• Tidak ada hasil yang ditemukan

C t = biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan suatu usaha

KABUPATEN PURWOREJO KABUPATE N

SLEMAN KABUPATE N BANTUL KAB UPAT EN KULON PROGO KAB UPAT EN MAGE LANG

SA MUDE RA HIND IA Iklim

Daerah penelitian memiliki iklim tropis dengan temperatur rata-rata bulanan antara 25,2o - 27,8o C, dengan suhu maksimum mencapai 31,5 o C sedangkan

suhu minimum dapat mencapai 22,8 o C. Kelembaban udara di daerah penelitian berkisar antara 81% hingga 86%. Data curah hujan yang dikumpulkan dari sta- siun pengamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur memperlihatkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember hingga Januari sedangkan curah hujan terendah antara bulan Agustus hingga September setiap tahunnya. Tabel 2 menunjukkan secara rinci rata-rata curah hujan bulanan di masing-ma-

sing kecamatan yang ada di daerah penelitian selama periode tahun 1994 hing- ga 2004.

Tabel 2 Rata-rata curah hujan bulanan menurut kecamatan di daerah penelitian periode tahun 1994-2004.

Kecamatan Bulan

Temon Wates Panjatan Galur

Januari 333 398 164 372 Pebruari 344 402 173 372 Maret 201 239 125 312 April 167 113 83 153 Mei 54 41 27 52 Juni 66 46 13 35 Juli 33 12 8 21 Agustus 8 16 2 6 September 22 4 2 14 Oktober 168 92 93 113 Nopember 368 662 122 290 Desember 341 684 148 421 Jumlah 2.104 2.711 960 2.161

Sumber data: Dinas Pertanian dan Kelautan Kab. Kulon Progo

Secara umum , dari Tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa; (1) Bulan Basah (yaitu curah hujan > 200 mm/bulan) terjadi pada bulan Nopember, De- sember, Januari, Pebruari, dan Maret, (2) Bulan Lembab (yaitu curah hujan antara 100 - 200 mm/bulan) terjadi pada bulan April, dan Oktober, dan (3) Bulan Kering (yaitu curah hujan < 100 mm/bulan) terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September. Sedangkan menurut rata-rata curah hujan tahunan dikategorikan sedang dengan curah hujan antara 2.000 hingga 2.500 mm/tahun (Gambar 4).

Berdasarkan klasifikasi Oldeman (1979) daerah penelitian masuk ke dalam zona agroklimat C2 (5 bulan basah dan 5 bulan kering). Dengan kondisi ini, khu-

susnya pada lahan sawah di daerah penelitian dapat dilakukan usaha tani dengan 2 kali periode tanam, yaitu 1 kali penanaman padi dan 1 kali penanaman palawija atau masing-masing satu kali penanaman padi atau jagung dan palawi- ja. Secara umum ketersediaan air untuk pertanian tidak menjadi kendala bagi para petani, karena di daerah penelitian terdapat jaringan irigasi yang cukup baik dan sumur dengan kedalaman air tanah cukup dangkal.

Hidrologi

Kondisi topografi, geologi dan geomorfologi wilayah secara bersama-sama akan membentuk pola-pola aliran sungai yang ada di wilayah tersebut. Pola drai- nase di bagian hulu termasuk tipe dendritik dan bagian hilirnya berpola paralel. Daerah penelitian dilalui oleh tiga sungai yang relatif besar yaitu; (1) Kali Progo dengan lebar + 50 meter memiliki debit air normal 34 m3/detik terletak pada bagian timur daerah penelitian sekaligus menjadi batas administrasi antara Kabupaten Kulon Progo dengan Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, (2) Kali Serang dengan lebar + 20 meter mempunyai debit air normal 12 m3/detik melewati bagian tengah daerah penelitian, dan (3) Kali

Bogowonto mempunyai lebar + 25 meter dengan debit air normal 15 m3/detik terletak di bagian barat daerah penelitian yang sekaligus berbatasan dengan Ka- bupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah, dan beberapa sungai kecil (sebagai- mana ditunjukkan pada Gambar 5).

