IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kemampuan Silang
Keberhasilan persilangan buatan pada kedelai dapat dilihat kira-kira 3 hari setelah dilakukan penyerbukan (Lampiran 11). Jika calon buah berwarna hijau, mulai membesar dan tidak rontok maka kemungkinan telah terjadi pembuahan. Sebaliknya, jika calon buah tidak membesar, berwarna coklat dan rontok maka kemungkinan telah terjadi kegagalan pembuahan.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa keberhasilan persilangan pada semua perlakuan berpengaruh nyata (Lampiran 1b).
Tabel 1. Persentase Keberhasilan Persilangan
Perlakuan Rerata
Grobogan x Grobogan 94,27 abc
Burangrang x Burangrang 95,5 ab
Anjasmoro x Anjasmoro 95,5 ab
Argomulyo x Argomulyo 92,55 abcd
Gepak Kuning x Gepak Kuning 94,12 abc
Mallika x Mallika 100a
Grobogan x Burangrang 74,7 def
Grobogan x Anjasmoro 66,94 efgh
Grobogan x Argomulyo 76,21 bcdef
Grobogan x Gepak Kuning 70,49 efgh
Grobogan x Mallika 72,82 efg
Burangrang x Anjasmoro 80,82 abcde
Burangrang x Argomulyo 68,59 efgh
Burangrang x Gepak Kuning 67,67 efgh
Burangrang x Mallika 51,24 h
Anjasmoro x Argomulyo 56,27 fgh
Anjasmoro x Gepak Kuning 54,58 gh
Anjasmoro x Mallika 66,99 efgh
Argomulyo x Gepak Kuning 86,94 abcde
Argomulyo x Mallika 71,28 efg
Gepak Kuning x Mallika 75,63 cdef
Berdasarkan hasil uji DMRT 5% (Tabel 1) menunjukkan bahwa persilangan sendiri (alami) berbeda nyataterhadap persilangan buatan. Semua varietas menunjukkan bahwa dengan persilangan sendiri menandakan kemampuan persilangan yang kompatibel dari persentase 92,55% - 100% (Lampiran 1a). Tingkat inkompatibilitas dari suatu kombinasi persilangan
commit to user
21
21
dapat diketahui berdasarkan pada klasifikasi kompatibilitas suatu persilangan yaitu kompatibel, jika hasil persilangan menghasilkan buah diatas 20%, kompatibilitas sebagian, jika hasil persilangan menghasilkan buah diantara 10-20%, inkompatibel penuh, jika hasil persilangan menghasilkan buah dibawah
10% (Wang, 1963 cit Haryanti, 2004).
Pada hasil persilangan buatan menunjukkan bahwa persilangan Buarangrang dengan Anjasmoro dan Argomulyo dengan Gepak Kuning berbeda nyata dengan persilangan yang lain. Persilangan tersebut menghasilkan persentase keberhasilan yang tinggi dibanding dengan persilangan yang lain sebesar 80,82% - 86,94%, yang menandakan bahwa persilangan buatan tersebut masih kompatibel. Persilangan yang lain menghasilkan perentase keberhasilan persilangan buatan yang rendah (51,24%-76,21%) tetapi hasil persilangan tersebut masih memberikan kemampuan persilangan yang kompatibel.
Keberhasilan penyerbukan buatan yang kemudian diikuti oleh pembuahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kompatibilitas tetua, ketepatan waktu reseptif betina dan antesis jantan, kesuburan tanaman serta faktor lingkungan. Kompatibilitas tetua terkait dengan gen-gen yang terkandung pada tetua jantan dan betina. Waktu reseptif betina dan antesis jantan dapat dilihat ciri morfologi bunga. Bunga yang terbaik adalah bunga yang akan mekar pada hari tersebut. Sementara itu, faktor lingkungan yang berpengaruh pada keberhasilan persilangan buatan adalah curah hujan, cahaya mahatari, kelembaban dan suhu. Curah hujan dan suhu tinggi akan menyebabkan rendahnya keberhasilan persilangan buatan
(Sujiprihati et al., 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa pada saat
dilakukannya penyerbukan yang bertepatan dengan hujan, menyebabkan bunga yang disungkup akan membuat pollen yang tidak menempel kuat akan bergeser atau hilang atau jatuh dari kepala putik sehingga menyebabkan kegagalan persilangan.
