• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah Rawan Bencana

Dalam dokumen Raperda RPJMD 2012-2016 bf34b2d1816dc45 (Halaman 34-37)

BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. Kondisi Geografis dan Demografis

2.1.7 Daerah Rawan Bencana

Pengertian kawasan rawan bencana adalah daerah yang pernah mengalami bencana atau daerah yang mempunyai potensi terjadinya bencana. Daerah rawan bencana di Kabupaten Landak dapat diidentifikasi salah satunya dari kondisi morfologi wilayah, sifat fisik tanah dan batuan serta keadaan curah hujan.

Keberadaan sungai besar dan kecil di Kabupaten Landak tentu saja memberikan dampak terhadap munculnya beberapa kawasan yang rawan

terhadap genangan dan banjir musiman, terutama pada saat musim hujan berpotensi mengalami genangan banjir disekitar kawasan sungai dan berpotensi tanah longsor pada daerah dengan kemiringan diatas 25 %.

Berdasarkan data dari Badan Lingkungan Hidup daerah Provinsi Kalbar, bahwa potensi kebakaran hutan juga merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi Kabupaten Landak, pembukaan lahan dengan cara dibakar adalah pemicu terjadinya kebakaran hutan.

Permasalahan dan potensi rawan bencana tersebut diatas merupakan kendala yang dihadapi Kabupaten Landak, beberapa daerah rawan bencana meliputi :

1. Gerakan Tanah/Longsor

Longsor dapat terjadi pada daerah yang memliki kemiringan lereng bervariasi. Lereng yang terjal dengan jenis tanahnya mempunyai kandungan pasir banyak akan memudahkan terjadinya longsor. Jenis longsoran terdiri dari :

 Debris flow yaitu gerakan tanah yang bergerak mengalir dari satu

tempat ke tempat lain;

 Block side yaitu gerakan tanah yang terjadi pada blok masa

batuan; dan

 Rock slide yaitu gerakan tanah yang bergerak secara rotasi dari

satu tempat ke tempat lain.

Selain longsoran, dikenal juga amblesan berupa gerakan tanah yang tak terlihat jelas namun dapat diidentifikasi bila pada suatu lahan terjadi pergeseran bangunan. Misalnya pergeseran tiang listrik ke arah yang lebih miring. Peristiwa tanah longsor biasanya terjadi jika gaya gravitasi melebihi gaya menahan naik karena kekuatan dan kohesi bahan, friksi antara bahan dengan sekitarnya dan unsur penahan. Beberapa faktor inheren adalah keadaan struktur, sifat distribusi mineral dan unsur lain, topografi, kadar air dan kelembaban, serta vegetasi. Kawasan gerakan tanah di Kabupaten Landak dapat di bagi menjadi 3 kelompok yaitu :

a. Zone Potensi Gerakan Tanah Rendah

Wilayah yang mempunyai potensi gerakan tanah rendah memiliki

karakteristik fisik antara lain morfologi daratan hingga

bergelombang kemiringan lereng 0-15 %, lereng tidak dibentuk oleh gerakan tanah lama, tanah timbunan dan lempung yang mempunyai sifat mengembang. Sebaran daerahnya meliputi sebagian besar Kabupaten Landak.

b. Zone Potensi Gerakan Tanah Sedang

Wilayah yang mempunyai potensi gerakan tanah sedang memiliki karakteristik fisik antara lain morfologi bergelombang hingga berbukit kemiringan lereng 15-25 %, pada zone ini terjadi gerakan tanah berdimensi kecil hingga agak besar, terutama pada daerah yang berbatasan dengan perbukitan, lembah/lereng, dengan tanah pelapukan yang tebal (>90 cm). Gerakan tanah lama dapat aktif kembali terutama disebabkan oleh curah hujan yang tinggi serta

erosi yang berat. Dengan penutup lahan berupa vegetasi yang jarang maka potensi gerakan tanah akan meningkat.

c. Zone Potensi Gerakan Tanah Tinggi

Wilayah yang mempunyai potensi gerakan tanah tinggi memiliki karakteristik fisik antara lain morfologi berbukit-bergunung hingga berbukit kemiringan lereng > 25 %, pada zone ini terjadi gerakan tanah berdimensi agak besar, terutama pada daerah yang berbatasan lembah sungai, lereng perbukitan yang dipengaruhi oleh struktur geologi (sesar dan kekar) Gerakan tanah lama dapat mudah aktif kembali terutama disebabkan oleh curah hujan yang tinggi serta erosi yang berat. Sebaran potensi gerakan tanah tinggi antara lain pada kemiringan yang relatif terjal, dengan pemicu intensitas curah hujan yang tinggi, memudahkan terjadinya gerakan tanah.

