Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
(Studi Kasus : Tradisi Pantang Larang)
SYF. AMINAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Nama Mahasiswa : Syf. Aminah
NRP : P054040131
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P Lubis, MS Ir. Toha Nursalam, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. H. Sumardjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
dan hidayah-Nya, penulis dapat menye lesaikan tesis dengan baik. Tesis dengan judul Proses Komunikasi dan Perubahan Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Melayu Pontianak (Studi Kasus : Tradisi Pantang Larang) disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains (S2) dalam bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Toha Nursalam, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini.
2. Dr. Ir. Sumardjo, MS selaku Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, serta seluruh staf pengajar yang telah membekali ilmu bagi penulis.
3. Dra. Krishnarini Matindas, MS yang telah bersedia sebagai penguji luar komisi.
4. Penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Ibunda Tercinta Hj. Zubaidah Hasan Almuthahar dan saudara serta keponakan (Mbo’ Ai dan bang Saleh, Mbo’ Laila dan Bang Amed, Mbo’ Ida dan Bang Dolah, Bang Faisal dan Kak Bani, Kak Yuli dan Bang Iwan serta Nia, Rara, Riris, Nadia, Tifa, Tia, Dede, Ary dan Zaki yang tersayang) atas do’a, dukungan dan pengorbanannya selama ini.
5. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak, beserta seluruh jajarannya dan seluruh rekan seangkatan (Kak Sri, Kak Ipat, Kak Hesti, Kak Ijun, Kak Ita dan Kak Ifit).
6. Teman-teman terbaikku ”Gank Ijo” (Bang Dony, Eka dan Taufik, Ita, Nana, Mulia dan Fany).
7. Teman-teman KMP 2004 terutama Kak Tata, ayuk Ica, Dini, Bu Yuni, atas persaudaraan dan kebersamaan serta Pak Narso, Peggy, dan lain- lain atas canda tawa, bantuan, diskusi dan kebersamaan selama perkuliahan dan Mbak Lia sekretaris KMP atas semua bantuannya selama ini serta dukungan teman-teman program Pascasarjana dari Kalimantan Barat.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih kurang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allh SWT. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi.
Bogor, Januari 2007
Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 11 September 1980 dari Pasangan Sy. Hasan Alwi Almuthahar (Alm) dan Syf. Hj. Zubaidah Ali Almuthahar. Penulis merupakan anak terkahir dari enam bersaudara.
Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 19 Pontianak, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pontianak dan Mandrasah Aliyah Negeri 2 Pontianak Lulus tahun 1999. Tahun yang sama masuk pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak (S1) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam lulus tahun 2003. Tahun 2004, penulis diterima pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan untuk (S2) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak sejak tahun 2003. Penulis juga pernah bekerja sebagai staf warung Informasi dan Teknologi (Warintek) PADI Pontianak pada tahun 2001-2004 dan reporter radio Volare Pontianak pada tahun 2002-2003.
DAFTAR TABEL ……….. iii DAFTAR GAMBAR ………. iv DAFTAR LAMPIRAN ……….. v PENDAHULUAN Latar Belakang ………. Rumusan Masalah ……… Tujuan Penelitian ………. Kegunaan Penelitian ………. 1 3 4 4 TINJUAN PUSTAKA
Pantang Larang dalam Masyarakat Melayu Pontianak ……… Masyarakat Melayu Pontianak ... Proses Komunikasi dan Kebudayaan ……… Pola Komunikasi dan Perubahan Sosial ………
KERANGKA PEMIKIRAN ………... 5 6 9 27 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian ……….. Jenis dan Metode Penelitian ………. Teknik Pengumpulan Data ……… Sumber Data ……… ………... Analisis Data ………. Validitas dan Reliabilitas ...
35 35 35 37 38 40
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Gambaran Umum Kota Pontianak ……….………... Sejarah Kota Pontianak ……….… Masyarakat Melayu Pontianak Timur ………...
