• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pengumpulan Data : Wawancara Narasumber : Bapak Riyanto

Indikator : Strategi

Tanggal/Waktu : 19 Maret 2017/09:30

1. Apakah Bapak memahami apa yang dimaksud dengan strategi pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar?

Ya strategi pembelajaran itu kalau saya memahami bagaimana cara pembelajarannya menarik, jadi strateginya supaya materi itu bisa benar-benar tersampaikan dan diterima oleh siswa itu. Guru harus menggunakan strategi-strategi yang seperti itu, seperti apa dan bagaimana, lah strategi ini juga berkaitan dengan cara penyampaiannya ataupun metodenya. Ada

strategi terus ada metodenya, strateginya baik tapi cara penyampaiannya juga nggak baik ya juga nggak bia diterima.

2. Strategi pembelajaran seperti apa yang pernah Bapak/Ibu gunakan?

Dan kesulitan apa yang Bapak/Ibu dapatkan dalam menerapkannya?

Selama ini saya menggunakan strategi, saya nggak tahu teorinya ya nggak tahu ini strategi apa cuma kan ada kelompok ada macam-macam itu secara teoritis itu masuk mana saya nggak hafal ya. Cuma yang sering saya lakukan, satu; kelompok, yang kedua; saya ngomong sebentar terus saya tanya anak-anak, yang ketiga; itu biasanya anak suka saya suruh baca, saya suruh ngambil kesimpulan lalu saya yang nambah. Itu yang saya sering lakukan seperti itu terus atau bisa jadi saya menggunakan tidak dikelas tapi diluar kelas supaya tidak jenuh. Ya selain itu saya juga menggunakan kadang langsung ke praktekknya baru toerinya itu belakangan, nah itu yang sering kami lakukan itu. tapi nanti tergantung kondisi siswa. Saya juga disini khususnya kelas yang ini (7C) dan kelas yang itu (7D) saya masih mencari-cari strategi yang cocok karena ternyata saya terapkan disana berbeda, disini bisa ternyata disana tidak bisa gituloh. Akhirnya kemarin saya agak menemukan belum final ya, oh ternyata justru saya suruh baca dulu, saya suruh menyimpulkan nah ternyata anak-anak itu justru agak pahamnya disitu tapi nggak tahu jika dipratekkannya ke kelas yang lain, ini saya juga baru mencari-cari juga.

3. Berarti pembelajaran yang dilakukan tidak hanya dengan cara konvesional ya Pak ?

Oh nggak, kalau kita ceramah terus biasanya murid yang ngomong terus ya ngomong terus tidak mau memperhatikan. Jadi bagaimana supaya anak yang terbiasa ngomong itu bisa fokus, anak yang terbiasa maaf “agak malas” biar terbangun karena dengan kompetisi membacanya dan sebagainya itu nah itu akan terbangun. Itu kan sifatnya individu kadang kami juga menggunakan saya suruh membaca tapi berkelompok, kadang

saya juga membuat soal saya kelompokkan tapi dari rumah saya sudah menyiapkan soal. Soalnya sesuai dengan KD-KD yang ada itu nanti saya suruh memecahkan setiap kelompok contohnya ada di buku tapi kan harus baca, kadang seperti itu buat kartu soal.

4. Kesulitan apa yang Bapak temukan dalam menerapkan strategi pembelajaran yang telah dilakukan?

Satu kesulitan persiapan sih, karena guru itu ternyata tidak semudah dibayangkan jadi kalau materi mungkin semua guru menguasai ya. Cuma untuk menerapkan teori-teori supaya anak itu bisa menarik itu yang persiapannya kadang (susah) karena dirumah itu ya wes jelas kerjaan rumah ya akhirnya waktu habis. Sehingga satu itu kesulitannya kadang satu; waktu, yang kedua; kadang fasilitas menurut saya sih iya, fasilitas kan kadang juga mempengaruhi juga ketika kita ingin membuat kartu otomatis kan yo “kan ada uang serep” untuk belinya karena itukan hanya sekali pakai. Karena ini kan terkadang jadi hambatannya apalagi guru-guru honor nuwun ngapunten “saya minta maaf”, sebenarnya kalau inovasi-inovasinya banyak cuman mau menerapkannya kan kadang juga terkendala gitu.