Sebelum dibangun Waduk Sermo yang terletak di Kecamatan Kokap, dae- rah penelitian terutama sebagian besar wilayah Kecamatan Temon sering me- ngalami banjir apabila musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Saat ini, bencana banjir dan kekeringan dapat diatasi dengan perbaikan jaringan irigasi yaitu pembangunan saluran irigasi Sapon yang melintasi empat kecamat- an di daerah penelitian. Hingga saat ini saluran irigasi Sapon merupakan satu- satunya sarana irigasi terbesar yang ada di daerah penelitian dengan fungsi utama sebagai pendistribusi air untuk irigasi areal-areal pertanian yang ada di wilayah ini.

Sebagian besar penduduk, terutama yang tinggal di desa-desa pesisir di- mana saluran irigasi tidak dapat menjangkau wilayah mereka, selain memanfaat- kan air sungai juga memanfaatkan air tanah dengan cara membuat sumur bor untuk keperluan irigasi. Kedalaman air tanah di daerah penelitian berkisar antara 1,5 hingga 2,5 meter dengan kualitas cukup baik. Santosa (2004) dalam peneli- tiannya menyatakan bahwa sepanjang kepesisiran Kabupaten Kulon Progo me- ngandung air tanah tawar termasuk pada sepanjang satuan gumuk pasir hingga kedalaman + 40 meter dari permukaan tanah. Air tanah payau ditemukan pada sebagian kecil wilayah, yaitu di bagian sebelah barat daerah penelitian mendeka- ti Kali Bogowonto. Selanjutnya Santoso (2004) menyatakan sepanjang pantai Kulon Progo dan wilayah kepesisirannya belum terjadi intrusi air laut melalui akuifer.

Topografi

Secara umum karakteristik lereng daerah penelitian sebagian besar relatif datar, yaitu lebih dari 90% wilayah memiliki lereng kurang dari 8% sedangkan sisanya dengan lereng 9 hingga 16%. Secara spasial dapat dikatakan bahwa, Kecamatan Galur seluruh wilayahnya memiliki lereng < 3%, Kecamatan Panjatan dengan lereng < 3-5%, Kecamatan Wates lereng tertinggi 6-8%, dan sebagian kecil wilayah Kecamatan Temon dengan lereng 9-16%. Gambar 6 menunjukkan kondisi kelerengan daerah penelitian.

Tanah

Secara garis besar di daerah penelitian terdapat 5 ordo tanah, yaitu; Enti- sol, Inceptisol, Alfisol, Mollisols, dan Vertisol (BPPT, 2003). Tanah-tanah ordo Inceptisol, Vertisol, dan Mollisols, di daerah penelitian umumnya bertekstur berat (liat). Sedangkan ordo Entisol memiliki tekstur pasir lebih dari 90%. Ordo Entisol terdapat dua sub group yaitu; Typic Tropopsamments dan Typic Udipsamments. Ordo Inceptisol terdapat tiga sub group yaitu; Aeric Halaquepts, Typic Endo- aquepts, dan Typic Eutrudepts. Ordo Alfisol memiliki satu sub group yaitu Typic Endoaqualfs. Ordo Mollisols dengan dua sub group yaitu; Pachic Argiudolls dan Typic Argiudolls. Sedangkan ordo Vertisol mempunyai dua sub group yaitu; Lep- tic Hapluderts/Chromuderts dan Typic Haplusterts.

Jika dilihat persebaran jenis tanah menurut wilayah maka untuk Kecamatan Temon didominasi tanah dengan sub group Typic Endoaqualfs. Sub ordo Pachic Argiudolls dominan terdapat di Kecamatan Wates, sedangkan sub group Typic Endoaquepts dominan terdapat di Kecamatan Panjatan dan Kecamatan Galur. Gambar 8 memperlihatkan sebaran spasial jenis tanah hingga tingkat sub grup yang ada di daerah penelitian.