commit to user
22
22
B. Keberhasilan Pembentukan Polong
Hasil persilangan buatan menunjukkan bahwa tidak setiap bakal buah mampu berkembang untuk membentuk polong. Walaupun dalam pengamatan kemampuan silang setelah tiga hari adalah berhasil, dengan tanda bakal buah masih hijau dan tidak rontok. Hal ini diduga adanya inkompatibilitas antara
varietas satu dengan varietas lain, yang salah satu penyebabnya adalah pollen
berhasil masuk membentuk pollen tube dan ke embrio sac tapi ternyata faktor
gen menjadi inkompatibel. Proses penyerbukan dan pembuahan memerlukan
hubungan yang baik antara serbuk sari dan putik. Kepala putik (stigma) harus
merupakan tempat yang baik bagi perkecambahan serbuk sari (pollen),
demikian pula benang sari merupakan pasangan yang baik bagi putik (pistillum) (Darjanto dan Satifah, 1990).
Tabel 2. Keberhasilan Pembentukan Polong
Perlakuan Rerata
Grobogan x Grobogan 9,7 ab
Burangrang x Burangrang 9,62 ab
Anjasmoro x Anjasmoro 9,88 ab
Argomulyo x Argomulyo 9,45 abc
Gepak Kuning x Gepak Kuning 9,88 ab
Mallika x Mallika 10,05 a
Grobogan x Burangrang 7,03 abc
Grobogan x Anjasmoro 7,15 abc
Grobogan x Argomulyo 6,2 c
Grobogan x Gepak Kuning 9,36 abc
Grobogan x Mallika 8,53 abc
Burangrang x Anjasmoro 8,57 abc
Burangrang x Argomulyo 6,31 c
Burangrang x Gepak Kuning 8,38 abc
Burangrang x Mallika 6,61 bc
Anjasmoro x Argomulyo 7,16 abc
Anjasmoro x Gepak Kuning 7,66abc
Anjasmoro x Mallika 7,53 abc
Argomulyo x Gepak Kuning 8,6 abc
Argomulyo x Mallika 9,03 abc
Gepak Kuning x Mallika 7,79 abc
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
commit to user
23
23
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 2d) bahwa keberhasilan membentuk polong tidak berpengaruh nyata terhadap persilangan antar varietas. Pada uji DMRT 5% menunjukkan bahwa persilangan sendiri tidak berbeda nyata dengan persilangan yang lain dalam menghasilkan nilai pembentukan polong (Tabel 2). Persilangan sesama varietas dapat mempertahankan bakal buah menjadi polong, sehingga persentasenya keberhasilannya masih dapat dipertahankan, bahkan masih tinggi dan kompatibel.
Persilangan buatan pada Grobogan dengan Argomulyo, Burangrang dengan Argomulyo, dan Burangrang dengan Mallika berbeda nyata dengan persilangan buatan yang lain. Persilangan tersebut menghasilkan nilai keberhasilan pembentukan polong yang rendah dibandingkan dengan persilangan buatan yang lain. Nilai tersebut berkisar antara 6,2-6,61 (Tabel 2) dengan persentase 40,83%-53,49% (Lampiran 2b). Persentase tersebut masih dalam kisaran keberhasilan yang kompatibel.
Polong gugur yang dihasilkan dari persilangan buatan banyak. Keguguran buah terjadi pada umur antara 7-20 hari setelah persilangan. Semakin meningkatnya suhu (suhu yang ekstrim), tidak terjaganya kelembaban dalam polong yang disungkup atau adanya hujan yang ekstrim dapat menyebabkan gugurnya polong. Disamping faktor dari lingkungan, faktor dari dalam tanaman juga mempengaruhi gugurnya buah. Darjanto dan Satifah (1990), menyatakan bahwa gugurnya buah yang masih muda karena embrio dan endosperm yang berhenti tumbuh, karena kombinasi tetua-tetua induknya, menghasilkan buah yang tidak normal sehingga buah yang terbentuk akan gugur.