5. Apakah Bapak memiliki prosedur, metode dan teknik belajar pada saat di kelas?

Selama ini saya tidak menggunakan satu-satu metode tapi tergantung nanti pada kondisi siswa. Kondisi siswanya seperti apa yaitu tadi saya harus eksperimen per kelas, itu pun secara umum kelas biasa. Tapi setiap kelas itu nanti saya breakdown lagi dibagi, oh ini ternyata gak bisa sama ini dibuat klasikal harus pendekatannya yang lainnya dan itu pun harus dipetakan.

6. Apakah menurut Bapak prosedur, metode dan teknik pembelajaran tersebut sudah efektif dan tepat untuk diberikan kepada siswa?

Ya kalau dibilang efektif semua metode efektif ya tergantung pada bagaimana menyampaikan dan yang menerima, artinya disitu kan ada kecenderungan antara guru dengan kondisi siswa. Maka bisa jadi metode ini bisa diterapkan di kelas A, bisa jadi tidak bisa di kelas B. Lah ini kan punya karakter masing-masing jadi maka guru itu harus memilah ini kelas mana, ini kelas mana, metodenya harus bagaimana. Walaupun materinya sama sih tapi metodenya bisa jadi berbeda-beda ya itu yang kadang nuwun sewu “minta maaf” tidak terlaksananya seperti itu. Karena juga tipenya yang menerapkan teori itu kadang sulit juga kalau sudah di lapangan gitu loh, teorinya iya gitu tapi ketika di lapangan kan kadang sulit juga.

7. Evaluasi seperti apa saja yang telah Bapak lakukan kepada siswa mana yang pintar mana yang maaf ya yang sedang dan rendah gitu ya. Dan ini ketika kita bertanya pada yang rendah dengan pertanyaan sekian kok bisa menjawab, logikanya ambil kesimpulan berarti yang pintar lebih bisa kan begitu. Ini biasanya kami keduanya itu caranya yang selanjutnya evaluasinya kami kasih tugas. Baik tugas tapi jarang saya kasih tugas kelompok.

8. Mengapa Bapak melakukan hal demikian?

Karena kalau kelompok itu kekurangannya yang anak malas tidak mengerjakan hanya nunut (ngikut) nama disitu maka kalau saya memberi tugas di luar itu tetap pribadi. Walaupun itu pribadi aja cukup ngopy aja kadang tapi kan nanti ketahuan siapa yang ngopy siapa yang mencari, itu

akan ketahuan. Tapi kalau kelompok itu jelas langsung kelihatan, jadi evaluasinya lewat kayak itu juga selain itu juga pengamatan. Pengamatan ketika diajar seperti apa, itu evaluasinya.

9. Apakah evaluasi yang dilakukan merupakan hasil murni kerja siswa sendiri atau sebaliknya Pak?

Yang saya terapkan hasil kerja anak tapi kadang kami juga tidak menutup kemungkinan, anak saya suruh mengumpulkan saja contohnya kemarin saya menyuruh anak untuk mencari data pelaksanaan penyembelihan Hewan Qurban di ta’mir Masjid masing-masing. Setelah itu saya suruh mengamati dari laporan itu apa yang kurang, nah ternyata anak disitu yo tidak kalau yang serius mengamati betulan “oh ini ada yang kurang” tidak sesuai dengan teori yang ada di dalam buku itu misalnya. Nah ini kan langsung pengerjaan anak walaupun anak disitu hanya ngopy, tapi kan analisisnya itu kan analisis pekerjaan anak. Ini juga nanti ada yang juga hanya qopy punya temannya, itu yo anak-anak yang kasuistik.

10. Seandainya evaluasi yang dilakukan oleh siswa tersebut bukan hasil dari kejujuran siswa itu sendiri, apa yang akan Bapak lakukan?

