• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Sistem pemerintahan Bodi Caniago .1Asal Kata Bodi Caniago

4.4.2 Ciri- Ciri Bodi Caniago

4.4.2.1Sistem Pemerintahan Nagari

Sama halnya seperti Keselarasan Koto Piliang, Keselarasan Bodi Caniago juga terdapat Kerapatan Adat Nagari. Kerapatan Adat Nagari merupakan lembaga perwakilan anak nagari dalam sistem pemerintahan nagari. Segala keputusan-keputusan yang menyangkut

berbagai segi kehidupan masyarakat diputuskan dalam kerapatan ini. Semenjak agama Islam menjadi bagian integral dari adat Minangkabau, maka unsur agama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam urusan lembaga ini. Oleh karena itu pula, pemuka agama menjadi bahagian

dari pemerintahan nagari

(http://irhashshamad.blogspot.com/2009/05/masyarakat-minangkabau-dikenal-dengan.html 11-8-2009)

Ciri-ciri dari Keselarasan Bodi Caniago adalah pertama, sifat pemerintahan demokratis artinya menjunjung tinggi hasil keputusan musyawarah. Kedua, sistem pemerintahan bernama, bajanjang naiak (berjenjang naik) artinya hasil musyawarah dari setiap kaum itu dimusyawarahkan lagi di tingkat yang lebih tinggi (tinggat atas), sehingga menghasilkan keputusan yang baik yang akan mengatur masyarakat.

Ketiga, pangkal kekuasaan dari bawah atau dari masyarakat, ini disebut mambusek dari bumi (membersit dari bumi). Keempat, penghulu tidak bertingkat seperti penghulu-penghulu di Keselarasan Koto Piliang. Fungsi masing-masing tergantung kepada hasil musyawarah duduak samo randah, tagak samo tinggi (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi). Artinya, sama kedudukan dan derajatnya. Para penghulu ini bersama-sama memimpin nagari. Kebesaran dan ketinggian penghulu pada tradisi Bodi Caniago hanya akan terjadi atas

dasar pekerjaan yang aktif dan positif serta penilaian yang diberikan oleh para pendukung dan pemilihnya (Asnan, Gusti. 2003: 47).

Pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah dalam kaum suku ataupun nagari dalam Keselarasan Bodi Caniago menurut Bustanul Arifin (1994: 26) dilakukan dengan musyawarah lebih dahulu dalam kamum, atau dalam suku atau antara ninik mamak nagari tersebut. Seperti dalam ungkapan duduak sorang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang (duduk seorang diri bersempit-sempit, duduk bersama berlapang-lapang). Maksudnya, memecahkan suatu masalah sendiri tetap akan merasa kesulitan, tetapi apabila dipecahkan secara bersama-sama pasti akan mendapat jalan keluar dari masalah itu.

Pemecahan masalah yang dilakukan bersama-sama menurut tingkat-tingkat tertentu jelas akan memberikan hasil yang baik. Banyak pendapat yang dikemukakan kapalo samo hitam pandapek balain-lain (Kepala sama hitam, pendapat berbeda-beda). Maksudnya bersamaan pendapat itu dikaji satu persatu, ditimbang buruk baiknya dengan akal budi (Arifin,Bustanul. 1994: 27).

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mendapatkan hasil musyawarah yang baik itu seperti ungkapan manuruik cupak dengan gantang, manuruik barih jo balabeh (menurut cupak dengan gantang, menurut baris dengan belebas). Artinya, cupak dan gantang itu ukuran

menurut undang-undang atau hukum sedangkan baris dan belebas itu adalah alur dan patut (Cobra, Yunizar. 1989: 23).

Walaupun sudah melalui proses yang melibatkan perasaan dan pikiran yang sehat, hal yang harus dipertimbangkan adalah hukum yang berlaku yang sesuai denga alur dan patut, harus dinilai keputusan yang akan diambil dengan malatakkan sesuatu di tampeknyo, lah dikapuak-kapuak lakek parmato (meletakkan sesuatu pada tempatnya, seperti pas-nya letak permata). Maksudnya, meletakkan sesuatu sudah pada tempatnya, ibarat permata letaknya dalam ikatan cincin, barulah keputusan itu dikatakan keputusan yang benar dan hakiki. Keputusan bersama yang diambil melalui ketentuan-ketentuan tersebut setelah melalui pertimbangang dan sesuai dengan kata-kata pusako “bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mufakaek” (bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat) (Arifin, Bustanul. 1994: 28).

Melalui tingkat-tingkat tersebut, yaitu keputusan di ambil dengan kesepakatan bersama sehingga tidak ada pendapat yang sumbang, barulah keputusan itu dikeluarkan. Keputusan yang demikianlah yang diterapkan dalam Keselarasan Bodi Caniago. Keselarasan Bodi Caniago menjunjung tinggi hasil mufakat sebagai keputusan bersama yang mengandung nilai yang luhur.

Bodi Caniago mempraktekan salah cotok balantingkan, salah luka maludah (salah mematok di lentingkan, salah luka di muntahkan). Maksudnya, apa yang terlanjur di masukkan ke dalam mulut di

keluarkan kembali, atau telah sampai ke dalam perut di muntahkan kembali (Alma, Buchari. 2004: 99).

