• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Nama, usia, alamat ?

2. Apakah anda mengetahui tentang jalannya perang setelah proklamasi di Kecamatan Tengaran? Jelaskan !

3. Apakah di Kecamatan Tengaran terdapat kelompok masyarakat yang mendukung perjuangan Republik?

4. Apakah anda mengetahui tentang Pasukan Clurut? 5. Apakah anda ikut di dalamnya?

6. Bagaimana anda bisa bergabung dengan Pasukan Clurut?

7. Kapan anda bergabung dengan Pasukan Clurut (setelah Salatiga jatuh ke Belanda, sebelum doorstoot/perundingan Klero atau setelah doorstoot)? 8. Di mana pertamakali latihan tempur?

9. Siapa yang mengajarkan?

10.Apakah anda pernah mendapat misi? 11.Bagaimana jalannya misi tersebut? 12.Senjata apa yang anda gunakan?

13.Bagaimana keadaan sosial-ekonomi masyarakat Tengaran selama revolusi fisik (setelah Salatiga jatuh ke Belanda, sebelum doorstoot/perundingan Klero dan setelah doorstoot)?

14. Apakah anda mengetahui tokoh TNI, pamong desa, dan ulama yang berjasa selama revolusi fisik?

15.Bagaimana keadaan masyarakat saat militer Belanda mendoorstoot Tengaran?

16.Ke mana anda lari selama Belanda menguasai Tengaran? 17.Apakah terdapat dapur umum selama revolusi fisik? Di mana? 18.Siapa petugas dapur umum?

19.Di mana masyarakat mengungsi selama revolusi fisik? 20.Apakah ada pasar tiban (mendadak)? Di mana saja? 21.Bagaimana berakhirnya perang di Tengaran?

149 Lampiran 18

Hasil Wawancara dengan Jumari Tanggal 3 Desember 2013

Pada awal didirikannya Pasukan Celurut, Mbah Dullah mengajarkan latian perang pertama bagi Anggota Celurut di halaman rumah Ahmad Tirkon di dusun Kaliwaru, yang pada waktu itu sudah ditinggal penghuninya. Ketika latihan pertama, anggota Pasukan Celurut bernama Trimo, bermain senjata api laras panjang berjenis Sarekat. Senjata tersebut meletus dan mengenai telinga dari Jumari yang pada waktu itu juga ikut dalam pelatihan. Dari lokasi pelatihan pertama, pindah ke masjid Kaliwaru. Disana Anggota Pasukan Celurut dilatih Kapten Kyai Mawardi untuk menggunakan senjata api. Setelah berlatih, Mbah Dullah melatih fisik mereka dengan cara mencari target sasaran berupa bendera putih. Pada waktu itu Mbah Dullah memasang bendera putih di makam dusun Ngentak, Klero (dekat komplek situs Candi Klero). Bendera tersebut dikibarkan dengan diikatkan pada sebatang bambu yang tingginya 10 Meter. Setelah dipasang disekitar makam, Mbah Dullah kembali ke Markas Pasukan Celurut di Kaliwaru. Mbah Dullah memerintahkan anggotanya untuk mencapai bendera yang dimaksud. Anggota Pasukan Celurut dalam mencapai target sasaran harus berjalan melewati Sungai Serang dan merangkak naik pada tebing ditepi Sungai Serang dengan ketinggian sekitar 30 meter menuju makam. Setelah mereka mencapai target tujuan, mereka membawa bendera putih yang dipasang Mbah Dullah, kembali ke markas Pasukan Celurut di Kaliwaru.

Pasukan Celurut dibawah komando Mbah Dullah mengadakan penyerbuan pertamanya pada markas pertahanan Belanda di Kembangsari (sekarang menjadi kantor pengembangan tanaman holtikultura di utara pasar Kembangsari Baru) yang dahulunya markas tersebut digunakan sebagai kantor oleh sebuah perusahaan perkebunan jeruk. Sebelum digerakan menuju front, Pasukan Celurut dirajah dengan telur yang telah diberi mantra oleh Kapten Kyai Mawardi. Setelah tadi dimakan, Pasukan Celurut berdoa bersama untuk kesalamatan. Penyerangan dilakukan pada malam hari. Penyerangan di Kembangsari dipecah menjadi 2 regu, satu regu terdiri dari 10 orang. Pemimpin regu barat dipimpin oleh Riri (nama panggilan, nama asli tidak diketahui), sedangkan regu timur dipimpin langsung oleh Mbah Dullah. Pada awal penyerangan, Pasukan Celurut merangkak dari selatan sungai kecil (sekarang di selatan pasar Kembangsari) untuk mendekati markas pertahanan Belanda. Penyerangan dilakukan pertama kali oleh regu timur yang dipimpin Mbah Dullah. Belanda menyalakan lampu sokle (lampu sorot) ke atas. Akhirnya posisi regu timur diketahui oleh Belanda. Belanda menembakan mortir ke regu timur, tetapi mortir tersebut tidak ada yang meledak. Ketika regu barat mendapat aba-aba dari Mbah Dullah, regu barat mulai memasuki markas. Posisi regu barat waktu itu berada di barat jalan raya yang menghubungkan kota Semarang dan Solo. Setelah regu barat masuk, ternyata semua serdadu Belanda yang berjaga disana telah melarikan diri ke Salatiga. Dalam penyerangan tersebut, Pasukan Celurut tidak mendapatkan senjata dan idak ada korban di kedua pihak.

