• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rad Satuan dosis radiasi

Gy Gray (satuan unit dosis radiasi menurut SI)

KGy Kilo Gray

eV Elektron Volt (satuan energi)

KeV Kilo elektron Volt

ESR Electron Spin Resonance

Ci Curie

Bq Becquerel

CTA Cellulose Triacetate

λ Lamda (panjang gelombang)

Laju dosis adalah jumlah dosis absorbsi per satuan waktu

Dosis absorbsi adalah jumlah radiasi yang diabsorbsi per unit massa. Unit dosis absorbsi : Gray (Gy) = Joule / kg = 100 rad Unit sumber radiasi Ci = Curie atau Bq = Becquerel (satuan unit sumber radiasi

menurut SI). Ci = 3,7 x 1010 Bq

Berkas elektron adalah arus elektron yang dipercepat oleh mesin

Mesin Berkas elektron [MBE] adalah mesin yang menghasilkan arus elektron yang dipercepat

Sinar gamma adalah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh isotop radioaktif

Radiasi pengion adalah radiasi berenergi tinggi yang dapat penetrasi ke dalam atom dengan menghasilkan partikel bermuatan listrik yang disebut ion

Iradiasi adalah perlakuan pada suatu produk dengan memaparkan- nya pada sinar gamma, sinar X atau elektron

Radioaktif adalah sifat dari inti suatu atom yang tidak stabil, yang secara spontan mengeluarkan sinar yang berenergi tinggi seperti sinar gamma, beta dan alpha dalam menuju ke keadaan stabil

Radioisotop adalah unsur yang mengalami perubahan susunan intinya, sehingga dalam keadaan tidak stabil

Dosimeter adalah suatu sistem fisika atau kimia yang berubah secara terukur dan proporsional jika dipaparkan pada radiasi. Sistem ini dipakai untuk mengukur dosis absorbsi dari bahan yang dipaparkan

Keseragaman dosis adalah perbandingan / rasio dosis absorbsi maksimum terhadap dosis absorbsi minimum pada suatu unit produksi yang dipaparkan terhadap radiasi

Shielding (perisai) zat yang digunakan untuk mengurangi radiasi yang lewat

Pass adalah perlakuan pada suatu produk dengan melewatkan pada sumber radiasi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii DAFTAR GAMBAR ... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xvii PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4 Kegunaan Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5 Mutu Tepung Terigu ... 5 Morfologi Serangga Tribolium castaneum (Herbst) ... 6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Serangga

Tribolium sp ... 7 Kerusakan yang ditimbulkan serangga Tribolium sp ... 8 Pertumbuhan Populasi Serangga ... 9 Model Kinetika Reaksi Orde Satu ... 9 Pengendalian serangga Tribolium sp dengan Iradiasi ... 10 Iradiasi Pangan ... 11 Sumber Energi Radiasi ... 12 Mesin Berkas Elektron (MBE) 350 keV/10 mA ... 16 Dosis Radiasi ... 16 Dosimetri ... 17 Fasilitas Radiasi ... 19 Interaksi Radiasi Pengion dengan Bahan ... 19 Prinsip Iradiasi Pangan ... 21 Radiolisis Air ... 22 BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 24 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24 Bahan dan Alat ... 24 Metode Penelitian ... 25 Proses Radiasi Mesin Berkas Elektron terhadap Tepung Terigu ... 25 Aplikasi Radiasi Pengion untuk Disinfestasi Serangga

T. castaneum ... 29 Prosedur Pengukuran ... 35

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37 Aspek Dosimetri ... 37 Dosimeter Penanda ... 42 Efisiensi Daerah Iradiasi Berkas Elektron ... 43 Penetrasi Berkas Elektron pada Sampel Bubuk ... 44 Cara Iradiasi (Pass) dan Penetrasi Berkas Elektron ... 46 Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma terhadap Populasi Serangga

T. castaneum ... 49 Efektivitas Dosis Radiasi Sinar Gamma untuk Disinfestasi

Populasi Serangga Dewasa, Larva, Pupa T. cstaneum ... 54 Pengaruh Arus Berkas Mesin Berkas Elektron terhadap Populasi

Serangga Dewasa T. castaneum ... 57 Efektivitas Arus Berkas Mesin Berkas Elektron untuk Disinfestasi

Populasi Serangga Dewasa T. cstaneum ... 65 SIMPULAN DAN SARAN ... 75 DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN ... 83

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Syarat mutu terigu ...