4.4.2.2Pimpinan Adat Bodi Caniago

Penghulu secara dalam memimpin nagari berada dalam kelembagaan kolektif yang biasa di kenal dengan Kerapatan Adat Nagari. Mereka secara kolektif kelembagaan memimpin nagari Alam MInangkabau bersama alim ulama dan cerdik pandai (Kemal, Iskandar. 2008: 98). Lareh Bodi Caniago, buah tradisi dari Datuk Perpatih Nan Sabatang, para anggota dewan penghulu sama kedudukannya (Alma, Buchari. 2004: 98). Seorang pemimpin adat berwenang penuh menyelesaikan setiap permasalahan yang ada dalam nagari warga sukunya tanpa ada campur tangan dari penghulu lainnya. Norma-norma adat hanya mengikat warga dalam suatu nagai yang dikenal dengan adat salingka nagari (adat selingkar negeri). Maksudnya, yang memegang tampuk kepemimpinan dan mengambil keputusan di Minangkabau bukanlah wali nagari, kepala desa, camat, bupati ataupun gubernur, melainkan penghulu.

Penghulu tidak bertingkat seperti penghulu-penghulu di Keselarasan Koto Piliang. Fungsi masing-masing tergantung kepada hasil musyawarah duduak samo randah, tagak samo tinggi (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi). Artinya, sama kedudukan dan derajatnya. Para penghulu ini bersama-sama memimpin nagari.

Kebesaran dan ketinggian penghulu pada tradisi Bodi Caniago hanya akan terjadi atas dasar pekerjaan yang aktif dan positif serta penilaian yang diberikan oleh para pendukung dan pemilihnya (Asnan,Gusti 2003: 47).

Pada keselarasan Bodi Caniago, para penghulu juga bergabung dalam dewan penghulu, mereka memakai prinsip duduk sama rendah, tegak sama tinggi. Falsafah lain yang digunakan adalah ayam berinduk, karakok bajunjuang (Alma,Buchari. 2004: 102) Maksudnya, ayam memiliki induk yang mendidik dan memelihara anaknya, tanaman sirih diberi suatu galah agar dapat melilit ke atas, suatu lambing dari hidup bergotong royong.

Pada adat Bodi Caniago, yang akan mengganti penghulu yang telah meninggal dunia dengan sistem gadang balega. Legaran itu ditentukan menurut buah paruik, maka mereka bergilir menurut buah paruik, apabila dalam gilirannya tidak ada yang pantas menjadi penghulu, maka giliran selanjutnya yang mendapat gelar pusaka. Sistem Bodi Caniago ini sekarang berkembang lagi kea rah pemilihan umum untuk menjadi penghulu. Begitu pula ini telah berkembang sampai ketingkat nagari dalam memilih pemimpin nagari (Cobra, Yunizar. 1989: 93).

Dari kedua sistem tersebut memiliki sama pengertiannya adalah bahwa penghulu adalah kepala adat. Penghulu dapat dikatakan sebagai pemimpin masyarakat Minangkabau. Penghulu memimpin dan

mewakili orang-orang sesukunya. Seorang penghulu memiliki persyaratan substansial yakni, lubuak aka, lautan budi, tahu diadat jo pusako, tahu manimbang samo barek, tahu mangagak jo mangagih (lubuk akal, lautan budi, tahu adat dan pusaka, tahu menimbang sama berat, tahu menafsir dan memberi). Penghulu adalah pelindung dan pemimpin rakyat dalam arti sebenarnya.

4.4.2.3Rumah Gadang Bodi Caniago

Sistem pemerintahan Bodi Caniago yang terletak di nagari-nagari di Dusun Tuo, maka penerapan Bodi Caniago tersebut di laksanakan di Balairung Sari yang dikenal dengan nama Balai Nan Panjang. Balai Nan Panjang lazimnya juga disebut rumah gadang. Bangunannya tidak beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dari Keselarasan Koto Piliang, seperti halnya yang terdapat di Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto.

Gambar 4.3

Rumah gadang Keselarasan Bodi Caniago

Satu rumah gadang biasanya diisi oleh tiga generasi, yaitu nenek (generasi pertama) , ibu dan saudara-saudara perempuan ibu (sebagai generasi kedua), dan anak-anak (sebagai generasi ketiga, yang dalam kesatuan ini berstatus sebagai kemenakan). Berkembangnya anggota saparuik dapat saja memecah menjadi saparuik-saparuik lainnya dan mendirikan satu rumah gadang pula untuk ditempati. Satuan saparuik yang telah berkembang inilah yang membentuk suku (kaum) sebagai unit utama dari struktur sosial dalam nagari-nagari di Minangkabau(Kemal,Iskandar. 2008: 135).

4.4.2.4Wilayah Bodi Caniago

Keselarasan Bodi Caniago di bawah pemerintahan Datuk Perpatih Nan Sabatang berkedudukan di Dusun Tuo. Bodi Caniago mempunyai daerah-daerah yang disebut Lubuak Nan Tigo dan Tanjuang Nan Ampek. Adapun daerah-daerah yang disebutkan di atas antara lain sebagai berikut:

1. Luhak Nan Tigo

• Lubuak Sikarah di daerah Solok

• Lubuak Simawang di daerah Sawahlunto/Sijunjung • Lubuak Sipunai di daerah Sawahlunto/Sijunjung 2. Tanjuang Nan Ampek

• Tanjuang Alam • Tanjuang Sungayang

• Tanjuang Barulak • Tanjuang Bingkung

4.5 Perkembangan dari penerapan sistem pemerintahan adat Koto Piliang

Dokumen terkait