• Tidak ada hasil yang ditemukan

Padangpanjang. Korelasi yang terjadi pada daerah Sicincin dengan kecepatan angin meridional adalah berkorelasi positif, dan nilai koefisien korelasi tertinggi yaitu 0.505 yang terdapat pada lag number 3, lihat pada Tabel 4. Hal ini mengindikasikan bahwa angin yang mendominasi adalah angin dari selatan. Selain itu hal ini menunjukkan bahwa pada saat angin meridional bergerak ke arah selatan (dengan asumsi membawa banyak kandungan uap air yang siap diturunkan sebagai hujan), maka curah hujan yang ada di kawasan Sicincin tinggi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan karakteristik hasil data EAR (Equatorial Atmephere Radar) dengan periode April 2002- April 2006 diketahui adanya Monsun signal yang berosilasi sekitar 12 bulanan pada ketinggian 8-18 km dengan puncak Monsun terkuat yaitu pada ketinggian 14.1km. Pada daerah Kototabang angin reversal terjadi pada ketinggian 8km dan 10.1 km dan angin yang dominan adalah angin selatan.

2. Berdasarkan pola curah hujan di Kototabang, Padangpanjang dan Sicincin. Maka Kototabang dan Padangpanjang memiliki pola iklim ekuatorial sedangkan Sicincin memiliki pola curah hujan Monsoonal. Dari ketiga wilayah tersebut Sicincin memiliki pola yang sama dengan pola Monsun yaitu berosilasi sekitar 12 bulanan.

3. Hasil analisis korelasi silang antara curah hujan dengan angin meridional diperoleh korelasi terbesar yaitu pada daerah Sicincin dengan koefisien korelasi maksimum sebesar 0.505 terdapat pada lagtime number 3 yaitu adanya jeda waktu selama 3 bulan dari datangnya angin sampai turunnya hujan. Korelasi negatif menunjukkan bahwa bahwa adanya indikasi angin cenderung dari arah selatan sehingga menyebabkan musim kering dan positif dari arah utara sehingga menyebabkan musim basah.

5.2 Saran

1. Masih perlu adanya tindak lanjut untuk melihat fenomena Monsun. Mengingat bahwa Monsun merupakan fenomena penting yang dapat mempengaruhi curah hujan di Indonesia.

2. Masih perlu adanya validasi dan kelengkapan data curah hujan dengan periode yang lebih panjang minimal 30 tahun untuk melihat pola Monsun.

3. Masih perlu dilakukan analisis statistika yang lebih beragam dan kompleks sehingga dapat menjelaskan hubungan antara curah hujan dengan angin meridional.

DAFTAR PUSTAKA

Annenberg. 2009. Structure Atmosphere. http://www.learner.org/courses/envsci/visu al/img_med/structure_atmosphere.jpg [15 Juni 2009]

Chang J. 1984. The Monsoon Circulation of Asia, hlm 3-34. Di dalam M.M. Yoshino (Penyunting). Climate and Agricultural Land Use in Monsoon Asia. Universitas of Tokyo Press. Tokyo.

Chao CW et al. 2001. The Origin Of Monsoon. Vol 58: 3497-3507

Ding Y et al. 2004. East Asian Monsoon. Di dalam: CP Chang, editor. The Global Monsoon System Research and Forcast. Secretariat of the World Meteorological Organization Geneva, Switzerland.

Endarwin, DK. 2000. Periodisitas Gerak Atmosfer dan Pengaruhnya Terhadap Fluktuasi Intensitas Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol 1 No 3. Juli-Sseptember. Flatau MK et al. 2003. Geophysical Research

Letters. Delayed Onset Of The 2002 Indian Monsoon 30: 1-4.

Fukao S, Haschiguchi H, Yamamoto M, Tsuda T, Nakamura T, Yamamoto MK. 2003. The Equatorial Atmosphere Radar (EAR): System Description and First Result. Radio Science Center for Space and atmosphere. Kyoto University. Japan. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Bogor:

Jurusan Geofiska dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

22

   

Hermawan, E. 2002. Perbandingan Antara Radar Atmosfer Khatulistiwa dengan Middle and Upper Atmosphere radar dalam Pemantauan Angin Zonal dan Meridional. Warta LAPAN 4, No 1: 8-16 Hermawan, E. 2009. Pengaruh Kejadian

Dipole Mode terhadap Variabilitas Curah Hujan di Sumatera Barat dan Selatan. PUSFATSATKLIM. LAPAN. Bandung Holton, JR. 1992. An Introduction to Dynamic

Meteorology. Academic Press. New York. Jhun JP. 2003. A New East Asian Winter

Monsoon Index and Associated Characteristics of the Winter Monsoon 17: 711-726.

Johnson, RJ. 1993. Heat and Moisture Sources and Sinks of Asian Monsoon Presipitating System.J. Meteor. Soc.Japan,70. 353-371 Juaeni I. 2009. Periode Curah Hujan Dominan

dan Hubungannya dengan topoografi. Bandung: Lembaga Penerbangan dan Antariksa.