C. Umur Panen
Peubah umur tanaman merupakan peubah yang sangat penting selain tipe pertumbuhan, umur tanaman yang semakin lama menyebabkan masa pertumbuhan vegetatif semakin lama pula, sehingga mempengaruhi
commit to user
24
24
pertumbuhan daun, batang dan cabang yang kesemuanya mempengaruhi berat brangkasan (Mursito dan Djoar, 1989).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur panen pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (Lampiran 3b).
Keterangan:
V1xV1 = Grobogan x Grobogan V3xV3 = Anjasmoro x Anjasmoro V1xV2 = Grobogan x Burangrang V3xV4 = Anjasmoro x Argomulyo V1xV3 = Grobogan x Anjasmoro V3xV5 = Anjasmoro x Gepak Kuning V1xV4 = Grobogan x Argomulyo V3xV6 = Anjasmoro x Mallika V1xV5 = Grobogan x Gepak Kuning V4xV4 = Argomulyo x Argomulyo V1xV6 = Grobogan x Mallika V4xV5 = Argomulyo x Gepak Kuning V2xV2 = Burangrang x Burangrang V4xV6 =Argomulyo x Mallika V2xV3 = Burangrang x Anjasmoro V5xV5 =Gepak Kuning x Gepak Kuning V2xV4 = Burangrang x Argomulyo V5xV6 = Gepak Kuning x Mallika V2xV5 = Burangrang x Gepak Kuning V6xV6 = Mallika x Mallika V2xV6 = Burangrang x Mallika
Gambar 1. Histogram Umur Panen pada Perlakuan Persilangan Antar Tetua Kedelai
Pada persilangan kedelai Argomulyo dengan Gepak Kuning menunjukkan umur panen tercepat dibanding dengan persilangan antar tetua yang lain yaitu 81,25 hari (Gambar 1) dan pada persilangan kedelai varietas Anjasmoro dengan Mallika menunjukkan umur paling lama yaitu 91 hari. Hal ini diduga bahwa umur panen berhubungan erat dengan umur berbunga (Lampiran 3c) semakin cepat umur berbunga maka semakin cepat pula umur
90.5 87 88.67 85.33 88.5 88.75 88.5 88.5 85 85.25 88 89.5 88 88.5 91 88.25 81.25 85 88.5 87 87.25 76 78 80 82 84 86 88 90 92 U m ur Pan e n (H ST ) Tetua Persilangan
commit to user
25
25
panennya dan begitu pula sebaliknya. Lamina (1989), jika pembentukan bunga lebih cepat dari waktunya maka jumlah polong akan lebih sedikit dan akan lebih cepat matang sehingga total produksi yang dihasilkan akan rendah. Menurut Suhartina (2002), beberapa varietas dapat dipanen pada umur sekitar 70 hari. Umur panen tanaman kedelai dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan tumbuhnya. Umur panen kedelai varietas Argomulyo dan Gepak Kuning berturut-turut adalah 80-82 hari dan 73 hari (Rodiah, 1990). Jadi dengan persilangan ini Gepak Kuning sebagai tetua jantan menyumbangkan gen-gen berumur genjah pada Argomulyo.
Menurut Irwan (2006), pemanenan kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul. Panen yang terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering, sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan. Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari cabangnya.pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian, bahwa ketika dilakukan pemanenan daun telah menguning dan banyak yang gugur serta polong sudah berwarna kuning atau coklat.
D. Jumlah Polong Hampa
Polong hampa adalah polong yang tidak berisi biji bernas dan tanaman kedelai yang tingginya kurang dari 40 cm pada saat berbunga, maka pertumbuhan vegetatif masih kurang mndukung terbentuknya polong yang
berisi biji bernas (Musa, 1978 cit Mursito dan Djoar, 1989). Darjanto dan
Satifah (1990), menyatakan dapat pula pada suatu saat endosperm dalam biji berhenti tumbuh karena beberapa sebab sehingga bijinya tidak berisi penuh atau hampa.