Sebelum saya memberikan tugas eh salah sebelum anak-anak mengumpulkan tugas, saat memberikan itu sudah saya warning. Jadi saya punya kriteria penilaian yang dapat 100 itu yang seperti apa, yang dapat 90 seperti apa, 80 seperti apa bahkan sampai yang dibawah KKM. Tentu saja anak-anak yang memang plagiat itu saya kasih nilai dibawah KKM dan anak sebenarnya sudah tahu. Jadi saya sudah langsung memberikan warning disitu, jadi ketika ada anak kok hanya ngopy ya anak sudah tahu akan terjadi seperti apa. Jadi bukan berarti guru cuma diam, saya pribadi ya bukan hanya mendiamkan anak tapi itu tahap awal. Ketika memang ada seperti itu ya follow up nya anaknya itu kita bina, biasanya ada follow up saya kasih tugas yang berbeda tapi tolong kerjakan sendiri yang lainnya

sudah saya nggak kasih tugas tapi dia saya kasih tugas otomatisnya sudah nggak bisa nyontoh.

11. Apakah Bapak/Ibu pernah menyuruh siswa untuk mengerjakan evaluasinya namun diperbolehkan untuk bekerja sama ataupun melihat buku?

Pernah.

12. Mengapa Bapak menyuruh siswa untuk melakukan perbuatan seperti itu?

Anak kita kan nuwun sewu (minta maaf) daya serapnya berbeda dengan yang di negeri favorit ya. Ya otomatis kami juga pengen di laporan raport itu nilainya baik, jujur saja saya perbolehkan buka buku tapi tidak boleh kerjasama atau boleh kerjasama tapi tidak boleh buka buku biasanya saya seperti itu kalau ulangan. Kenapa ya kami juga pengen punya nilai yang baik di raport, nuwun sewu (minta maaf) ini saya lakukan justru saya setelah DIKLAT (pendidikan latihan) sebetulnya saya malah nggak pernah seperti itu. Tapi setelah sekolah itu mengundang salah satu pengawas itu yang namanya pengawas kan banyak pengalaman, kalau kita buru kita tahu beliau akhirnya “Pak di sekolah ini muridnya gini-gini, kami kesulitan dalam pembelajaran”. Akhirnya Pak pengawas itu praktek di kelas yang dikeluhkan itu, anak-anak disuruh nyatat semuanya apa yang ditulis guru harus dicatat, Pak pengawas bilang seperti itu. Nah ketika saatnya ulangan Pak Pengawas itu membuat soal ulangan terus Pak Pengawas itu perintahnya sepele “kerjakan, buka catatannya” logikanya kan nilainya baik-baik ketika anak nyatat. Akhirnya teori itu saya pakai, pantas nilainya baik-baik akhirnya ya sudah saya pakai teori itu, dari pengawas ituloh. Pengawasnya aja bilang seperti itu ya saya sebagai guru ya ngikuti saja tapi yo saya tidak setiap ulangan seperti itu tapi kadang tetap saya butuh kejujuran anak karena itu karakter. Tapi saya juga butuh nilai jadi kadang saya butuh yang jujur murni dari hasil belajar anak, yang kedua yo saya butuh yang penting anak jujur. Ya membuka buku itu kan,

saya menilai juga kejujurannya. Sudah dikasih boleh membuka buku kok tanya ya itukan nanti saya akan centang namanya, berarti sudah nggak jujur. Wong sudah boleh membuka buku kok masih tanya temannya nah berarti kan milik kejujuran dimana-mana itu ada. Tapi sudah boleh kerjasama satu meja tapi kok masih buka buku itukan sudah tidak jujur lagi, nah berarti tetap kejujuran itu dimana-mana bisa di beli.

