• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1. Mahkamah Konstitusi Tidak Berwenang Mengalidi Permohonan Pemohon

a. Bahwa Mahkamah Konstitusi sesuai Undang-undang berwenang mengadili perkara perselisihan perolehan suara sebagaimana diatur dalam Pasal 157, ayat 3 UU No. 8 Tahun 2015 yakni :

“Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus”;

b. Bahwa masalah pelanggaran pemilihan berupa pelanggaran kode etik, pelanggaran administrasi, sengketa pemilihan dan tindak pidana telah diatur UU Nomor 1 Tahun 2015 Pasal 135 sebagai berikut:

1) Laporan pelanggaran Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat yang merupakan:

a. Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP;

b. Pelanggaran administrasi Pemilihan diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota;

c. Sengketa Pemilihan diselesaikan oleh Bawaslu; dan Panwaslu Kabupaten/Kota;

d. Tindak pidana Pemilihan ditindaklanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia;

2) Laporan tindak pidana Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diteruskan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak diputuskan oleh Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan/atau Panwas Kecamatan;

c. Bahwa Permohonan PEMOHON pada intinya hanya mempersoalkan dugaan Pelanggaran Money Politic yang diduga dilakukan oleh masing-masing pasangan calon (Paslon Nomor Urut 2 dan Paslon Nomor Urut 4) serta tidak mempersoalkan Perselisihan Perolehan suara hasil pemilihan;

d. Bahwa penanganan terhadap dugaan pelanggaran money politic sudah diatur berdasarkan Pasal 135 ayat 1 huruf d yang menyebutkan

bahwa, “tindak pidana pemilihan ditindak lanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia”;

e. Permohonan Pemohon TIDAK MENJELASKAN kesalahan perhitungan suara Termohon dalam proses Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo Tahun 2015; Dengan demikian permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 157 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 yang hanya membatasi mengenai Perselisihan Penetapan Perolehan suara hasil Pemilihan dalam proses penyelenggaran Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo Tahun 2015 yang dilaksanakan oleh Termohon;

1.2. Pemohon Tidak Memiliki Legal Standing Untuk Menggugat

Bahwa adapun alasan yuridis terkait dengan eksepsi ini adalah sebagaimana terurai berikut ini:

a. Bahwa berdasarkan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 juncto Pasal 6 ayat (2) PMK Nomor 1 Tahun 2015, sebagai berikut:

b. Batas Pengajuan Permohonan Untuk Pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota;

No. Jumlah Penduduk

Batas Perolehan Suara Pemohon Pada Permohonanan

Perselisihan Hasil Pemilu Pemilihan oleh KPU/KIP

Kabupaten/Kota

1. ≤ 250 ribu 2%

2. > 250 ribu – 500 ribu 1,5% 3. > 500 ribu – 1 juta 1%

4. > 1 juta 0,5%

c. Bahwa jumlah penduduk Kabupaten Gorontalo berdasarkan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) Tahun 2015 berjumlah

untuk dapat mengajukan permohonan perselisihan perolehan suara untuk Kabupaten Gorontalo adalah paling banyak 1,5% sebagaimana ketentuan pasal 158 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 tahun 2015

yang menyebutkan bahwa “Kabupaten/Kota dengan jumlah

penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan permohonan dilakukan jika terdapat perbedaan perolehan suara paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) antara PEMOHON dengan peraih suara terbanyak berdasarkan hasil penghitungan suara oleh TERMOHON”;

d. Bahwa Pasangan Calon Nomor Urut 1 (PEMOHON) dan Pasangan

Calon Nomor Urut 2 (Pihak Terkait) berkedudukan di Kabupaten Gorontalo dengan jumlah penduduk 387.141 jiwa (berdasarkan Data