Pada tanah-tanah ordo Alfisol, Mollisols dan Vertisol kandungan mineral liatnya didominasi oleh mineral liat tipe 2:1 dengan kandungan KTK liat lebih dari 60 me/100 g liat. Untuk tanah ordo Inceptisol dan Entisol di daerah penelitian didominasi oleh mineral liat campuran. Jika dikaitkan dengan batuan pembentuk- nya maka sebagian besar daerah penelitian merupakan campuran batu pasir dan batu gamping yang dikenal dengan formasi Sentolo, sebagian wilayah Kecamatan Galur berbahan induk endapan liat dan tufa napalan, dan bahan induk aluvium terdapat di sebagian kecil wilayah Kecamatan Temon. Tabel 3 menunjukkan jenis dan sifat tanah serta luas masing-masing jenis tanah yang ada di daerah penelitian.

Tabel 3 di muka memperlihatkan bahwa di daerah penelitian 46,0% wila- yahnya dengan jenis tanah ordo Inceptisol (meliputi sub group; Typic Endo- aquepts sebesar 32,8%, Typic Eutrudepts sebanyak 11,1%, dan Aeric Hala- quepts sebesar 2,1%). Sarwono (2002) menyatakan jenis tanah ini merupakan tanah muda, namun lebih berkembang dibandingkan ordo Entisol. Umumnya jenis tanah Inceptisol memiliki horison kambik (yaitu horison bawah yang telah terbentuk struktur tanah atau warna sudah lebih merah daripada bahan induk). Karena tanah belum berkembang lanjut, kebanyakan tanah ini cukup subur.

Selanjutnya ordo Entisol sebesar 19,7% yang meliputi sub group; Typic Tropopsamments sebesar 18,9% dan Typic Udipsamments sebanyak 0,8%. Tanah ordo Entisol merupakan tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik atau histik apabila tanah sangat lembek. Tanah ini dahulu disebut tanah Aluvial atau Regosol. Karena masih dalam taraf permulaan perkembangan maka tanah Entisol relatif kurang subur dibandingkan tanah Inceptisol.

Ordo Alfisol ditemukan pada sub group Typic Endoaqualfs sebesar 14,5%. Tanah ordo Alfisol dicirikan terdapat penimbunan liat di horison bawah dan mem- punyai kejenuhan basa (berdasar jumlah kation) tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Selanjutnya di daerah penelitian, tanah ordo Mollisols sebesar 11,2% yang meliputi sub group; Pachic Argiudolls sebanyak 7,0% dan Typic Argiudolls sebanyak 4,2% sedangkan ordo Vertisol sebesar 8,6% dengan sub group; Leptic Hapluderts/Chromuderts sebesar 6,2% dan Typic Haplusterts sebesar 2,4%.

Jadi secara umum daerah penelitian memiliki tingkat kesuburan yang relatif tinggi dengan jenis tanah; Alfisol, Mollisols dan Vertisol. Dengan kondisi ini maka berbagai jenis tanaman baik padi, palawija, hortikultura, dan buah-buahan me- mungkinkan tumbuh baik di daerah penelitian.

Satuan lahan

Satuan lahan merupakan lahan yang memiliki karakteristik fisik yang seragam yang digunakan sebagai unit analisis. Satuan lahan diperoleh dengan cara melakukan overlay antara peta lereng, peta curah hujan dan peta tanah. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 20 satuan lahan (lihat Gambar 8). Deskripsi masing-masing satuan lahan secara lengkap disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Satuan lahan di daerah penelitian. Satuan

lahan Nama tanah

Kelas lereng (%) Curah hujan (mm/thn) Luas (ha) % 1 Aeric Halaquepts < 3 2.000-2.500 303,3 2,1 2 Typic Tropopsamments < 3 2.000-2.500 2.713,9 18,9 3 Typic Endoaquepts < 3 2.000-2.500 4.452,7 31,1 4 Typic Endoaqualfs < 3 2.000-2.500 140,6 1,0 5 Typic Endoaqualfs < 3 2.000-2.500 1.337,2 9,3 6 Typic Endoaqualfs < 3 2.500-3.000 338,3 2,4 7 Leptic Hapluderts/Chromuderts < 3 2.000-2.500 610,9 4,3 8 Typic Endoaqualfs 6-8 2.500-3.000 90,7 0,6 9 Typic Endoaqualfs 9-16 2.500-3.000 168,0 1,2 10 Pachic Argiudolls < 3 2.000-2.500 831,8 5,8 11 Typic Eutrudepts < 3 2.000-2.500 876,3 6,1 12 Typic Eutrudepts 3-5 2.000-2.500 241,6 1,7 13 Pachic Argiudolls 6-8 2.500-3.000 177,6 1,2 14 Typic Eutrudepts < 3 1.500-2.000 468,2 3,3 15 Leptic Hapluderts/Chromuderts < 3 1.500-2.000 280,7 2,0 16 Typic Endoaquepts < 3 1.500-2.000 101,9 0,7 17 Typic Haplusterts < 3 2.000-2.500 341,9 2,4 18 Typic Endoaquepts < 3 2.000-2.500 153,7 1,1 19 Typic Argiudolls < 3 2.000-2.500 603,7 4,2 20 Typic Udipsamments < 3 2.000-2.500 104,2 0,7 Jumlah 14.337,2 100,0

