abdullah al-Mahdh bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib serta saudaranya Ibrahim dan Idris, kakek Bani Adarisah di Maghrib dan lainnya.

Sedangkan al-Muhajir hijrah dari Basrah ke Hadramaut disebabkan timbulnya fitnah, bencana dan kedengkian yang telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya para ahli bid’ah dan banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyin, dan beratnya berbagai tekanan yang mereka rasakan, banyaknya para pencuri dari kalangan orang-orang hitam, dan perbuatan yang tidak pantas terhadap wanita kaum muslimin serta banyaknya pembunuhan, di samping itu mereka juga mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah, maka pada tahun 317 hijriyah, Imam al-Muhajir hijrah ke Hadramaut berserta keluarganya yang berjumlah 70 orang.[4] Ikut serta dalam perjalanan beliau anaknya yang bernama Ubaidillah dan ketiga cucunya Alwi, Jadid dan Basri. Anak Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad al-Muhajir, sampai beliau mendapat keturunan dan meninggal di sana.

Dalam majalah al-Rabithah, jilid 5 halaman 296 dijelaskan bahwa, .Imam Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut tidak untuk mencari kekayaan dunia, karena di Hadramaut tidak ada sesuatu untuk dicari. Barang siapa mendengar berita tentang negeri Hadramaut, maka dapat dikatakan bahwa Sayid Ahmad bin Isa dan keturunannya tidaklah hijrah dari negeri Iraq yang subur ke negeri yang tandus dan tidak dapat ditemukan adanya banyak makanan, akan tetapi beliau hijrah bersama keluarga dan anaknya karena menjaga diri dan agamanya dari fitnah dan kekejaman bala tentara kerajaan’.

29

Sebelum ke Hadramaut, beliau melakukan perjalanan melalui Hijaz pada tahun 317 hijriyah, bersama sebagian maula dan anak pamannya seperti kakek dari keluarga al-Ahadilah dan al-Qudaim, dan pada tahun 318 hijriyah ke Madinah melalui Syam, disebabkan jalan ke Makkah dan Madinah dari Iraq kurang aman. Mereka tinggal di Madinah sampai musim haji untuk menunaikannya dan saat itu kaum Qaramithah telah mengambil Hajar al-Aswad dari tempatnya. Dalam perjalanan haji, al-Imam al-Muhajir bertemu dengan rombongan haji Hadramaut.

Setelah itu al-Muhajir berangkat ke Yaman dan memilih sayid Muhammad bin Sulaiman bin Ubaidillah bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Dhohman bin Auf bin al-Imam Musa al-Kadzim untuk tinggal di Wadi Saham, sebagaimana al-Muhajir memilih seorang dari keluarga al-Qudaim untuk tinggal di Wadi Surdud.

Ketika sampai di Wadi Du’an, al-Muhajir tinggal di Jubail, kemudian pindah lagi ke Hajrain daerah yang mempunyai pemandangan yang indah. Dengan ilmu dan bukti-bukti beliau memberikan pemahaman kepada ahlu bid’ah dan ahlu sunnah di sana sehingga Allah swt mempertemukan kedua kelompok yang bertikai itu di bawah kemuliaan al-Muhajir.

Menurut Muhammad bin Salim al-Bijani, daerah yang pertama kali disinggahi Imam Ahmad adalah Jubail di mana penduduknya mempunyai sifat yang baik dan mereka menerima dengan senang hati kedatangan Imam al-Muhajir. Negeri Jubail terletak di Wadi Du’an yang penduduknya bermadzhab Ahlussunnah dan Syi’ah yang dikelilingi oleh penganut madzhab Ibadiyah. Penduduk Jubail berasal dari suku Kindah dan Sodap. Tidak lama kemudian Imam Ahmad pindah ke Hajrain dan tinggal di sana selama satu tahun. Di Hajrain beliau membeli perkebunan kurma dengan harga 1.500 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudian beliau pergi ke desa Bani Jasir dan kemudian ke Husaisah. Di Husaisah beliau menetap sampai wafat. Pengembaraan beliau di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata.

Kemudian beliau pindah ke Husaisah, yang jaraknya setengah marhalah dari Tarim, dan ditempat itu beliau menghabiskan sisa umurnya untuk berda’wah menuju kesatuan pandangan dan kekuatan madrasah alquran dan sunnah berdasarkan manhaj ahlu sunnah wal jamaah. Beliau adalah seorang mujtahid dalam ilmu ushul, maka kuatlah manhaj yang membawa kebahagiaan di Hadramaut atas usahanya, sehingga muncul madzhab Imam Syafii yang

30

kemudian menjadi madzhab anak keturunannya dalam bidang furu’. Al-Muhajir wafat dan dikuburkan di Husaisah tahun 345 hijriyah.

Kisah lainnya

Al Imam Ahmad Al-Muhajir berasal dari negara Irak, tepatnya di kota Basrah. Ketika mencapai kesempurnaan di dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah,

bersinarlah mata batinnya dan

memancarlah cahaya kewaliannya,

sehingga tersingkaplah padanya hakekat kehidupan dunia dan akherat, mana hal-hal yang bersifat baik dan buruk.

Al-Imam Ahmad Al-Muhajir di Irak adalah seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan kehidupan yang makmur. Akan tetapi ketika mulai melihat tanda-tanda menyebarnya racun hawa nafsu disana, beliau lebih mementingkan keselamatan agamanya dan kelezatan untuk tetap beribadah menghadap Allah SWT. Beliau mulai menjauhi itu semua dan membulatkan tekadnya untuk berhijrah, dengan niat mengikuti perintah Allah, "Bersegeralah kalian lari kepada Allah..."

Adapun sebab-sebab kenapa beliau memutuskan untuk berhijrah dan menyelamatkan agamanya dan keluarganya, dikarenakan tersebarnya para ahlul bid'ah dan munculnya gangguan kepada para Alawiyyin, serta begitu sengitnya intimidasi yang datang kepada mereka. Pada saat itu muncul sekumpulan manusia-manusia bengis yang suka membunuh dan menganiaya.

Mereka menguasai kota Basrah dan daerah-daerah sekitarnya. Mereka membunuh dengan sadis para kaum muslimin. Mereka juga mencela kaum perempuan muslimin dan menghargainya dengan harga 2 dirham. Mereka pernah membunuh sekitar 300.000 jiwa dalam waktu satu hari. Ash-Shuly menceritakan tentang hal ini bahwa jumlah total kaum muslimin yang terbunuh pada saat itu adalah sebanyak 1.500.000 jiwa.

Pemimpin besar mereka adalah seorang yang pandir dengan mengaku bahwa dirinya adalah Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin, padahal nasab itu tidak ada. Ia suka mencaci Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Siti Aisyah dan Muawiyah. Ini termasuk salah satu golongan dalam Khawarij.

Karena sebab-sebab itu, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir memutuskan untuk berhijrah. Kemudian pada tahun 317 H, berhijrahlah beliau bersama keluarga dan kerabatnya dari Basrah menuju ke Madinah. Termasuk di dalam rombongan tersebut adalah putra beliau yang bernama Ubaidillah dan

anak-31

anaknya, yaitu Alwi (kakek keluarga Ba'alawy), Bashri (kakek keluarga Bashri), dan Jadid (kakek keluarga Jadid). Mereka semua adalah ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang sufi dan saleh. Termasuk juga yang ikut dalam rombongan beliau adalah para budak dan pembantu beliau, serta

Dokumen terkait