6 2. Karakteristik radiasi berkas elektron dan sinar gamma [60Co] ... 14 3. Persyaratan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan ... 18 4. Hasil pengukuran iradiasi MBE pada arus berkas (100-500) ȝA

terhadap dosis serap dosimeter CTA film ... 42 5. Ukuran tebal tepung dan berat sampel dengan luas tetap ... 46 6. Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap waktu bertahan hidup

masing-masing populasi dari ketiga stadium dewasa, larva dan pupa

T. castaneum ... 52 7. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh dosis radiasi sinar gamma

terhadap waktu bertahan hidup untuk masing-masing stadium serangga

T. castaneum ... 56 8. Pengaruh arus berkas elektron dengan iradiasi satu sisi permukaan

terhadap waktu bertahan hidup serangga dewasa T. castaneum ... 60 9. Pengaruh arus berkas elektron dengan iradiasi dua sisi permukaan

yang berlawanan terhadap waktu bertahan hidup serangga dewasa

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Siklus hidup metamorfosis sempurna ordo Coleoptera (a) dan

morfologi larva, pupa dan dewasa serangga T. castaneum (b) ... 7 2. Ukuran skala telur, larva, pupa dan serangga dewasa Tribolium sp. ... 8 3. Grafik kenaikan pertumbuhan eksponensial populasi serangga ... 10 4. Logo makanan iradiasi ... 13 5. Kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi a) Berkas elektron

dengan variasi energi; b) Radiasi gamma dari [60Co] dan [137Cs] ... .

15 6. Kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi pada iradiasi 2 sisi

a) dengan radiasi gamma [60Co]; b) dengan 10 MeV elektron ... 15 7. Blok diagram mesin berkas elektron tipe BA 350 keV/10 mA ... 17 8. Interaksi radiasi dengan materi a) Radiasi elektron; b) Radiasi sinar

gamma atau X ... 21 9. Skema prinsip pengawetan bahan pangan dengan iradiasi ... 23 10. Tahap penelitian dan luarannya ... 26 11. Diagram alir pelaksanaan penelitian tahap I ...

28 12. Diagram alir pelaksanaan penelitian tahap II ...

31 13. Ruang penyimpanan sampel serangga uji ... 32 14. Kurva kalibrasi dosimeter Fricke ... 38 15. Spektrum ESR dosimeter alanin iradiasi ……….. 39 16. Kurva kalibrasi dosimeter alanin yang diiradiasi dengan sinar

gamma pada daerah dosis 1-8 kGy ... 39 17. Kurva kalibrasi CTA film yang diiradiasi dengan berkas elektron ... 40 18. Kurva kalibrasi dosimeter alanin yang diiradiasi dengan berkas

Halaman 19. Perubahan warna dosimeter penanda karena iradiasi MBE ... 43 20. Luasan penampang berkas iradiasi dari pemayar MBE ... 44 21. Kurva hubungan antara dosis relatif terhadap lintasan pemayar

sepanjang (a) 120 cm dan (b) 80 cm ... 44 22. Hubungan intensitas signal ESR alanin terhadap perlakuan pass ... 47 23. Hubungan intensitas signal ESR tepung terigu terhadap perlakuan

pass ... 48 24. Kurva pertumbuhan populasi serangga T. castaneum siklus radiasi

pada dosis radiasi 0,1-0,5 kGy …... 50 25. Kurva pertumbuhan populasi serangga T. castaneum siklus radiasi

pada dosis radiasi 1-5 kGy …...…………... 51 26. Hubungan antara waktu bertahan hidup serangga T. castaneum

terhadap dosis radiasi sinar gamma dari 0,1-5 kGy ... 55 27. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh dosis radiasi sinar gamma

terhadap waktu bertahan hidup serangga T. castaneum pada dosis

radiasi 0,1- 5 kGy ... 56 28. Kurva populasi serangga dewasa T. castaneum setelah perlakuan

iradiasi satu sisi permukaan MBE arus berkas (100 -500) ȝA ... ...…...