43 46 48
Deskripsi Umum Pantang Larang Masyarakat Melayu Pontianak ... Pantang Larang dalam Prosesi Perkawinan ………... Pantang Larang Pada Kehamilan …...………... Pantang Larang Pada Kelahiran ………... Faktor Perubahan Tradisi Pantang Larang ... Ikhtisar ……….. 52 54 69 75 79 81
POLA DAN PERUBAHAN KOMUNIKASI TRADISI PANTANG LARANG
Proses Komunikasi dalam Pantang Larang .………... Komunikator dalam Komunikasi Pantang Larang ... Pesan dalam Komunikasi Pantang Larang ... Pola dan Perubahan Komunikasi ... Ikhtisar ……….. 84 91 92 93 98
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ………... Saran ………. 101 102 DAFTAR PUSTAKA ……… 103 LAMPIRAN ……….. 106 ii
1. Luas Wilayah Kecamatan Pontianak Timur Tahun 2005………… 44
2. Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Pontianak
Timur Tahun 2005 ... 45
3. Proses Komunikasi Pada Proses Ajar Didik... 88
4. Pola dan Perubahan Komunikasi Tradisi Pantang Larang ... 95
5. Perubahan Pola Sikap, Pola Kelakuan dan Pola Sarana Tradisi
Pantang Larang Prosesi Perkawinan ... 95
6. Perubahan Pola Sikap, Pola Kelakuan dan Pola Sarana Tradisi
Pantang Larang Masa Kehamilan ... 96
7. Perubahan Pola Sikap, Pola Kelakuan dan Pola Sarana Tradisi
Pantang Larang Masa Kelahiran ... 97
1. Alur Kerangka Berpikir ………... 34 2. Komponen-komponen Analisa Data : Model Interaktif... 39
1. Instrumentasi Penelitian ... 106
2. Daftar Wawawancar ... 109
3. Contoh Perbedaan Bahasa Melayu Pontianak dengan Bahasa
Indonesia ... 110
4. Sebaran Penduduk di Kecamatan Pontianak Timur Berdasarkan
Urutan Usia pada Tahun 2005 ... 111
5. Sebaran Penduduk di Kecamatan Pontianak Timur Berdasarkan
Pendidikan pada Tahun 2005 ... 112
6. Luas dan Produksi Tanaman Utama di Kecamatan Pontianak
Timur Tahun 2005 ... 113
7. Dokumentasi (Foto) ... 114
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi pengaruh terhadap perkembangan berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, politik, ekonomi dan budaya. Kondisi seperti itu membawa pula aneka ragam perubahan tatanan kehidupan manusia termasuk perubahan nilai- nilai budaya. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Koentjaraningrat (1990) menyatakan budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas dan memungkinkan meramalkan perilaku orang lain.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai macam kebudayaan yang dimiliki. Kebudayaan suatu suku bangsa mempunyai tradisi dengan ciri dan bentuk yang berbeda antara satu dengan yang lain. Tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu tatanan mental yang berpengaruh kuat atas sistem moral untuk menilai apa yang dianggap benar atau salah, baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Suatu budaya diekspresikan dalam tradisi, yang memberikan para anggotanya suatu rasa memiliki dalam suatu keunikan budaya. Sajogyo (1985) menyatakan bahwa arti tradisi yang paling mendasar adalah ”tradium” yaitu sesuatu yang diteruskan dari masa lalu ke masa sekarang, bisa berupa benda atau tindak laku sebagai unsur kebudayaan atau berupa nilai, norma, harapan dan cita- cita.
Kota Pontianak sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Barat mempunyai berbagai macam kebudayaan salah satunya adalah kebudayaan Melayu. Masyarakat Melayu Pontianak mempunyai tradisi yang berlaku di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat untuk kelangsungan hidup yang mengandung nilai- nilai luhur. Berbagai macam tradisi bagi masyarakat Melayu Pontianak berlangsung secara turun temurun dan sangat melekat dalam kehidupan sehari- hari. Salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Melayu Pontianak adalah pantang larang.
