• Tidak ada hasil yang ditemukan

CATATAN PERKEMBANGAN 17 juni 2013

Dalam dokumen 190083426-Case-Report-Jantung-PPCM.docx (Halaman 23-44)

Peripartum Cardiomiopati

S : lemas berkurang, nyeri dada (+)

O : KU : tampak sakit ringan, Kes : CM, TD: TD : 110/80 mmHg, FN : 98 kali/menit, regular, isi cukup, FP : 20 kali/menit S: 370C, Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, Jantung : BJ I- II reguler, kuat, cepat, Murmur (-), gallop (-(-), Kardiomegali, Pemeriksaan Penunjang : Hb 11 g/dl, Ht 37,8%, Eritrosit 6,03/ul, Leukosit 6200/mm3, Trombosit 325000/mm3. Troponin I, 0,003 ng/ml, APTT 35,4 detik. Morfologi darah tepi : eritrosit : Mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel target +, sel pensil +. Darah samar feses : positif. Kalium : 3 mEq/L. Echocardiographi: Dimensi ruang  jantung : LV , RV dilatation, LVH (-), EF : 20%, Fungsi Sistolik LV menurun, Kontraksi RV cukup, Global hipokinetik , MR moderat, TR mild, LV thrombus 5x 7 cm. Rontgen Thorak : COR : CTR > 50%, elongasi aorta, segmen aorta normal, Paru : sinus costophrenicus tumpul : efusi pleura.

A : CHF ec PPCM dengan Anemia dan Hipokalemia perbaikan. P : Rencana Diagnostik: - Teruskan Rencana Pengobatan : - Teruskan Rencana Edukasi : - Teruskan IX. TB paru S :

-O : KU : tampak sakit ringan, Kes : CM, TD: TD : 100/80 mmHg, FN : 98 kali/menit, regular, isi cukup, FP : 20 kali/menit S: 370C, Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, Jantung : BJ I- II reguler, kuat, cepat, Murmur

(-), gallop (-(-), Kardiomegali, Pemeriksaan Penunjang : : Hb 11 g/dl, Ht 37,8%, Eritrosit 6,03/ul, Leukosit 6200/mm3, Trombosit 325000/mm3. Troponin I, 0,003 ng/ml, APTT 35,4 detik.. Troponin I, 0,003 ng/ml, APTT 26,3 detik.

Morfologi darah tepi : eritrosit : Mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel target +, sel pensil +. Darah samar feses : positif. Kalium : 3 mEq/L. Echocardiographi: Dimensi ruang jantung : LV , RV dilatation, LVH (-), EF : 20%, Fungsi Sistolik LV menurun, Kontraksi RV cukup, Global hipokinetik , MR moderat, TR mild, LV thrombus 5x 7 cm. Rontgen Thorak : COR : CTR > 50%, elongasi aorta, segmen aorta normal, Paru : sinus costophrenicus tumpul : efusi pleura.

A : TB paru dalam pengobatan P : Rencana diagnostik - Teruskan Rencana Pengobatan - Teruskan Rencana edukasi - Teruskan X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam Ad functionam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam

Tinjauan Pustaka

I. Pendahuluan

Kardiomiopati peripartum adalah bentuk dari dilated cardiomyopathy dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri, merupakan penyakit gagal jantung yang berhubungan dengan kehamilan atau keadaan setelah melahirkan.1-2  Kardiomiopati peripartum  biasanya terjadi pada satu bulan sebelum melahirkan atau dalam jangka waktu lima  bulan setelah melahirkan pada wanita yang sebelumnya sehat.3-5

Penyebab dari kardiomiopati peripartum ini belum diketahui secara pasti dan mungkin melibatkan banyak faktor. kardiomiopati peripartum termasuk penyakit yang  jarang dan seringkali dapat mengancam jiwa, tingginya kematian akibat kardiomiopati

 peripartum seringkali berhubungan dengan keterlambatan atau kesalahan diagnosis, yang menimbulkan konsekuensi yang fatal bagi penderita kardiomiopati peripartum.1-2.