58 29. Kurva populasi serangga dewasa T. castaneum setelah perlakuan

iradiasi dua sisi permukaan yang berlawanan MBE arus berkas

(100-500) ȝA ... 62 30. Hubungan antara waktu bertahan hidup serangga dewasa T. castaneum

terhadap iradiasi MBE dari arus berkas (100-500) ȝA ... 65 31. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi satu sisi

permukaan MBE arus berkas (200-500) ȝA pada sampel serangga

dewasa tanpa tepung terigu ... 67 32. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi satu sisi

permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA pada sampel serangga uji diinfestasikan ke dalam tepung masing-masing tebal 800 dan

Halaman 33. Hubungan antara individu hidup serangga dewasa T. castaneum

terhadap iradiasi satu sisi permukaan MBE arus berkas 100-500 ȝA ... 69 34. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi satu sisi

permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA pada individu hidup ... 69 35. Hubungan antara waktu bertahan hidup serangga dewasa

T. castaneum terhadap iradiasi MBE dari arus berkas 100-500 ȝA ... 70

36. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi dua sisi

permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA pada sampel serangga

dewasa tanpa tepung terigu ... 71 37. Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi dua sisi

permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA pada sampel tebal

tepung terigu 800 dan 1600 ȝm ... 72 38. Hubungan antara individu hidup serangga dewasa T. castaneum

terhadap iradiasi dua sisi permukaan MBE arus berkas 100-500 ȝA ... 73 39 Persamaan regresi Ln y = a + b x pengaruh iradiasi dua sisi

permukaan MBE arus berkas (100-500) ȝA terhadap individu

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Alat Ukur Parameter Penelitian Utama ... 84 2. Data hasil pengukuran dosimeter larutan Fricke pada Ȝ = 305 nm ... 87 3. Data hasil pengukuran dosimeter alanin diiradiasi dengan sinar

gamma pada daerah 1-8 kGy ... 88 4. Data hasil pengukuran CTA film standar dengan alat ukur

CTA reader ... 89 5. Data hasil pengukuran dosimeter alanin diiradiasi dengan berkas

elektron pada daerah dosis serap 0-5 kGy ... 90 6. Perubahan warna dosimeter penanda yang diiradiasi dengan arus

berkas elektron 100-500 µA ... 91 7. Hasil pengukuran keseragaman dosis relatif sepanjang jendela

pemayar 120 cm ... 92 8. Hasil pengukuran amplitudo spektrum ESR dosimeter alanin

diiradiasi dengan MBE ... 93 9. Hasil pengukuran amplitudo spektrum ESR tepung terigu diiradiasi

dengan MBE ……….. 94

10. Pertumbuhan populasi masing-masing stadium serangga dewasa, larva, pupa T. castaneum yang diiradiasi dengan sinar gamma

pada dosis rendah (0,1-0,5) kGy dan dosis sedang (1-5) kGy ... 95 11. Pertumbuhan populasi serangga dewasa T. castaneum yang diiradiasi

satu sisi permukaan dengan MBE arus berkas 100-500 µA pada perlakuan sampel: tanpa tepung terigu, tebal tepung terigu 800 dan

1600 ȝm ... 100 12. Pertumbuhan populasi serangga dewasa T. castaneum yang diiradiasi

dua sisi permukaan yang berlawanan dengan MBE arus berkas 100- 500 µA pada perlakuan sampel: tanpa tepung terigu, tebal tepung

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tepung terigu merupakan bahan makanan pokok yang penting setelah beras. Di lain pihak, sumber karbohidrat lainnya masih belum mencukupi maka mendo- rong kebutuhan konsumsi tepung terigu meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi tepung terigu di Indonesia per kapita mencapai ± 15 kg/kapita lebih rendah dari Singapura ( ± 71 kg/kapita ) dan Malaysia ( ± 40 kg/kapita ) pada tahun 2002 (Bogasari 2005). Secara umum, usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan diversi- fikasi pangan sumber karbohidrat dapat mendukung Ketahanan Pangan Nasional.