Tradisi pantang larang bagi masyarakat Melayu Pontianak merupakan kepercayaan masyarakat Melayu zaman dahulu berkaitan dengan adat dan warisan nenek moyang. Tradisi ini bertujuan untuk mendidik masyarakat agar mengamalkan nilai- nilai murni dalam kehidupan. Pesan yang disampaikan bukan untuk dipercayai saja tetapi untuk dihayati sebagai makna yang terkandung di dalam pantang larang yang telah diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Tradisi pantang larang masyarakat Melayu Pontianak dapat dilihat pada kehidupan sehari- hari, seperti pantang larang dalam prosesi perkawinan, masa kehamilan, kelahiran, dan kematian. Dalam penelitian ini yang diamati hanya pada prosesi perkawinan, kehamilan dan kelahiran.
Pada prosesi perkawinan pantang larang diberlakukan untuk menjalani serangkaian adat istiadat yang ada dalam masyarakat. Pantang larang larang masa kehamilan diberikan untuk menanamkan sifat-sifat baik pada calon anak dan calon ibu sedangkan pantang larang pada masa kelahiran diberikan untuk menjaga agar seorang ibu dan bayi dalam keadaan sehat. Sebagian dari tradisi pantang larang itu berakar dari sejarah mereka sebagai satu suku bangsa Melayu, dan sebagian lagi berasal dari penyerapan mereka terhadap nilai- nilai yang datang dari luar, mereka terima karena ternyata nilai-nilai itu serasi dengan sifat-sifat dan kondisi kehidupan mereka.
Sekarang pelaksanaan proses komunikasi pantang larang tidak lagi berlangsung sebagaimana dahulu, pantang larang masyarakat Melayu Pontianak masa dahulu dimana setiap pantang larang harus dilaksanakan karena disampaikan oleh orang tua sebagai sumber atau komunikator yang menyampaikan pantang larang menjadikan pantang larang harus dilakukan oleh anaknya, selain itu adanya pesan pada pantang larang yang ditakutkan akan sanksi yang di dapat bila tidak melaksanakan pantang larang. Ada perubahan dari masyarakat Melayu Pontianak sekarang yang memandang tradisi pantang larang tersebut memberikan pengaruh terhadap perubahan nilai-nilai budaya tradisi pantang larang. Kondisi tersebut menunjukan adanya perubahan proses komunikasi yang berjalan dari ge nerasi dahulu dan generasi untuk melaksanakan tradisi pantang larang pada prosesi perkawinan, masa kehamilan dan kelahiran.
Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu mengkaji kembali tradisi pantang larang melalui penelitian ini. Dalam penelitian ini ingin diketahui bagaimana proses komunikasi dan perubahan nilai- nilai budaya masyarakat Melayu Pontianak khususnya tradisi pantang larang menjadi amat penting dilakukan. Selain menunjukkan proses komunikasi pada tradisi pantang larang pada masyarakat Melayu Pont ianak, juga melihat perubahan yang terjadi dalam setiap generasi melihat tradisi pantang larang sehingga adanya pola komunikasi baru yang dilakukan dalam melaksanakan nilai- nilai budaya tradisi pantang larang.
Rumusan Masalah
Awal berdirinya Kota Pontianak sampai sekarang merupakan kota perdagangan dan jasa menjadikan Kota Pontianak sebagai salah satu tempat persinggahan orang-orang pendatang. Masyarakat Melayu Pontianak sebagai penduduk asli tidak menutup kemungkinan akan terjadinya pergeseran terhadap berbagai macam tradisi-tradisi yang mengandung nilai- nilai kehidupan yang semula menjadi pegangan masyarakat akan menjadi hilang dengan masuknya pengaruh nilai- nilai dari luar. Adanya pengaruh ini menyebabkan perubahan nilai- nilai yang terkandung dalam tradisi itu.
Keadaan yang demikian juga akan mempengaruhi tradisi-tradisi yang ada dalam masyarakat, seperti tradisi pantang larang. Aturan-aturan yang ada dalam pantang larang bukan saja ditinggalkan mungkin akan hilang dalam kehidupan masyarakat Melayu Pontianak. Hal ini menyebabkan proses komunikasi pada tradisi pantang larang yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Pontianak juga akan mengalami perubahan.
