• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Kajian Teori

2.2.9 Cooperative Learning

Cooperative learning atau yang biasa disebut dengan pembelajaran kooperatif berasal dari kata”kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni 2012: 22).

2.2.9.1 Pengertian Cooperative Learning

Sanjaya (2007) dalam Hamdani (2011: 30) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Slavin (1985) dalam Isjoni (2012: 15) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentu-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud (Suprijono 2012: 54)

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperi diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar

mengajar guru-guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka (Slavin dalam Isjoni 2012: 23).

Lie (2000) dalam Isjoni (2012: 23), menyebut Cooperative Learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada kerjasama dalam kelompok kecil yang didalamnya terdapat interaksi antar anggotanya untuk menyelesaikan tugas bersama, setiap siswa bertanggung jawab atas pembelajarannnya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

2.2.9.2 Karakteristik Cooperative Learning

Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya (Isjoni 2012: 15).

Model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative

learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal- asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Lie 2008: 29).

Terdapat tiga konsep sentral karakteristik pembelajaran kooperatif, sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Hamdani (2011: 32), yaitu

(1) Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, membantu, dan peduli.

(2) Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.

(3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai peerkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdulu. Dengan menggunakan metode skorsing ini siswa yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Karakteristik model pembelajaran kooperatif selanjutnya dikemukakan oleh Margaretha dkk (2007: 96), diantaranya adalah:

(1) Positive interdependence

Hal ini menunjukkan adanya saling ketergantungan di antara anggota kelompok. Bila salah satu gagal, maka yang lain akan ikut menderita. Jadi setiap anggota harus berusaha keras agar tercapai keberhasilan individual. Karena setiap individu yang gagal dan berhasil akan saling mempengaruhi.

Setiap individu mempunyai rasa tanggungjawab untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kelompok agar hasil belajar menjadi baik.

(3) Face to face promotive interaction

Setiap anggota kelompok harus saling membelajarkan dan mendorong agar tujuan dan tugas yang diberikan dapat terkuasai oleh semua anggota kelompok.

(4) Appropriate use of collaborative skills

Dalam kelompok ini setiap individu berlatih untuk dapat dipercaya, mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil keputusan, mampu berkomunikasi, dan memiliki keterampilan untuk mengatur konflik.

(5) Group processing

Setiap anggota harus dapat mengatur keberhasilan kelompok, secara berkala mengevaluasi kelompoknya, serta mengidentifikasi perubahan yang akan dilakukan agar pekerjaan kelompoknya lebih efektif lagi

2.2.9.3Keunggulan dan kelemahan Cooperative Learning

Melalui model pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial (Sahl dalam Isjoni 2012: 36). Selanjutnya Zaltman et.al (1972) dalam Isjoni (2012: 36) mengemukakan pula bahwa siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, ternyata sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual.

Keunggulan lain dari model pembelajaran kooperatif yang diutarakan oleh Jarolimek dan Parker (1993) dalam Isjoni (2012: 36) antara lain:

(1) saling ketergantungan positif

(2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu (3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas (4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

(5) terjadinya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru

(6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Ada keunggulan pasti ada kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam, yaitu: (1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu; (2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai; (3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan; (4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif (Isjoni 2012: 36). Faktor dari luar sendiri antara lain seperti bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.

Dokumen terkait