• Tidak ada hasil yang ditemukan

d Kritik Redaks

Dalam dokumen KRITIK TINGGI ALKITAB (HIGHER CRITICISM) (Halaman 40-43)

Kritik Redaksi berkembang setelah sesudah dan berdasarkan kritik bentuk. Selain itu kritik redaksi, yang memberi perhatian kepada seluruh Alkitab, juga menyiapkan sarana bagi lahirnya kritik naratif. Josh McDowel sehubungan dengan masalah ini menjelaskan:

“Metode Kritik Redaksi ini menambahkan sebuah dimensi baru terhadap penelitian Perjanjian Baru, yaitu mengenai Sitz-im-leben (kedudukan dalam kehidupan) dari sang pengarang. Para penulis kitab-kitab Injil tidak hanya dianggap sebagai orang yang menghimpun bentuk-bentuk yang berbeda, melainkan mereka sendiri adalah pengarang. Mereka adalah seperti orang-orang yang secara cermat telah menggubah simfoni sastra dengan memakai “bentuk” Injil yang dipelopori oleh penulis Injil Markus. Para penulis Injil dianggap sebagai para penggubah atau redaktor yang terutama menyatukan (menghimpun) karya teologis dan karya sastra, bukan karya sejarah. Penelitian redaksi berusaha menetapkan sudut pandang teologis dari sang penulis Injil. Para peneliti ingin mengetahui sumber-sumber atau catatan mana yang dipilih oleh penulis Injil, apa alasannya, serta dimana bagian tersebut cocok dengan catatannya secara khusus (dikenal sebagai kelim-kelim). Para peneliti ingin menemukan “perekat” teologis yang digunakan para pengarang untuk menyusun Kitab-kitab Injil mereka.”49

Terlihat jelas bahwa kritik redaksi menempatkan penulis Injil bukan hanya sejarahwan menurut mereka tetapi juga menjadi seorang teolog dalam memodifikasi dan membumbui tradisi historis. Penulis dapat kreatif, menambah dan membumbui tradisi historis bahkan dapat keluar dari peristiwa historis. Penganut Kritik redaksi menyebutkan beberapa cara kerja penulis Injil sebagai redaktur yaitu: (1) Mengaitkan bahan-bahan tertentu satu dengan yang lain (2) Menambahkan catatannya sendiri pada bahan tradisional (3) menyusun ceritanya dalam urutan tertentu (4) menanggapi atau menafsir bahan tradisional.Didalam penelitian redaksi ini, para peneliti seringkali memberi perhatian besar pada kekhususan kitab-kitab tersebut, seakan-akan tidak ada kesamaan sama sekali dalam hal isi dan amanatnya.

B. Kesimpulan

Seseorang yang mendalilkan, bahwa Alkitab hanya dapat diterangkan melalui metode ilmu sejarah maka berarti ucapan tersebut sebenarnya telah mengangkat ilmu pengetahuan lebih tinggi daripada Alkitab. Kelompok Higher criticism telah mengadopsi ilmu pengetahuan sebagai antitesis sebagai satu-satunya jalan masuk ke dalam firman Tuahan. Akibatnya mereka mereka memahami Alkitab sepenuhnya dengan daya pikiran tersendiri. Ketika melihat Alkitab dengan daya pikir sendiri maka yang terjadi adalah keraguan terhadap keseluruhan isi Alkitab tersebut. Ia akan dilihat sebagai sebuah buku yang penuh dengan catatan-catatan yang keliru, oleh sebab itu maka timbullah suatu pemikiran untuk menyelidiki lebih jauh berdasarkan kekeliruian tersebut yang pada akhirnya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang sangat melenceng. Pengkritik Tinggi Alkitab mengalami dilema yang sama, akibatnya mereka berusaha untuk merumuskan ulang dari keseluruhan Alkitab, baik dari segi kepenulisan, latar belakang, gaya bahasa, tujuan teologis dan bahkan ke bentuk teks dan akhirnya mengarah ke kanon. Hal ini terutama ditujukan kepada beberapa Kitab dalam Alkitab, seperti Pentateukh, Yesaya, Daniel dan Injil Sinoptik.

1 R.K. Harrison, An Introduction to the Old Testament, hal. 4-5, dikutip oleh Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh

(Malang: Penerbit Gandum Mas, 1998), hal. 79.

2 Ibid

4 R.K. Harrison, An Introduction to the Old Testament, hal. 60, dikutip oleh Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh

(Malang: Penerbit Gandum Mas, 1998), hal. 82.

5 Archer, Survey, hal. 84, dikutip oleh Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1998), hal.

82.

6 Carpenter, Pentateukh” hal. 744-45, dikutip oleh Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh (Malang: Penerbit Gandum

Mas, 1998), hal. 82-83.

7 R.K. Harrison, An Introduction to the Old Testament, hal. 67-68, dikutip oleh Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh

(Malang: Penerbit Gandum Mas, 1998), hal. 92.

8 Tucker, Form Criticism, hal. 19, dikutip oleh Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh (Malang: Penerbit Gandum Mas,

1998), hal. 93.

9 Martin North, Uberlieferungsgeschichte des Pentateuch (Stuttgart; W. Kohlhammer,1948), dikutip oleh Herbert Wolf,

Pengenalan Pentateukh (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1998), hal. 94.

10 Ibid

11 James Muilenburg, “Form and Criticism Beyod,” JBL 88 (1969), 1-18, dikutip oleh Herbert Wolf, Pengenalan

Pentateukh (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1998), hal. 95.

12 Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh , hal.97.

13 Brevard Childs, Biblical Theology in Crisis (Philadelphia: Westminster,1970), hal.164-83.

14 Brevard Childs, Introduction to the Old Testament as Scripture (Philadelphia: Fortress, 1979), hal.78. 15 Ibid, hal.150-51.

16 Ferdinand de Saussure, Course of General Linguistics (1915; cetak ulang, New York: McGraw-Hill,1966), dikutip oleh

Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1998), hal. 99.

17 Ibid.

18Carl Amerding, The Old Testament and Criticism, hal. 69-71, dikutip oleh Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh (Malang:

Penerbit Gandum Mas, 1998), hal. 95.

19 Josh McDowell, Op.Cit., hal. 38-39. 19 Ibid.

20 Canon Dyson Hague, “The History of Higher Criticism” dalam “The Fundamentals:Vol.I” (Grand Rapids : Baker

Books, 1996), hal.19-20.

21 Josh McDowell, Op.Cit. hal. 38-39. 22 Ibid.

23 Ibid. 24 Ibid.

25 Josh McDowell, Op.Cit., hal. 126. 26 Ibid, hal. 128

27Franklin Johnson, Fallacies of the Higher Criticism, dalam “The Fundamentals:Vol.I” (Grand Rapids : Baker Books,

1996), hal.61.

29 Ibid, hal.61.

30 Robert H. Kennett, The Composition of the Book Isaiah in the light of History and Archeology (1910), hal. 84-85,

dikutip oleh George L. Robinson, dalam The Fundamental (1996), hal. 243, yang diedit oleh R.A. Torrey dkk.

31 Dikutip oleh George L. Robinson, dalam The Fundamental (1996), hal. 243-244, yang diedit oleh R.A. Torrey dkk.

32 Allis, Isaiah, p. 47, dikutip oleh Frank E. Gabelein, The expositor’s Bible Commentary: Volume 6 (Grand Rapids :

Regency reference Library, 1984), hal. 7.

33 R.E. Clement, The Unity of the Book of Isaiah, hal. 117, dikutip oleh Geoffrey W. Grogan, The Expositor’s Bible

Commentary:Isaiah (Grand Rapids: Regency, 1986), hal. 8.

34 B.S. Child, Introductin to the Old Testament as Scripture (London: SCM, 1979), hal.311-38. 35 Ibid

36 W.M. Brownlee, The Meaning of the Qumran Scroll for the Bible, hal. 247-59, dikutip oleh Geoffrey W. Grogan, The

Expositor’s Bible Commentary:Isaiah (Grand Rapids: Regency, 1986), hal. 8.

37 W.S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 262.

38 Ibid.

39 Ibid, hal. 263. 40 Ibid.

41 Gleason L. Archer, Jr., A Survey of Old Testament Introduction, hlm. 386-87, dikutip oleh C. Hassel Bullock, Kitab Nabi-

Nabi Perjanjian Lama (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2002), hal. 390.

42 Dr. S.M. Siahaan dan Dr. Robert M Paterson, Kitab Daniel (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hal. 16. 43 Lynne Newell, Kitab Daniel (Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara, 200), hal. 3-4.

44 S.O. Aitonam, “Pengantar Keragaman Metoda TafsirForum Biblika; Jurnal Ilmiah Populer, diedit oleh M.K.

Sembiring (Jakarta: LAI,1998),hal. 8.

45 Martin Harun, “Penelitian SumberForum Biblika; Jurnal Ilmiah Populer, diedit oleh M.K. Sembiring (Jakarta:

LAI,1998),hal. 12.

46 Paul Ens, The Moody Handbook of Theology (Malang: Literatur SAAT, 2003),hal.94.

47 R. Rajagukguk, “Apa Itu Penelitian Bentuk” Forum Biblika; Jurnal Ilmiah Populer, diedit oleh M.K. Sembiring

(Jakarta: LAI,1998),hal. 33

48Josh McDowel, Apologetika: Volume 2 (Malang: Penerbit Gandum Mas,2003), hal 422. 49 Josh McDowel, Apologetika: Volume 2 (Malang: Penerbit Gandum Mas,2003), hal.653-654.

BAB III

Dalam dokumen KRITIK TINGGI ALKITAB (HIGHER CRITICISM) (Halaman 40-43)