• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan lahirnya dakwah kultural adalah firman Allah SWT di dalam Alquran surah Ibrahim ayat 4, yaitu:

ِناَسِلِب الَِّإ ٍلوُسَر ْنِم اَنْلَسْرَأ اَمَو

َوُهَو ۚ ُءاَشَي ْنَم يِدْهَيَو ُءاَشَي ْنَم ُ االلَّ ُّلِضُيَف ۖ ْمُهَل َنِّيَبُيِل ِهِمْوَق

ُميِكَحْلا ُزيِزَعْلا

Artinya: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesalkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha bijaksana”.28

Kemudian Alquran surah Al-Hujurat ayat 13, yaitu:

انِإ ۚ اوُفَراَعَتِل َلِئاَبَقَو اًبوُعُش ْمُكاَنْلَعَجَو ٰىَثْنُأَو ٍرَكَذ ْنِم ْمُكاَنْقَلَخ اانِإ ُساانلا اَهُّيَأ اَي

ِ االلَّ َدْنِع ْمُكَمَرْكَأ

انِإ ۚ ْمُكاَقْتَأ

ٌريِبَخ ٌميِلَع َ االلَّ

Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

28 Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahnya, Qs. Ibrahim, ayat 4.

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.29

Istilah kultural berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata culture, yang artinya kesopanan, kebudayaan, dan pemeliharaan. Kata ini juga berasal dari bahasa latin, yaitu colere yang berarti mengolah dan mengerjakan. Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia.30 Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsure yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.31

Dalam perkembangannya, kajian untuk mengembangkan konsep dakwah terus-menerus dilakukan oleh para pakar, baik ditingkat nasional maupun internasional. Mereka tidak pernah puas dengan keberhasilan dakwah yang sudah dicapai hingga saat ini. Cita-cita untuk mewujudkan muslim kaffah dalam menerapkan ajaran Islam tidak boleh berhenti. Selain itu, tantangan dakwah dari hari ke hari semakin meningkat, yaitu tantangan internal dan eksternal.

29Ibid, Qs. Al Hujurat, ayat 13.

30Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya, (Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan Yograkarta, 2005), hlm. 7.

31

Dalam praktiknya, dakwah Nabi Muhammad merupakan reaksi terhadap turunnya Alquran dan hal ini dapat dijadikan sebagai asas terhadap dakwah kultural. Menurut M. Mukhsin Jamil, dakwah kultural adalah upaya untuk memberikan penghargaan terhadap budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan sekaligus upaya pengislaman serta memanfaatkan setiap budaya yang ada untuk mendekati dakwah. Bertitik tolak dari definisi diatas dapat dipertegas bahwa konsep dakwah kultural satu sisi berkompromi dengan budaya dan pada sisi lain memiliki sikap yang tegas. Oleh karena itu, ragam budaya yang bertentangan dengan Islam seperti kemungkaran, bid’ah, khurafat dan maksiat menjadi sasaran perbaikan melalui dakwah ishlah dan pencegahan terhadap kemungkaran.32

Latar belakang lahirnya dakwah kultural yakni berkaitan dengan dinamika kebudayaan dan peradaban manusia yang semakin cepat dan berkembang di masyarakat akhir-akhir ini. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam juga semakin kompleks dalam bidang sosial hingga batas-batas antara yang ma’ruf dan mungkar semakin sulit dipisahkan, padahal jelas perbedaan keduanya.

Dalam suatu media, satu ruang, satu waktu bisa menampilkan dua wajah sekaligus antara yang ma’ruf dan mungkar. Manusia sering kehilangan patokan akhlak bahkan menghadapi krisis moral dan akhlak. Untuk menghadapi dinamika kebudayaan dan peradaban itu, diperlukan suatu kreativitas dalam rangka kesucian ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.Salah satu kreativitas tersebut dapat

32Abdullah, Dakwah Kultural dan Struktural, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012), hlm. 31

dilakukan dengan dinamisasi dan purifikasi melalui dakwah dalam bentuk strategi kebudayaan dan strategi perubahan sosial.33

Model dakwah kultural seperti dikemukakan oleh Din Syamsuddin, merupakan upaya perluasan strategi dakwah. Dakwah kultural merupakan bagian dari strategi tersebut. Sebagai salah satu bentuk dakwah maka penerapannya harus bersifat realistis. Perlu digerakan secara berkesinambungan dan sistematis dalam ranah praktis. Dengan kata lain membumikan dakwah kultural di masyarakat.

Dalam rangka penerapan dakwah kultural, basis dakwah tidak hanya masyarakat perkotaan saja tetapi seluruh lapisan masyarakat, desa, awam, kaum intelektual, kaum buruh, nelayan, pedagang, dan petani. Berkaitan dengan hal ini, dakwah kultural yakni berupaya memahami seluruh potensi masyarakat, budaya, ide-ide, adat istiadat, nilai-nilai dan symbol yang memiliki nilai tertentudan hidup subur dalam kehidupan masyarakat.Islam yang membawa pesan rahmatan lil ‘alamin. Dengan kata lain dakwah kultural menekankan pada dinamisasi dakwah dan purifikasi.

