• Tidak ada hasil yang ditemukan

K-fold cross validation (rotation estimation) membagi dataset D ke dalam K

bagian dengan ukuran yang sama. Metode yang diuji dijalankan sebanyak K kali, masing-masing dengan menggunakan salah satu bagian sebagian data uji dan bagian sisanya sebagai data latih (Kohavi 1995).

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini diawali oleh tahap akuisisi citra yang hasilnya digunakan dalam dua kegiatan, yaitu identifikasi penyakit padi dan pengukuran keparahan penyakit. Langkah-langkah dari kedua kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Akuisisi Data

Penelitian ini membutuhkan dua jenis citra, yaitu citra daun yang menunjukkan bercak penyakit serta citra rumpun padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri. Pengambilan data primer dilakukan. Citra diambil di persawahan padi yang ada di Karawang, Subang, dan Indramayu dengan jadwal seperti pada bulan Juli 2013. Kamera yang digunakan ialah Nikon Coolplus AW100, Canon EOS 60D, Nikon D70, and Canon EOS 600D dengan menggunakan kondisi pencahayaan natural. Apabila penyakit target tidak ditemukan di lapangan, pengambilan data di lokasi lain akan dilakukan. Data yang diambil difokuskan pada tanaman padi yang berada pada fase pengisian.

Klasifikasi Jenis Penyakit Tanaman Padi Praproses Citra

Pada tahap ini, citra daun yang terkena penyakit dipotong secara manual. Apabila citra kurang kontras, operasi histogram equalization dilakukan. Terakhir, citra dikonversi dalam format hue-saturation-value (HSV).

Ekstraksi Fitur Deskriptor Fraktal

Deskriptor fraktal dari spektrum Fourier citra (Florindo dan Bruno 2012). Lebar jendela (N) Gaussian yang digunakan pada penelitian ini ialah dari 1 sampai 128.

Klasifikasi dengan PNN

Deskriptor fraktal kemudian digunakan sebagai penciri pada proses klasifikasi penyakit dengan menggunakan PNN (Duda et al. 2000). Data latih dan data uji dibagi secara acak dengan menggunakan 5-fold cross validation. Hasil proses pengujian kemudian disajikan dalam bentuk confusion matrix untuk analisis selanjutnya.

14

Pengukuran Tingkat Keparahan Penyakit Tanaman Padi Praproses Citra

Citra yang digunakan pada percobaan ini adalah citra rumpun padi yang diambil dari atas. Karena padi biasanya ditanam dengan jarak tanam 20-30 cm, sebagian besar gambar yang diambil mengandung lebih dari satu rumpun padi. Daun dari rumpun tersebut saling tumpang tindih sehingga citra yang murni terdiri atas daun dari satu rumpun saja sulit untuk diperoleh. Oleh karena itu, pada penelitian ini, citra dipotong sehingga citra hanya memuat tepat satu pusat rumpun secara penuh (Gambar 11).

Gambar 11 Proses pemotongan gambar (crop) secara manual sehingga citra yang digunakan hanya terdiri atas satu pusat rumpun

Pemisahan Tanah dan Daun

Tanah yang tidak dilibatkan dari proses pengukuran keparahan penyakit harus dipisahkan dari bagian daun pada citra rumpun. Penelitian ini menggunakan indeks kehijauan-kecerahan (d) (Kirk et al. 2009) yang memperhatikan kecerahan

15

tanaman sehingga tanaman yang tidak murni bewarna hijau tetap terdeteksi sebagai tanaman. Hal ini berbeda dengan indeks lain seperti ExG, ExR, dan ExGR yang hanya mampu memisahkan tanaman bewarna hijau. Nilai indeks d antara tanah dan tanaman memiliki perbedaan yang cukup jelas dapat dipisahkan dengan mudah (Gambar 12).

Gambar 12 Histogram nilai indeks d untuk sampel citra rumpun

Indeks d diperoleh dengan menggabungkan nilai kehijauan dan kecerahan pada setiap piksel citra. Nilai kehijauan (g) diperoleh dengan menggunakan formula:

g = log (G/R + 1)

Bagian tanaman memiliki nilai kehijauan yang tinggi karena memiliki warna hijau (G) yang lebih besar dibanding warna merah (R). Sebaliknya, tanah memiliki nilai kehijauan yang rendah karena nilai R tanah lebih besar. Akan tetapi, bagian tanaman yang sakit dan bulir padi yang cenderung bewarna cokelat belum dapat dipisahkan. Kedua bagian tadi dapat diambil dengan menggunakan komponen kedua, yaitu kecerahan (L):

L = log (G + 1) – log ̅, ̅: nilai rata-rata warna hijau pada citra

Tanaman yang berada lebih dekat dengan cahaya matahari memiliki nilai L

yang lebih tinggi, sedangkan tanah yang berada lebih jauh dari cahaya matahari memiliki nilai L yang lebih rendah. Nilai indeks akhir diperoleh dengan menggabungkan kedua nilai tersebut dengan formula:

d= cos (α)g+ sin(α)L

Nilai α yang dipilih adalah nilai yang dapat memisahkan tanah dengan baik.