Berdasarkan pada uji DMRT taraf 5 % (Tabel 3) dapat diketahui bahwa jumlah polong hampa pada perlakuan persilangan sendiri tidak
commit to user
26
26
berbeda nyata. Hasil persilangan Grobogan dengan Anjasmoro, Grobogan dengan Argomulyo, Grobogan dengan Gepak Kuning, Anjasmoro dengan Argomulyo, Anjasmoro dengan Gepak Kuning, Anjasmoro dengan Mallika, Gepak Kuning dengan Mallika berbeda nyata dengan persilangan yang lain. Persilangan tersebut memberikan nilai jumlah polong hampa yang paling rendah. Jumlah polong hampa yang terkecil yaitu pada persilangan Anjasmoro dengan Argomulyo. Rerata nilai jumlah polong hampa pada Anjasmoro dengan Argomulyo adalah 1 dengan arti pada persilangan Anjasmoro dengan Argomulyo tidak ada polong hampa (Lampiran 4a).
Tabel 3. Jumlah Polong Hampa
Perlakuan Rerata
Grobogan x Grobogan 1,29 ab
Burangrang x Burangrang 1,56 abc
Anjasmoro x Anjasmoro 1,49 abc
Argomulyo x Argomulyo 1,47 abc
Gepak Kuning x Gepak Kuning 1,57 abc
Mallika x Mallika 1,39 ab
Grobogan x Burangrang 2,37 c
Grobogan x Anjasmoro 1,60 abc
Grobogan x Argomulyo 1,57 abc
Grobogan x Gepak Kuning 1,80 abc
Grobogan x Mallika 1,99 bc
Burangrang x Anjasmoro 2,16 bc
Burangrang x Argomulyo 2,18 bc
Burangrang x Gepak Kuning 2,18 bc
Burangrang x Mallika 2,02 bc
Anjasmoro x Argomulyo 1 a
Anjasmoro x Gepak Kuning 1,90 abc
Anjasmoro x Mallika 1,47 abc
Argomulyo x Gepak Kuning 2,15 bc
Argomulyo x Mallika 2,04 bc
Gepak Kuning x Mallika 1,39 ab
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
Lamadji (1980), menyatakan bahwa polong hampa dapat terjadi karena pengaruh serangan hama, penyakit dan keadaan yang ekstrim seperti kekurangan air, tergenang atau sifat kerebahan tanaman dapat memperbesar
commit to user
27
27
banyaknya polong hampa tiap tanaman. Pada hasil penelitian jumlah tertinggi polong hampa hasil silang Grobogan dengan Burangrang dengan nilai rerata 2,37. Selain pengaruh dari lingkungan, penyebab lain banyaknya polong hampa yaitu pada sifat kedelai. Kedelai bersifat kleistogami yaitu tanaman yang menyerbuk sendiri. Kedelai mempunyai bunga yang masih tertutup ketika terjadi penyerbukan alami, sehingga apabila dilakukan persilangan buatan kemungkinannya sangatlah kecil.
Banyaknya polong hampa yang terbentuk disebabkan adanya inkompatibilitas. Poespodarsono (1986) menyatakan kegagalan terjadinya pembuahan yang menyebabkan inkompatibilitas disebabkan oleh beberapa kemungkinan, seperti (a) kegagalan tepung sari berkecambah ke kepala putik, (b) tepung sari dapat berkecambah dan membentuk pipa, tetapi tidak mampu menembus ke kepala putik, (c) pipa kecambah tepung sari dapat menembus kepala putik namun tidak dapat mencapai ovula.
Menurut Poespodarsono (1986), sterilitas tepung sari sering
merupakan hasil persilangan antara spesies, karena kromosom dari dua spesies begitu berbeda sehingga tidak dapat berpasangan atau tidak dapat berfungsi secara normal. Pada persilangan dua spesies yang lebih dekat, embrio dan biji dapat berkembang namun hasil persilangan tanaman asal biji ini mungkin steril dan tidak terbentuk biji.
E. Jumlah Polong Isi Satu
Fotosintat yang terakumulasi sebagai biomassa, saat masuk ke fase generatif bahan tersebut diremobilisasikan ke bagian generatif (pembentukan polong dan pengisian biji). Polong isi merupakan cerminan keberhasilan proses remobilisasi fotosintat ke biji. Menurut Adisarwanto dan Suhartina (1999), polong isi adalah polong yang berisi biji-biji bernas yang sangat dipengaruhi oleh adanya air, sebaiknya kedelai ditanam di bulan-bulan agak kering dengan air cukup tersedia, air sangat diperlukan sejak awal tumbuh sampai dengan pengisian polong.