Sumber: Hasil Analisis, 2006

Perekonomian Wilayah

Struktur perekonomian wilayah Kabupaten Kulon Progo utamanya bertum- pu pada sektor pertanian, hal ini mengingat sebagian besar penduduknya masih mengandalkan mata pencaharian pokok dari bercocok tanam di areal pertanian yang ada. Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo menunjukkan dari total 103.271 rumah tangga, sebanyak 78,13% (80.685 rumah tangga) merupa- kan rumah tangga pertanian dengan nilai PDRB sebesar Rp. 388.269.000,00 dan 21,87% (22.586 rumah tangga) merupakan rumah tangga nonpertanian. Selanjutnya dari total PDRB Kabupaten Kulon Progo tahun 2004 sebesar Rp. 1.399.243.000,00 (atas dasar harga konstan tahun 2000) sebanyak; 27,75% ber- asal dari sektor pertanian, 17,97% dari sektor jasa, 16,23% dari sektor perda- gangan, hotel dan restoran, 16,02% dari industri pengolahan, 10,03% dari sektor

angkutan dan komunikasi, serta sisanya dari sektor keuangan, bangunan/kon- struksi, pertambangan dan penggalian, dan listrik, gas dan air bersih. Nilai PDRB per kapita pada tahun yang sama adalah sebesar Rp. 3.722.539,00 (BPS, 2004). Jika dilihat perkembangan persentase PDRB dari tahun 2002-2004 (atas dasar harga konstan tahun 2000) untuk lapangan usaha pertanian menunjukkan tren yang cenderung menurun, yaitu; 28,28% di tahun 2002, turun menjadi 27,96% di tahun 2003, dan menjadi 27,75% di tahun 2004. Penurunan persen- tase PDRB ternyata diimbangi dengan kenaikan di sektor lapangan usaha; ang- kutan dan komunikasi, dan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, walau- pun kenaikannya relatif kecil. Walaupun terjadi tren penurunan sumbangan PDRB dari lapangan usaha pertanian, namun secara keseluruhan untuk tiap-tiap tahun tersebut sumbangan PDRB sektor pertanian tetap paling tinggi dibanding- kan sektor lainnya. Dengan demikian peranan sektor pertanian dalam struktur PDRB Kabupaten Kulon Progo masih dominan dan mempunyai peluang untuk ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang.

Perkembangan perekonomian wilayah tentu tidak terlepas dari kemajuan di bidang infrastruktur, baik; jalan, perbankan atau jasa keuangan, pos dan teleko- munikasi. Secara lokasi, wilayah kecamatan pesisir Kulon Progo mempunyai letak yang strategis. Wilayah ini dilalui jalan negara yang menghubungkan Yog- yakarta ke Jakarta atau Bandung dengan melewati jalur selatan Jawa. Informasi yang diperoleh dari instansi terkait menyebutkan bahwa secara bertahap dengan kegiatan awal pada tahun 2004 berupa pendataan kepemilikan tanah, maka jalan Daendels yang statusnya merupakan jalan propinsi akan ditingkatkan statusnya menjadi jalan nasional. Dengan adanya rencana pembangunan jalur jalan lintas selatan Jawa ini, memungkinkan lebih terbukanya aksesibilitas dan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian di wilayah pesisir Kulon Progo. Adapun pola jaringan jalan di daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 9.