Pada penelitian ini, nilai α diset sebesar 60 derajat sehingga bobot untuk

komponen kecerahan lebih besar dibanding bobot komponen kehijauan. Hal ini dikarenakan bagian yang terinfeksi lebih mudah dikenali berdasarkan komponen kecerahan dibanding kehijauan. Setelah itu, dilakukan proses thresholding dengan menggunakan algoritme Otsu (1975). Ilustrasi proses pemisahan tanah dan tanaman dapat dilihat pada Gambar 13.

16

Gambar 13 Proses pemisahan tanah dan daun menggunakan indeks kehijauan-kecerahan (greenness-lightness index)

Pemisahan Bagian Daun Terinfeksi dan Sehat

Bagian daun terinfeksi dan sehat dipisahkan dengan algoritme Chaudhary et al. (2012). Ruang warna citra diubah dari RGB ke CIELab, kemudian proses pemulusan citra dengan menggunakan filter median dilakukan. Setelah itu, dilakukan threshold Otsu pada komponen A citra tersebut, yang memuat informasi warna citra dari hijau ke merah. Tanaman yang sehat tampak lebih hijau, sedangkan tanaman yang sakit tampak lebih merah, membuat keduanya mudah dipisahkan dengan menggunakan komponen warna ini. Menurut Chaudhary et al. (2012), teknik ini tidak terpengaruh oleh jenis tanaman, jenis bercak tanaman, dan kamera yang digunakan.

Penghitungan Rasio Daun Terinfeksi

Setelah bagian rumpun dan daun yang sakit diperoleh, proporsi (I) luas daun terinfeksi terhadap luas area seluruh tanaman dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut:

=P + PSP

I = Rasio daun terinfeksi pada citra rumpun

PI = Banyaknya bagian daun yang terinfeksi pada citra rumpun (dalam piksel) PS = Banyaknya bagian daun yang sehat pada citra rumpun (dalam piksel) Pengembangan Model Pengukuran Serangan

Berdasarkan rasio daun terinfeksi, citra rumpun diklasifikasikan dalam empat kategori serangan, yaitu sehat, ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi dilakukan oleh Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasil klasifikasi dan rasio daun terinfeksi yang dihitung oleh sistem akan digunakan untuk membuat selang yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan serangan penyakit berdasarkan rasio daun terinfeksi.

17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Akuisisi Data

Akuisisi data telah dilakukan di tiga daerah penghasil padi di Karawang, Subang, dan Indramayu pada bulan Juli 2013. Akan tetapi, pada saat pengambilan, kemunculan penyakit tungro dan blas tidak terlalu banyak sehingga data yang diperoleh masih kurang. Oleh karena itu, dilakukan pengambilan data kembali pada bulan Agustus 2013 di daerah Pasir Muncang, Bogor. Pengambilan data terakhir dilakukan pada Januari 2014 di daerah Situgede, Bogor, untuk melengkapi data citra tanaman yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri. Lokasi pengambilan data dan jadwal lengkap pengambilan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Jadwal realisasi pengambilan data di lapangan

Lokasi Waktu Pengambilan Data

Desa Suka Makmur, Karawang 20 Juli 2013 Kecamatan Binong, Subang 20 Juli 2013 Kecamatan Patrol, Indramayu 21 Juli 2013

Pasir Muncang, Bogor 25 Agustus 2013

Desa Situgede, Bogor 2 Januari 2014

Pengambilan data yang dilakukan menghasilkan sebanyak 100 citra bercek ceokelat, 200 citra hawar daun bakteri, 200 citra tungro, 250 citra blas, dan 500 citra kerusakan rumpun. Jenis citra pertama yang berupa citra daun yang terkena penyakit (Gambar 14) digunakan pada proses identifikasi penyakit, sedangkan jenis citra kedua yang berupa citra rumpun yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri (Gambar 15) digunakan pada proses pengukuran keparahan penyakit.

18

Gambar 15 Contoh citra rumpun yang diambil di lapangan Klasifikasi Jenis Penyakit Tanaman Padi

Penyakit yang menyerang di data primer kemudian diidentifikasi oleh Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSc dari Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Setelah diidentifikasi, sebanyak 100 potongan citra daun untuk setiap kelas penyakit diambil untuk dijadikan sebagai dataset percobaan. Pemotongan dilakukan secara manual. Karena tidak seragamnya kondisi cahaya pada pengambilan gambar, proses ekualisasi histogram adaptif (Pizer et al. 1990) dilakukan pada setiap citra. Setelah seluruh citra siap, proses ekstraksi fitur dan klasifikasi dapat dilakukan. Daftar seluruh citra yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 – Lampiran 4.

Bercak Cokelat Hawar Daun

Bakteri

Blas Tungro

Gambar 16 Contoh citra potongan daun terinfeksi pada setiap kelas penyakit Klasifikasi jenis penyakit tanaman padi dengan citra daun yang terinfeksi telah dilakukan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Akurasi total yang diperoleh ialah sebesar 81.25%. Akurasi untuk tungro sebesar 95.00%, kemudian

leaf blast 86.00%, hawar daun bakteri sebesar 78.00%, dan bercak cokelat sebesar 66.00%.

Akurasi bercak cokelat dan hawar daun bakteri yang masih di bawah 80.00% disebabkan oleh banyaknya sampel citra yang memiliki penampakan mirip. Beberapa sampel citra daun terinfeksi bercak cokelat dapat dilihat pada Gambar 17. Menurut pakar, penampakan bercak cokelat seperti ini dapat terjadi karena ada satu atau lebih bercak yang posisinya berdekatan. Kemungkinan

19

lainnya ialah serangan penyakit yang sudah cukup parah sehingga menyebabkan bagian daun menjadi mengering dan berwarna cokelat muda.

Tabel 4 Confusion matrix untuk klasifikasi jenis penyakit tanaman padi Kelas Prediksi

Bercak Cokelat

Hawar Daun

Bakteri Blas Tungro

Kela s Ak tu al Bercak Cokelat 66 27 6 1

Hawar Daun Bakteri 17 78 5 0

Blas 4 6 86 4

Tungro 2 0 3 95

Gambar 17 Contoh citra bercak cokelat yang salah diklasifikasi sebagai hawar daun bakteri

Pada beberapa sampel citra daun yang terkena penyakit hawar daun bakteri, terdapat bintik-bintik cokelat kecil yang mirip seperti bercak cokelat (Gambar 18 Contoh citra hawar daun bakteri yang salah diklasifikasi sebagai bercak cokelat). Menurut pakar, hal ini dimungkinkan oleh adanya infeksi ganda pada rumpun, dalam hal ini, tanaman terkena bercak cokelat dan hawar daun bakteri. Kedua hal tersebut menyebabkan nilai deskriptor fraktal dari kedua kelas tersebut mirip, sepertinya yang ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 18 Contoh citra hawar daun bakteri yang salah diklasifikasi sebagai bercak cokelat

20

Akurasi akhir yang diperoleh lebih rendah dibanding penelitian Kholis et al. (2013) yang menggunakan citra satu bercak penyakit dari keempat penyakit utama di Indonesia dan berhasil memperoleh akurasi masing-masing 91.46%. Pada kedua penelitian tersebut, kelas bercak cokelat dan hawar daun bakteri memperoleh akurasi di atas 92.00%, lebih tinggi dibanding hasil penelitian ini. Hal ini dimungkinkan karena penelitian ini memperbesar area sampel pada permukaan daun sehingga variasi yang diperoleh lebih banyak, misalnya dengan adanya daerah kering yang timbul akibat adanya dua atau lebih bercak cokelat yang berdekatan dan adanya infeksi ganda. Untuk mengatasi kendala ini, fitur lain seperti bentuk, posisi, dan ukuran bercak yang mencirikan penyakit (Syam et al. 2011; IRRI 2012) dapat digunakan pada penelitian selanjutnya.

Pengukuran Tingkat Keparahan Penyakit Tanaman Padi

Sebanyak 72 citra rumpun padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri digunakan dalam percobaan ini. Dari 72 citra yang digunakan, pakar mengukur bahwa sebanyak 15 citra masuk dalam kategori sehat. Selanjutnya, 21 citra terkena serangan ringan, 21 citra terkena serangan sedang, dan 15 citra terkena serangan berat. Box plot yang menggambarkan data dari keempat kategori keparahan disajikan pada Gambar 20. Box plot untuk keempat kelas tersebut menunjukkan keanehan pada kelas sehat dan ringan. Nilai rata-rata rasio daun terinfeksi kelas ringan lebih kecil daripada rata-rata rasio daun terinfeksi kelas sehat.