Meskipun kejadian kardiomiopati peripartum tidak terbatas pada usia, namun lebih sering terjadi pada wanita multipara dan hamil pada usia diatas 30 tahun.6 Insiden kardiomiopati peripartum di dunia masih sangat sedikit diketahui, banyak  penelitian yang dilakukan di USA, dan Afrika Selatan. Angka kekerapan kardiomiopati  peripartum adalah 1 dari 1300-4000 kelahiran hidup di Amerika. Pemeriksaan ekokardiogram berguna baik untuk diagnosis dan memantau keefektifan pengobatan PPCM tersebut.

Saat sedang diteliti kemungkinan penyebab adalah virus, autoimun atau gangguan fungsi sistem imunitas, racun yang menyebabkan gangguan sistem imun, kekurangan mikronutrien dan mineral. Gejala-gejala meliputi satu atau lebih berupa: ortopneu, dispneu, batuk, sering buang air kecil pada malam hari, peningkatan berat  badan berlebih pada bulan terakhir kehamilan (2-4 pound atau lebih per minggu),  palpitasi dan nyeri dada.

Angka kesembuhan dapat mencapai 98% dengan pengobatan berupa diuretik,  beta bloker dan ACE-I. Pada pasien PPCM dengan fraksi ejeksi <35% diberikan antikoagulan untuk mencegah trombus di ventrikel kiri. Pasien yang tidak responsif dengan pengobatan standar, jika fraksi ejeksi <20% selama 2 minggu atau <40% selama 3 bulan pengobatan konvensional, maka harus diinvestigasi dengan  pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging ) jantung, kateterisasi jantung, biopsi endomiokardial dan analisis PCR virus. Pemberian terapi antivirus, imunoabsorpsi, gamma globulin intravena atau terapi imunomodulasi lain dapat dipertimbangkan.Pemberian ACE-I dan beta bloker dianjurkan paling sedikit selama 1 tahun.

II. Tujuan Presentasi

Mendeskripsikan tentang patofisologi, diagnosis dan tatalaksana pada pasien kardiomiopati peripartum.

III. Diskusi

Kardiomipati peripartum/PPCM adalah suatu bentuk kardiomiopati dilatasi yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan pasca melahirkan dan tidak ditemukan penyebab lain. Pada tahun 2000 The National Heart Lung and Blood

Institute and the of Rare Diseases menyatakan bahwa kardiomiopati peripartum adalah suatu gagal jantung yang terjadi selama 1 bulan terakhir pada kehamilan, atau dalam  jangka waktu 5 bulan setelah melahirkan. Sedangkan pengertian baru menurut Heart Failure Association of the European Society of Cardiology Working Group on kardiomiopati peripartum 2010 menyatakan bahwa kardiomiopati peripartum adalah suatu kardiomiopati dilatasi yang menunjukan gejala gagal jantung yang secara sekunder disebabkan karena gangguan fungsi pompa sistolik menjelang akhir kehamilan atau beberapa bulan setelah melahirkan, yang merupakan diagnosis eksklusi dimana tidak ada penyebab lain yang menyertai gagal jantung, kardiomiopati  peripartum dapat terjadi tanpa pembesaran jantung kiri tetapi fraksi ejeksi selalu

menurun dibawah 45%.3  Karena dikatakan kardiomiopati peripartum adalah suatu diagnosis eksklusi maka diperlukan pemeriksaan untuk menyingkirkan penyabab kardiak maupun non kardiak.3

Patofisiologi kardiomiopati peripartum masih dalam perdebatan, beberapa faktor resiko kardiovaskular seperti diabetes, merokok, hipertensi dan faktor yang  berkaitan dengan kehamilan seperti umur ibu saat hamil, jumlah kehamilan dan jumlah anak yang dilahirkan, obat-obatan yang digunakan pada persalinan, malnutrisi dan lain sebagainya saat ini sedang menjadi perhatian khusus para peneliti.3 Respon imun yang abnormal. Respon antigen antibodi telah banyak dibicarakan sebagai salah satu penyebab yang mungkin terjadi. Respon antibodi pada ibu terhadap antigen  janin pada saat kehamilan dimana sel-sel janin menembus plasenta masuk kedalam