Dalam menanggapi masalah ini maka perlu diadakan penelitian tentang proses komunikasi dan perubahan nilai- nilai budaya masyarakat Melayu Pontianak pada tradisi pantang larang yang merupakan kepercayaan masyarakat Melayu zaman dahulu berkaitan dengan adat dan warisan nenek moyang yang bertujuan untuk mendidik masyarakat agar mengamalkan nilai- nilai murni dalam kehidupan.
Adapun masalah penelitian ini adalah bagaimana proses komunikasi dan perubahan nilai-nilai budaya masyarakat Melayu Pontianak pada tradisi pantang larang.
Fokus masalah penelitian ini adalah :
1. Apa pesan dari tradisi pantang larang dalam prosesi perkawinan, kehamilan dan kelahiran pada masyarakat Melayu Pontianak?
2. Bagaimana pola dan perubahan komunikasi tradisi pantang larang?
Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan tradisi pantang larang terutama dalam prosesi perkawinan, kehamilan dan kelahiran pada masyarakat Melayu Pontianak.
2. Untuk mempelajari pola dan perubahan komunikasi tradisi pantang larang.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermafaat bagi masyarakat Melayu dan generasi penerus Kota Pontianak, yaitu :
1. Memberikan pengetahuan bagi masyarakat Kota Pontianak tentang nilai- nilai budaya yang terkandung pada tradisi pantang larang di dalam masyarakat Melayu Pontianak.
2. Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai proses komunikasi dan perubahan nilai- nilai budaya masyarakat Melayu Pontianak, terutama tradisi pantang larang.
3. Bahan pertimbangan bagi pemerintah propinsi Kalimantan Barat dan Kota Pontianak dalam pengambilan kebijakan dalam upaya membangun masyarakat Malayu dalam menghadapi setiap perubahan secara terus menerus.
TINJAUAN PUSTAKA
Pantang Larang dalam Masyarakat Melayu Pontianak
Masyarakat Melayu Pontianak adalah salah satu suku yang ada di kota Pontianak. Masyarakat Melayu Pontianak memiliki berbagai macam tradisi yang menarik untuk dikaji. Banyaknya tradisi pada masyarakat Melayu Pontianak yang diwariskan dari nenek moyang secara turun temurun selalu ditaati dan dijunjung tinggi bila nilai- nilai budaya yang terkandung sesuai dan tidak bertentangan dengan agama Islam. Nilai- nilai budaya itu merupakan konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan masyarakat.
Sebagai bagian dari adat istiadat, sistem nilai budaya berada di luar dan di atas diri para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu itu sejak kecil telah mendapatkan nilai- nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-konsepsi itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Sehingga nilai-nilai budaya yang telah ada sukar diganti dengan nilai- nilai budaya lain dalam waktu singkat.
Hamidy yang dikutip oleh Suhaimi (2002) menyatakan ada tiga sistem nilai yang hidup dalam arti dipelihara oleh masyarakat, dihayati dan diindahkan dalam kehidupan Melayu Pontianak, pertama, sistem nilai yang diberikan oleh agama Islam. Perangkat nilai ini yang amat dipandang mulia oleh masyarakat. Nilai-nilai yang diberikan oleh agama Islam merupakan nilai yang tinggi kualitasnya. Oleh sebab itu pelaksanaan nilai ini tidak memerlukan komando atau perintah dari pihak manapun. Kedua, ialah sistem nilai yang diberikan oleh adat. Sistem ini memberikan ukuran dan ketentuan-ketentuan terhadap bagaimana manusia harus berbuat dan bertingkah laku, serta dengan serangkaian sanksi yang cukup tegas. Sistem nilai yang diberikan oleh adat merupakan hasil pemikiran yang mendalam dari orang tua terdahulu bagaimana sebaiknya kehidupan bermasyarakat dapat dia atur. Ketiga, adalah sistem nilai tradisi yang memberikan
kebenaran kepada sistemnya melalui mitos- mitos. Dalam hal ini kadang-kadang sejajar dengan manusia tetapi bisa pula dipandang lebih tinggi dari manusia.