2. Banjir

Banjir terjadi disebabkan karena faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami dapat diidentifikasi dari keadaan morfologi wilayah yang berupa dataran, kerapatan dan jenis penggunaan lahan, curah hujan yang tinggi sehingga ketika terjadinya hujan aliran sungai atau debit sungai akan meningkat/meluap. Faktor manusia ikut berpengaruh terhadap terjadinya banjir karena adanya penggundulan hutan di daerah hulu, sehingga aliran permukaan langsung menjadi aliran sungai. Banjir erat kaitannya dengan drainase permukaan tanah. Drainase di sini adalah drainase yang menunjukkan lamanya atau seringnya tanah tergenang air. Dengan demikian drainase ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah lainnya seperti lereng, tekstur tanah, konsistensi/porositas tanah.

Daerah banjir dapat terjadi di dataran aluvial bekas rawa, daerah tersebut merupakan tempat yang sering tergenang air. Tanggul sungai dan sempadan sungai yang sudah rusak dan tidak dapat berfungsi menahan luapan air, akan mempermudah aliran menyebar ke kiri kanan sungai. Sebaran kawasan berpotensi banjir terdapat pada daerah yang mempunyai karakter rawa dan jenis tanahnya organosol/gambut. Kawasan tersebut hampir tersebar di sepanjang sempadan sungai di Kabupaten Landak.

3. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam biasa terjadi pada musim kemarau ketika cuaca sangat panas. Namun, sebab utama dari kebakaran adalah pembukaan lahan yang meliputi:

Pembakaran lahan yang tidak terkendali sehingga merembet ke

lahan lain. Pembukaan lahan tersebut dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun perusahaan. Namun bila pembukaan lahan dilaksanakan dengan pembakaran dalam skala besar, kebakaran tersebut sulit terkendali. Pembukaan lahan dilaksanakan untuk usaha perkebunan, HTI, pertanian lahan kering, sonor dan mencari ikan. Pembukaan lahan yang paling berbahaya adalah di daerah rawa/gambut;

Penggunaan lahan yang menjadikan lahan rawan kebakaran,

Konflik antara pihak pemerintah, perusahaan dan masyarakat karena status lahan sengketa perusahaan-perusahaan kelapa sawit kemudian menyewa tenaga kerja dari luar untuk bekerja dan membakar lahan masyarakat lokal yang lahannya ingin diambil alih

oleh perusahaan, untuk mengusir masyarakat. Kebakaran

mengurangi nilai lahan dengan cara membuat lahan menjadi terdegradasi, dan dengan demikian perusahaan akan lebih mudah dapat mengambil alih lahan dengan melakukan pembayaran ganti rugi yang murah bagi penduduk asli;

Dalam beberapa kasus, penduduk lokal juga melakukan

pembakaran untuk memprotes pengambil-alihan lahan mereka oleh perusahaan kelapa sawit;

Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, sehingga

terpaksa memilih alternatif yang mudah, murah dan cepat untuk pembukaan lahan; dan

Kurangnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang

melang-gar peraturan pembukaan lahan. Penyebab kebakaran lain, antara lain:

Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau

yang panjang;

Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok

secara sembarangan; dan

Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut

yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.

Hutan-hutan tropis basah yang belum terganggu umumnya benar-benar tahan terhadap kebakaran dan hanya akan terbakar setelah periode kemarau yang berkepanjangan. Sebaliknya, hutan-hutan yang telah dibalak, mengalami degradasi, dan ditumbuhi semak belukar, jauh lebih rentan terhadap kebakaran. Kawasan persebaran rawan kebakaran hutan terdapat dibeberapa titik pada kawasan hutan dan rawa/gambut di Kabupaten Landak.

Dalam dokumen Raperda RPJMD 2012-2016 bf34b2d1816dc45 (Halaman 34-37)

Dokumen terkait