Di sektor perbankan atau jasa keuangan (termasuk didalamnya koperasi) maka terdapat kurang lebih 13 lembaga perbankan, 12 lembaga KUD, 210 lem- baga non KUD. Peranan lembaga perbankan atau jasa keuangan cukup penting karena menjadi salah satu sarana bagi petani untuk mendapatkan modal atau menyimpan dananya. Yang cukup menarik, keberadaan lembaga non KUD dima- na jumlahnya cenderung meningkat, yaitu dari sebanyak 184 lembaga di tahun 2000 menjadi 210 lembaga di tahun 2004. Ini berarti lembaga non KUD telah menggeser peran KUD dalam penyediaan jasa keuangan di daerah penelitian.

Sosial dan Budaya Kependudukan

Jumlah penduduk di kecamatan pesisir Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2004 sebesar 152.287 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 73.893 jiwa dan perempuan 78.394 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 94 dan jumlah rumah tangga 32.244 kepala keluarga. Keadaan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, rasio jenis kelamin, dan rumah tangga di masing-masing kecamatan pesisir secara lengkap disajikan pada tabel 5 berikut:

Tabel 5 Banyaknya rumah tangga dan penduduk di daerah penelitian tahun 2004.

Penduduk

Kecamatan Rumah

Tangga Laki-laki Perempuan

Sex Ratio Jumlah Penduduk 1. Temon 6.756 15.308 16.311 94 31.619 2. Wates 10.173 23.434 24.742 95 48.176 3. Panjatan 8.139 19.337 20.540 94 39.877 4. Galur 7.176 15.814 16.801 94 32.615 Jumlah 32.244 73.893 78.394 94 152.287

Sumber data: BPS Kabupaten Kulon Progo

Apabila dikaitkan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah masing- masing kecamatan (sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 di muka) maka wila- yah dengan kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Wates yaitu 1.505 jiwa/km2 dan terendah Kecamatan Temon sebesar 871 jiwa/km2, sedangkan secara total

wilayah kecamatan pesisir mempunyai kepadatan penduduk 1.044 jiwa/km2. Kepadatan penduduk yang tinggi di Kecamatan Wates dikarenakan pada wilayah ini pusat pemerintahan Kabupaten Kulon Progo berlokasi yaitu tepatnya di Desa Wates. Berdasarkan pengamatan di lapangan tampak bahwa distribusi penduduk di wilayah pesisir pada umumnya membentuk pola linear terkonsentrasi di sepanjang jalan arteri primer. Khusus di Desa Wates permukiman membentuk pola radial dengan zona inti (core) adalah pusat pemerintahan kabupaten se- dangkan permukiman atau gedung lainnya melingkar di wilayah pinggiran (pheri- pheri), sebagaimana umumnya yang terjadi pada kota-kota lain yang memiliki topografi wilayah relatif datar.

Peranan strategis sektor pertanian sebagai ”prime mover” dalam pengem- bangan wilayah kecamatan pesisir khususnya dan kabupaten pada umumnya, selain kontribusinya terhadap PDRB wilayah, juga dapat dilihat dari keterlibatan penduduk dalam sektor ini. Data yang diperoleh dari instansi terkait menunjukkan bahwa penduduk yang berprofesi sebagai ”petani atau buruh tani” yaitu; di Keca-

matan Temon sebanyak 34,06%, Kecamatan Wates sebesar 23,35%, Kecamat- an Panjatan sebanyak 34,33%, dan di Kecamatan Galur sebesar 17,72%. Seca- ra rinci banyaknya penduduk yang berprofesi sebagai petani atau buruh tani di masing-masing kecamatan pesisir ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini:

Tabel 6 Banyaknya kelompok tani, anggota kelompok tani dan petani/buruh tani di daerah penelitian tahun 2004.

Kecamatan Kelompok Tani Anggota

Kelompok Tani Petani/Buruh Tani

1. Temon 76 3.038 10.770

2. Wates 50 5.517 11.250

3. Panjatan 62 4.529 13.689

4. Galur 51 4.126 5.778

Jumlah 239 17.210 41.487

Sumber data: BPS Kabupaten Kulon Progo

Masyarakat kecamatan pesisir Kabupaten Kulon Progo pada umumnya me- meluk agama Islam. Pada tahun 2004 komposisi penduduk menurut agama di daerah penelitian menunjukkan bahwa dari sejumlah 152.864 jiwa, sebanyak 97,30% memeluk agama Islam, 1,8% beragama Protestan, 0,9% memeluk aga- ma Katolik, dan sisanya beragama Hindu dan Budha.

