• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anggun bingung bukan main dengan pembicaraan Rain dan Amel. Yang entah bagai mana, langsung membuat Amel jadi bad mood lagi. Terlebih, setelah melihat hawa pembunuh dari dewi kecantikan itu, Anggun jadi benar-benar mengerti kenapa Amel di sebut Gadis Vampir.

Amel adalah perempuan yang sangat cantik. Saat mau mebunuh, ia berubah seperti malaikat yang sangat jelita atau seorang Dewi, tapi ia mengeluarkan aura pembunuh yang sangat kuat. Bahkan, penyihir kelas teri atau manusia biasa saja mungkin bisa merasakan kengerian hawa pembunuhnya. Sangat mirip dengan Vampir. Cara membunuhnya yang sangat anggun dan sadis. Gadis Vampir.

Tapi lanjut ke masalah yang tadi. Akhirnya, mereka bertiga langsung melanjutkan perjalanan lagi setelah merasa cukup mengambil persediaan air dan bahan makanan. Tapi, Amel memisahkan diri dari mereka. Amel mengendarai kudanya dangan sangat cepat tepat di depan. Jelas sekali Anggun dan Rain tertinggal. Tetapi meskipun sedang bad

mood, Amel tetap saja menunggu mereka yang mati-matian

menyusul (Meskipun Amel terlihat mengebut, tetapi sebenarnya ia memperlambat laju kudanya).

“Rain, coba kamu jelaskan apa maksud pembicaarn kalian tadi?” tanya Anggun penasaran. Rain menghela nafas mendengarnya. Ia terlihat tidak bersemangat sama sekali setelah keributan kecil itu.

191

“Dulu, sekitar 7 tahun yang lalu, Ayahku pernah mengembara selama 5 tahun. Selama itu, ia mengakui sedang mengajar seseorang. Seorang gadis yang sangat berbakat. Aku yakin itu Amelia. Jelas sekali, kalau hanya Amelia yang di ajari Ayah. Bahkan, Ayahku saja menyerah mengajariku, apalagi dia,” ucap Rain dengan lesu. Anggun terdiam mendengarnya.

Entah bagai mana, Anggun merasa Rain agak merasa iri dengan Amel. Karena, Amel terkenal. Anggun sangat yakin kalau Rain pasti berfikir kalau Amel jadi terkenal karena di latih Ayahnya. Dan, sebagai seorang Ibu, mau tidak mau, dia meras iba dengan Rain. Dia sadar apa yang membuat Rain lesu. Ayahnya yang lebih memilih orang lain untuk mengajarinya, ketimbang Ayahnya sendiri yang mengajarinya.

“Sudahlah, sekarang sebaiknya jangan memikirkan itu dulu, entah bagai mana aku yakin kalau Amelia merasa kesal karena baru tahu kalau Ayahmu menyuruhnya untuk mengajarimu sihir. Jelas sekali dia merasa terbebani,” ucap Anggun dengan bijak.

“Kurasa tidak. Jelas sekali kalau aku merepotkan bukan? Jadi tidak mungkin dia mau mengajariku sihir. Ayahku saja menyerah soal itu, bagai mana mungkin dia bisa membuatku mengeluarka sihir. Atau jangan-jangan aku tidak punya sihir?” ucap Rain ngeri.

“Kalau kau tidak punya sihir, lalu apa gunanya tongkat sihirmu itu?” ucap Anggun malas. Sepertinya kebodohan Rain muncul lagi.

192

“Hanya bukti kalau aku penyihir. Sejak aku memilikinya, aku belum pernah sekalipun mengeluarkan sihirku sendiri. Menyedikan sekali ya? tongkat sihir yang seharusnya menjadi alat bertarung jadi hiasan,” ucap Rain geli. Anggun hanya menggeleng mendengarnya.

@@@

Langkah kuda mereka terhenti saat sampai di sana. Anggun dan Rain sentak kaget saat melihat laut di hadapan mereka. Amel langsung turun dari kudanya. Anggun dan Rain juga turun dan langsung berlari kecil menghampiri Amel.

Mereka sampai di laut. Banyak sekali pedagang penyihir di tempat ini. Menawarkan dagangan mereka. Berbagai buah dan daging, juga barang-barang ilegal di jual di perbatasan antara air dan darat itu. Amel langsung berhenti di depan kios yang menjual apel hijau. Anggun dan Rain langsung ikut berhenti.

