• Tidak ada hasil yang ditemukan

K-fold cross validation merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja pada model klasifikasi (Rao et al. 2008). Cross

1 t Kelas 1 1 t Kelas 2 1 t Kelas 1 f1 f2 f3 fn Sum 1 Sum 2 Sum 3 Kelas keputusan

9 validation biasanya digunakan untuk mengevaluasi model klasifikasi karena rendahnya jumlah sampel yang tersedia. Data akan dibagi menjadi dua bagian yaitu data latih dan data uji. Pembagian data menjadi data latih dan data uji dengan cross validation membuat penggunaan data menjadi lebih baik untuk klasifikasi. Data latih digunakan untuk membangun model klasifikasi sedangkan data uji digunakan untuk menguji kinerja model klasifikasi (Westerhuis et al. 2008).

Pada k-fold cross validation data D dibagi menjadi k bagian (fold) yaitu D1, D2, . . . . Dk yang sama besar dengan data D. Jika D1 menjadi data uji maka D2 sampai Dk digunakan sebagai data latih. Proses tersebut berlangsung sampai semua bagian D digunakan sebagai data uji dan data latih (Kohavi 1995). Gambar 6 menunjukkan ilustrasi dari tiga-fold cross validation.

Gambar 6 Tiga-fold cross validation

Confusion Matrix

Salah satu metode untuk melakukan pengujian ketelitian hasil klasifikasi dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode confusion matrix. Confusion matrix memiliki informasi mengenai kelas aktual dan prediksi dari suatu sistem klasifikasi (Kohavi dan Provost 1998). Kebanyakan teknik klasifikasi mencari model yang mencapai akurasi paling tinggi atau secara ekuivalen error yang paling rendah ketika diaplikasikan ke data uji. Tabel 2 adalah confusion matrix untuk masalah dua kelas, yang diberi label kelas positif (+) dan kelas negatif (-). Jumlah data yang diklasifikasikan dengan benar adalah jumlah diagonal dalam matrik, sedangkan yang lainnya adalah yang salah diklasifikasikan (Srinivasulu et al. 2009).

Tabel 2 Confussion matrix untuk masalah klasifikasi biner Kelas prediksi

+ -

Kelas Aktual + TP FN

- FP TN

Informasi dalam confusion matrix diperlukan untuk menentukan kinerja model klasifikasi. Ringkasan informasi ini ke dalam sebuah nilai digunakan untuk membandingkan kinerja dari model-model yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan

Data

Data latih Data uji

Data uji

10

dengan menggunakan performace metric seperti akurasi yang didefinisikan pada Persamaan (9) (Srinivasulu et al. 2009).

� � � = +

�+ + + (9)

dengan:

True positive (TP) = jumlah data kelas positif yang benar diprediksi oleh model klasifikasi.

False negative (FN) = jumlah data kelas positif yang salah diprediksi sebagai negatif oleh model klasifikasi.

False positive (FP) = jumlah data kelas negatif yang salah diprediksi sebagai positif oleh model klasifikasi.

True negative (TN) = jumlah data kelas negatif yang benar diprediksi oleh model klasifikasi.

11

3 METODE PENELITIAN

Tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah estimasi nilai reflectance, pendugaan kandungan pigmen daun dan usia daun. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data citra 46 daun tanaman obat yang terdiri atas 23 daun muda dan 23 daun tua dan 90 daun Jati Belanda yang diambil dari Unit Konservasi dan Budidaya Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB. Daun yang telah berusia 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan diambil nilai reflectance-nya dengan menggunakan alat spektrofotometer yang telah tersambung dengan komputer.