Kehidupan keagamaan yang menyatu dengan aktifitas penduduk di wilayah ini tidak terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Secara keseluruhan di wilayah kecamatan pesisir terdapat 620 masjid/mushola/langgar, 9 gereja/rumah kebaktian, dan ditunjang dengan keberadaan berbagai perkum- pulan majelis taklim serta Tempat Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Kesemarakan kehidupan keagamaan yang mewarnai dinamika kehidupan penduduknya ter- nyata tidak mengurangi rasa kebersamaan antar pemeluk agama dalam kehidup- an bermasyarakat dan pembangunan wilayah, terbukti bahwa selama ini tidak pernah terjadi konflik antar pemeluk agama.

Pendidikan

Tingkat kesadaran masyarakat di wilayah ini akan arti pentingnya pendi- dikan sudah cukup tinggi, hal ini tampak pada ketersediaan sarana dan prasa- rana yang ada. Secara keseluruhan di wilayah ini terdapat 122 sekolah TK, 125 jenjang Sekolah Dasar (SD), 20 sekolah jenjang SMP, 8 sekolah jenjang SMA, dan 2 sekolah jenjang Perguruan Tinggi. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dimana salah satu programnya adalah peningkatan dan pengembangan pembangunan sektor kelautan, maka di wilayah Kecamatan Temon sejak tahun 2003 telah dibuka Sekolah Menengah Atas Kejuruan Negeri Minat Kelautan de-

ngan tujuan pokok menyiapkan sumberdaya manusia yang handal dalam pe- ngelolaan sumberdaya alam kelautan.

Selain itu di Kecamatan Wates terdapat dua perguruan tinggi yaitu; Univer- sitas Negeri Yogyakarta Cabang Wates dan IKIP PGRI. Kedua perguruan tinggi tersebut tidak hanya menarik minat warga masyarakat Kabupaten Kulon Progo, tetapi juga mampu menyerap mahasiswa yang berasal dari kabupaten lainnya seperti dari Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan di wilayah kecamatan pesisir secara lengkap ditunjukkan pada tabel 7 di bawah ini:

Tabel 7 Banyaknya sarana pendidikan di daerah penelitian tahun 2004.

Sarana Jenjang Pendidikan Kecamatan TK SD SMP SMA PT 1. Temon 25 27 3 1 - 2. Wates 33 41 9 5 2 3. Panjatan 25 29 4 - - 4. Galur 39 28 4 2 - Jumlah 122 125 20 8 2

Sumber data: BPS Kabupaten Kulon Progo

Kesehatan

Disamping akses terhadap pendidikan, kemajuan suatu wilayah juga sa- ngat dipengaruhi oleh akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana kese- hatan. Ketersediaan dan keterjangkauan (baik dalam arti jarak maupun biaya) atas sarana dan prasarana kesehatan berpengaruh signifikan terhadap derajat kesehatan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Derajat kesehatan ma- syarakat yang tinggi mencerminkan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi pula, sehingga ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan di suatu wilayah memiliki peranan penting untuk menggambarkan kemajuan wilayah tersebut.

Di daerah penelitian, ketersediaan dan keterjangkauan sarana dan prasara- na kesehatan oleh masyarakat dapat dikatakan sudah cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan 6 rumah sakit, 6 unit Puskesmas, 21 unit Puskes- mas Pembantu (Pustu), 62 tenaga dokter, dan 292 tenaga paramedis. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakatnya tampak dari usaha terus-menerus untuk meningkat- kan status Rumah Sakit Umum Daerah Wates dari rumah sakit tipe C menjadi tipe B. Demikian pula halnya pada pelayanan kesehatan di tingkat lini, yakni melalui upaya peningkatan dana dan peralatan bagi Puskesmas -Puskesmas

yang ada agar mampu melayani masyarakat dengan menjadikannya sebagai Puskesmas Rawat Inap.