Serangga merupakan permasalahan yang dihadapi oleh industri tepung teri- gu khususnya pada kondisi penyimpanan. Salah satu jenis kumbang yang banyak ditemukan pada tepung-tepungan adalah serangga Tribolium castaneum Herbst (T. castaneum). Serangga ini dikenal sebagai ‘kumbang tepung merah’ (The Rust

Red Flour Beetle), termasuk ke dalam ordo Coleoptera famili Tenebrionidae.

Serangga T. castaneum ini adalah sebagai hama sekunder bersifat kosmopolitan

dan termasuk external feeder pada beras dan serealia lain, larva dan imago mema- kan bahan yang sama (Haines 1991; Sokoloff 1974).

Ternyata pengendalian serangga yang dilakukan secara konvensional, masih belum sepenuhnya mampu membasmi sisa-sisa telur, larva dan pupa serangga pada produk tersebut. Salah satu perkembangan pengendalian hama pasca panen pada serangga T. castaneum untuk tujuan disinfestasi serangga sudah banyak dilakukan, seperti penggunaan bahan kimia sebagai fumigasi yaitu metil bromin dan etilen dibromin. The United State Environmental Protection Agency (EPA) telah mengatur penggunaan metil bromin untuk dikurangi 25% sejak tahun 2000. sedang berdasarkan The Montreal Protocol and Clean Air Act penggunaan metil bromin untuk negara berkembang akan dihapus pada tahun 2015 (Gupta 2001).

Untuk mengatasi permasalahan pasca panen tepung terigu maka diperlukan teknologi tepat guna agar supaya tepung terigu lebih berkualitas dan tahan lama sehingga dapat terdistribusikan ke tempat lain tepat waktu. Salah satu teknik fisika untuk mengatasi masalah tersebut adalah penggunaan radiasi pengion baik yang

Pendahuluan 2

berasal dari radionuklida seperti [60Co] dan [137Cs] maupun sumber listrik. Apli-

kasi teknik nuklir dengan menggunakan sinar gamma [60Co] untuk tujuan sanitasi

bahan pangan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1969 antara lain untuk komo- ditas bebijian. Sedang peraturan aplikasi iradiasi pangan telah dimulai sejak tahun 1987 telah ditetapkan peraturan Menteri Kesehatan nomor 826 dan diperbaharui pada tahun 1995 nomor 152 dengan penambahan komoditas serta khususnya ko- moditas bebijian dosis maksimumnya dinaikkan dari 1 kGy menjadi 5 kGy.

Penggunaan mesin berkas elektron (MBE) khususnya bidang pangan di Indonesia belum di aplikasikan secara luas (Tanhindarto 2002, 2003, 2005, 2006; Tanhindarto & Irawati 2004; Irawati 2005a, 2005b), dibeberapa negara sudah diterapkan untuk tujuan disinfestasi serangga hama gudang. Salimov et al. (2000) mengemukakan bahwa mesin pemercepat elektron dengan energi 1,5 MeV sudah dapat diaplikasikan untuk iradiasi disinfestasi bebijian. Hariyadi (2004) menge- mukakan bahwa iradiasi mesin berkas elektron dapat berpotensi menjadi bagian penting dalam pemecahan masalah keamanan pangan. Danu (2003) melaporkan bahwa di Indonesia pemanfaatan MBE masih terbatas dalam aplikasi penggu- naannya, seperti proses curing, prevulkanisasi karet ban. Cleghorn et al. (2002) melaporkan bahwa berkas elektron energi 400 kV x 200 Gy dapat digunakan mengontrol mortalitas 3 jenis serangga hama gudang (S oryzae, R dominica, T castaneum). Menurut Hayashi et al. (2004) penggunaan elektron energi rendah (soft electron) 60 keV telah digunakan untuk menginaktifkan telur, larva dan pupa serangga hama gudang. Soft-electron 150 kV dapat digunakan untuk disinfestasi

bebijian yang terkontaminasi serangga external feeders (Imamura et al. 2004).

Iganatowicz (2004) menyatakan bahwa iradiasi sinar gamma dengan dosis 0,3 kGy sudah cukup untuk menghambat serangga hama gudang, serta dosis 0,6 kGy disarankan untuk perlakuan karantina serangga dewasa lepidoptera. Gochangco et al. (2004) melaporkan bahwa perlakuan iradiasi dapat digunakan sebagai perlaku- an alternatif pengganti penggunaan metil bromin untuk disinfestasi serangga T. castaneum pada penyimpanan coklat.

