• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PELAKU PERDAGANGAN EKSPOR DAN IMPOR.

I. Pengaturan INSW Dalam Kaitannya Terhadap Pelaksanaan Perdagangan Dan Kepabeanan Di Indonesia

Untuk menguraikan keterkaitan pengaturan INSW terhadap pelaksanaan perdagangan dan kepabeanan di Indonesia, terlebih dahulu perlu diidentifikasi peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan INSW yaitu :

1) Keputusan Presiden No. 54 Tahun 2002 jo. Keppres No. 24 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor;

2) Instruksi Presiden No.3 Tahun 2006 dilanjutkan Inpres No. 6 Tahun 2007 dan Inpres No. 5 Tahun 2008 berkaitan dengan Peningkatan Investasi & Fokus Program Ekonomi;

3) Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tanggal 26 Pebruari 2008 (Perpres No. 10/2008): Penggunaan Sistem Elektronik dalam rangka INSW;

4) Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 22/M.Ekon/03/2006 jo. KEP-19/M.EKON/04/2008 tentang Pembentukan Tim Persiapan NSW, yang ditindak-lanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan selaku Ketua Tim Persiapan NSW.

Selain itu perlu pula mengkaji undang-undang yang mendasarinya, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU Kepabeanan, UU tentang Pengesahan Persetujuan Pendirian WTO, UU tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, UU tentang Pangan, dan UU tentang Keuangan.

Perlu dicermati terlebih dahulu bahwa Perpres No. 10/2008 merupakan dasar hukum sementara untuk sahnya transaksi elektronik karena saat itu akan segera diluncurkan Tahapan Pertama INSW sedangkan UU ITE pada saat itu juga masih berupa RUU yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Pada saat UU ITE sudah diundangkan maka yang dipakai adalah UU ITE, sedangkan Perpres No. 10/2008 dapat dianggap sebagai peraturan pelaksanaan dari UU ITE.

Dalam pertimbangan Perpres No. 10/2008 secara garis besar menyebutkan bahwa dasar dari pembentukannya adalah:

a. Untuk meningkatkan daya saing nasional dan memfasilitasi perdagangan dalam rangka menghadapi persaingan global, diperlukan upaya untuk mendorong kelancaran dan kecepatan arus

barang ekspor dan/atau impor serta mengurangi biaya transaksi melalui peningkatan efisiensi waktu dan biaya dalam proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang (customs release and clearance of cargoes);

b. Untuk melaksanakan komitmen Indonesia dalam Agreement to Establish and Implement the ASEAN Single Window68

Dengan diundangkannya Perpres No. 10/2008 tersebut dapat diketahui bahwa pemerintah (dalam hal ini Presiden selaku memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar

perlu dibangun sistem Nasional Single Window yang efektif, efisien, dan berkelanjutan.

69

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang INSW menekankan bahwa perdagangan dan perekonomian nasional adalah dalam rangka

telah menyadari arti penting INSW bagi perdagangan (ekspor dan/atau impor) terutama dalam proses kepabeanan dan perizinan (menggunakan sistem elektronik (INSW) dalam penanganan dokumen kepabeanan dan perizinan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan/atau impor). Tak lama diundangkanlah UU ITE yang merupakan dasar hukum bagi sahnya transaksi elektronik yang mana Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 ayat (1) UU ITE).

68

Article 2 Agreement to Established and Implement The ASEAN Single Window

Menyebutkan bahwa tujuan dari Pembangunan dan Pengimplementasian ASW adalah “ To

provide a legal and technical framework to establish and implement the ASW and NSWs as

regional commitments towards the establishment of an ASEAN Economic Community”

69

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contohnya adalah UU tentang Pengesahan Persetujuan Pendirian WTO menyebutkan dalam konsiderannya bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi, diperlukan upaya-upaya untuk antara lain terus meningkatkan, memperluas, memantapkan dan mengamankan pasar bagi segala produk baik barang maupun jasa, termasuk aspek investasi dan hak atas kekayaan intelektual yang berkaitan dengan perdagangan, serta meningkatkan kemampuan daya saing terutama dalam perdagangan internasional.