“Kau mau membeli apel?” tanya Rain. Pemilik kios itu langsung memandang ke arah Amel, Rain dan Anggun. Ia tersenyum.

“Nona dan Tuan mau membeli apel saya? Saya akan memberikan harga murah untuk anda ber-3 bila membeli banyak apel saya,” ucap pedagang itu dengan ramah. Laki-laki denga kumis lebat itu sepertinya memiliki sifat yang ramah.

“Tidak ada kapal di sini?” tanya Anggun bingung saat sadar bahwa di pantai ini sama sekali tidak ada kapal.

193

“Sayang sekali, baru saja kapal-kapal itu pergi dari pelabuhan. Tuan dan Nona terlambat, 2 hari lagi kapal-kapal itu kembali,” jawab pedagang itu dengan nada menyesal. Rain langsung menghela nafas.

“Jadi bagai mana dengan kita?” gumam Rain. “Paman, berapa harga apel ini?” tanya Amel kemudian. Penjual itu langsung memandang Amel. Ia menggerutkan kening saat melihat Amel. Pedagang itu merasa pernah bertemu dengan gadis di hadapannya. Ia yakin itu. Lalu, pedagang itu melihat mata merah Amel.

Sadar dirinya di awasi, Amel hanya pura-pura tidak tahu dan terus memlilih-milih apel yang di anggabnya bagus. Rain langsung menepuk bahu Amel. Amel langsung mendongak memandang Rain.

“Kau mengenal paman itu?” tanya Rain bingung. Amel langsung memandang paman penjual buah itu. Paman itu berwajah pucat pasi melihat Amel. Ia berkeringat dingin. Amel langsung tersenyum memandang Penjual itu.

“Jangan bersuara dan memberi tahu seorangpun ya Paman?” ucap Amel dengan nada selembut dan suara seindah nyanyian. Tetapi bisa di rasakan nada mengancam yang di timbulkan dari keindahan itu. Penjual itu mengangguk.

“A—ambilah semua apel yang saya punya ini,” ucapnya ngeri. Amel tersenyum mendengarnya dan langsung mengambil kantung dan mengambil semua apel yang menurutnya bagus. Sedangkan Anggun dan Rain hanya bisa

194

menghela nafas dengan perbuatan Amel. Mereka kasihan dengan pedagang itu.

“Terimakasih Paman,” ucap Amel ramah lalu pergi bersama Rain dan Anggun. Amel langsung memasukkan skantung apel itu ke dalam tas besar yang ada di punggung kudanya. Isi kantung itu hanya ada 10 apel.

“Apa kau tidak keterlalun Amelia?” tanya Anggun dengan enggan.

“Itu biasa,” jawab Amel singkat.

“Tapi lumayan juga sih dapat apel geratis—ah! Kenapa aku tidak ikut memintanya saja ya tadi?” gumam Rain dengan menyesal. Anggun hanya menghela nafas mendengarnya. Mereka langsung berjalan kembali hingga sampai di bibir pantai.

“Kita harus melewati Laut?” tanya Rain. Lebih kepada dirinya sendiri.

“Tentu saja,” jawab Amel sambil mengeluarkan tongkat sihirnya.

“Tunggu! Kau mau membekukan laut? Apa tenagamu—“ ucapan Anggun langsung di potong Amel.

“Mana mungkin aku bisa membekukan samudra dalam 1 jam. Perlu waktu lebih dari 3 hari untuk membekukannya dan tenaga yang sangat besar. Bila aku melakukannya mungkin bisa, tapi itu akan menguras waktu dan tenaga. Terlebih itu akan menarik perhatian,” jawab Amel lalu langsung membungkuk. Amel langsung menyentuhkan ujung tongkat sihirnya ke air asin itu.

195

Tidak terjadi apa-apa. Anggun dan Rain menggerutkan kening melihatnya. Sedangkan Amel langsung mengambil sesuatu di tas yang di gantungkan di kudanya. Sebuah Apel hijau.

“Loh? Untuk apa Apel?” tanya Rain bingung. Amel langsung naik ke atas kudanya.