Gambar 20 Boxplot dari empat kelas keparahan

Interval untuk mengategorikan tingkat keparahan berdasarkan nilai I (Tabel 5) dibuat berdasarkan sebaran nilai rasio. Aturan interval tersebut kemudian diujikan dalam dataset dan menghasilkan akurasi sebesar 51.34% (Tabel 6). Hal ini konsisten dengan bentuk box plot yang dihasilkan. Kecilnya akurasi ini

21

diakibatkan nilai I antara kelas sehat dan ringan tersebut mirip diakibatkan oleh kesalahan segmentasi akibat pantulan cahaya pada tanah basah, pencahayaan ekstrim, dan variasi warna pada bulir.

Tabel 5 Aturan klasifikasi tingkat keparahan Tingkat Keparahan Rentang

Sehat I < 8%

Ringan 8% ≤ I < 10% Sedang 10% ≤ I < 31%

Berat 31% ≤ I

Tabel 6 Confusion matrix empat kelas keparahan

Prediksi

Sehat Ringan Sedang Berat

Aktua

l Sehat 9 0 6 0

Ringan 14 1 4 2

Sedang 0 1 15 5

Berat 0 0 3 12

Pada proses pemisahan tanah dan tanaman, terdapat tiga citra yang salah disegmentasi akibat pantulan cahaya matahari oleh tanah yang basah. Karena pantulan cahaya bewarna putih, bagian pantulan memiliki nilai kecerahan (L) yang tinggi, mirip dengan bagian tanaman, sehingga sulit dipisahkan dengan tanaman (Gambar 21). Pada tahap pemisahan tanaman terinfeksi, pantulan juga terdeteksi sebagai bagian daun terinfeksi karena warnanya yang mirip dengan warna daun yang terinfeksi. Akan tetapi, kesalahan ini cenderung tidak memengaruhi hasil perhitungan akhir karena area pantulan tidak terlalu besar.

Gambar 21 Ilustrasi kesalahan segmentasi akibat pantulan cahaya matahari pada permukaan tanah yang basah. Bagian yang diberi lingkaran merah adalah pantulan (a). Walaupun memiliki nilai kehijauan yang rendah (b), bagian ini memiliki nilai kecerahan yang tinggi (c) sehingga memiliki nilai d (d) yang mirip dengan bagian daun. Pada tahap pemisahan bagian daun terinfeksi dan sehat (e), bagian ini dideteksi sebagai bagian daun terinfeksi.

22

Pada proses pemisahan tanaman terinfeksi dan tanaman sehat, kesalahan segmentasi disebabkan oleh dua faktor, yaitu pencahayaan yang ekstrim dan bulir padi. Bagian daun yang terpapar cahaya berlebih salah dideteksi sebagai tanaman yang terinfeksi (Gambar 22). Warna bagian daun yang diterangi secara ekstrim mirip dengan warna daun yang terinfeksi sehingga nilai komponen A dari kedua objek ini mirip. Pada penelitian ini, terdapat tiga citra yang salah dikategorikan sebagai serangan sedang, padahal ketiga citra ini seharusnya berada pada kategori sehat. Rata-rata kesalahan dari ketiga citra tersebut ialah sebesar 24.05%. Untuk mencegah terjadinya kesalahan akibat kedua hal tersebut, sebaiknya pengambilan data selanjutnya dilakukan dengan menggunakan penutup seperti payung yang dapat menghalau jatuhnya cahaya matahari langsung ke tanaman padi.

Gambar 22 Kesalahan segmentasi akibat kondisi pencahayaan yang ekstrim Kesalahan segmentasi yang paling sering terjadi diakibatkan oleh variasi warna pada bulir. Bulir padi memiliki warna mulai dari kehijauan hingga kecokelatan. Pada saat berwarna hijau, bulir dideteksi sebagai bagian tanaman yang sehat, sedangkan saat berwarna kecokelatan, bulir dideteksi sebagai bagian tanaman yang sakit. Hal ini menjadi masalah ketika usia tanaman padi sudah cukup tua. Hal ini terlihat pada Gambar 23. Total, terdapat 15 citra rumpun yang salah dikategorikan akibat kesalahan segmentasi ini.