commit to user
28
28
Tabel 4. Jumlah Polong Isi Satu
Perlakuan Rerata
Grobogan x Grobogan 2,43bcd
Burangrang x Burangrang 2,60d
Anjasmoro x Anjasmoro 2,53cd
Argomulyo x Argomulyo 2,45bcd
Gepak Kuning x Gepak Kuning 2,14abcd
Mallika x Mallika 2,52cd
Grobogan x Burangrang 1,54a
Grobogan x Anjasmoro 1,66ab
Grobogan x Argomulyo 1,43a
Grobogan x Gepak Kuning 1,47a
Grobogan x Mallika 1,80abc
Burangrang x Anjasmoro 1,79abc
Burangrang x Argomulyo 1,47a
Burangrang x Gepak Kuning 2,43bcd
Burangrang x Mallika 1,43a
Anjasmoro x Argomulyo 2,01abcd
Anjasmoro x Gepak Kuning 1,88abcd
Anjasmoro x Mallika 2,15abcd
Argomulyo x Gepak Kuning 2,31bcd
Argomulyo x Mallika 1,41a
Gepak Kuning x Mallika 2,16abcd
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
Berdasarkan hasil sidik ragam pada peubah jumlah polong isi satu menunjukkan bahwa persilangan dialel enam varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong isi satu (Lampiran 5c). Berdasarkan Tabel 2 (hasil uji DMRT 5%) rerata jumlah polong isi satu pada persilangan sendiri varietas Gepak Kuning berbeda nyata pada varietas yang lain. Gepak Kuning mempunyai rerata polong isi satu yang paling sedikit dibanding yang lainnya. Persilangan Burangrang dengan Gepak Kuning, Argomulyo dengan Gepak Kuning berbeda nyata dengan persilangan yang lain. Persilangan tersebut memberikan rerata jumlah polong isi satu yang paling banyak.
Persilangan yang baik yang menghasilkan jumlah polong isi satu yang terkecil adalah pada semua persilangan kecuali pada persilangan Burangrang dengan Gepak Kuning dan Argomulyo dengan Gepak Kuning yaitu dengan jumlah polong isi satu antara 1,67 - 4 (Lampiran 5a). Dapat diketahui bahwa
commit to user
29
29
Persilangan menghasilkan rerata yang lebih baik dibandingkan dengan persilangan dalam hal ini ditunjukkan pada nilai rerata polong isi satu yang lebih rendah dibanding tetuanya. Dalam penelitian polong isi satu yang baik adalah yang menghasilkan polong isi satu yang sedikit, walaupun dengan adanya polong isi satu dapat meningkatkan hasil produksi, tetapi dalam penelitian ini diharapkan polong isi dua dan tiga. Banyaknya jumlah polong sangat dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan dan pembuahan (Lamina, 1989).
F. Jumlah Polong Isi Dua
Dari hasil sidik ragam pada peubah persilangan dialel enam varietas terhadap jumlah polong kedelai isi dua menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (Lampiran 6c).
Tabel 5. Jumlah Polong Isi Dua
Perlakuan Rerata
Grobogan x Grobogan 2,89 ab
Burangrang x Burangrang 2,72ab
Anjasmoro x Anjasmoro 2,86ab
Argomulyo x Argomulyo 2,45abc
Gepak Kuning x Gepak Kuning 3,19a
Mallika x Mallika 2,81ab
Grobogan x Burangrang 1,47ef
Grobogan x Anjasmoro 1,10ef
Grobogan x Argomulyo 1,62def
Grobogan x Gepak Kuning 1,47ef
Grobogan x Mallika 1,78cdef
Burangrang x Anjasmoro 1,56def
Burangrang x Argomulyo 1f
Burangrang x Gepak Kuning 1,77cdef
Burangrang x Mallika 1,75cdef
Anjasmoro x Argomulyo 1,79cdef
Anjasmoro x Gepak Kuning 1,90cde
Anjasmoro x Mallika 1,77cdef
Argomulyo x Gepak Kuning 1,82cdef
Argomulyo x Mallika 1,81cdef
Gepak Kuning x Mallika 2,3bcd
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
commit to user
30
30
Dari hasil DMRT 5% (Tabel 5), menunjukkan bahwa persilangan buatan berbeda nyata dengan persilangan sendiri. Pada persilangan sendiri menghasilkan lebih banyak polong isi dua dibandingkan pada kombinasi persilangan buatan. Persilangan sendiri pada varietas Gepak Kuning memiliki rerata yang paling baik yaitu 9,25 dengan jumlah 37 polong isi dua (Lampiran 6a). Persilangan Burangrang dengan Argomulyo tidak menghasilkan polong isi dua. Persilangan yang menghasilkan jumlah polong isi dua yang paling banyak yaitu pada Gepak Kuning dengan Mallika yang memiliki rerata 4,5 dengan jumlah 18 polong isi dua (Lampiran 6a). Hal ini ditentukan dari jumlah bakal buah yang jadi untuk membentuk polong tua yang siap dipanen. Semakin banyak jumlah bakal buah yang jadi untuk membentuk polong, maka semakin banyak pula polong yang terbentuk.