Setelah menyerang markas Belanda di Kembangsari, selang beberapa hari kemudian Mbah Dullah memerintahkan anggota Pasukan Celurut yang sukarela

150 bertugas menjadi mata-mata untuk mengintai pergerakan dan kekuatan pasukan Belanda di Tangsi Bambu. Akhirnya Jumari mengajukan dirinya untuk melaksanakan tugas itu. Dari markas Kaliwaru, Jumari menyamar sebagai pencari kayu bakar berjalan menuju Salatiga dengan bendo (golok). Dalam penyamaranya, baju yang dipakainya adalah baju jelek yang yang terbuat dari jerami dan memakai celana pendek yang terbuat dari karung goni dengan ikat pingganya yang terbuat dari serabut pohon pisang. Sekitar pukul 7.00 Jumari berangkat dari Kaliwaru dengan goloknya yang sudah diberi mantra oleh Kapten Kyai Mawardi. Jumari berjalan ke arah utara menuju Tangsi Bambu melalui Klero, Karang Duren, dan Bener. Sesampainya di Bener Timur, Jumari bergerak ke arah barat untuk menyeberangi jalan Semarang-Solo menuju ke Cebongan. Dari Cebongan, Jumari bergerak ke Pendem dan sampai di ABC. Jumari melewati rumah-rumah penduduk yang telah kosong ditinggal mengungsi pemiliknya ke luar daerah Salatiga. Jumari sampai di Tangsi Bambu sekitar pukul 15.00. Disekitar markas Belanda terdapat banyak pohon kenari. Karena Jumari menyamar sebagai pencari kayu bakar, Jumari memanjat pohon tersebut sambil mengintai kekuatan musuh di Tangsi Bambu. Dalam pengintaiannya, Jumari melihat ada empat serdadu militer Belanda yang bersenjata laras panjang dan berseragam hijau berjaga di depan barak di Tangsi Bambu. Ketika Jumari turun setelah mengumpulkan kayu, Jumari tertangkap oleh seorang serdadu militer Belanda dengan senjata pistol di ikat pinggang serdadu tersebut. Jumari ketakutan dan khawatir karena mengira ia akan dibunuh. Tetapi Jumari tidak dibunuh malahan Jumari diberi serdadu sepotong roti selebar setengah telapak tangan, berwarna biru, dan manisrasanya. Saat perjalanan pulang, Jumari membuang kayunya di sekitar Isep-Isep. Sampai di markas Kaliwaru sekitar pukul 1.00 malam Jumari melaporkan hasil pengintaiannya kepada Mbah Dullah.

Seminggu setelah pengintaian, Mbah Dullah memerintahkan Jumari dan Trimo dan dua anggota Pasukan Celurut untuk memasang truckbomb (mine) dilajur timur jalan raya yang menghubungan antara kota Semarang dan Solo, tepatnya di pertigaan Klero. Setelah dipasang kawat berjarak 50 meter, mine dan kawat penghubung tersebut dikubur dalam tanah. Penarik kawat mine bersembunyi didalam sebuah lubang di barat jalan raya. Lima belas hari setelah mine itu dikubur, datanglah konvoi Belanda yang menuju Solo. Saat konvoi melintas, truckbomb tersebut diledakan oleh TP. Banyak jatuh korban jiwa dipihak Belanda. Mayat-mayat serdadu Belanda itu diangkut ke truk menuju ke Salatiga.

151

GAMBAR-GAMBAR

152 Gambar 1

Sumber : Peta Topografi Kabupaten Semarang, diakses dari

http://geospasial.bnpb.go.id, pada 28 Januari 2014 (sudah diedit oleh penulis).

153 Gambar 2

Sumber : Peta Topografi Kabupaten Semarang, diakses dari

http://geospasial.bnpb.go.id, pada 28 Januari 2014 (sudah diedit oleh penulis).

154 Gambar 3

Sumber : Peta Topografi Kabupaten Semarang, diakses dari

http://geospasial.bnpb.go.id, pada 28 Januari 2014 (sudah diedit oleh penulis).

155 Gambar 4

Sumber: Peta Topografi Kabupaten Semarang, diakses dari

http://geospasial.bnpb.go.id, pada 28 Januari 2014 (sudah diedit oleh penulis).

156 Gambar 5

Suasana perundingan Klero, Delegasi RI diketuai oleh Letkol Mursito didampingi oleh Residen Semarang dan Residen Surakarta. Sedangkan, pihak Belanda diketuai oleh Letkol AJP. Brummer didampingi oleh Mayor FA. Semit, Kapten A.V. Vosveld dan Residen Salatiga, Emanuel. Sebagai mediator dari Komisi Tiga Negara adalah Kolonel Survy dari Belgia dan Mayor Mackie dari Amerika Serikat.

Sumber : http://afbeeldingen.gahetna.nl/naa/thumb/1280x1280/46988 0ce-b1eb-4fad-9fc0-2f4e4de67da8.jpg

157 Gambar 6

Perwakilan TNI dan perwakilan militer Belanda memeriksa penanaman patok batas status quo di Kalitanggi pada 27 Januari 1948.

Sumber : http://afbeeldingen.gahetna.nl/naa/thumb/1280x1280/847152f5-cd82-4ec8-885c-7d75ac4bd908.jpg

Dokumen terkait