2.9 KOMPLIKASI .1 Cidera Saraf .1 Cidera Saraf
2.9.2 Cidera Pembuluh Darah
bahwa yang paling sering mengalami cedera pada fraktur suprakondiler humerus tipe ekstension adalah saraf interosseusanterioryang ditandai dengan paralisisfleksor longus ibu jari dan jari telunjuk tanpa disertai perubahan sensorik.2,5Kerusakan pada saraf medianus berkaitan dengan pergeseran fragmen distal ke arah posteromedial yang ditandai dengan
sensoric losspada distribusi persarafan nervus medianus, disertai dengan motoric loss pada
otot-otot yang mendapat inervasi dari saraf medianus. Penyembuhan fungsi sensorik hingga 6 bulan sedangkan fungsi motorik membaik dalam waktu 7-12 minggu. Indikasi eksplorasi adalah fungsi saraf terganggu oleh karena fraktur terbuka, setelah dilakukan reduksi tertutup pinning perkutan. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Royce dkk, bahwa dari 143 pasien dengan fraktur suprakondiler, dilaporkan sejumlah 4 kasus dengan kerusakan saraf setelah fiksasi menggunakan pinning. Sedangkan Lyon dkk melakukan penelitian terhadap 17 pasien yang diduga mengalami cedera pada nervus ulnaris yang dicurigai disebabkan oleh pemasangan pin pada daerah medial. Hasilnya, semua pasien tersebut mengalami pemulihan komplit dari fungsi sarafnya, walaupun banyak diantara pasien tersebut yang baru mengalami penyembuhan setelah 4 bulan. Hanya 4 dari 17 pasien yang dilakukan pencabutan dari pinnya. Penelitian ini menunjukan bahwa penyembuhan dari cedera pada saraf ulnar dapat terjadi tanpa perlu melakukan pencabutan pada pin tersebut.Namun, Karakurt dkk melalui studi ultrasonografi, dengan menghilangkan penyebab terjadinya penekanan tersebut, yaitu dengan cara mencabut pin yang terletak di bagian medial lebih awal akan menyebabkan terjadinya penyembuhan yang lebih awal terhadap sarafyang mengalami cedera tersebut.2,5
2.9.2 Cidera Pembuluh Darah
Prevalensi terjadinya insufiensi pembuluh darah berkaitan dengan fraktur suprakondiler dilaporkan berkisar antara 5-12%. Hilangnya pulsasi arteri radialisterjadi pada pasien dengan fraktur suprakondiler tipe III sekitar 10% - 20%. Hilangnya pulsasi arteri radialis bukan
30 merupakan suatu kegawatdaruratan, melainkan urgensi.Hal ini dikarenakan, sirkulasi kolateral masih dapat memberikan perfusi yang memadai bagi extremitas tersebut.
Bila ada pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan fraktur suprakondiler yang disertai dengan pergeseran yang berat disertai gangguan vaskular, dilakukan splinting pada siku dengan posisi siku fleksi 20° - 40°.Shaw dkk, merekomendasikan stabilisasi fraktur sesegera mungkin dengan reduksi tertutup dan K-wire, apabila terdapat cidera pada pembuluh darah. Protokol penatalaksanaan ini telah mengembalikan denyutan sebanyak 13 pasien dari total 17 pasien fraktur suprakondiler dengan cidera pembuluh darah (12% dari 143 fraktur tipe III).2,5
Sabharwal dkk menyatakan bahwa repair awal yang dilakukan pada arteri dihubungkan dengan tingginya angka kejadian reoklusi simptomatis dan stenosis residual, dan mereka merekomendasikan untuk dilakukan periode observasi dan pemeriksaan neurovaskular secara berkala sebelum dilakukan koreksi yang bersifat invasif. Jika pulsasi sebelum dilakukan reduksi masih teraba, dan kemudian menghilang setelah dilakukan reduksi dan fiksasi dengan pinning, maka reduksi terbuka harus segera dilakukan. Reduksi terbuka melalui pendekatan anterior karena melalui pendekatan tersebut, kita dapat mengevaluasi struktur vital yang beresiko mengalami penjeratan diantara fragmen fraktur. Jika arteri berhasil dibebaskan dari penjeratan diantara fragmen fraktur, spasme yang terjadi pada arteri akan dapat dikurangi, caranya dengan pemberian lidocaine, pemanasan, dan dilakukan observasi selama 5-15 menit.2,5
Indikasi dilakukan rekonstuksi vaskuler adalah 1). denyutan tidak teraba setelah reduksi, dengan tanda-tanda capillary refill time menurun, tekanan kompartemen meningkat, atau pallor. 2) tidak ada denyutan pada pemeriksaan Doppler di daerah ekstrimitas noniskemik.24,25
31 2.9.3 Deformitas
Deformitas berupa angulasi pada humerus distal sering terjadi pada pasien dengan fraktur suprakondiler. Keterbatasan remodeling yang terjadi pada humerus distal dikarenakan physis bagian distal hanya berkontribusi sebesar 20% terhadap pertumbuhan tulang humerus.