Konsideran UU Kepabeanan menyebutkan bahwa dalam upaya untuk selalu menjaga agar pelaksanaan pembangunan nasional menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional seperti yang diamanatkan dalam garis-garis besar daripada haluan Negara dan lebih dapat diciptakan kepastian hukum dan kemudahan administrasi berkaitan dengan aspek kepabeanan bagi bentuk-bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional yang terus berkembang serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi, diperlukan langkah-langkah pembaruan. Untuk mencapai hal-hal tersebut di atas tentu memerlukan banyak pembaruan, dan INSW merupakan salah satu bagian dari pembaharuan tersebut.

Bila melihat pada pengertian INSW yaitu sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data dan

informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision-making for custom release and clearance of cargoes), maka terlihat bahwa sistem tersebut melibatkan bukan hanya satu instansi pemerintah tapi beberapa instansi pemerintah yang berkepentingan mengurus penanganan dokumen kepabeanan dan perizinan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan/atau impor. Dalam portal INSW disebutkan bahwa beberapa instansi pemerintah yang tergabung dalam INSW adalah :

1) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; 2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

3) Departemen Perdagangan;

4) Badan Pengawas Obat dan Makanan;

5) Departemen Kelautan dan Perikanan c.q. Pusat Karantina Ikan; 6) Departemen Pertanian c.q. Badan Karantina Pertanian;

7) Departemen Perhubungan; 8) Departemen Kehutanan; 9) Departemen Kesehatan;

10)Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi; 11)Departemen Perindustrian;

12)Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; 13)Kementerian Negara Lingkungan Hidup; 14)Kepolisian Negara Republik Indonesia; 15)Badan Pengawas tenaga Nuklir;

16)Departemen Pertanian cq Pusat Perizinan dan Investasi.

Hal ini tentu cukup kompleks dan signifikan sehingga diperlukan pengaturan yang rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan dokumen kepabeanan dan perizinan yang berkaitan dengan perdagangan internasional (kegiatan ekspor dan/atau impor).

Lebih jauh lagi, perlu dicermati dasaran hukum dari pelaksanaan INSW yaitu70

1. Pasal 5A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan: :

(1) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.

(2) Penetapan kantor pabean tempat penyampaian pemberitahuan pabean dalam bentuk data elektronik dilakukan oleh Menteri.

(3) Data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut Undang-Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.

2. Pasal 1 angka 1 dan angka 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE):

(1) Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),

70

“Presentasi Umum INSW”, http : //www.insw.go.id, diunduh pada 17 Oktober tahun

telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

(2) Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 :

Undang-undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 :

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. 3. Pasal 2 Perpres Nomor 10 Tahun 200871

(1) Peraturan Presiden ini dimaksudkan untuk mengatur penggunaan sistem elektronik dalam penanganan dokumen kepabeanan dan perizinan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan/atau impor dalam kerangka INSW.

tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka INSW:

(2) Tujuan pengaturan:

a. Memberikan kepastian hukum dalam rangka penanganan dokumen kepabeanan dan perizinan yang dilaksanakan melalui sistem elektronik berkaitan dengan kegiatan ekspor dan/atau impor.

b. Melindungi penanganan dokumen kepabeanan dan perizinan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan/atau impor dari penyalahgunaan sistem.

c. Memberikan pedoman bagi pembangunan dan penerapan sistem INSW.

Berbicara menganai transaksi secara elektronik, tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata

71

Sebelum UU ITE di undangkan, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 merupakan dasar hukum sementara bagi pelaksanaan INSW karena diperlukan dasar hukum bagi pelancaran tahap pertama INSW

yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut:

1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian; 2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada pakasaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog).

Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah

perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau curator-nya72

Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian

. Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh Undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak.

73

Pada dasarnya suatu perjanjian harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu

.

Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.

74

1. unsur esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian yang dilakukan jual beli secara elektronik;

:

72

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992) , Hlm.217

73 Ibid, Hlm.218 74

2. unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian;

3. unsur accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi “barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”.

Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam azas yang dapat diterapkan antara lain:

1. Azas konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat.

2. Azas kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat perjanjian.

3. Azas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku. 4. Azas persamaan hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak

mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.

5. Azas keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

6. Azas moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.

7. Azas kepastian hukum, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.

8. Azas kepatutan, maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.

9. Azas kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur naturalia dalam perjanjian.

Semua ketentuan perjanjian tersebut diatas dapat diterapkan pula pada perdagangan internasional (ekspor dan/atau impor) yang dilakukan melalui transaksi elektronik, sebagai akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual- beli tidak hanya dapat dilakukan secara berhadapan langsung antara penjual dengan pembeli, tetapi juga dapat dilakukan secara terpisah antara penjual dan pembeli, sehingga mereka tidak berhadapan langsung, melainkan transaksi dilakukan secara elektronik. Dengan demikian, dalam pengimplementasi INSW

dan pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang mendasarinya merupakan perluasan juga terhadap hukum acara yaitu Buku IV KUH Perdata, HIR/RBg, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengenai alat bukti.Selain dari peraturan perundang-undangan yang disebutkan di atas, perlu juga mengamati sistem-sistem, standar dan prosedur perdagangan internasional yang berlaku untuk semua negara. Pelaksanaan INSW didasarkan juga pada informasi yang dibuat oleh Tim Persiapan NSW yang terdapat pada portal INSW (www.insw.go.id).

Kewenangan Tim Persiapan NSW ini berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor KEP-19/M.EKON/04/2008 tentang Tim Persiapan NSW75

1. Menetapkan kebijakan dan memberikan arahan yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan penerapan sistem NSW dan integrasi ke dalam sistem ASW;

, yaitu:

2. Memantau, mengevaluasi dan mengendalikan perkembangan pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan penerapan sistem NSW dan integrasi ke dalam ASW;

3. Melaporkan pelaksanaan tugas dalam rangka pembangunan, pengembangan dan penerapan sistem NSW dan integrasi ke dalam sistem ASW, kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Pengarah Tim Persiapan NSW;

75

Lihat point kedua Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor KEP-19/M.EKON/04/2008

4. Melaksanakan kegiatan lain yang diperlukan dalam rangka pembangunan, pengembangan dan penerapan sistem NSW dan integrasi ke dalam sistem ASW.

Portal INSW tersebut menuliskan bahwa sebagai sebuah official website, informasi yang dipublikasikan didalamnya haruslah lengkap agar pembaca/pengunjung website dapat dengan segera mendapatkan informasi dan data mengenai INSW.

Salah satu informasi dan data yang penting diketahui oleh para pihak yang terkait dengan INSW adalah informasi berupa sisdur, user manual atau petunjuk operasional aplikasi-aplikasi dalam sistem NSW. Begitu juga informasi update

dan patch aplikasi pendukung sistem NSW. Dipublikasikan data-data referensi yang digunakan dalam sistem NSW di Indonesia yang dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu :

1. Resource Sistem NSW, berisi resource yang digunakan dalam sistem NSW 2. Direktori Peraturan, berisi peraturan-peraturan berkaitan dengan sistem NSW 3. Sisdur Sistem NSW, berisi sisdur/SOP/petunjuk operasional sistem NSW 4. Manual Sistem GA, berisi sisdur/SOP/petunjuk operasional masing-masing

GA yang tergabung dalam sistem NSW

5. Modul Aplikasi, berisi publikasi data update, patch maupun file baru dari modul aplikasi yang terkait dengan sistem NSW.

6. INSW Download Page, berisi file-file yang tidak masuk dalam kategori di atas tetapi berkaitan dengan sistem NSW.

Walaupun petunjuk mengenai informasi dan data dalam pengimplementasian INSW cukup banyak, tapi perlu dicermati bahwa berdasarkan point keenam Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor KEP-19/M.EKON/04/2008 disebutkan bahwa :

“Masa tugas Tim Persiapan NSW terhitung terhitung sejak tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan ditetapkannya Pengelola Portal INSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008, atau selambat-lambatnya pada 31 Desember 2008.”