sirkulasi darah ibu, sel-sel janin tersebut tidak dihancurkan oleh karena status imunologi ibu yang lemah selama kehamilan. Bila sel-sel tersebut sampai ke jaringan  jantung dapat merangsang respon autoimun. Respon imun ini diperburuk oleh pajanan antigen pada kehamilan sebelumnya. Kardiomiopati peripartum berhubungan dengan meningkatnya titer autoantibodi seperti inflammatory cytokine yang meningkat secara signifikan pada pasien yang meninggal oleh karena kardiomiopati peripartum dibandingkan dengan pasien yang masih hidup. Saat ini tidak jelas apakah respon autoimun sebagai penyebab utama timbulnya kardiomiopati peripartum atau apakah ini hanya sebagai bagian atau konsekuensi dari penyakit itu sendiri.1 Inflamasi. Inflamasi sebagai keadaan yang menyertai stress oksidatif mungkin memainkan perananan dalam patofisiologi kardiomiopati peripartum. Hal ini dibuktikan oleh penanda inflamasi yang meningkat pada pasien kardiomiopati

 peripartum seperti soluble death receptor sFas/Apo-1, C-reactive protein, interferon gamma (IFN-g), and IL-6. Studi non randomized trial memperlihatkan pemberian  pentoxifylline sebagai anti inflamasi pada 58 pasien dengan kardiomiopati peripartum

terlihat menjanjikan. Lebih jauh lagi kegagalan perbaikan klinis didasarkan pada meningkatnya kadar IFN-g yang menetap yang menunjukan status inflamasi sangat  penting sebagai prognosis pada pasien kardiomiopati peripartum.2-4 Infeksi Virus. Infeksi virus kardiotropik yang menyebabkan respon imun tubuh berbalik menyerang jaringan jantung yang menyebabkan disfungsi ventrikel. Bultman et.al menyatakan bahwa Parvovirus B19, human herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan cytomegalovirus DNA pada endomiokardial biopsi berhubungan dengan kardiomiopati  peripartum karena respon inflamasi interstitial.3 Miokarditis ditemukan pada biopsi

endomiokardium ventrikel kanan pada pasien kardiomiopati peripartum, dengan ditemukannya infiltrasi limfosit yang banyak dan edema miosit, nekrosis maupun fibrosis. Prevalensi miokarditis pada pasien kardiomiopati peripartum ini sekitar 8,8% sampai 78% dalam penelitian yang berbeda.9-10  Infeksi virus mungkin menjadi salah satu penyebab kardiomiopati peripartum walaupun data klinis tidak mendukung tetapi ada beberapa laporan cardiotropic enteroviruses ditemukan pada pasien kardiomiopati  peripartum, sementara itu pada penelitian lain tidak ditemukan frekuensi infeksi virus  pada pasien kardiomiopati peripartum dibandingkan dengan pasien idiopatic cardiomiopathy (IDCM). Sebagai tambahan virus HIV sepertinya tidak terlibat dalam  patofisiologi kardiomiopati peripartum.11

Prolactin, 16 kDA prolactin dan cathepsin D. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis yang disertai meningkatnya stress oksidatif, selama kehamilan jantung membesar sebagai bagian dari adaptasi terhadap stress mekanik dan meningkatkan cardiac output.1  Fisiologi hipertrofi jantung pada kehamilan membutuhkan  pertumbuhan yang proporsional dari pembuluh darah kapiler, untuk itu rasio kapiler dan kardiomiosit harus seimbang. Untuk melindungi jantung, aktivasi dari jalur metabolism STAT3 sangat penting, STAT3 merangsang angiogenesis dan dapat menyebabkan hipertrofi kardiomiosit. STAT3 menghambat ROS (reactive oxygen spesies) yang diupregulasi oleh mangenase superoxide dismutase (MnSOD). Jalur metabolism STAT3 diaktivasi oleh prolaktin, yang dieksresi oleh kelenjar pituitari. Prolaktin dieksresi dalam bentuknya yang utuh 23-kDA prolactin yang dapat dipecah oleh suatu protein cardiac cathepsin D menjadi 16-kDA prolactin yang sifatnya

anti-angiogenik dan pro-apoptotik.1  Penemuan ini memberi kesan kuat bahwa pemcahan  prolaktin menjadi patomekanisme yang spesifik terjadinya kardiomiopati  peripartum.10

Prolaktin adalah hormon yang dominan pada awal kehamilan, dan di masa-masa setelah melahirkan. Penghambatan produksi prolaktin mungkin menjadi terapi spesifik sebagai prevensi maupun kuratif pada pasien kardiomiopati peripartum.10 Walaupun penggunaanya oleh klinis masih secara individual karena sampai saat ini masih diperlukan penelitian yang lebih besar untuk membuktikan efektifitas dan keamanannya.3

Menurut NYHA, PPCM dibagi dalam 4 klas: Klas I : Penyakit tidak bergejala.