Dari ketiga sistem nilai di atas, sistem nilai yang diberikan oleh tradisi yang paling banyak mewarnai tingkah laku kehidupan sosial masyarakat Pontianak khususnya pada tradisi pantang larang. Hal ini karena nilai- nilai tradisi mudah dan lebih dahulu dicerna oleh setiap anggota masyarakat, karena nilai- nilai inilah ya ng lebih awal diperkenalkan dalam perkembangan hidup bermasyarakat. Perangkat nilai ini selalu bersentuhan dengan kehidupan mereka sehari- hari.
Tradisi pantang larang orang Melayu merupakan kepercayaan masyarakat Melayu zaman dahulu berkaitan dengan adat dan warisan nenek moyang. Kebanyakan adalah bertujuan untuk mendidik masyarakat agar mengamalkan nilai- nilai murni dalam kehidupan, pesan yang disampaikan bukan untuk dipercayai tetapi untuk dihayati makna yang terkandung di dalam pantang larang yang telah diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Tradisi pantang larang juga mempunyai arti memberikan manfaat dalam hidup setiap orang.
Pelaksanaan tradisi pantang larang yang mengalami perubahan pada proses komunikasi oleh setiap generasi yang beranggapan bahwa makna pesan pada tradisi pantang larang sesuai dengan kehidupan sekarang.
Masyarakat Melayu Pontianak
Menurut Koentjaraningrat (1990) konsep yang tercakup dalam istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat kesadarannya dan identitasnya akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali (tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
Sejarah kelompok suku Melayu adalah kelompok masyarakat yang berasal dari anak benua dan kepulauan yang berpusat di Asia Tenggara yang meliputi Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand, Burma, Kamboja dan lain- lain. Anggota kelompok ini telah lama mendiami rantau ini, namun secara tepatnya belum ada kepastian bagaimana mereka bisa berada di wilayah nusantara dan dari mana mereka datang.
Sejarah terbentuknya komunitas Melayu tidak terlepas dari sejarah perkembangan agama Islam di Kalimantan Barat. Kedatangan orang asing dari
Asia seperti Arab, India dan Cina yang telah memeluk agama Islam membawa kehidupan baru bagi masyarakat dimana mereka kemudian menetap dan mengikuti gaya hidup setempat. Di antara para penyebar agama Islam yang mendapat tempat di hati masyarakat adalah orang Arab yang bahkan mendapat kewibawaan sebagai seorang Syarif.
Di Propinsi Kalimantan Barat suku Melayu adalah suku mayoritas yang tersebar di kawasan pesisir atau pantai, dan mereka merupakan anggota kelompok suku yang telah lama bermukim di daerah ini. Bahkan secara umum suku Melayu dikenal sebagai salah satu penduduk asli Propinsi Kalimantan Barat selain suku Dayak yang lebih banyak tinggal di daerah pedalaman Kalimantan Barat.
Suku Melayu sebenarnya serumpun dengan suku Dayak. Hanya saja kedatangan mereka ke Kalimantan Barat dilakukan melalui dua tahap, yaitu pada tahap pertama kedatangan kelompok suku Dayak (sering juga disebut dengan “Melayu Tua”). Kedatangan kelompok pertama ini mereka langsung datang ke wilayah ini tanpa melalui proses persinggahan ke tempat lain di wilayah Nusantara dan hal ini terjadi jauh sebelum agama Islam masuk ke Nusantara, tetapi diperkirakan setelah Nusantara terpisah dari daratan Asia (Alqadrie, 1992).
Tahap kedua adalah kelompok suku Melayu ke Kalimantan Barat dengan melalui proses persinggahan terlebih dahulu dalam perjalannya, seperti : Thailand, Kamboja, Filipina dan Malays ia dimana kedatangan gelombang kedua ini diperkirakan pada permulaan masuknya ajaran Islam ke Nusantara ini.