Dinamisasi dakwah berarti mencoba untuk menghargai potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya dalam arti luas, sekaligus melakukan upaya-upaya agar budaya tersebut membawa kemajuan dan pencerahan hidup manusia.Sedangkan purifikasi (pemurnian) yakni mencoba untuk membersihkan budaya dari unsur bid’ah, khurafat dan takhayul yang dipandang mengotori kecusian akidah. Pendekatan dakwah kultural disini tidaklah melalui

33

pendekatan yang bersifat akomodatif atau lebih dikenal dengan istilah kearifan local yang berarti mencari bentuk pemahaman dan aktualisasi gerakan dakwah Islam dalam realitas kebudayaan masyarakat.34

Masyarakat Islam sebagai objek dakwah, terbagi atas lima kelompok besar, yaitu:

1. Golongan petani, pada umumnya hidup di pedesaan, pola hidupnya sederhana, masyarakat religius, solidaritas kuat, dan memegang teguh adat istiadat yang diwariskan secara turun temurun. Kelompok ini sekarang berada dalam peralihan dari masyarakat agraris menuju masyarakat pra industri dan industri. 2. Masyarakat perkebunan yang pada umumnya sebagai karyawan atau buruh, ciri utama loyalitas tinggi kepada mandor dan direktur perkebunan. Mereka bekerja dengan ikhlas dan memperoleh gaji untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

3. Pedagang Kaki Lima (PKL) yang pada umumnya mereka berdagang di pinggir-pinggir pasar tradisional, pinggir jalan dan emperan toko. Kelompok ini belakangan termasuk kelompok terabaikan dan terpinggirkan karena dituding sebagai kelompok yang sulit ditertibkan. Dari sudut sosial, kelompok ini juga tergolong kokoh solidaritas sosial, ikatan batin yang kuat dan kebersamaan yang tinggi.

4. Masyarakat urban kota yang berasal dari desa pindah ke kota dan berhasil merubah nasib, pendidikan maju dan gaya hidup modern seperti menjadi

34

pegawai negeri, guru, karyawan swasta, dosen, hakim, dokter, pedagang, buruh seniman, wartawan, pengrajin dan lainnya yang hidup pada era industri. 5. Masyarakat metropolitan dan pasca industrial yang ciri khasnya memiliki jaringan sosial luas, mitra kerja pada tingkat nasional dan internasional. Kelompok masyarakat ini sudah memanfaatkan era informasi dan hasil teknologi sebagai bagian dari gaya hidup. Dari sudut keagamaan, pemahaman agamanya bersifat rasional dan objektif serta tidak mau bersifat taklid.

Kelima kelompok tersebut merupakan objek dakwah, pendekatan dakwah terhadap mereka bukanlah pendekatan yang bersifat konfrontatif tetapi melalui pendekatan dakwah kultural, yakni kearifan terhadap budaya yang dimilikinya. Karena itu, diperlukan interaksi antara dakwah Islam dan budaya lokal. Interaksi antara dakwah dan budaya lokal sudah lama berlangsung di masyarakat sejak datangnya Islam ke Nusantara yang dibawa oleh para pedagang Arab pada abad ke VII Masehi, dan bad ke 13 masehi, hingga sekarang masih terjadi interaksi tersebut dan cukup sulit diatasi. Ada tiga unsur budaya lokal yang terdapat di masyarakat, yaitu: Mitologi, Sistem ritual, dan simbol-simbol religi.

Mitologi yakni berkaitan dengan mitos-mitos atau legenda yang dipercayai oleh masyarakat, seperti benda-benda sakti, kuburan keramat, dan tempat-tempat keramat. Sistem ritual seperti tepung tawar pada acara pesta pernikahan, sunatan rasul, upah-upah ketika mau panen padi, mendapat musibah, mendapat promosi jabatan, akikah anak, membaca surat Yasin di kuburan, selamatan tujuh hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari setelah meninggal dunia. Simbol-simbol religi seperti

kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme yakni percaya kepada roh-roh atau dewa-dewa, benda-benda, dan lainnya masih sulit ditinggalkan oleh sebagian masyarakat.

Para mubaligh dalam menghadapi realitas budaya dituntut memberikan pencerahan sehingga umat ijabah atau benar-benar mengamalkan ajaran Islam terbebas dari bid’ah, khurafat, dan takhayul. Sekaligus membawa masyarakat kearah budaya yang Islami, dan berperadaban. Pada dasarnya dakwah kultural yang berkaitan dengan masyarakat lokal lebih terpusat pada unsur sistem aktivitas dari budaya, karena aspek inilah yang menjadi corak budaya masyarakat yang paling nyata dan meluas dalam kehidupan selain aspek fisik dan ide. Dalam kaitan ini, gerakan dakwah yang bersifat pemurnian dan pembaharuan dapat berjalan seiring dengan dakwah kultural.

Dalam pengertian yang lebih khusus bahwa dakwah kultural berkaitan dengan seni dan budaya lokal. Disini, budaya lokal dapat menjadi sasaran dakwah dan media dakwah. Sebagai sasaran, yaitu menjadikan budaya lokal harus bersih dari budaya syirik, bid’ah, khuarafat, dan takhayul kemudian diisi dengan nilai-nilai keislaman. Sebagai media, dapat dijadikan sarana untuk menciptakan budaya Islami yang tidak menghasilkan konflik sosial tetapi menciptakan masyarakat yang damai, aman dan rukun sesamanya.35

35

Dokumen terkait