Beberapa tahun terakhir ini, penerimaan masyarakat tentang manfaat iradiasi sebagai perlakuan phytosanitary sudah mulai meningkat guna mengontrol anthro- poda pada komoditas segar dan penyimpanan produk. Sebagai contoh di Hawaii

Pendahuluan 3

USA bahwa iradiasi digunakan untuk mengontrol lalat buah pada 10 jenis buah dan 4 jenis sayuran serta mangga, sedang di Florida iradiasi untuk mengontrol kentang manis sebelum pengapalan ke California (IAEA 2004).

Noemi (1987) mengemukakan bahwa penggunaan sumber radiasi mesin

berkas elektron dan sinar gamma [60Co] tidak memiliki perbedaan yang nyata

untuk tujuan mengontrol infestasi serangga hama gudang. Sumber radiasi pengion dengan MBE pada dosis 0,2-0,5 kGy cukup untuk mengontrol perkembangbiakan serangga, bahkan beberapa minggu setelah iradiasi, dosis 1 kGy cukup efektif untuk membunuh seluruh stadium serangga beberapa hari setelah iradiasi. Sedang Hayashi et al. (2003) melaporkan penggunaan soft-electron (energi rendah berkas elektron) dengan tegangan 60 kV efektif membasmi telur, larva dan pupa red flour beetle (T. castaneum) dosis 1 kGy, sedang untuk serangga dewasa dosis 5 kGy.

Berdasarkan kenyataan tersebut perlu segera penggalian potensi penelitian dan pengembangan untuk memecahkan permasalahan yang ada. Upaya ini dapat mendukung peningkatan sarana dan teknologi pengelolaan gandum, yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk perlakuan karantina pada produk tepung terigu.

Perumusahan Masalah

Pengendalian serangga hama gudang ternyata masih belum sepenuhnya mampu mengatasi sisa-sisa telur, larva dan pupa serangga T. castaneum pada produk tepung terigu. Proses iradiasi mesin berkas elektron adalah proses fisika tanpa residu merupakan proses yang lebih efektif yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan ini, bahkan dapat memperpanjang umur simpan bahan yang diproses. Teknik ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan karena pengendalian serangga yang dilakukan secara konvensional, masih belum sepenuhnya mampu membasmi sisa-sisa telur, larva dan pupa serangga dan pemakaian bahan kimia seperti metil bromin sudah dibatasi untuk perlakuan karantina pada produk tepung terigu.

Pendahuluan 4

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Mempelajari proses radiasi mesin berkas elektron energi rendah terhadap bahan pangan tepung terigu serta ada penguasaan teknologi mesin berkas elektron untuk pengawetan makanan.

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengetahui proses iradiasi mesin berkas elektron terhadap tepung terigu, 2. Mengetahui teknik iradiasi berkas elektron untuk disinfestasi pada serangga dewasa T. castaneum.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal bahwa sumber radiasi dari mesin berkas elektron dapat digunakan untuk tindakan disinfestasi terhadap serangga, sisa-sisa serangga seperti telur, larva, pupa dan imago T. castaneum yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk perlakuan karantina pada produk berbasis tepung.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk pengembangan makanan iradiasi menggunakan sumber radiasi mesin berkas elektron, dan dapat memberikan kontribusi terhadap aspek keamanan pangan pada produk tepung terigu yang bebas terhadap serangga, sisa-sisa serangga seperti telur, larva dan pupa. Disamping itu, dapat sebagai teknologi alternatif sebagai substitusi penggu- naan bahan pengawet kimia (fumigasi).

TINJAUAN PUSTAKA

Mutu Tepung Terigu

Tanaman gandum dengan nama latin Triticum aestivum L. dari subspesies vulgare memiliki sekitar 4000 jenis varietas yang tumbuh di seluruh dunia (Posner 2000).

Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dengan jalan menggiling biji- biji gandum yang sehat dan telah dibersihkan (SII 1975). Sedang tepung terigu sebagai bahan makanan adalah tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L. (Club wheat) dan / atau Triticum compactum Host. Adapun persyaratan mutu terigu dapat dilihat pada Tabel 1 (SNI 2000). Dari Tabel terihat bahwa syarat mutu terigu harus bebas dari serangga, sisa-sisa serangga seperti

telur, larva dan pupa. Tepung terigu di Indonesia dibedakan berdasarkan kadar

proteinnya yaitu tepung keras dengan kadar protein 12-13 %, medium dengan kadar protein 9,5-10 % dan yang mengandung 7,5-8 % protein adalah tepung lunak.

Dari hasil penelitian iradiasi sinar gamma [60Co] dosis sampai 0,4 kGy

untuk tujuan disinfestasi serangga terhadap 3 tepung terigu (cakra kembar, kunci biru dan segitiga biru) ternyata perlakuan iradiasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna, kadar protein dan sifat khas tepung (Chosdu & Maha 1980). Hayashi et al. (2003) mengemukakan dari hasil penelitian terdahulu terha- dap biji-bijian dilaporkan bahwa penggunaan energi rendah berkas elektron (soft- electron) dengan tegangan 60 keV untuk tujuan disinfestasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisiko-kimia biji-bijian.

Menurut Atnasov (1977) dalam Noemi (1987) mengemukakan dosis 225 Gy sudah dapat membunuh semua stadium red flour beetles pada penyimpanan biji-bijian dalam 1 tahun setelah iradiasi.

Morfologi Serangga Tribolium castaneum (Herbst)

Serangga Tribolium castaneum H. termasuk ke dalam ordo Coleoptera

famili Tenebrionidae. Serangga ini tergolong serangga yang mengalami metamor- fosis sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya melalui fase-fase telur,

Tinjauan Pustaka 6

larva, pupa dan imago (Haines 1991). Siklus hidup metamorfosis sempurna ordo Coleoptera dan morfologi larva, pupa dan imago serangga T. castaneum disajikan pada Gambar 1. Perbedaan morfologi antara jantan dan betina dapat dibedakan, berdasarkan femur. Serangga jantan dibagian depan sebelah kiri terdapat bintik hi- tam, sedangkan pada serangga betina tidak terdapat bintik hitam (Sokoloff 1974).

Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu (SNI 01-3751-2000)

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1 1.1 1.2 1.3 1.4 Keadaaan Bentuk Bau Rasa Warna - - - - serbuk

normal (bebas dari bau asing) normal (bebas dari bau asing)

putih, khas terigu

2 Benda asing - tidak boleh ada

3 Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak*)

tidak boleh ada

4 Kehalusan, lolos ayakan 212 milimikron

- min. 95 %

5 Air %, b/b maks. 14,5 %

6 Abu %, b/b maks. 0,6 %

7 Protein (N x 5,7) %, b/b maks. 7,0 %

8 Keasaman mg KOH/100g maks. 50/100 g contoh

9 Falling number detik min. 300

10 Besi (Fe) mg/kg min. 50

11 Seng (Zn) mg/kg min. 30

12 Vitamin BB1 (thiamin) mg/kg min. 2,5 13 Vitamin BB2 (riboflavin) mg/kg min. 4

14 Asam folat mg/kg min. 2

15 15.1 15.2 15.3 Cemaran logam Timbal (Pb) Raksa (Hg) Tembaga (Cu) mg/kg mg/kg mg/kg maks. 1,10 maks. 0,05 maks. 10

16 Cemaran arsen mg/kg maks. 0,5

17 17.1 17.2 17.3

Cemaran mikroba Angka lempeng total E. coli Kapang koloni/g APM/g koloni/g maks. 106 maks. 10 maks. 104

*) Tepung terigu di tingkat produsen

Secara kasat mata telur berwarna putih dan berukuran kecil, diletakkan oleh serangga betina diantara partikel yang diselubungi oleh cairan perekat se- hingga partikel makanan menempel (Haines 1991).

Tinjauan Pustaka 7

(a)

(b)

Gambar 1. Siklus hidup metamorfosis sempurna ordo Coleoptera (a) dan morfologi larva, pupa dan dewasa serangga T. castaneum (b) (Haines 1991).