Gambar 7 Tahapan penelitian

Estimasi nilai reflectance Pendugaan kandungan pigmen dan usia daun

Data citra daun

Praproses

Estimasi nilai reflectance dengan basis fourier K-fold cross validation Data latih Klasifikasi PNN Evaluasi Konversi absorbance Pendugaan kandungan

pigmen Data uji

Data citra daun

Praproses

Estimasi nilai reflectance

Evaluasi menggunakan RMSE dan GFC Dataset-46 Dataset-276 Fourier Fourier Evaluasi menggunakan RMSE dan GFC Penentuan basis fourier terbaik Polynomial Polynomial

12

Spektrofotometer saat ini telah menjadi alat yang banyak digunakan untuk mengukur data hyperspectral dengan akurasi yang baik (Anglopoulou et al. 2001). Spektrum reflectance diambil pada bagian bawah tulang daun sebanyak 6 titik. Proses pengambilan nilai spektrum reflectance dapat dilihat pada Gambar 8. Terdapat dua dataset yang akan digunakan yaitu dataset-46 dan dataset-276. Pada dataset-46 keenam titik yang telah diukur spektrum reflectance-nya dirata-ratakan dan kemudian rataan tersebut digunakan sebagai pemodelan.

Adapun proses pengumpulan dataset-46 daun tanaman obat dapat dilihat pada Gambar 9. Pada dataset-276, keenam titik tersebut tidak dirata-ratakan namun digunakan langsung sebagai pemodelan. Proses pengumpulan dataset-276 dapat dilihat pada Gambar 10. Daun yang telah diukur spektrum reflectance-nya kemudian diambil citranya menggunakan kamera Canon 8 MP dimana setiap citra akan diletakkan secara bergantian dalam kotak yang memiliki latar belakang putih. Gambar 11 menunjukkan proses pengambilan data citra daun. Pencahayaan di dalam kotak menggunakan lampu tungsten sebesar 15 watt. Jarak pengambilan citra diatur sebesar 50 cm dan sudut pengambilan gambar 90˚ dari sumber cahaya. Hal ini dilakukan agar warna pencahayaan yang dihasilkan sama dengan waktu pengambilan spektrum reflectance menggunakan spektofotometer USB 4000. Data citra daun yang telah diambil fotonya berukuran 3888 x 2592 piksel. Citra yang terkumpul sebanyak 46 daun tanaman obat sebagai dataset (Lampiran 1). Masing-masing jenis daun tanaman obat diambil citranya sebanyak 1 daun. Citra daun Jati Belanda yang terkumpul sebanyak 600 daun digunakan sebagai data latih dan data uji.

Praproses

Citra daun tanaman obat yang diperoleh dilakukan praproses, yaitu dilakukan pemotongan secara manual pada bagian tengah daun sebesar 100x100 piksel. Praproses juga dilakukan pada citra sampel daun Jati Belanda tiap usianya, yaitu dengan memotong bagian bawah tulang daun dengan ukuran 100x100 piksel. Cropping dilakukan agar wilayah pengambilan nilai RGB sama dengan pengambilan spektrum reflectance. Setelah dilakukan praproses pada masing-masing sampel, kemudian diolah citranya untuk didapatkan nilai RGB dari masing-masing sampel. Tahapan praproses dapat dilihat pada Gambar 12.

Enam titik tempat pengambilan nilai reflectance

Gambar 8 Proses pengambilan nilai reflectance menggunakan spektrofotometer

13

Gambar 9 Ilustrasi pengambilan rataaan spektrum reflectance dan RGB pada dataset-46

Gambar 10 Proses pengambilan spektrum reflectance dan RGB pada dataset-276

Keenam titik reflectance dan RGB dirata-ratakan 1 Reflectance1515 1RGB13 Keenam titik reflectance dan RGB dirata-ratakan 1Reflectance2515 1RGB23 Keenam titik reflectance dan RGB dirata-ratakan 1Reflectance46515 1RGB463 Daun 1 Daun 2 Daun 46 46Reflectance515 46RGB3 Daun 46 Daun 2 Daun 1 6Reflectance1515 6RGB13 6Reflectance2515 6RGB23 6Reflectance46515 6RGB463 276Reflectance515 6RGB3

14

Gambar 11 Proses pengambilan data

Gambar 12 Tahap praproses.

Estimasi Spektrum Reflectance

Penelitian ini menggunakan metode Transformasi Fourier sebagai metode estimasi spektrum reflectance. Tahap estimasi spektrum reflectance bertujuan untuk memperoleh vektor ciri pada suatu citra yang akan digunakan untuk klasifikasi. Proses estimasi spektrum reflectance yang dilakukan yaitu dengan mendapatkan basis fourier pada dataset yang telah dikumpulkan. Spektrum reflectance akan didekomposisi oleh Transformasi Fourier ke dalam komponen frekuensi dan fase.