“Sudah jelas’kan? Untuk di makan,” jawab Amel sambil menggigit apelnya. Anggun dan Rain langsung merasa tertipu mendengarnya. Mereka pikir, Amel akan mengeluarkan ramuan untuk membekukan air asin itu karena dirinya tidak bisa membekukan air asin itu.

“Cepat naik kuda kalian. Aku tidak mau mengeluarkan sihirku secara percuma,” ucap Amel lalu langsung melajukan kudanya ke arah laut. Anggun dan Rain sentak kaget melihatnya. Airnya langsung berubah menjadi sebuah jembatan es. Setiap langkah kuda hitam itu, membekukan airnya sehingga membentuk jalan es yang panjang, tanpa harus membekukan semua air itu.

“Ah!? Tunggu kami!” teriak Rain lalu langsung menaiki kudanya. Anggun juga langsung menaiki kudanya. Dan dengan segera, mereka melajukan kudanya di atas air yang mebeku itu. Tentu saja itu sangat menarik perhatian.

“Wah, kita jadi tontonan,” guma Anggun gugub sambil melihat kebelakang. Semua penyihir itu mengeliling bibir pantai dan bertumpuk di sana. Memandang ke arah Amel, Rain, dan Anggun.

196

“Wakh!? Cepat lajukan kudamu Rain!” ucap Anggun kaget saat sadar bahwa es yang ada di belakang Rain mencair dan pecah. Rain sentak kaget mendengarnya dan memandang ke belakangnya. Es yang pecah itu mendekat. Dengan ngeri, Anggun dan Rain langsung melajukan kudanya dengan cepat.

“Kenapa esnya mencair?” ucap Rain ngeri sambil mempercepat laju kudanya. Pecahan itu juga semakin cepat mendekati mereka.

“Mana aku tahu! Dan kenapa Amelia tidak menunggu kita? Ah!? Itu dia!” ucap Anggun saat melihat kuda Amelia yang melaju sangat cepat di atas air yang membeku itu. Dan, dengan ngerti, akhirnya Rain dan Anggun sampai di tempat dekat Amel. Pecahan es itu juga tetap saja di belakang mereka. Mendekat.

“Amel! Esnya cair!” pekik Anggun dengan ngeri. Amel langsung memandang kebelakang. Memandang wajah pucat Rain dan Anggun yang melajukan kudanya dengan mengebut.

“Cair bagai mana? Aku memang membuatnya langsung mencair saat sudah di lewati 3 kuda agar tidak ada yang mengikuti kita. Jadi mana mungkin kalian akan tenggelam’kan?” ucap Amel. Rain dan Anggun kesal bukan main mendengarnya.

“Kenapa tidak bilang dari tadi?” ucap Anggun dengan geram.

197

“Kalian tidak tanya,” jawab Amel cuek sambil memperlambat laju kudanya. Anggun dan Rain hanya bisa menggerutu dengan kesal. Entah sudah keberapa kalinya, mereka merasa Amel mengerjai mereka.

@@@

Tepat saat malam, akhirnya mereka sampai di bibir pantai yang lain. Kasihan kuda mereka karena tidak beristirahat sama sekali dalam perjalanan melewati samudera itu. Mereka berhenti di tempat yang sangat berbeda. Di tempat ini di penuhi banyak pohon. Tetapi, seperti yang mereka ketahui.... semua dedaunan yang ada di tempat ini berguguran. Udara juga lebih dingin.

“Ah.... dingin sekali,” gumam Rain sambil turun dari kudanya.

“Benar, tahu seperti itu, tadi aku beli baju yang agak tebal tadi,” gerutu Anggun sambil turun dari kudanya. Nafas mereka membuat kepulan uap. Amel hanya menghela nafas dan langsung mengambil 3 apel yang ada di dalam tas di kudanya. Dia langsung memberikan masing-masing 1 apel ke 3 kuda itu.

“Kita semakin dekat,” ucap Amel sambil memandang Anggun dan Rain yang berusaha menghangatkan diri mereka.

“Apakah di sekitar sini ada kota?” tanya Anggun sambil memandang sekelilingnya yang gelap gulita. Ia benar-benar menyesal karena tidak membeli pakaian tebal, karena sekarang ia benar-benar kedinginan.

Dokumen terkait