Larva berwarna kuning keputih-putihan dengan ukuran 6 mm, segmen abdomen terakhir berwarna coklat tua sedikit melengkung dan terpisah dengan baik, umur stadium larva berkisar 7-8 hari. Larva T. castaneum mempunyai ben- tuk khas yaitu adanya tonjolan runcing pada ruas terakhir dari abdomen yang disebut Urogomphi (Syarief & Halid 1993).

Pupa serangga ini berwarna putih kekuning-kuningan dengan panjang 4 mm. Stadium pupa 6 hari, sedangkan perkembangan telur hingga pupa 23 hari pada suhu 29 °C.

Imago berbentuk pipih panjang tubuhnya 2,3-4,4 mm, berwarna coklat ke- merahan, 3 segmen terakhir pada antena membentuk gada, mata terbagi oleh suatu penjuluran dengan 3-4 mata faset. Ukuran skala telur, larva, pupa dan imago dapat dilihat pada Gambar 2.

Tinjauan Pustaka 8

Gambar 2. Ukuran skala telur, larva, pupa dan serangga dewasa Tribolium sp. (Sokoloff 1974).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Serangga Tribolium sp.

Pertumbuhan populasi Tribolium castaneum (Herbst) dipengaruhi oleh banyak faktor seperti antara lain kondisi media dan kanibalisme. Menurut Syarief & Halid (1993); Haines (1991) mengemukakan bahwa kondisi optimum untuk

perkembangan serangga Tribolium castaneum adalah suhu sekitar 35 °C dan ke-

lembaban relatif 75%.

Telur yang dihasilkan oleh serangga betina dipengaruhi oleh suhu tetapi tidak dipengaruhi kelembaban, serangga dewasa dapat hidup sampai 6 bulan. Pada

suhu 25 °C serangga betina bertelur rata-rata 2-5 butir per hari, jumlah ini

meningkat menjadi 11 butir per hari pada suhu 35,5 °C. Serangga dewasa melaku-

kan kopulasi dan menghasilkan telur sepanjang waktu hidupnya. Serangga dewasa bersifat kanibalistik baik pada sesamanya termasuk memakan telurnya maupun serangga lainnya. Abdelsamad et al. (1987) menyatakan periode total perkem- bangan serangga dari telur sampai menjadi imago yang optimum adalah pada suhu

35 °C yaitu hanya berlangsung 19,1 hari, sedang Howe (1956) dalam Haines

Tinjauan Pustaka 9

Kerusakan yang Ditimbulkan Serangga Tribolium sp

Kerusakan yang ditimbulkan oleh Tribolium castaneum pada tepung terigu antara lain mengakibatkan bau apek dan tengik yang berasal dari etil quinon yang dihasilkan oleh kelenjar bau. Aroma etil quinon ini dapat menembus kantong polietilen dengan tebal 0,075 mm (Grist & Lever 1969).

Terigu yang tiba di pelabuhan sering mengalami penurunan kualitas, se- perti berkutu atau bau apek akibat distribusi dan transportasi yang relatif lama sehingga kondisi dan kandungan gizi tepung terigu tersebut menjadi tidak optimal (Bogasari 2005).

Serangan serangga dapat menimbulkan kerusakan secara langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung terdiri dari konsumsi bahan yang disimpan, kontaminasi serangga dewasa, pupa, larva, telur dan kulit serangga. Kerusakan tidak langsung berupa kenaikan suhu akibat metabolisme serangga disebut hot spot yaitu area sekitar serangga yang terinfeksi dalam jumlah yang sangat besar

dimana suhunya dapat mencapai 42,2 °C. Jika terjadi kenaikan kadar air maka

bahan akan lembab dan lengket, timbul storage fungi, bau apek tetapi apabila kadar air bahan rendah karena terjadi perpindahan uap air, timbul mikroba lain, berkurangnya nilai estetis produk (Cotton & Wilbur 1974).

Pertumbuhan Populasi Serangga

Pertumbuhan serangga antara lain ditentukan oleh nutrisi makanan dan lingkungan. Haines (1991) mengemukakan bahwa pada umumnya, tahap awal infestasi perkembangan serangga, akan mengikuti pertumbuhan populasi secara

Dokumen terkait