Frekuensi dan fase tersebut akan menjadi basis untuk merekonstruksi reflectance dari citra daun. Penentuan fungsi basis fourier adalah dengan melihat energi yang terkandung dalam setiap dataset. Energi tersebut dapat menentukan seberapa besar informasi yang terkandung pada suatu basis. Semakin tinggi energi yang terdapat pada suatu frekuensi maka akan semakin dominan basis tersebut dalam suatu spektrum reflectance. Terdapat dua dataset yang digunakan yaitu dataset-46 dan dataset-276.

Estimasi spektrum reflectance dengan dataset 46 daun tanaman obat

Estimasi spektrum reflectance dilakukan dengan mendekomposisi dataset spektrum 46 daun tanaman obat. Dataset 46 daun tanaman obat terdiri atas 23 daun tanaman obat muda dan 23 daun tanaman obat tua. Hasil dari proses dekomposisi terhadap dataset akan menghasilkan basis fourier. Basis fourier tersebut kemudian digunakan untuk merekonstruksi spektrum reflectance dari 10

15 citra daun Jati Belanda menggunakan Persamaan 3. Ilustrasi untuk estimasi spektrum reflectance dapat dilihat pada Gambar 13.

Estimasi spektrum reflectance dengan dataset 276 daun tanaman obat

Untuk memperkecil kesalahan hasil estimasi spektrum reflectance dapat dilakukan dengan memperbanyak data pada dataset. Dalam hal ini dataset berupa 23 daun tanaman obat muda dan 23 daun tanaman obat tua diukur spektrum reflectance dan RGB-nya sebanyak 6 titik. Pengukuran 6 titik tersebut menghasilkan dataset sebesar 276 spektrum reflectance dan RGB daun tanaman obat. Penambahan data pada dataset dilakukan agar nilai error dapat menjadi lebih kecil. Ilustrasi untuk rekonstruksi spektrum reflectance dengan dataset 276 daun tanaman obat dapat dilihat pada Gambar 14.

Penentuan dataset terbaik sebagai model estimasi

Hasil nilai spektrum reflectance rekonstruksi daun Jati Belanda kemudian dievaluasi nilai error-nya dengan nilai reflectance daun yang sebelumnya diukur menggunakan spektrofotometer. Selain itu juga dihitung nilai GFC untuk melihat kemiripan spektrum reflectance rekonstruksi dengan spektrum reflectance asli. Penentuan dataset sebagai model estimasi dilakukan dengan melihat nilai error yang paling kecil dan nilai GFC yang paling mendekati 1.

Training set Dekomposisi dengan FFT Rekonstruksi Reflectance Test set Evaluasi menggunakan RMSE dan GFC Polinomial terbaik

Gambar 13 Bagan alir estimasi nilai reflectance dengan 46 daun tanaman obat

16

Pendugaan Kandungan Pigmen dan Usia Daun

Setelah didapatkan model terbaik untuk estimasi spektrum reflectance, langkah selanjutnya adalah merekonstruksi seluruh citra daun Jati Belanda usia 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan. Pemilihan daun Jati Belanda hingga usia 3 bulan dilakukan karena daun Jati belanda baik dikonsumsi pada usia 3 bulan (Noviyanti 2013). Spektrum reflectance rekonstruksi pada daun Jati Belanda usia 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan dapat digunakan untuk menduga kadar senyawa aktif pada daun Jati Belanda yaitu klorofil-a, klorofil-b dan karoten pada setiap bulannya. Klorofil dan karoten memegang peranan penting sebagai antioksidan. Selain itu, reflectance rekonstruksi juga dijadikan penciri untuk menduga usia daun.

Pendugaan Absorbance pada Kandungan Pigmen Daun

Pendugaan kadar klorofil dan karoten pada citra daun Jati Belanda dilihat berdasarkan nilai absorbance-nya sehingga hasil estimasi spektrum reflectance harus ditransformasi terlebih dahulu menjadi spektrum absorbance. Transformasi spektrum reflectance menjadi spektrum absorbance dapat dilakukan dengan Persamaan 11 (Zainal et al. 2012).

absorbance = Log (1/Reflectance) (11)

Pendugaan kandungan senyawa aktif dilihat berdasarkan panjang gelombang senyawa aktif tersebut secara maksimal menyerap cahaya (Mala 2003). Klorofil-a dapat menyerap cahaya maksimal dengan panjang gelombang 420 nm dan 660 nm sedangkan klorofil-b menyerap cahaya maksimal pada panjang gelombang 453 nm dan 643 nm. Karotenoid dapat diduga pada panjang gelombang 467 nm dan 496 nm (Rabinowitch1951). Pada penelitian ini, pendugaan kandungan klorofil-a dilakukan pada panjang gelombang 660 nm

Training set Dekomposisi dengan FFT Rekonstruksi Reflectance Test set Evaluasi menggunakan RMSE dan GFC Polinomial terbaik

Gambar 14 Bagan alir estimasi nilai reflectance dengan 276 daun tanaman obat

17 sedangkan pendugaan kandungan klorofil-b dilakukan pada panjang gelombang 643 nm. Pendugaan karoten dilakukan pada panjang gelombang 496 nm.

Pendugaan Usia Daun Tanaman

Tahap selanjutnya adalah mengklasifikasikan spektrum reflectance rekonstruksi dengan PNN. Klasifikasi dilakukan dengan membagi data latih dan data uji. Pembagian data latih dan uji untuk klasifikasi dengan PNN menggunakan metode k-fold cross validation. K-fold cross validation digunakan untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja prediksi model klasifikasi. Data akan dibagi menjadi 2 bagian dengan teknik cross validation. Satu bagian digunakan sebagai data latih, yaitu untuk membuat parameter model dalam PNN. Bagian lainnya merupakan test set (data uji) yang digunakan untuk menguji kinerja model (Westerhuis et al. 2008).

Pada penelitian ini menggunakan nilai k = 5 sehingga disebut 5-fold cross validation. Pembagian data latih dan data uji dengan 5-fold cross validation ditunjukkan pada Tabel 3. Data dibagi menjadi 5 subset. Setiap subset digunakan sebagai data uji dan 4 subset lainnya menjadi data latih. Hasil ekstraksi data latih digunakan untuk membuat model klasifikasi. Penentuan hasil klasifikasi ditentukan oleh nilai peluang maksimum yang mengarah ke salah satu usia daun tanaman. Evaluasi kinerja model klasifikasi didasarkan pada banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model. Hal ini dapat dihitung menggunakan akurasi yang didefinisikan oleh Persamaan 9.

Tabel 3 Pembagian data latih dan data uji dengan 5-fold cross validation Percobaan Data latih Data uji

Fold 1 S2, S3, S4, S5 S1 Fold 2 S1, S3, S4, S5 S2 Fold 3 S1, S2, S4, S5 S3 Fold 4 S1, S2, S3, S5 S4 Fold 5 S1, S2, S3, S4 S5

18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Estimasi Spektrum reflectance

Tahapan paling penting dalam mengestimasi spektrum reflectance yaitu memilih dataset sebagai training set dan menentukan model transformasi polynomial terbaik untuk penentuan basis. Terdapat dua dataset yang digunakan yaitu 46 daun tanaman obat dan 276 daun tanaman obat. Pemilihan dataset dan model transformasi polynomial ditentukan berdasarkan nilai RMSE dan GFC. Nilai RMSE dan GFC merupakan parameter penentu kebaikan dari dataset dan model transformasi polynomial yang akan digunakan untuk estimasi spektrum reflectance.

Estimasi spektrum reflectance dengan dataset 46 daun tanaman obat

Nilai RGB yang telah didapat dari 46 daun tanaman obat dihitung dengan menggunakan model transformasi polynomial yang ditentukan pada Tabel 1. Model transformasi polynomial tersebut dilakukan untuk memperbesar nilai RGB sehingga tidak hanya menggunakan nilai R, G dan B saja. Spektrum reflectance daun tanaman obat yang diperoleh melalui spektrofotometer didekomposisi menggunakan Transformasi Fourier sehingga didapatkan matriks basis fourier. Basis fourier tersebut kemudian digunakan untuk melakukan estimasi nilai reflectance ( ) terhadap citra daun Jati Belanda dengan menggunakan Persamaan (3). Spektrum reflectance rekonstruksi untuk daun Jati Belanda usia 3 bulan dengan menggunakan dataset 46 daun tanaman obat dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai error dan GFC dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4 Nilai error dan GFC menggunakan 46 daun tanaman obat Orde 1 Orde 2 Orde 3

RMSE 9.71 16.31 71.38

GFC 0.85 0.97 0.91

Gambar 15 Spektrum reflectance rekonstruksi daun Jati Belanda menggunakan 46 daun tanaman obat

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 400 500 600 700 R eflec ta n ce (%) Panjang gelombang (nm) Original Orde 1 Orde 2 Orde 3

19 Berdasarkan hasil pada Tabel 4, penambahan nilai RGB dengan model transformasi polynomial yang digunakan untuk estimasi spektrum reflectance daun Jati Belanda tidak mempengaruhi spektrum reflectance rekonstruksi. Model polynomial terbaik untuk estimasi spektrum reflectance adalah orde 1 dengan nilai error 9.71 dan nilai GFC sebesar 0.85.

Estimasi spektrum reflectance dengan 276 Daun Tanaman Obat

Dekomposisi basis fourier juga dilakukan pada dataset reflectance 276 daun tanaman obat. Nilai RGB yang telah didapat dari 46 daun tanaman obat dihitung dengan menggunakan model polynomial yang sudah ditentukan pada Tabel 1. Spektrum reflectance rekonstruksi daun Jati Belanda menggunakan 276 daun tanaman obat sebagai training set dapat dilihat pada Gambar 16. Tabel 5 menunjukkan nilai error dan GFC yang dihasilkan dengan menggunakan dataset 276 daun tanaman obat. Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4, nilai error yang paling baik yaitu menggunakan model transformasi polynomial dengan orde 3. Penambahan nilai RGB dengan menggunakan model transformasi polynomial ternyata mampu memperkecil nilai error dengan GFC yang cukup baik pada dataset 276 daun tanaman obat.

Tabel 5 Nilai error dan GFC menggunakan 276 daun tanaman obat Orde 1 Orde 2 Orde 3

RMSE 11.33 6.56 4.83

GFC 0.87 0.96 0.96

Gambar 16 Spektrum reflectance rekonstruksi daun Jati Belanda menggunakan 276 daun tanaman obat

Penentuan Dataset Terbaik Sebagai Model Estimasi

Setelah dilakukan pengujian terhadap dataset kemudian akan ditentukan dataset terbaik sebagai model estimasi spektrum reflectance daun Jati Belanda dengan mempertimbangkan nilai error dan GFCnya. Gambar 17 menunjukkan hasil pengujian terhadap masing-masing dataset untuk estimasi daun Jati Belanda. Berdasarkan Gambar 17a, nilai error terkecil terdapat pada orde 3 dengan dataset

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 400 500 600 700 R eflec ta n ce ( %) Panjang Gelombang (nm) Original Orde 1 Orde 2 Orde 3

20

276 daun tanaman obat. Hal ini disebabkan penambahan dataset yang lebih banyak dapat memperkecil nilai error. Penggunaan model transformasi polynomial pada dataset 276 juga dapat memperkecil nilai error. Evaluasi menggunakan GFC menghasilkan 0.97 sebagai nilai tertinggi yang terdapat pada dataset 46 dengan orde 2 (Gambar 17b). Tetapi dataset 46 dengan orde 2 tidak dapat dijadikan sebagai data latih karena memiliki nilai error yang cukup besar. Oleh karena itu, sebagai data latih untuk penentuan basis dipilih dataset 276 dengan orde 3 karena memiliki GFC 0.96 dengan error yang paling kecil yaitu 4.83. Gambar 18 menunjukkan perbandingan spektrum reflectance rekonstruksi daun Jati Belanda dengan spektrum reflectance asli menggunakan dataset 276 dengan orde 3.

(a)

(b)

Gambar 17 Hasil pengujian untuk estimasi daun Jati Belanda (a) Nilai error spektrum rekonstruksi (b) Nilai GFC spektrum rekonstruksi

Orde 1 Orde 2 Orde 3

Dataset 46 9.71 16.31 71.38 Dataset 276 11.33 6.56 4.83 0 10 20 30 40 50 60 70 80 R MSE

Orde 1 Orde 2 Orde 3

Dataset 46 0.85 0.97 0.91 Dataset 276 0.87 0.96 0.96 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 GFC

21

Gambar 18 Perbandingan spektrum reflectance rekonstruksi dengan spectrum reflectance asli daun Jati Belanda

Dari hasil spektrum reflectance rekonstruksi daun Jati Belanda (Gambar 18), estimasi spektrum reflectance antara panjang gelombang 460 nm – 700 nm memiliki spektrum reflectance rekonstruksi yang baik. Pada panjang gelombang 410 nm – 450 nm spektrum reflectance rekonstruksi sedikit berbeda dengan spektrum reflectance asli. Perbedaan hasil spektrum reflectance rekonstruksi dengan spektrum reflectance asli terjadi pada daerah warna biru atau warna gelap (Gambar 19). Hal tersebut disebabkan karena citra daun Jati Belanda relatif berwarna terang sehingga panjang gelombang dengan warna-warna terang relatif baik dalam estimasi. Selain itu, pada dataset tidak ditemukan informasi warna pada panjang gelombang 410 nm – 450 nm sehingga kesalahan spektrum reflectance rekonstruksi pada panjang gelombang tersebut menjadi besar.

Gambar 19 Analisis spektrum rekonstruksi daun Jati Belanda dengan gelombang RGB 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 400 500 600 700 R eflec ta n ce ( %) Panjang Gelombang (nm) Original Rekonstruksi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 400 500 600 700 R eflec ta n ce ( %) Panjang Gelombang (nm) Original Rekonstruksi

22

Pendugaan Kandungan Pigmen dan Usia Daun

Daun Jati Belanda yang berusia 1, 2 dan 3 bulan direkonstruksi nilai reflectance-nya menggunakan model terbaik yang telah didapatkan dari tahapan estimasi reflectance. Gambar 20 menunjukkan spektrum reflectance rekonstruksi daun Jati Belanda usia 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan.

Pendugaan Absorbance pada Kandungan Pigmen Utama Daun

Pendugaan kandungan klorofil dan karoten dilihat berdasarkan nilai absorbance-nya sehingga hasil estimasi spektrum reflectance harus ditransformasi terlebih dahulu menjadi spektrum absorbance menggunakan Persamaan 11. Hasil transformasi spektrum reflectance menjadi spektrum absorbance dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 20 Spektrum reflectance rekonstruksi daun Jati Belanda usia 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan

Gambar 21 Spektrum absorbance daun Jati Belanda usia 1,2 dan 3 bulan

0 10 20 30 40 50 60 70 400 500 600 700 reflec ta n ce ( %) Panjang gelombang (nm) 1 bulan 2 bulan 3 bulan 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 400 500 600 700 A b so rb a n ce Panjang gelombang (nm) 1 bulan 2 bulan 3 bulan

23 Spektrum absorbance daun Jati Belanda usia 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan memiliki pola yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kandungan senyawa pada daun Jati Belanda adalah sama, namun yang membedakan adalah jumlah yang diserap oleh kandungan tersebut (Purnamasari 2013). Penyerapan panjang gelombang tertentu oleh suatu senyawa kimia ditunjukkan oleh terjadinya puncak-puncak gelombang pada spektrum absorbance. Semakin besar kandungan suatu senyawa kimia, maka akan semakin besar nilai absorbance-nya atau puncak gelombang semakin tinggi (Mala 2003).

Gambar 21 menunjukkan puncak gelombang tertinggi berada pada panjang gelombang 664.03 nm. Hal tersebut menunjukkan bahwa komponen utama daun Jati Belanda adalah klorofil-a, karena penyerapan cahaya maksimal oleh klorofil-a yaitu pada panjang gelombang 660 nm (Rabinowitch1951). Puncak gelombang selanjutnya terjadi pada 644.87 nm. Puncak gelombang tersebut menunjukkan adanya serapan yang dilakukan oleh klorofil-b. Klorofil-b mampu menyerap cahaya maksimal yaitu pada panjang gelombang 643 nm (Rabinowitch1951). Pada kondisi normal, proporsi klorofil-a pada daun akan lebih banyak dari klorofil-b (Suyitno 2008). Puncak gelombang tersebut menunjukkan adanya serapan yang dilakukan oleh klorofil-b. Klorofil-b mampu menyerap cahaya maksimal yaitu pada panjang gelombang 643 nm (Rabinowitch1951). Puncak gelombang selanjutnya diamati pada panjang gelombang 494.79 yang menandakan adanya pigmen karoten.

Daya absorbance senyawa aktif menunjukkan perbedaan konsentrasi senyawa aktif yang terdapat pada tiap usianya. Gambar 22 menunjukkan perbandingan total klorofil-a, klorofil-b dan karoten tiap usia daun. Daun Jati Belanda usia 3 bulan memiliki daya absorbance yang paling tinggi jika dibandingkan dengan daun Jati Belanda usia 1 bulan dan 2 bulan. Nilai absorbance yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa sinar yang diserap oleh daun Jati Belanda juga tinggi. Hal tersebut dikarenakan kandungan klorofil dan karoten pada usia daun Jati Belanda 3 bulan cukup tinggi. Kandungan senyawa aktif yang tinggi mengakibatkan daya absorbance daun Jati Belanda usia 3 bulan menjadi tinggi karena absorbance berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa yang dimiliki daun (Skoog et al. 2004). Berdasarkan daya absorbance yang ditunjukkan pada Gambar 22, daun Jati Belanda usia 3 bulan memiliki kualitas yang baik sebagai antioksidan karena memiliki daya absorbance senyawa aktif antioksidan yang paling tinggi.

Gambar 22 Perbandingan absorbance pigmen utama daun berdasarkan usia daun 1,2 dan 3 bulan

1 bulan 2 bulan 3 bulan

Absorbance 2.98 3.07 3.22 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 Absorbanc e Usia Daun

24

Daya absorbance total daun Jati Belanda kemudian diolah menggunakan analisis keragaman (ANOVA) satu arah. Analisis keragaman dilakukan untuk melihat apakah usia daun Jati Belanda tersebut mempengaruhi daya absorbance atau tidak. Hasil ANOVA dapat dilihat pada Tabel 6. Adapun hipotesis yang digunakan yaitu:

H0: Usia daun Jati Belanda tidak berpengaruh terhadap daya absorbance pigmen utama daun

H1: Usia daun Jati Belanda berpengaruh terhadap daya absorbance pigmen utama daun

Tabel 6 Analisis Keragaman ANOVA terhadap daya absorbance pigmen utama daun Jati Belanda

Sumber Variasi Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Rerata

Kuadrat F-Hitung P-value F-Tabel

Antar Kelompok 0.6640 2 0.3320 9.9496 0.0002 3.1588

Dalam Kelompok 1.9020 57 0.0334

Jumlah 2.5660 59

Berdasarkan Tabel 6 diperoleh bahwa F-Hitung lebih besar dari F-Tabel dengan alpha 5%. Hal tersebut mengindikasikan kesimpulan tolak H0, artinya usia daun jati belanda berpengaruh terhadap daya absorbance pigmen utama daun. Hasil anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara usia dengan absorbance senyawa klorofil dan karoten. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui tentang ada tidaknya perbedaan antara usia yang satu dengan usia yang lainnya. Uji lanjutan yang digunakan yaitu uji LSD (Least Significance Different). Tabel 7 menunjukkan hasil uji LSD.

Tabel 7 Hasil uji lanjutan menggunakan Uji LSD

Usia Rata-rata Usia Rata-rata Besar beda SD Keterangan

Dokumen terkait