June, T. 1995. Angin. Di dalam: Handoko, editor. Klimatologi Dasar. Bogor: FMIPA IPB.

Kadarsah. 2007. Meteorologi dan sains Atmosfer. http:// kadarsah. wordpress. com/2007/08/30/itcz/ [30 Mei 2009] Komalaningsih, K.2004. Kaitan Karakteristik

IODM (Indonesia Ocean Dipole Mode) dengan Curah Hujan di Sumatera Barat. Laporan Praktik Lapang. Bogor: Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Makridis, S. et al. 1998. Forecasting: Methode and Application. Second Edition. Di dalam: Hari Sumanto, editor. Metode dan Aplikasi Pemodelan. John Willey and Sons, Inc.

Keshavamurty NR. 1971. Atmospheric Science. On The Vertikal Tilt of Monsoon Disturbances 29: 993-995

Khrisnamurti NT, Bhalme NH. 1976. Oscillations of Monsoon System. Observational Aspect 33:1937-1953

McBride,J.L.10-11 November 1992. The Meteorology of Indonesia and the Maritime continent. Fourth International Symp. On Equatorial Atmosphere Obs. Over indonesia. Jakarta.

Muna R. 2005. On the origin of Monsoon: Conventional theory vs. new findings. Course ATM 656.

Nasir A. 1995. Atmosfer. Di dalam: Handoko, editor. Klimatologi Dasar. Bogor: Jurusan Geofiska dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Nieuwolt, S.1977. Tropical Cliamtologgy: An Introduction to the Climates of the Low Latitudes. John Wiley & Son. New York. Nurhayati N. 2007. Propagasi dan Struktur

Vertikal MJO di Atas Kawasan Indonesia Bagian Barat Berbasis hasil Analisis Data EAR, BLR, Radiosonde dan NCEP/NCAR Re-Analisis. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ping l. 2008. An East Asian Subtropical Summer Monsoon Index Defined By moisture transport. Journal of Tropical Meteorology. 14: 61-64

Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Ramage, CS .1971. Monsoon Meteorolgy.Academic Press. New York and London.

Ray AJ et al. 2007. Monsoon Region

Climate Applications Integrating Climate Science with Regional planning and policy. American Meteorological Society [RISH] Research Institute for Sustainable

Humanosphere. 2002. Equatorial Atmosphere Radar (EAR) Observation Data. Kyoto University.

 

Rizal. 2009. Lokasi Sumatera Barat. http://gaw.kishou.go.jp/qasac/bkt_map.jpg [15 Juni 2009]

Robert CW. 1985. Reed’s Yacht Master Series Meteorology. Thomas Publications Limited. Sunderland and London.

Shu. 2009. Radar Antenna. http://aktifisika.files.wordpress.com/2008/ 11/radar-antenna.jpg [15 Juni 2009] Sipayung, SB.1995. The Spectrum Analysis

of Mteorological Elements in Indonesia. Institut for Hydrospheric-Atmospheric Science. Nagoya university. JAPAN

Silalahi, U. 1999. Metode and Metodologi Penelitian. Bina Budhaya Bandung. Cetakan Pertama. Bandung.

Sunarsih I. 2008. Perilaku Curah Hujan di Kototabang, Pontianak, dan Biak Berbasis Hasil Data EAR dan WPR. Departemen Geofisika dan Meteorologi. FMIPA,IPB. Suryantoro et al. 2009. Variasi

Spasiotemporal Curah Hujan Indonesia Berbasis Observasi Satelit TRMM. PUSFATSATKLIM. LAPAN. Bandung. Trewartha,Glenn T,Horn Lyle.1995.

Pengantar Iklim. Gadjah Mada University Press.

Vina.J. 2009. Kejadian Curah Hujan Ekstrim di Sumatera (Palembang, Jambi dan Lampung). Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim. LAPAN. Bandung. Walpole RE. 1989. Probability and Statistics

For Engineers and Scientist. Fourth Edition. Di dalam: RK Sembiring, editor. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan. Macmilan Publishing co,Inc.

Wang B, Fan Z. 1998.  Choice of South Asian SummerMonsoon Indices. Bulletin of the American Meteorological Society 80: 629-638.

Wheeler CM, McBride LJ. 2005. Asian-Aurtralian Monsoon . Praxis, Springer Berlin Heidelberg.

Wu, Wang. 1999. Interannual Variability of Summer Monsoon Onset over the Western

North Pacific and the Underlying Processes 13: 2483-2500

Zaizhi et al. 2004. Advans in Atmospheric Sciences. Simulation of Asian Monsoon Seasonal Variations with Climate Model R42L9/LASG. 21: 879-889.

24

   

 

Lampiran 1 Power Spectral Density (PSD) Angin Meridional Bulanan di Kototabang pada Ketinggian 2-7km

Lampiran 2 Korelasi Silang Curah Hujan Kototabang dengan Angin Meridional pada Ketinggian 8-18km

 

Dokumen terkait