13. Menurut sepengetahuan Bapak, apakah guru-guru lainnya juga melakukan seperti itu Pak?

Ah kurang tahu saya kalau itu tapi kalau disini saya kurang tahu persis, saya belum mengamati semua guru tapi kalau disana banyak (sekolah lama). Karena satu sekolahan saat itu ngomongnya dari depan semua guru satu kelas jadi gurunya ya pemahamannya mungkin sama dengan saya juga bisa, biasanya pelajaran-pelajaran yang sulit itu ya kan.

14. Apakah Ibu Kepala Sekolah mengetahui tentang perihal ini Pak?

Kurang tahu saya karena saya belum pernah ditunggui saat ngajar cuma mungkin jadi ya bisa jadi tahu karena namanya Kepala Sekolah kan selalu mobile ya. Ketika pas saya nyuruh pas di depan kelas saya atau juga mendengar ya.

15. Apakah Bapak telah membuat atau menentukan kelompok belajar pada siswa?

Belum, nek kalau disana pernah kalau disini belum.

16. Dalam pembelajaran yang dilakukan, pendekatan seperti apa yang telah Bapak lakukan?

Pendekatan yang saya lakukan pasti ada secara khusus, saya juga melihat kondisi anak secara umum per kelas yang saya lihat. Jadi biasanya saya kelas 7A dengan kelas ini (7C) sudah berbeda tapi disini (7C) dengan ini (7B) perilaku nya berbeda lagi. Ya jadi setiap kelas itu agak berbeda, ini

(7B) hampir mirip meh 7A. Jadi pendekatan-pendekatan yang saya bangun, saya mencoba dengan pendekatan personal ya supaya apa agar anak tertarik dulu. Saya mencoba memposisikan supaya saya ditarik anak, anak tertarik dengan saya dulu. Karena logika terbalik saya, kalau anak itu tertarik dengan gurunya senang dengan gurunya pemikiran saya pelajaran insya allah masuk. Sesulit apapun kalau sudah tertarik dengan gurunya pasti masuk. Itu ketika saya alami ketika saya belajar ya, jadi dulu saya waktu nyantri itu dengan gurunya sangat tertarik walaupun pelajarannya saya nol putul. Tapi akhirnya kan tetap ada sebagian yang masuk itu loh tapi walaupun pelajaran semudah apapun kalau gurunya nggak menarik, saya yakin muridnya itu tidak mau respect (hormati). Jadi pendekatan yang saya gunakan pendekatan personal bagaimana saya bisa menarik kepada anak itu.

17. Apakah ada hambatan yang Bapak dapatkan dalam menerapkan pendekatan tersebut?

Pasti ada, jadi hambatan-hambatan itu pasti ada, ya hambatannya adalah kami yang kadang juga suka mencari siswa yang menarik itu bagaimana.

Nah ini yang masih kami lakukan disini karena saya disini baru ya jadi belum semua anak mengerti karakter saya dan juga saya belum mengerti karakter anak, saya masih mencari-cari. Tapi kalau di sekolah dulu kan anak sudah mengenal saya, yang kelas 2 dan 3 langsung kenal jelas kenal nah itu sudah ngerti Pak Ri itu gaya ngajarnya seperti ini. Cuma kalau disini baru beberapa anak yang memang sudah care dengan saya cuma yang sebagian ya 70 % belum care. Tapi yang lainnya insya allah sudah mau care artinya sudah mulai dekat komunikatif kalau yang lain sekedar say hello gitu memang belum akrab gitu ya. Saya memang mencoba dimana saja menjalin keakraban dengan siswa tapi dalam batas-batas koridur tertentu. Jadi tatkala saya bilang sama anak-anak tatkala mau ngojek (bercanda) silahkan ngojek (bercanda) tapi tatkala serius ya serius, jadi kapan saya ngajar, kapan saya jadi guru, kapan saya jadi teman kamu,

kapan saya jadi orang tua kamu, itu yang selalu saya kuncikan sebagai guru. Karena guru itu kan tidak memiliki guru, dia harus menjadi teman, dia harus menjadi orang tua juga. Orang tua dirumah kan juga seperti itu kapan jadi guru, kapan jadi teman, kapan jadi orang tua ya kan begitu ternyata.