Yang berarti bahwa masa tugas Tim Persiapan NSW sudah selesai. Perlu dicermati pula bahwa pengaturan yang dilakukan oleh Tim Persiapan NSW tersebut bukanlah undang-undang tapi pengaturan yang dikeluarkan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh keputusan menteri.

Seperti telah disebutkan sebelumnya INSW bagian dari ASW yang merupakan upaya pemerintah negara-negara ASEAN untuk menfasilitasi para pelaku usaha perdagangan internasional mengakselerasi pergerakan barang-barang lintas pabean. Penerapan dan pengimplementasian INSW merupakan suatu hal yang kompleks tapi jika berhasil akan mempermudah pembentukan sebuah

database yang berguna untuk keperluan analisa serta untuk mendukung penciptaan iklim perdagangan internasional yang kondusif.

Pencapaian tersebut tentu bukan hal mudah karena kompleksnya sistem dan banyaknya entitas (GA) yang terlibat sehingga diperlukan pengaturan peraturan perundang-undangan yang rinci (dalam bentuk undang-undang dan peraturan-peraturan pelaksananya). Banyaknya GA yang terlibat dalam pelaksanaan INSW masih didasarkan pada undang-undang yang berdiri sendiri-sendiri sehingga dapat menimbulkan salah persepsi jika pelaksanannya di lapangan tanpa ada undang-undang yang secara rinci mengatur mengenai INSW.

Oleh karena diperlukan pengaturan yang rinci, maka pengaturan mengenai INSW dalam UU ITE dan Perpres No. 10/2008 tersebut belum mencukupi tapi sudah menjadi awalan yang bagus untuk reformasi di bidang pengurusan dokumen kepabeanan dan perizinan yang berkaitan dengan perdagangan internasional (kegiatan ekspor dan/atau impor).

II. Pengaturan Indonesia Nasional Single Window Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Para Pelaku Perdagangan Ekspor-Impor. Dalam rangka pengunaan sistem INSW, Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia Nasional Single Window. Bahwa INSW menggunakan sistem elektronik yang dapat mengumpulkan, mempersiapkan, menyimpan, memproses, menganalisis, dan menyebarkan informasi elektronik. Sistem elektronik ini merupakan sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision-making for custom release and clearance of cargoes).

Dalam pengimplementasiannya, INSW dilakukan melalui portal INSW yaitu sistem yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin

keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan / kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang.

Bahwa untuk merealisasikan INSW, berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor KEP-19/M.EKON/04/2008 Tentang Tim Persiapan Nasional Single Window telah dibentuk Tim Persiapan NSW yang melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kebijakan, pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan penerapan sistem NSW. Point kedua keputusan menteri koordinator perekonomian tersebut menyebutkan tugas dari Tim Persiapan NSW adalah :

1. Menetapkan kebijakan dan memberikan arahan yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan penerapan sistem

National Single Window (NSW) dan integrasi ke dalam sistem ASEAN Single Window (ASW);

2. Memantau, mengevaluasi dan mengendalikan perkembangan pelaksanaan pembangunan, pengembangan dan penerapan sistem NSW dan integrasi ke dalam ASW;

3. Melaporkan pelaksanaan tugas dalam rangka pembangunan, pengembangan dan penerapan sistem NSW dan integrasi ke dalam sistem ASW, kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Pengarah Tim Persiapan NSW;

4. Melaksanakan kegiatan lain yang diperlukan dalam rangka pembangunan, pengembangan dan penerapan sistem NSW dan integrasi ke dalam sistem ASW.

Dengan kewenangan yang diberikan oleh keputusan menteri koordinator perekonomian tersebut maka Tim Persiapan NSW mengeluarkan informasi dan data yang menjadi acuan bagi para pihak yang terkait dengan INSW (pengguna portal INSW). Salah satu contohnya adalah pada 15 September 2008 Tim Persiapan NSW memberikan informasi dalam rangka mempermudah pengguna

Dokumen terkait