Menurut Alqadrie (1992) dalam kehidupan sehari- hari adalah sangat sulit untuk mendapatkan konsep atau arti dari nama atau sebutan Melayu di Kota Pontianak. Sangat sulit untuk dapat membedakan antara pengertian “Melayu” sebagai kelompok etnis atau suku dan “Melayu” dalam pengertian yang luas. Kesulitan ini dikarenakan, khusus untuk Propinsi Kalimantan Barat pengertian “Melayu” dalam kehidupan sehari- hari tidak dapat dipisahkan dengan agama Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Melayu di Kalimantan Barat.
Walaupun demikian, pada umumnya masyarakat Melayu di Kalimantan Barat bisa dibedakan, misalnya mereka kebanyakan bermukim disepanjang pesisir daerah pantai atau sungai. Ditambah lagi, keberadaan kelompok suku bangsa
Melayu di Kalimantan Barat ini umumnya dan Kota Pontianak khususnya, tidak dapat dipisahkan dari peninggalan beberapa kerajaan yang pernah terdapat di Propinsi Kalimantan Barat, seperti : Kesultanan Pontianak, Kesultanan Sambas, Kerajaan Matan di Ketapang dan beberapa Kerajaan kecil (penembahan) yang terdapat pada beberapa kabupaten. Selanjut nya bekas Kerajaan Melayu di Kalimantan Barat memiliki hubungan historis dengan beberapa Kerajaan Melayu yang masih bertahan dengan Kerajaan Brunai Darussalam dan Kerajaan Melayu di Malaysia. Umumnya masyarakat yang berasal dari bekas Kerajaan tersebut menganggap kelompok mereka sebagai bagian dari kelompok suku bangsa Melayu di Kalimantan Barat.
Dalam adat istiadat perbedaannya tidak begitu terlihat karena adat istiadat itu didasarkan atas sumber yang sama yaitu ajaran agama Islam, sehingga pengertian Islam dan Melayu di daerah ini sangat identik sekali. Masuk Islam dari agama lain disebut juga masuk Melayu dan masuk Melayu berarti berganti atau berpindah agama dari bukan Islam menjadi Islam.
Menurut Nurahmawati (2002) jika dilihat dari unsur kebudayaan lainnya diantara beberapa sub kelompok suku Melayu tersebut, tidak terdapat perbedaan yang mendasar atau mencolok, hal ini dikarenakan kebudayaan Melayu Kalimantan Barat pada umumnya dan kebudayaan Melayu Pontianak pada khususnya sangat kental atau sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur kebudayaan Islam.
Suku bangsa Melayu adalah suatu kelompok suku yang mengaku dirinya sebagai suku bangsa Melayu, menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi sehari- hari dan beragama Islam. Identitas suku bangsa Melayu didasarkan pada :
1. Agama Islam 2. Bahasa Melayu 3. Istiadat Melayu
Karakteristik masyarakat di Kalimantan Barat umumnya, dan masyarakat Melayu Pontianak Timur khususnya, masyarakat dan kebudayaannya cukup banyak dipengaruhi oleh nilai- nilai Islam. Oleh karena itu masyarakat Melayu Pontianak Timur sangat mencintai agamanya dan mengidentikkan Melayu dengan
Islam. Sebagian masyarakat dari suku lain cenderung menganggap suku Melayu terutama Melayu Pontianak Timur sangat “fanatik” dengan agama yang dianutnya. Demikian pula dengan adat istiadat mereka, karena dalam adat Melayu disebutkan bahwa adat bersendikan hukum Syara’ dan Syara’ bersendikan pada Kitabullah (Al-Qur’an).
Menurut Dewi (1998) secara umum, masyarakat melayu mempunyai lima falsafah dan berlandaskan lima dasar, yaitu :
1. Melayu itu Islam, yang sifatnya universal, demokratis dan bermusyawarah. 2. Melayu itu budaya, yang sifatnya Nasional dalam bahasa, sastra, tari, pakaian,
tersusun dalam tingkah laku dan lain- lain.
3. Melayu itu beradat, yang sifatnya regional, kedaerahan dalam Bhineka Tunggal Ika, dengan tepung tawar, pakai pulut kuning, dan lain- lain yang