Jumlah polong isi dipengaruhi oleh dua pasang gen yang jelas dan berangkai. Selain itu dikatakan pula gen-gen tersebut mempunyai hubungan pleitropi yang selain berpengaruh terhadap jumlah biji tiap polong juga berpengaruh terhadap bentuk daun. Jumlah biji tiap polong bersama-sama dengan banyaknya polong tiap tanaman memegang peranan dalam menentukan potensi hasil (Lamadji, 1980).
Penyerbukan merupakan isyarat untuk pertumbuhan buah dan
fertilisasi memicu pertumbuhan bakal biji dan pembentukan biji (Gardner et
al., 1991). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Siswandono
(1989) cit Wartoyo (2001), pertumbuhan buah sangat dipengaruhi oleh
banyaknya butir-butir tepungsari yang jatuh ke kepala putik (stigma).
G. Jumlah Polong Isi Tiga
Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan persilangan dialel enam varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah polong isi tiga (Lampiran 7c).
Berdasarkan hasil DMRT 5% (Tabel 6) menunjukkan pada hasil persilangan sendiri varietas Burangrang dan varietas Gepak Kuning tidak berbeda nyata pada varietas yang lain. Pada hasil persilangan buatan,
commit to user
31
31
Grobogan dengan Anjasmoro, Grobogan dengan Mallika, Burangrang dengan Argomulyo tidak berbeda nyata dengan persilangan buatan yang lain. Hasil penelitian pada hasil persilangan tersebut tidak menghasilkan jumlah polong isi tiga.
Tabel 6. Jumlah Polong Isi Tiga
Perlakuan Rerata
Grobogan x Grobogan 1,29ab
Burangrang x Burangrang 1,00b
Anjasmoro x Anjasmoro 1,21ab
Argomulyo x Argomulyo 1,54a
Gepak Kuning x Gepak Kuning 1,00b
Mallika x Mallika 1,54a
Grobogan x Burangrang 1,10ab
Grobogan x Anjasmoro 1,00b
Grobogan x Argomulyo 1,10ab
Grobogan x Gepak Kuning 1,18ab
Grobogan x Mallika 1,00b
Burangrang x Anjasmoro 1,10ab
Burangrang x Argomulyo 1,00b
Burangrang x Gepak Kuning 1,10ab
Burangrang x Mallika 1,18ab
Anjasmoro x Argomulyo 1,10ab
Anjasmoro x Gepak Kuning 1,10ab
Anjasmoro x Mallika 1,39ab
Argomulyo x Gepak Kuning 1,47a
Argomulyo x Mallika 1,54a
Gepak Kuning x Mallika 1,21ab
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
Persilangan yang baik yang menghasilkan jumlah polong isi tiga terbanyak adalah pada semua persilangan, kecuali pada Grobogan dengan Anjasmoro, Grobogan dengan Mallika, Burangrang dengan Argomulyo, yaitu dengan jumlah antara 1 – 2 (Lampiran 7a). Hal ini diduga bahwa tetua betina sangat berperan disini, karena kepala putik yang mendapat serbuk sari banyak maka hasilnya akan mendapatkan biji-biji yang banyak pula apabila terjadi pembuahan. Pembentukan polong dalam keadaan kondisi normal membutuhkan waktu yang lama dengan jumlah polong yang terbentuk antara 2-20 per kelompok bunga. Lamina (1989), untuk setiap pohon akan
commit to user
32
32
membentuk 400 polong (tergantung genetik dan lingkungan semasa proses pengisian biji).
