ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN
3. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151) b) Trauma Tajam
1. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
1. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif asimtomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi diagnostik. 2. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau triple
contrast pada cedera flank maupun punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita peroleh ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)
Pemeriksaan Radiologi
1. 1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
1. 2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang
hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.
1. 3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus 2. Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan urethrografi sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai adanya ruptur urethra. Pemeriksaan urethrografi digunakan dengan memakai kateter no.# 8-F dengan balon dipompa 1,5-2cc di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik dengan sedikit tarikan pada pelvis.
1. Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi. Dipasang kateter urethra dan kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm diatas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan, atau (3) pasien merasa sakit. Diambil foto rontgen AP, oblik dan foto post-voiding. Cara lain adalah dengan pemeriksaan CT Scan (CT cystogram) yang terutama bermanfaat untuk mendapatkan informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148)
1. CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah pemeriksaan Ivp.
Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi bolus 100 cc larutan Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila akan memperoleh visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana satu sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah agenesis ginjal, thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun parenchyma yang mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya memerlukan pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal; yang mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
1. Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya retroperitoneal (duodenum, colon ascendens, colon descendens) tidak akan menyebabkan peritonitis dan bisa tidak terdeteksi dengan DPL. Bilamana ada kecurigaan, pemeriksaan dengan CT Scan dengan
kontras ataupun pemeriksaan RO-foto untuk upper GI Track ataupun GI tract bagian bawah dengan kontras harus dilakukan.
(American College of Surgeon Committee of Trauma,2004:149)
Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri o Penurunan hematokrit/hemoglobin
o Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT, o Koagulasi : PT,PTT
o MRI
o Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik o CT Scan
o Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
o Scan limfa o Ultrasonogram
o Peningkatan serum atau amylase urine o Peningkatan glucose serum
o Peningkatan lipase serum o DPL (+) untuk amylase o Penigkatan WBC
o Peningkatan amylase serum o Elektrolit serum o AGD (ENA,2000:49-55) 1. 7. KOMPLIKASI Trombosis Vena Emboli Pulmonar
Stress Ulserasi dan perdarahan
Pneumonia
Tekanan ulserasi
Atelektasis
Sepsis
(Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)
Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan perdarahan.
Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan syok.
Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)
(Catherino, 2003 : 251-253)
1. 8. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DAN TERAPI
PENGOBATAN
- Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
- Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
- Pemberian obat analgetik sesuai indikasi - Pemberian O2 sesuai indikasi
- Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan - Trauma penetrasi :
ü Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas
ü Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
ü Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan
ü Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
ü Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan
(Catherino, 2003 : 251)
1. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN