BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.9. CSR dan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat (community Development) merupakan salah satu bentuk program CSR yang sering diterapkan di Indonesia. Meskipun CSR bukan semata-mata merupakan community development, namun hal ini memang sangat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat kita, yang masih bergelut dengan kemiskinan serta pengangguran dan rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan yang menjadi penyebab utama sulitnya memutus rantai kemiskinan. Maka CSR sebagai sebuah konsep yang tumbuh sesuai dengan perkembangan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat, bisamenjadi salah satu jawaban.
Pada umumnya community development dianggap sebagai sarana yang tepat untuk melaksanakan aktivitas CSR bagi kebanyakan perusahaan. Hal itu dapat dipahami dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, sesuai dengan karakteristiknya melalui program community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur modal sosial baik yang dimiliki dunia usaha maupun masyarakat. Dengan melaksanakan community development, dunia usaha dapat membangun citra sehingga selanjutnya dapat berdampak pada perluasan jaringan dan peningkatan trust.
Sementara itu bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal, melalui
community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur solidaritas sosial, kesadaran kolektif, mutual trust dan resiprokal dalam masyarakat untuk mendorong tindakan bersama guna meningkatkan kondisi kehidupan ekonomi, sosial dan kultural masyarakat.
Kedua, melalui community development dapat diharapkan adanya hubungan sinergis antara kekuatan dunia usaha melalui berbagai bentuk bantuannya dengan potensi yang ada dalam masyarakat.
Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh dunia usaha melalui CSR bukan semata-mata bantuan yang bersifat karikatif, melainkan bagian dan usaha untuk mengembangkan kapasitas masyarakat. Oleh sebab itu melalui pendekatan
community development dapat diharapkan program CSR tersebut akan mendorong usaha pembangunan oleh masyarakat lokal secara berkesinambungan dan terlembagakan.
Ketiga, aktivitas bersama antara dunia usaha dengan masyarakat, terutama masyarakat lokal melalui community development dapat difungsikan sebagai sarana membangun jalinan komunikasi. Apabila media komunikasi sudah terlembagakan, berbagai persoalan dalam hubungan dunia usaha dengan masyarakat dapat dibicarakan melalui proses dialog yang elegan dan dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Hal itu dimungkinkan karena melalui kegiatan bersama dalam menggarap program-program dengan pendekatan community development dapat dibangun saling pengertian dan empati di antara semua pihak yang terkait.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19958/4/Chapter%20II.pdf, diakses 05 September 2012, pukul 13.00 WIB).
2.10. Konsep-Konsep Terkait CSR
Adapun konsep-konsep yang terkait dengan CSR dan mendukung pelaksanaan dari program CSR adalah sebagai berikut :
1. Good Corporate Governance (GCG)
Dalam melakukan usahanya, perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika bisnis merupakan tuntunan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Untuk itu diperlukan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) agar perilaku para pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dan terhindar dari perilaku bisnis yang tidak etis.
Dalam tataran praktis, di Indonesia telah memiliki pedoman yang disusun Komite Nasional Kebijakan GCG. Perusahaan yang menerapkan GCG telah merasakan betapa besar manfaat yang bisa dipetik setelah mempraktekkan konsep tersebut secara konsisten. Selain kinerja perusahaan terus membaik, harga saham dan citra perusahaan terus terdongkrak. Bahkan, kredibilitas perusahaan terus meningkat, baik dimata investor, mitra atau kreditor dan stakeholders lainnya.
Menurut Wibisono (2007) terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu :
1. Transparency (keterbukaan informasi) 2. Accountability (akuntabilitas)
3. Responsibility (pertanggung jawaban) 4. Independency (kemandirian)
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Mencermati prinsip GCG diatas, tidak sulit untuk mencari benang merah hubungan antara GCG dengan CSR. Prinsip responsibility merupakan prinsip yang mempunyai kekerabatan paling dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholders perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya sering kali ia menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh
stakeholders. Karena itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi konsep GCG.
2. Triple Bottom Line
Istilah Triple Bottom Line (TBL) dipopulerkan oleh Jhon Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals With forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”.
Melalui buku tersebut, Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan “3P” (profit, people, planet). selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (planet). Hubungan ini diilustrasikan dalam bentuk segitiga berikut :
Sosial (People)
Lingkungan (Planet) Ekonomi (Profit)
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada Single Bottom Line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-nya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya.
Untuk memperkokoh komitmen dalam tanggung jawab sosial ini, perusahaan memang perlu memiliki pandangan bahwa CSR adalah investasi masa depan. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre), melainkan sentra laba (profit centre) dimasa mendatang. Karena malalui hubungan yang harmonis dan citra yang baik, timbal baliknya masyarakat juga akan ikut menjaga eksistensi perusahaan (Wibisono, 2007:35).
3. Millenium Development Goals (MDGs)
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 telah mencanangkan delapan tujuan yang hendak dicapai Negara-negara di dunia untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran global. Delapan tujuan MDGs yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar secara universal, mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan Ibu, memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya, menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan menjalin kemitraan global untuk pembangunan.
Indonesia adalah salah satu Negara yang meratifikasi kesepakatan global tersebut. Ini berarti pemerintah harus secara serius melakukan berbagai upaya agar delapan sasaran tersebut bisa dicapai sesuai dengan target waktu yang ditetapkan. Namun pemerintah tidak bisa berjuang sendiri, pihak lain yang terkait seperti korporat dan masyarakat itu sendiri perlu membantu pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut.
Program-program yang terbangun dari CSR menjadi salah satu upaya mensukseskan tujuan dan target-target MDGs 2015. Berkenaan dengan inti bisnis, perusahaan diantaranya haruslah memproduksi produk yang aman dan terjangkau, menghasilkan keuntungan dan menambah investasi, menciptakan lapangan pekerjaan, membangun sumber daya manusia, mengembangkan kesempatan berusaha ditingkat lokal, serta menyebarkan standar dan praktik terbaik internasioanal.
Dalam investasi sosial, perusahaan dapat mengambil ilham yang penting dari berbagai masalah pembangunan yang hendak dipecahkan MDGs seperti persoalan pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup yang menjadi program yang selalu penting (situmorang, 2011:42-44).