Agregat Kependudukan per Kecamatan Tahun 2015), sehingga prosentase yang digunakan adalah 1,5% (satu koma lima persen); e. Bahwa Penetapan Ketentuan Batas Perbedaan Perolehan Suara

dalam pengajuan permohonan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Jumlah Penduduk Kabupaten Gorontalo = 387.141 jiwa; Jumlah Perbedaan Perolehan Suara Paling Banyak = 1,5%

2. Perolehan Suara Pasangan Nomor Urut 1 (Pemohon) = 64.201 suara;

Perolehan Suara Pasangan Nomor Urut 2 (Terkait) = 65.650 suara;

3. Perbedaan Perolehan Suara Calon Nomor Urut 1 (Pemohon) dan Nomor Urut 2 (Terkait) = 1.449 suara;

4. Sehingga jika dalam hal ini Prosentase yang digunakan adalah 1,5%, maka Prosentase (%) selisih suara = 1,5% x 65.650 (suara terbanyak) = 984,75 atau dibulatkan menjadi 985;

f. Bahwa dengan berdasarkan ketentuan sebagaimana tersebut diatas, maka seharusnya selisih suara untuk dapat mengajukan perkara PHP

ke Mahkamah Konstitusi adalah sama dengan selisih suara antara Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak dengan jumlah suara PEMOHON lebih kecil prosentase suara, akan tetapi selisih suara = 1.449 ≥ 985. Dengan demikian PEMOHON selaku Pasangan

Calon yang memperoleh suara sebanyak 64.201, jika diprosentasekan dengan Perolehan Surat Pihak Terkait yang memperoleh suara sebanyak 64.201, adalah lebih besar dari 1,5%, dimana jumlah selisihnya haruslah paling besar sebanyak 985 suara, namun kenyataannya, selisih suara yang ada antara PEMOHON dengan Pihak Terkait adalah sebesar 1.449 Suara atau sama dengan 2,2%

(dua koma dua persen);

g. Bahwa perhitungan persentase selisih suara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 juncto Pasal 6 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2015 untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo adalah sebagai berikut:

Perolehan Suara Pemenang (Pihak Terkait) = 65.650

Perolehan Suara Pemohon = 64.201

Y= 65.650 – 64.201 Z = 1,5 % x 65.650 = 984,8

Y= 1.449 suara Digenapkan Z = 985 Suara

Selisih suara sesuai hasil perhitungan X = Y > Z X = 1.449 > 985

Perhitungan prosentase selisih suara PEMOHON terhadap suara PIHAK TERKAIT adalah:

X = Y ≤ Z X = Selisih suara untuk dapat mengajukan perkara PHP

Y = Selisih Suara antara Pihak terkait dengan jumlah suara Pemohon

Z = Persentase (%) selisih suara.

1.449

X 100= 2,2 % 65.650

Dengan demikian PEMOHON tidak mempunyai kedudukan hukum

(Legal Standing) untuk mengajukan keberatan atas Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gorontalo Nomor 78/Kpts/KPU-Kab.027.436534/XII/2015 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo Tahun 2015;

1.3. Permohonan Pemohon Obscuur Libel

Bahwa Permohonan yang dikemukakan oleh PEMOHON secara

substansial adalah Permohonan yang dikualifikasikan sebagai Permohonan yang KABUR, hal ini disebabkan karena beberapa alasan

yuridis sebagai berikut:

1. Bahwa PEMOHON dalam permohonannya secara nyata tidak

menyebutkan adanya kesalahan Penghitungan suara yang dilakukan oleh TERMOHON;

2. Bahwa selain tidak menyebutkan adanya kesalahan Penghitungan suara oleh TERMOHON, terdapat sejumlah dalil PEMOHON yang

tidak menyebutkan waktu, lokasi dan jumlah selisih suarayang mempengaruhi hasil perolehan PEMOHON;

3. Bahwa dalam permohonan Pemohon, Pemohon tidak menguraikan pelanggaran-pelanggaran yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili;

II. DALAM POKOK PERKARA

Dokumen terkait