2,5,10
Penyebab yang paling masuk akal terhadap terjadinya deformitas tersebut pada fraktur suprakondiler adalah terjadinya malunion dibandingkan dengan terjadinya growth arrest.
Remodeling dapat terjadi pada bagian posterior, namun tidak dapat terjadi angulasi pada
bidang koronal, sehingga mengakibatkan terjadinya deformitas cubitus varus atau valgus. Deformitas cubitus varus adalah mengenai kosmetik bukan fungsional atau kecacatan, deformitas yang terjadi adalah ekstensi daripada siku. Pembedahan seperti tekniklateral
closing-wedge osteotomy, dome rotational osteotomy, dan step-cut lateral closing-wedge osteotomy juga merupakan suatu indikasi kosmetik. Namun, osteotomy tersebut berkaitan
dengan tingkat komplikasi yang signifikan. Seperti yang dilaporkan oleh Labelle dkk, yang menyebutkan bahwa 33% pasien mengalami loss of correction dan atau disertai cidera saraf. Sedangkan deformitas cubitus valgus menyebabkan kehilangan fungsional ekstensi dan paralisis saraf tardyulnaris.2,5
Cubitus varus dapat dicegah dengan menjaga agar garis Bauman tetap utuh saat
melakukan reduksi dan selama masa penyembuhan. Pirone dkk melaporkan terjadinya deformitas cubitus varus pada 8 ( 8% ) dari 101 pasien yang ditangani dengan imobilisasi dengan casting dibandingkan dengan 2 ( 2% ) dari 105 pasien yang ditangani dengan fiksasi menggunakan pin, dengan rentang usia penderita antara 1,5 tahun sampai 14 tahun ( mean 6,4 th ). Tiga penyebab utama terjadinya deformitas berupa cubitus varus ataupun cubitus valgus adalah (1) Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan hasil reduksi tidak acceptable pada gambaran radiologis, (2) Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan hasil radiologis yang baik karena kurangnya pengetahuan terhadap patofisiologi dari fraktur tersebut, (3) Loss of
32
reduction. Tidaklah sulit untuk menginterpretasikan hasil radiologis dari lateral view.
Interpretasi yang lebih rumit terdapat pada anterior view. Jones view merupakan pemeriksaan radiologis dari anterior, dengan posisi siku dalam fleksi maksimal dan kaset diletakan pada bagian posterior dari siku, dan arah sinar 90 derajat terhadap kaset.
Penanganan terhadap deformitas cubitus varus di masa lalu hanya berdasarkan pada permasalahan kosmetik saja, namun terdapat beberapa masalah yang timbul jika cubitus
varustersebut tidak ditangani, yaitu dapat berupa meningkatnya resiko terjadinya fraktur pada
condylus lateral, nyeri, tardy posterolateral rotatory instability, dimana gejala-gejala tersebut merupakan suatu indikasi untuk dilakukannya operasi rekonstruksi dengan cara melakukan osteotomy pada suprakondiler humerus.