Klas II : Gejala ringan atau timbul hanya pada kerja berat. Klas III : Gejala timbul pada kerja minimal.

Klas IV : Gejala ada pada istirahat.

Gejala kardiomiopati peripartum sama dengan gejala gagal jantung pada umumnya, gejala dan tanda awal kardiomiopati peripartum mungkin mirip seperti yang ditemukan pada kehamilan normal, seperti kaki bengkak, sesak pada saat  beraktifitas, tidur dengan bantal tinggi, sering terbangun malam karena sesak, dan  batuk-batuk yang menetap. Rasa tidak nyaman di perut karena pembesaran hati, dan nyeri kepala sering ditemukan sebagai gejala sekunder dari kardiomiopati peripartum. Hal ini sering membuat penegakan diagnosis kardiomiopati peripartum sering kali terlambat karena tenaga kesehatan dapat menganggap hal ini gejala kehamilan biasa atau kelelahan karena melahirkan dan sering terbangun malam.3 Gejala yang ditimbulkan bervariasi, terbanyak adalah NYHA functional class III atau IV, pada beberapa pasien dapat juga ditemukan aritmia ventrikel sampai henti  jantung. Kejadian tromboemboli perifer pada kardiomiopati peripartum juga pernah dilaporkan, batuk darah dan nyeri dada pleuritik mungkin saja suatu gejala dari emboli paru.

Elektrokardiogram. Tidak ada gambaran spesifik yang bisa didapatkan dari  pemeriksaan elektrokardiogram untuk mendiagnosis kardiomiopati peripartum.12  Dua  penelitian mencoba melihat kelainan EKG pada pasien kardiomiopati peripartum pada 97 wanita afrika selatan, 66% diantaranya menunjukan voltage kriteria konsisten dengan LVH, dan 96% dengan perubahan segmen ST-T.3Pada pasien kardiomiopati

 peripartum yang mengalami gagal jantung jarang sekali terlihat normal,  bagaimanapun penelitian dengan jumlah sampe besar masih diperlukan.Pasien kardiomiopati peripartum rentan terhadap aritmia seperti kardiomiopati lainnya, khususnya pada pasien dengan disfungsi LV yang kronik.

Cardiac imaging. Pemeriksaan cardiac imaging penting pada pasien gagal  jantung dengan kecurigaan kardiomiopati peripartum, sebagai penegakan diagnosis kardiomiopati peripartum dan untuk menentukan prognosis. Pada pemeriksaan thorax foto ditemukan gambaran kardiomegali dan tanda kongesti. Pemeriksaan ekokardiografi merupakan hal yang sangat penting untuk menilai dilatasi ventrikel (tanpa hipertrofi) dan penurunan fungsi pompa jantung. Ekokardiografi dapat membedakan berbagai kelainan striktural jantung atrial myxoma, penyakit jantung katup, atau kardiomiopati hipertrofi (HOCM). Tidak kalah pentingnya ekokardiografi  berguna untuk melihat ada atau tidaknya thrombus pada ventrikel kiri yang  berhubungan dengan prognosis yang buruk.13Pada kardiomiopati peripartum biasanya didapatkan end-diastolic and end-systolic dimensions yang meningkat, dan fungsi sistolik yang menurun. Ventrikel kiri menjadi berbentuk bola dengan sphericity index (long-axis dimension/short-axis dimension) mendekati 1 (nilai normalnya 1.5). Massa LV meningkat sedangkan ketebalan dinding biasanya dalam batas normal. Kontraktilitas menunjukan penurunuan secara global, ataupun regional. 12