Menurut Darjanto dan Satifah (1990), biji berasal dari bakal biji yang telah mengalami pembuahan. Bila kepala putik kurang/sedikit mendapat serbuk sari, maka jumlah bakal biji didalam bakal buah yang mengalami pembuahan hanya sedikit. Sebaliknya kepala putik yang mendapat serbuk sari banyak, maka jumlah biji didalam bakal buah yang mengalami pembuahan banyak. Kepala putik merupakan medium yang baik untuk perkecambahan dan pertumbuhan serbuk.
Jumlah polong isi dipengaruhi oleh dua pasang gen yang jelas dan berangkai. Selain itu dikatakan pula gen-gen tersebut mempunyai hubungan pleitropi yang selain berpengaruh terhadap jumlah biji tiap polong juga berpengaruh terhadap bentuk daun. Jumlah biji tiap polong bersama-sama dengan banyaknya polong tiap tanaman memegang peranan dalam menentukan potensi hasil (Lamadji, 1980).
H. Kadar Protein
Protein merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menilai mutu bahan pangan. Kedelai merupakan bahan makanan penting sebagai sumber protein nabati yang dikonsumsi dalam bentuk olahan dan sebagian kecil yang dikonsumsi secara langsung. Kadar protein pada kedelai berbeda-beda tergantung pada masing-masing varietas. Menurut Lamina (1989), kedelai merupakan sumber nabati yang untuk 100 gram bahan kedelai mengandung 35 gram protein, 35 gram karbohidrat, dan kandungan gizi lain.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persilangan dialel varietas kedelai sangat berpengaruh nyata terhadap kadar protein biji (Lampiran 8b). Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa persilangan Grobogan dengan Argomulyo, Anjasmoro dengan Gepak Kuning berbeda nyata terhadap persilangan yang lain. Persilangan tersebut mempunyai kadar protein yang paling rendah yaitu 37,41% dan 37,14%. Kadar protein paling tinggi terdapat pada kombinasi persilangan Argomulyo dengan Gepak Kuning dengan nilai
commit to user
33
33
46,37%. Pada persilangan sendiri, Grobogan mempunyai kadar protein yang paling rendah yaitu 36,28%. Persilangan sendiri yang mempunyai kadar protein tinggi yaitu pada Argomulyo dan Gepak Kuning masing-masing sebesar 45,46% dan 46,85%.
Tabel 7. Kadar Protein Kedelai
Perlakuan Rerata
Grobogan x Grobogan 36,28g
Burangrang x Burangrang 42,77cd
Anjasmoro x Anjasmoro 42,07cde
Argomulyo x Argomulyo 45,46ab
Gepak Kuning x Gepak Kuning 46,85a
Mallika x Mallika 42,83cd
Grobogan x Burangrang 39,45f
Grobogan x Anjasmoro 40,74def
Grobogan x Argomulyo 37,41g
Grobogan x Gepak Kuning 42,77cd
Grobogan x Mallika 41,43def
Burangrang x Anjasmoro 41,75cdef
Burangrang x Argomulyo 40,79def
Burangrang x Gepak Kuning 39,82ef
Burangrang x Mallika 39,66f
Anjasmoro x Argomulyo 40,09ef
Anjasmoro x Gepak Kuning 37,14g
Anjasmoro x Mallika 40,63def
Argomulyo x Gepak Kuning 46,37a
Argomulyo x Mallika 43,79bc
Gepak Kuning x Mallika 41,54cdef
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%
Perbedaan kadar protein dalam biji varietas kedelai diduga terkait dengan metabolisme karbohidrat pada tubuh tanaman. Kaitan erat antara metabolisme karbohidrat dan asam amino telah diketahui sejak lama. Jadi
asam piruvat, asam oksaloasetat dan asam α-ketoglutarat, senyawa yang
terbentuk pada oksidasi glukosa dapat diubah dengan cara transaminasi atau reaksi pengaminan secara reduksi berturut-turut menjadi alanina, asam L-aspartat dan asam L-glutamat. Asam glutamate dan asam L-aspartat pada gilirannya merupakan prekursor sejumlah besar asam amino lain (Robinson, 1995).