Di sektor swasta, kemajuan pelayanan bidang kesehatan juga semakin tampak hasilnya. Terbukti, dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, telah ber- diri beberapa rumah sakit (umumnya rumah sakit ibu dan anak tipe kecil) yaitu; 1 rumah sakit di Kecamatan Temon, 2 rumah sakit di Kecamatan Wates, dan 1 ru- mah sakit di Kecamatan Panjatan. Data selengkapnya ketersediaan sarana dan tenaga kesehatan yang ada di daerah penelitian ditunjukkan pada tabel 8 di ba- wah ini:

Tabel 8 Banyaknya sarana dan tenaga kesehatan di daerah penelitian tahun 2004.

Sarana dan Tenaga Kesehatan Kecamatan

Rumah Sakit Puskesmas Pustu Dokter Paramedis

1. Temon 1 2 4 10 47

2. Wates 4 1 6 41 178

3. Panjatan 1 1 7 3 27

4. Galur - 2 4 8 40

Jumlah 6 6 21 62 292

Sumber data: BPS Kabupaten Kulon Progo

Kebudayaan

Nilai-nilai budaya yang berkembang dalam suatu masyarakat sangat mem - pengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari mereka. Demikian juga halnya di dae- rah penelitian. Sebagian besar penduduk, yakni lebih dari 75% dari sebanyak 32.442 rumah tangga yang tinggal di wilayah pesisir Kulon Progo, berprofesi sebagai petani atau buruh tani sedangkan yang berprofesi sebagai nelayan jum- lahnya relatif kecil. Sebagian besar nelayan yang berdomisili di wilayah ini adalah para nelayan perantau, umumnya berasal dari Cilacap Jawa Tengah. Sehingga, walaupun wilayah daerah penelitian berbatasan langsung dengan Samudera Hindia namun budaya melaut merupakan budaya asing terutama bagi sebagian besar penduduk asli.

Namun demikian, bukan berarti para petani atau buruh tani di wilayah pesi- sir Kulon Progo adalah petani atau buruh tani yang memiliki sifat lemah dan tidak kreatif. Keterbatasan kesuburan tanah dan kondisi iklim lingkungan pesisir juste- ru mendorong para petani dan buruh tani menjadi pribadi yang ulet dan penuh kreatifitas. Dinamisasi kehidupan para petani, buruh tani, dan nelayan serta masyarakat lainnya di wilayah pesisir tercermin dari berkembangnya perkum- pulan seni tari tradisional yang memiliki bobot gerak dinamis tinggi, seperti;

jatilan sebanyak 42 perkumpulan, reog sebanyak 4 perkumpulan, dan angguk sebanyak 3 perkumpulan.

Selain perkumpulan seni tari, di daerah penelitian juga berkembang per- kumpulan seni musik. Jenis seni musik yang banyak diminati oleh penduduk di wilayah ini antara lain adalah; qasidah, campursari, karawitan, dan keroncong. Seni musik lainnya walaupun jumlahnya relatif sedikit namun tetap bertahan dalam kehidupan masyarakat pesisir Kulon Progo. Adapun jumlah perkumpulan seni musik menurut kecamatan di wilayah pesisir Kulon Progo secara rinci ditun- jukkan pada tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9 Banyaknya perkumpulan seni musik di daerah penelitian tahun 2004.

Jenis Perkumpulan Seni Musik

Kecamatan Kara- witan Keron- cong Qosi- dah Band Orkes Melayu Musik Bambu Paduan Suara Campur Sari 1. Temon 8 2 32 2 1 1 1 5 2. Wates 10 2 32 3 2 - - 11 3. Panjatan 5 6 48 - 1 - - 5 4. Galur 4 2 32 1 1 - - 9

Sumber data: BPS Kabupaten Kulon Progo

Pasar sebagai wujud budaya masyarakat juga tersedia di daerah pene- litian. Hingga tahun 2004 di wilayah ini terdapat; kurang lebih 14 pasar umum, 6 unit tempat pelelangan ikan (TPI), 2 pasar hewan, dan 1 pasar unggas/burung. Keberadaan pasar dan TPI telah mampu menghidupkan roda perekonomian wilayah. Selain berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan kebutuhan sehari-

Dokumen terkait