Kateterisasi jantung jarang diperlukan kecuali pada pasien dengan kecurigaan miokard infark untuk menyingkirkan hal tersebut, dan data-data yang tidak bisa didapatkan pada pemeriksaan ekokardiografi. Peranan biopsi miokard untuk menegakan diagnosis miokarditis pada pasien-pasien kardiomiopati peripartum belum  jelas, mungkin berguna pada pasien yang tidak respon terhadap pengobatan standar. Beberapa laporan menyatakan bahwa pasien kardiomiopati peripartum yang disebabkan oleh miokarditis mungkin mendapatkan keuntungan dengan pengobatan imunosupresif, tetapi pada biopsi miokard, sampel yang diambil mungkin saja bukan  pada lesi utamanya sehingga tidak didapatkan data yang valid.14

Tidak ada perbedaan prinsip pada pengobatan gagal jantung akut yang disebabkan oleh kardiomiopati peripartum dengan gagal jantung yang disebabkan oleh sebab lain.3  Pada dasarnya pengobatan ditujukan untuk memperbaiki simptom dan meningkatkan fungsi pompa jantung.15 Pada kedua pasien diberikan terapi yang relatif hampir sama, ACEi, diuretic, dan beta bloker. Bila diperlukan O2 diberikan untuk mendapatkan saturasi 95% sangat penting untuk memaksimalkan perfusi

oksigen ke jaringan dan menghambat disfungsi organ. Pemberian diuretik dapat dipertimbangkan jika terbukti adanya tanda-tanda kongesti, dan pada pasien-pasien simptomatik ketika penumpukan cairan bermanifestasi menimbulkan edema perifer ataupun kongesti paru. Diuretik sebaiknya diberikan secara kombinasi dengan ACEi dan beta bloker . Dapat juga diberikan nitrat intravena pada pasien dengan tekanan darah sistolik 110 mmHg dan digunakan dengan hati-hati pada tekanan darah sistolik antara 90-110 mmHg. Inotropik dapat dipertimbangkan pada pasien dengan low output state, dan terlihat tanda-tanda hipoperfusion (akral dingin, asidosis, gangguan ginjal, gangguan hati, dsb), dan dengan kongesti yang menetap pada pemberian vasodilator dan/atau diuretik. Jika diperlukan, inotropik (dobutamine dan levosimendan) harus segera dibarikan dan dihentikan bila perfusi organ sudah tercapai atau kongesti berkurang.

Pemberian ACE inhibitor dan ARB sebagai first line therapy pada pasien dengan disfungsi sistolik dan LVEF kurang dari 40-45% dengan atau tanpa gejala gagal jantung, tapi merupakan kontraindikasi pada pasien kardiomiopati peripartum yang belum melahirkan karena dapat menyebabkan gangguan kongenital pada janin. Pemberian hydralazin dan long acting nitrate untuk menurunkan afterload dan memperbaiki isi sekuncup menghasilkan penurunan LVEDP dan menurunkan resistensi pembuluh darah paru dan sistemik, dipercaya kombinasi yang lebih baik dan lebih aman dibandingkan ACEi atau ARB pada pasien kardiomiopati peripartum yang belum melahirkan. Beta bloker dapat dipertimbangkan pada pasien gagal  jantung yang stabil, kecuali terdapat kontraindikasi. Beta bloker terbukti mengurangi re-hospitalization dan mencegah perburukan gagal jantung. Diberikan dosis yang rendah pada awal pemberiannya dan ditingkatkan perlahan sampai tercapai dosis optimalnya.15 Peningkatan dosis beta bloker sangat tergantung pada respon individu  pasien,15  beta bloker tidak terbukti menyebabkan gangguan pada janin.3

Furosemid dan HCT adalah obat yang paling sering digunakan, Aldosterone antagonists direkomendasikan sebagai terapi tambahan pada ACEi, beta bloker dan diuretik.3 Pada RALES studi (Randomized Aldactone Evaluation Study), dosis kecil spironolactone dapat diberikan pada terapi standar untuk gagal jantung yang dapat meningkatkan survival sebesar 30% dan mengurangi re-hospitalization sebesar 35%.15 Aldosterone antagonist mungkin mempunyai efek anti-androgenic pada trimester pertama. Pemberian digoxin sebaikanya dihindari selama kehamilan.15