Bagian Tanaman Tanaman Sehat

Tanaman Terinfeksi

23

Kedua nilai yang digunakan sebagai pemisah pada penelitian ini, yaitu indeks kehijauan-kecerahan d (Kirk et al. 2009) dan komponen A pada CIELab (Chaudhary et al. 2012) tidak dapat memisahkan warna bulir ini dengan baik. Saat dipisahkan secara manual, nilai indeks d dari bagian tanaman yang terinfeksi dan bagian bulir padi berada pada rentang yang sama (Gambar 24) sehingga indeks d

yang digunakan pada penelitian ini masih belum dapat digunakan untuk memisahkan bulir.

Gambar 24 Histogram nilai indeks kehijauan-kecerahan d dari bagian tanaman terinfeksi dan bagian bulir padi yang berada pada rentang yang sama Sebaran komponen A pun belum dapat memisahkan seluruh bulir dari bagian terinfeksi dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 25. Walaupun sebagian bulir dapat dipisahkan (area di bagian kanan), sebagian bulir belum dapat dipisahkan dengan baik karena memiliki rentang nilai yang sama dengan bagian tanaman yang terinfeksi. Berdasarkan kedua hal tersebut, pemisahan bulir padi di penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan indeks atau ruang warna yang lain atau dengan menggunakan metode penentuan titik potong yang lebih baik dibanding metode Otsu (1975).

Karena tanaman yang sehat dan ringan sering salah terklasifikasi, diputuskan bahwa kelas yang digunakan dalam model ialah tiga kelas saja, ringan, sedang, dan berat. Hal ini dilakukan dengan menggabungkan kelas sehat dan kelas ringan. Alasan dilakukannya hal ini ialah karena pengambilan keputusan di lapangan untuk kedua kelas ini sama, yaitu belum dilakukan tindakan perlakuan terhadap tanaman. Box plot dari tiga kelas keparahan tersebut (Gambar 26) memperlihatkan bentuk yang lebih mudah dipisahkan daripada daripada box plot

24

untuk empat kelas keparahan. Akurasi yang diperoleh dari penggabungan kelas ini ialah 70.83% dengan detail seperti pada Tabel 7. Untuk lebih meningkatkan akurasi dari teknik ini, selanjutnya dibutuhkan praproses tambahan untuk menghilangkan bulir padi secara otomatis dari citra yang digunakan.

Gambar 25 Histogram nilai indeks A dari bagian tanaman terinfeksi dan bagian bulir padi

25

Tabel 7 Confusion matrix tiga kelas keparahan Prediksi

Ringan Sedang Berat

Aktua

l Ringan 24 10 2

Sedang 1 15 5

Berat 0 3 12

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini telah mengembangkan teknik computer vision untuk mengidentifikasi empat penyakit padi utama di Indonesia, bercak cokelat, blas, hawar daun bakteri, dan tungro dengan menggunakan deskriptor fraktal dan PNN dengan akurasi rata-rata 81.25%. Kesalahan klasifikasi banyak terjadi pada kelas bercak cokelat dan hawar daun bakteri. Hal ini terjadi karena adanya bercak cokelat yang posisinya berdekatan serta adanya infeksi ganda pada tanaman.

Pengukuran keparahan penyakit telah dilakukan pada level rumpun padi yang terkena penyakit hawar daun bakteri dan menghasilkan akurasi akhir sebesar 70.83%. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan akurasi, yaitu pantulan cahaya pada tanah basah, pencahayaan ekstrim, dan variasi warna pada bulir yang dapat dikerjakan pada penelitian selanjutnya.

Saran

Untuk meningkatkan akurasi identifikasi penyakit, fitur lain seperti posisi, ukuran, dan bentuk bercak disarankan untuk digunakan pada penelitian selanjutnya. Untuk meningkatkan akuras proses pengukuran keparahan penyakit padi, pengambilan data disarankan untuk dilakukan menggunakan penutup seperti payung. Hal ini dapat mengurangi kesalahan segmentasi akibat pantulan matahari pada tanah basah dan pencahayaan yang ekstrim. Bulir padi juga disarankan untuk dihilangkan terlebih dahulu agar ketepatan pengukuran meningkat. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik threshold adaptif lain atau dengan menggunakan indeks yang lain. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan fokus pada dampak dan tindakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil identifikasi penyakit dan keparahan penyakit yang telah diperolah, misalnya informasi pengelolaan penyakit serta prediksi dampak kehilangan hasil yang terjadi.

26

6

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini terlaksana berkat bantuan dana dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Tahun 2013, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia dengan nomor kontral 224/IT3.41.2/LS/SPK/2013. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada Bapak Wawan, Irfan Abdussalam, dan Kholis yang telah membantu proses akuisisi citra tanaman padi di Bogor, Karawang, Subang, dan Indramayu.

Dokumen terkait