Fenomena tromboemboli telah dilaporkan pada pasien kardiomiopati  peripartum. Resiko kejadian tromboemboli pada wanita hamil meningkat sejalan dengan status hiperkoagulabilitas pada akhir kehamilan dan bertahan selama enam minggu setelah melahirkan. Stasis yang disebabkan oleh LV disfungsi dapat meningkatkan resiko tromboemboli otak, dan emboli paru. Penentuan apakah seseorang harus diberikan antikoagulan atau tidak memerlukan kecermatan dan harus mempertimbangkan dimensi LV dan ejeksi fraksi yang rendah. Ini penting untuk menekankan tidak semua pasien kardiomiopati peripartum harus mendapat terapi antikoagulan. Pemberian LMWH dapat digunakan secara aman pada trimester ketiga kehamilan dan warfarin yang mempunyai efek fetotoksik dapat diberikan setelah melahirkan. Heparin harus diberikan pada EF < 30%, Pemberian heparin lebih disukai oleh karena kontrol dosis lebih mudah dengan menilai aPTT, selain itu jika terjadi  perdarahan obstetrik, efek heparin dapat dinetralisir dengan pemberian protamin

sebelum dilakukan anestesia regional

Bromocriptine dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk gagal jantung  pada tatalakasana terkini dari kardiomiopati peripartum dan mempunyai efek yang  baik pada PCCM akut.3,16 Bromocriptine dapat diberikan 2x2,5 mg selama 2 minggu

dilanjutkan 1x2,5 mg selama 4 minggu, menunjukan perbaikan yang signifikan pada LVEF (27% pada baseline sampai 58% pada 6 bulan, P ¼0.012) dibandingkan dengan  pasien dengan pengobatan standar (27% pada baseline sampai 36% dalam 6 bulan,  NS). Satu pasien yang mendapat pengobatan Bromocriptine dilaporkan meninggal dibandingkan dengan 4 pasien pada kelompok kontrol. Bromocriptine telah digunakan lebih dari 20 tahun pada wanita paska melahirkan untuk menghentikan laktasi, pada  pengguna dilaporkan telah banyak kejadian MCI, oleh karena itu pemberian

antikoagulan bersamaan dengan bromocriptine sangat dianjurkan terlebih lagi pasien dengan LVEF yang rendah. Belum ada penelitian dengan penggunaan antikoagulan yang adekwat pada pasien kardiomiopati peripartum dengan kejadian tromboemboli. Keamanan bromocriptine juga telah di uji pada 1400 wanita yang meminum obat pada minggu-minggu pertama kehamilan, tidak ditemukan peningkatan kejadian aborsi atau cacat bawaan. Sebelum pengobatan ini lebih jaun direkomendasikan, perlu RCT yang lebih besar untuk membuktikan keuntungannya, walaupun pada beberapa klinisi sudah menambahkan bromocriptine pada terapi gagal jantung dengan kardiomiopati  peripartum dan menggunakannya secara individual.3

Demakis et.al membagi sebuah grup dari 27 pasien menjadi dua grup pada 6  bulan berdasarkan normal atau besarnya ukuran jantung. sebesar 52%, mengalami  perbaikan ukuran jantung dan tidak ada yang meninggal akibat gagal jantung tetapi  pada pasien yang tidak terdapat perbaikan ukuran jantung, sebesar 85% meninggal karena gagal jantung. Maka dari itu, bila kardiomiomiopati menetap selama 6 bulan, hal tersebut sepertinya menjadi irreversible, ini berhubungan erat dengan survival rate yang rendah. O’connel et.al juga memastikan bahwa 50% dari pasien memiliki  perbaikan dari gejala, dan sebanyak 50% sisanya terdapat kardiomiopati yang  persisten dan meningkatkan resiko kematian. Data dari penelitian Midei et.al, menunjukan bahwa kardiomiopati dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Dari sebuah kelompok 14 orang yang menderita kardiomiopati peripartum yang sembuh dalam enam bulan, sebanyak 8 pasien kembali hamil. Berdasarkan hal tersebut, 2 diantaranya mengalami kardiomiopati peripartum berulang dan gejala kongesti, walaupun hanya sementara dan kembali seperti semula. Tetapi dari kelompok pasien dengan persisten kardiomiopati, 6 diantaranya kembali hamil, tiga orang jatuh kepada gagal jantung yang berat dan akhirnya menimbulkan kematian. Semantara itu laporan dari empat pasien dengan kardiomiopati peripartum yang sembuh dari disfungsi LV menunjukan bahwa resiko timbulnya kardiomiopati peripartum pada kehamilan  berikutnya rendah. Maka dari itu wanita-wanita dengan kardiomiopati peripartum membutuhkan konseling tambahan tentang kehamilan di masa mendatang dan resiko dari munculnya kembali kardiomiopati peripartum dan kematian.17

Prognosis pada wanita dengan LVEF yang normal yang diperiksa dengan echocardiography dobutamine stress test, resiko untuk menjadi kadiomiopati berat cukup rendah pada kehamilan berikutnya.6

REFERENSI

1. Lok SI, Kirkels JH, Klopping C, Doevendans PA, de Jonge N. Peripartum cardiomyopathy: the need for a national database. Neth Heart J. 2011 Mar;19(3):126-33. 2. Wang M. Peripartum cardiomyopathy: case reports. Perm J. 2009 Fall;13(4):42-5.

3. Sliwa K, Hilfiker-Kleiner D, Petrie MC, Mebazaa A, Pieske B, Buchmann E, et al. Current state of knowledge on aetiology, diagnosis, management, and therapy of  peripartum cardiomyopathy: a position statement from the Heart Failure Association of

the European Society of Cardiology Working Group on peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Fail. [Research Support, Non-U.S. Gov'tReview]. 2010 Aug;12(8):767-78.

4. Pandit V, Shetty S, Kumar A, Sagir A. Incidence and outcome of peripartum cardiomyopathy from a tertiary hospital in South India. Trop Doct. 2009 Jul;39(3):168-9. 5. Bretler DM, Jorgensen CH, Olesen JB, Gislason GH, Hansen PR. [Peripartum

cardiomyopathy]. Ugeskr Laeger. 2009 Jan 5;171(1-2):53-5.

6. Pyatt JR, Dubey G. Peripartum cardiomyopathy: current understanding, comprehensive management review and new developments. Postgrad Med J. [Review]. 2011 Jan;87(1023):34-9.

7. Chee KH, Azman W. Prevalence and outcome of peripartum cardiomyopathy in Malaysia. Int J Clin Pract. 2009 May;63(5):722-5.

8. de Jong JS, Rietveld K, van Lochem LT, Bouma BJ. Rapid left ventricular recovery after cabergoline treatment in a patient with peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Fail. [Case Reports]. 2009 Feb;11(2):220-2.

9. Ramaraj R, Sorrell VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and treatment. Cleve Clin J Med. [Review]. 2009 May;76(5):289-96.

10. Hilfiker-Kleiner D, Sliwa K, Drexler H. Peripartum cardiomyopathy: recent insights in its pathophysiology. Trends Cardiovasc Med. [Research Support, Non-U.S. Gov't Review]. 2008 Jul;18(5):173-9.

11. Phillips SD, Warnes CA. Peripartum Cardiomyopathy: Current Therapeutic Perspectives. Curr Treat Options Cardiovasc Med. 2004 Dec;6(6):481-8.

12. Braunwald. The Dilated, Restrictive, and Infiltrative Cardiomyopathies. In: Hare JM, editor. Braunwald Heart DIsease A Textbook of Cardiovascular Medicine. Eight Edition ed. Philadelphia: Saunders Elseviers; 2008.

13. Bosch MG, Santema JG, van der Voort PH, Bams JL. A serious complication in the  puerperium: peripartum cardiomyopathy. Neth Heart J. 2008 Dec;16(12):415-8.

14. Baughman KL. Management of a case of peripartum cardiomyopathy. Nat Clin Pract Cardiovasc Med. [Case Reports]. 2006 Sep;3(9):514-8; quiz 8.

15. Forster O, Ansari AA, Sliwa K. Current issues in the diagnosis and management of  peripartum cardiomyopathy. Womens Health (Lond Engl). 2006 Jul;2(4):587-96.

16. Elkayam U, Goland S. Bromocriptine for the Treatment of Peripartum Cardiomyopathy. Circulation. 2010 April 6, 2010;121(13):1463-4.

17. Fett JD, Ansari AA. Inflammatory markers and cytokines in peripartum cardiomyopathy: a delicate balance. Expert Opin Ther Targets. 2010 Sep;14(9):895-8.

Dalam dokumen 190083426-Case-Report-Jantung-PPCM.docx (Halaman 23-44)

Dokumen terkait